Anda di halaman 1dari 12

Ê Ê

   


 Ê  

Agama memberikan penjelasan bahwa manusia adalah mahluk yang


memilki potensi untuk berahlak baik (takwa) atau buruk (fujur) potensi fujur akan
senantiasa eksis dalam diri manusia karena terkait dengan aspek instink, naluriah,
atau hawa nafsu, seperti naluri makan/minum, seks, berkuasa dan rasa aman.
Apabila potentsi takwa seseorang lemah, karena tidak terkembangkan (melalui
pendidikan), maka prilaku manusia dalam hidupnya tidak akan berbeda dengan
hewan karena didominasi oleh potensi fujurnya yang bersifat instinktif atau
implusif (seperti berjinah, membunuh, mencuri, minum-minuman keras, atau
menggunakan narkoba dan main judi).

Agar hawa nafsu itu terkendalikan (dalam arti pemenuhannya sesuai


dengan ajaran agama), maka potensi takwa itu harus dikembangkan, yaitu melalui
pendidikan agama dari sejak usia dini. Apabila nilai-nilai agama telah
terinternalisasi dalam diri seseorang maka dia akan mampu mengembangkan
dirinya sebagai manusia yang bertakwa, yang salah satu karakteristiknya adalah
mampu mengendalikan diri (self contor) dari pemuasan hawa nafsu yang tidak
sesuai dengan ajaran agama.

Ê
     

Adapun tujuan kami membuat makalah ini adalah

1.‘ Ôemberi penerangan tentang keterkaitan manusia dengan agama


2.‘ Ôemberi penjelasan bahwa manusia adalah makhluk paling mulia
3.‘ Ôemberi gambaran tentang integrasi ilmu dengan agama

c
0
    

1.‘ Ôengapa manusia membutuhkan agama, dan apakah agama dapat menjadi
jalan hidup bagi mereka?
2.‘ Benarkah manusia merupakan makhluk Tuhan yang paling mulia?
3.‘ Adakah keterkaitan (integrasi) antara ilmu dengan agama?


Ê Ê

Ê   

Ê        


‘      

uecara sederhana, pengertian agama dapat dilihat dari sudut kebahasan


(etimologis) dan sudut istilah (terminologis). Pengertian agama dari segi bahasa
dapat kita ikuti antara lain uraian yang diberikan Harun Nasution. Ôenurutnya,
dalam masyarakat Indonesia selain dari kata agama, dikenal pula kata !  dari
bahasa Arab dan kata   dalam bahasa Eropa. Ôenurutnya agama berasal dari
kata uanskrit. Ôenurut satu pendapat, demikian Harun Nasution mengatakan, kata
itu tersusun dari dua kata, a=tidak dan gam=pergi, jadi agama artinya tidak pergi,
tetap di tempat, diwarisi secara turun temurun.

uelanjutnya din dalam bahasa semit berarti undang-undang atau hukum.


Dalam bahasa Arab kata ini mengandung arti mengusasi, menundukan, patuh,
utang, balasan dan kebiasaan. Ôenurut pendapat lain bahwa kata agama berasal
dari kata religare yang berarti mengikat. Ajaran-ajaran agama memang memiliki
sifat mengikat bagi manusia.

Dari beberapa defenisi tersebut, akhirnya Harun Nasution menyimpulkan


bahwa intisari yang terkandung dalam istilah-istilah di atas ialah ikatan. Agama
memang mengandung ikatan yang harus dipegang dan dipatuhi manusia. Ikatan
ini mempunyai pengaruh besar terhadap kehidupan manusia sehari-hari. Ikatan itu
berasal dari suatu kekuatan yang lebih tinggi dari manusia. uatu kekuatan gaib
yang tidak dapat ditangkap oleh pancaindra.

Adapaun pengertian agama dari segi istilah banyak para pemikir yang
mendefinisikannya. Tetapi dapat disimpulkan dari semua pendapat tersebut bahwa
agama adalah ajaran yang berasal dari Tuhan atau hasil renungan manusia yang


terkandung dalam kitab suci yang turun temurun diwariskan oleh satu generasi ke
generasi dengan tujuan untuk memberi tuntunan dan pedoman hidup bagi manusia
agar mencapai kebahagiaan di dunia dan akhirat, yang didalamnya mengandung
unsur kepercayaan kepada kekuatan gaib yang selanjutnya menimbulkan respon
emosional dan keyakinan bahwa kebahagiaan hidup tersebut bergantung pada
adanya hubungan yang baik dengan kekuatan gaib tersebut.

Ê
‘ Ê   "     ! #   

Dalam bukunya berjudul Perspektif manusia dan Agama, Ôurtadha


Ôuthahari mengatakan, bahwa di saat berbicara tentang para nabi, Imam Ali
Alaihissalam menyebutkan bahwa para nabi di utus untuk mengingatkan manusia
kepada perjanjian yang telah diikat oleh fitrah mereka, yang kelak mereka akan
dituntut untuk memenuhinya. Kenyataan bahwa manusia memiliki fitrah
keagamaan tersebut. Pertama kali ditegaskan dalam ajaran Islam, yakni bahwa
agama adalah kebutuhan fitri manusia. Allah telah berfirman

³Dan (ingatlah) ketika tuhanmu mengeluarkan keturuanan anak-anak adam dari


sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terahadap jiwa mereka (seraya
berfirman) bukanlah aku ini Tuhanmu? Ôereka menjawab ³betul(engkau Tuhan
kami), kami menjadi saksi (kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat
kamu tidak mengatakan ³sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang
yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan). (Qs. Al-A¶raf, 7:172).

Berdasarkan ayat tersebut terlihat bahwa manusia decara fitri merupakan


makhluk yang memiliki kemampuan untuk beragama. Hal ini demikinan sejalan
dengan petunjuk Nabi dalam salah satu hadisnya yang mengatakan bahwa setiap
anak yang dilahirkan memilki fitrah (potensi beragama), maka kedua orang tuanya
lah yang menjadikan anak tersebut manjadi Yahudi, Nasrani atau Ôajusi.

è
 aktor lain yang melatarbelakangi manusia memerlukan agama adalah
karena disamping manusia memiliki berbagai kesempurnaan juga memiliki
kekurangan. Hal ini antara lain diungkapkan dengan kata al-nafs. Allah u T
berfirman

³demi nafs serta pentempurnaan ciptaan, Allah mengilhamkan kepadanya


kefasikan dan keburukan´. (Qu. Al-uyams, 91:7-8).

Ôenurut Quraish uyihab bahwa kata yang mengilhamkan berarti potensi


agar manusia melalui nafs menangkap makna baik dan buruk, serta dapat
mendorongnya untuk melakukan kebaikan dan keburukan. uelanjutnya Quraish
uyihab berkata, walaupun Al-Qur¶an menegaskan bahwa nafs berpotensi positif
dan negatif. Namun diperoleh pula isyarat bahwa pada hakikatnya potensi positif
lebih kuat daridapa potensi negative, hanya saja daya tarik keburukan lebih kuat
daripada kebaikan. Karena itu manusia dituntut untuk agar memelihara kesucian
nafs, dan mendekatkan diri pada Tuhan dengan bimbingan agama, dan di sinilah
letaknya kebutuhan manusia terhadap agama.

uelain dari faktor kelemahan dan kelebihan manusia, faktor lain yang
menyebabkan manusia memerlukan agama adalah karena manusia dalam
kehidupanya senantiasa menghadapi berbagai tantangan, baik yang datang dari
dalam maupun dari luar. Tantangan dari dalam dapat berupa dorongan hawa nafsu
dan bisikan setan (Qs. 12:5;17:53) sedangkan tantangan dari luar dapat berupa
rekayasa dan upaya-upaya yang dilakukan manusia yang secara sengaja berupaya
ingin memalingkan manusia dari Tuhan. Ôereka dengan rela mengeluarkan biaya,
tenaga dan pikiran yang dimanifestasikan dalam berbagai bentuk kebudayaan
yang di dalamnya mengandung misi menjauhkan manusia dari Tuhan. Kita dapat
membaca ayat yang berbunyi,

‰
³uesungguhnya orang-orang kafir itu menafkahkan harta mereka untuk
menghalangi (orang) dari jalan Allah´. (Qs. Al-Anfal,83:36).

dengan banyaknya penguraian tentang kebutuhan manusia terhadap agama


di atas. Ôaka secara tidak langsung, bahwa agama merupakan sebagai way of life
atau sebagai jalan hidup, pedoman, tuntunan bagi seluruh umat manusia. Karena
bagaimana pun manusia tidak akan bisa terlepas terhadap kebutuhan untuk
beragama. Para penganut alairan atheisme pun yaitu sekelompok orang yang
tidak mempercayai Tuhan dan agama, di dalam lubuk hatinya yang paling dalam
pasti mereka memiliki rasa untuk berbuat baik. Karena di dalam semua ajaran
agama talah terkandung semua aspek yang mengatur kehidupan manusia. Di
dalam agama Islam telah mengatur cara kehidupan manusian agar dapat
terbentengi dari hal-hal yang di benci dan di murkai Allah u T.

       

uecara objektif, fitrah manusia diletakkan pada nilai-nilai jasmaniah dan


rohaniah, dan memberikan sesuatu fungsi atau peranannya sebagaimana
dikehendakinya, dan kejadian manusia ini ditempatkan selaras dengan sifat-sifat
pembawaan manusia sendiri yang secara individu menghendaki peranan yang
bererti, baik terhadap dirinya sendiri mahupun terhadap orang lain, khasnya
terhadap Tuhan yang Ôaha Esa.

Kerana itu Tuhan menempatkan manusia sebagai makhluk yang paling mulia,
dan memberikan kepercayaan sebagai pengembang khalifah di dunia ini.

A
   " 

Ôanusia adalah makhluk yang memiliki akal budi iaitu makhluk yang
punya inisiatif, kreatif, berperadaban dan berkebudayaan. Nyata benar ia berbeza
dengan makhluk-makhluk lain seperti haiwan.

uebagai makhluk yang terdiri daripada unsur-unsur jasmani, tentu sahaja


mempunyai berbagai keperluan, masing-masing sesuai dengan unsur-unsur
tersebut. Hal ini jelas sebagaimana disebutkan dalam Al-Quran: Dan
sesungguhnya telah kami muliakan anak Adam, kami angkat mereka di daratan
dan lautan. Kami beri rezeki yang baik-baik dan kami lebihkan mereka dengan
kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah kami ciptakan
(Qs.Al-Isra : 70).

Kemuliaan dan kesempurnaan manusia bukan saja terletak pada


kecantikan susunan organ fisik. Kelebihan darjat itu juga nampak jelas berupa
kemampuan intelektual, emosi, moral dan sebagainya.

Di sampng itu manusia tidak terlalu terikat kepada lingkungan tertentu


tetapi dapat hidup di mana-mana. Binatang itu terbatas, terikat pada hutan
misalnya, atau rawa, atau padang rumput, terikat pada iklim panas atau dingin.

Ôanusia tidak demikian kerana sifatnya yang terbuka itu, dan kerana
kemampuannya untuk memakai alat-alat, manusia dapat hidup di mana-mana,
digunung atau lembah, di Khatulistiwa atau di tanah hijau yang sangat dingin itu.´

Yang mengistimewakan manusia itu daripada makhluk yang lain, ialah di


antaranya fikiran, perasaan dan keyakinan yang ada pada manusia itu, disebabkan
adanya kelebihan-kelebihan yang ada pada manusia itu, maka manusia
mempunyai kecenderungan untuk memilih dan menilai sesuatu sehingga mereka
tahu membedakan di antara yang baik dan yang buruk.

D
uebaliknya jika manusia melakukan sesuatu yang bertentangan dengan
sifat aslinya seperti moral, susila, sosial dan sebagainya, bererti terjadi
pelanggaran, manusia melanggar dirinya sendiri sehingga menjadi makhluk yang
paling hina.

Oleh itu tugas utama manusia yang mulia haruslah menjaga jangan sampai
darjat kemanusiaannya itu jatuh ke tingkat haiwani. Kerana itu manusia wajib
menjaga keseimbangan antara jasmani dan rohani, tuntutan diri sendiri dan
tuntutan masyarakat, tuntutan hidup di dunia dan tugasnya terhadap Allah.

       

Dengan dijadikannya manusia sebagai makhluk yang mulia dan sempurna


jasmaniah dan rohaniah, maka manusia diberikan kepercayaan melangsungkan
tugas keilahian yang disebut dengan khalifah fil ardh (melangsungkan konsepsi
tuhan di dunia ini).

Pada hakikatnya, dengan diangkatnya lagi manusia sebagai khalifah berarti


semakin naik derajat manusia itu. Namun pada tingkat akhir ini, Tuhan
memberikan suatu beban sesuai dengan masalah yang akan dihadapi. Peranan
keilahian manusia dibumi ini merupakan perpaduan di antara sifat-sifat kecuaian
daripada malaikat dan sifat-sifat manusia sendiri, jikalau manusia mampu
mempertahankan dan memeliharanya akan menjadi baik, sebaliknya jika gagal,
dapat membuat fatal nilai-nilai manusia itu sendiri.

Ôemperjuangkan nilai-nilai yang agung itulah menjadi ujian yang cukup


berat. Dalam al-Quran dikatakan Dan dialah yang menjadikan kamu penguasa-
penguasa di dunia, dia meninggikan sebahagian kamu daripada sebahagian yang
lain beberapa darjat, adalah kerana dia hendak menguji kamu tentang apa yang
diberikan-Nya kepadamu. (al-An¶am 165).

Dengan mengambil pengertian daripada ayat tersebut, maka sebagai


khalifah tentu saja mempunyai kelebihan-kelebihan seperti sudah dikatakan dalam

ü
ayat itu. Adapun di antara kelebihan-kelebihan seperti dinyatakan dalam ayat itu,
kemampuan daya berfikir, penguasaan spirituil (dalam erti agamis), mempunyai
keperibadian yang matang, mempunyai jiwa kepemimpinan (leadership) yang
kesemuanya itu berlandaskan takwa kepada Allah. Ada dua fungsi khalifah yang
merupakan pencerminan sebagai pelangsung ajaran Tuhan, yaitu fungsinya
sebagai pengembang tugas peribadi dan fungsinya sebagai pengembang tugas
kemasyarakatan. Kedua fungsi tersebut tidak dapat dipandang sebagai dua otorita
yang terpisah. Keduanya hanyalah merupakan klasifikasi amaliyah yang saling
memerlukan, dan saling menjiwai. Kerana itu dalam realisasi pelaksanaannya,
terpisah dalam perbuatan tetapi juga tampak hubungan rohaniahnya. Jadi setiap
tugas yang tampaknya merupakan keperluan individu seperti solat, daripadanya
akan nampak efek kemasyarakatan (sosial) namun peranan rohaniah daripada
keajaiban itu tidak dapat dihilangkan begitu sahaja. Kepentingan sosial itu akan
hidup kalau dijiwai oleh adanya kesedaran rohaniah yang dalam, dan kesedaran
rohaniah yang dalam haruslah memancarkan keperibadian yang sosial.

alhasil tugas sebagai khalifah tidak ringan. Ia haruslah mempertahankan


nilai-nilai kemuliaan dan kesempurnaan itu dan selanjutnya melangsungkan
peranannya sebagai petugas Ilahi berdasarkan iman dan dimanifestasikan dalam
aktiviti amal soleh.

      

Ilmu dan Agama, tidak ada yang dapat diperbandingkan satu dengan yang
lain dan keduanya tidak dapat ditempatkan pada posisi bersaing atau konflik.
Pendukung pendekatan ini menekankan bahwa permainan yang dimainkan
ilmu menguji dunia natural, sedangkan permainan agama ialah mengungkapkan
makna melampaui dunia nautral. Ilmu memusatkan perhatian     segala
sesuatu terjadi di alam ini, sedangkan agama pada   sesuatu itu terjadi dan
ada (eksis). Ilmu berurusan dengan sebab-sebab, sedangkan agama makna. Ilmu
berurusan dengan berbagai masalah yang dapat dipecahkan, sedangkan agama
berurusan dengan misteri yang tidak mudah dipecahkan. Ilmu berusaha menjawab

å
berbagai persoalan menyangkut cara kerja alam, sedangkan agama berurusan
dengan landasan akhir alam. Ilmu memberi perhatian kepada kebenaran partikular
sedang agama tertarik untuk menjelaskan kebenaran universal.
Ilmu dan agama mempunyai bahasa sendiri karena melayani fungsi yang
berbeda dalam kehidupan manusia, agama berurusan dengan nilai dan makna
tertinggi, sedangkan ilmu menelusuri cara benda-benda dan berurusan dengan
fakta obyektif, agama rentan dengan perubahan karena sifatnya yang deduktif,
sedangkan ilmu setiap saat bisa berubah karena sifatnya yang lebih induktif. Ilmu
dan agama adalah dua domain independen yang dapat hidup bersama sepanjang
mempertahankan "jarak aman" satu sama lain. Ilmu dan agama berada pada posisi
sejajar dan tidak saling mengintervensi satu dengan yang lain.

Dalam menyelami antara ilmu dan agama, membedakan dalam dua ranah
pencermatan, pertama dilihat dari sisi wacana akademik, dan sisi lainnya dari
hakikat hubungan.
[ acana Akademik]
Dalam wacana akademik secara umum, hubungan ilmu dan agama dapat
dibedakan dalam empat tipologi yaitu u u , 
  dan  
.
Dalam tipologi u u digambarkan bahwa ilmu dan agama sebagai dua entitas
yang tidak dapat dipertemukan bahkan saling berlawanan. Kebenaran ilmu
menegasikan kebenaran agama, demikian pula sebaliknya. Dalam tipologi
independensi digambarkan bahwa ilmu dan agama meskipun tidak dapat
dipertemukan namun keduanya tidak saling berlawanan. Tipologi ini dipandang
sebagai tipologi yang cukup aman, karena masing-masing menghormati otoritas
kebenaran masing-masing, sehingga tidak terjadi konflik. Namun, bagi ilmuwan
yang religius, tipe ini membingungkan dan menimbulkan keputusasaan karena
pada saat yang sama ia harus menerima dua kebenaran yang berbeda/berlawanan,
yaitu kebenaran ilmiah yang dipahami akal dan kebenaran agama yang dipahami
oleh iman.Dalam tipologi dialog digambarkan bahwa ilmu dan agama memiliki
bahasa metode dan ukuran kebenaran yang masing-masing berbeda, namun tidak
saling berlawanan bahkan saling mengisi dan menjelaskan satu sama lain.

c
Ilmu-ilmu yang muncul akibat persentuhan peradaban Islam dengan
Hellenisme pada periode Abbasiah (al-Ôa¶mun, dst) memberikan dampak yang
tidak kecil kepada bangunan intelektual tradisional Arab Islam. uemua akar
epistemologis yang semula dibangun, secara ekslusif diatas dasar prinsip-prinsip
logika bahasa Arab, harus berhadapan dengan produk intelektual Hellenisme yang
berakar dari epistemologi Platonian, Aristotelian, Pitagorian, dll. Persentuhan ini
menghasilkan ¶buah¶ yang disebut Cak Nur dengan (1) neo-platonisme islamis,
yang sering disebut falsafah; (2) scholastisisme Islam atau teologi diskursif, yang
lebih dikenal dengan kalam, serta Aristotelianisme Islam, lebih dikenal dengan
mantiq. uampai sekarang persinggungan berbagai bidang ilmu-ilmu rasional
Islam, seperti linguistik, kalam, falsafah, mantiq, diantara tiga sifat yang
diperhadapkan dengan produk intelektual Yunani: (1) Duplikat, (2) Orisinil, (3)
paralel. uejumlah argumen yang sama-sama kuat diajukan oleh ketiga kelompok
pengusung pendapat ini. dua peradaban ¶agung¶ ini mendorong para ahli sejarah
pemikiran Islam untuk memberikan tiga pandangan mengenai produk intelektual
Islam dalam.

cc
Ê Ê



 

1.‘ uetiap manusia memiliki telah memiliki fitri untuk beragama, sesuai
dengan firman Allah (Qs. Al-Arah, 7:172). Dengan kata lain manusia
dituntut untuk menjalankan apa yang terkadung dalam agama. Hal ini telah
menjadikan agama sebagai jalan/pedoman hidup bagi umat manusia.
Karena dengan menjalankan perintah agama manusia dapat terhindar dari
perbuatan-perbuatan dan norma-norma yang di benci Tuhan dan dapat
menjadikan kehidupan manusia kearah yang lebih baik.
2.‘ Ôanusia merupakan makhluk ciptaan Allah u T yang paling mulia dan
sempurna, sesuai dengan firmanNya (Qs. Al-Isra :70). Karena manusia
memiliki akal, perasaan, nurani dan bentuk tubuh yang sempurna di
bandingkan makhluk-makhluk ciptaan Tuhan yang lain. uelain itu manusia
mengemban tugas dari Tuhan sebagai khalifah di bumi. Itulah salah satu
alas an mengapa manusia merupakan makhluk ciptaan Tuhan yang paling
mulia.
3.‘ Antara ilmu dan agama tidak dapat dipisahkan dan salng berkaitan.
alaupun ada perbedaan yang mendasar. Tatapi setiap ilmu yang
dikembangkan oleh manusia seperti sains, hukum, ekonomi dsb. Telah
dijelaskan juga oleh agama. Karena pada hakekatnya seluruh ilmu itu
adalah kekuasaan dan milik Allah u T Tuhan seluruh alam semesta.

c

Anda mungkin juga menyukai