Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH SISTEM RESPIRASI SENSORI

( Otitis Media Akut )

OLEH KELOMPOK IX

FREDERIKUS SAKU

SESARIANUS F.J.BAY

RICKY RICHARDO D.N.Q

LODIANUS LUTI

MARIA C.MANEHAT

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN ( STIKes )

SURYA MITRA HUSADA

KEDIRI

2010/2011
OTITIS MEDIA AKUT

Definisi

Otitis media adalah infeksi pada rongga telinga tengah , sering diderita oleh bayi dan anak-anak,
penyebabnya infeksi virus atau bakteri. Pada penyakit bawaan spt down syndrome dan anak dgn
alergi sering terjadi. Terapi antibiotika dan kunjungan ke dr. tht dalam proses perbaikan sangat
disarankan Anak lebih mudah terserang otitis media dibanding orang dewasa karena beberapa
hal :

• sistem kekebalan tubuh anak masih dalam perkembangan.


• saluran Eustachius pada anak lebih lurus secara horizontal dan lebih pendek sehingga
ISPA lebih mudah menyebar ke telinga tengah.
• adenoid (adenoid: salah satu organ di tenggorokan bagian atas yang berperan dalam
kekebalan tubuh) pada anak relatif lebih besar dibanding orang dewasa. Posisi adenoid
berdekatan dengan muara saluran Eustachius sehingga adenoid yang besar dapat
mengganggu terbukanya saluran Eustachius. Selain itu adenoid sendiri dapat terinfeksi di
mana infeksi tersebut kemudian menyebar ke telinga tengah lewat saluran Eustachius.

.Etiologi

Penyebab otitis media akut (OMA) dapat merupakan virus maupun bakteri.4,5 Pada 25% pasien,
tidak ditemukan mikroorganisme penyebabnya. Virus ditemukan pada 25% kasus dan kadang
menginfeksi telinga tengah bersama bakteri. Bakteri penyebab otitis media tersering adalah
Streptococcus pneumoniae, diikuti oleh Haemophilus influenzae dan Moraxella cattarhalis. Yang
perlu diingat pada OMA, walaupun sebagian besar kasus disebabkan oleh bakteri, hanya sedikit
kasus yang membutuhkan antibiotik. Hal ini dimungkinkan karena tanpa antibiotik pun saluran
Eustachius akan terbuka kembali sehingga bakteri akan tersingkir bersama aliran lendir.
Manifestasi Klinis

- Nyeri telinga, demam, rewel


- Efusi telinga tengah
- Gendang telinga suram
- Gendang yang menggembung
- Gerakan gendang berkurang
- Berkurangnya pendengaran
- Mual, muntah, diare
- Riwayat ISPA

Patofisiologi

Faktor pertahanan tubuh terganggu

Infeksi saluran pernapasan

Tuba eustachius tersumbat pencegahan infeksi kuman terganggu

Otitis Media Akut


Pemeriksaan Diagnostik

1. Tes suara bisik

Caranya ialah dengan membisikkan kata-kata yang dikenal penderita dimana kata-kata itu
mengandung huruf lunak dan huruf desis. Lalu diukur berapa meter jarak penderita dengan
pembisiknya sewaktu penderita dapat mengulangi kata-kata yang dibisikan dengan benar. Pada
orang normal dapat mendengar 80% dari kata-kata yang dibisikkan pada jarak 6 s/d 10 meter.
Apabila kurang dari 5 – 6 meter berarti ada kekurang pendengaran. Apabila penderita tak dapat
mendengarkan kata-kata dengan huruf lunak, berarti tuli konduksi. Sebaliknya bila tak dapat
mendengar kata-kata dengan huruf desis berarti tuli persepsi. Apabila dengan suara bisik sudah
tidak dapat mendengar dites dengan suara konversasi atau percakapan biasa. Orang normal dapat
mendengar suara konversasi pada jarak 200 meter.

2. Tes Garpu Suara

Dengan garpu suara frekuensi 64, 128, 256, 512, 1024, 2048 dan 4096 hz, dibunyikan dengan
cara tertentu lalu disuruh mendengarkan pada orang yang dites. Bila penderita banyak tak
mendengar pada frekuensi rendah berarti tuli konduksi. Bila banyak tak mendengar pada
frekuensi tinggi berarti tuli persepsi. Kemudian dengan garpu suara frekuensi 256 atau 512 hz
dilakukan tes-tes Rinne Weber dan Schwabach sehingga lebih jelas lagi apakah tuli penderita
dibagian konduksi atau persepsi.

3. Tes dengan Audiometer

Hasil dari tes pendengaran dengan audiometer ini digambar dalam grafik yang disebut
audiogram. Apabila pemeriksaan dengan audiometer ini dilakukan, tes-tes suara bisik dan garpu
suara tak banyak diperlukan lagi, sebab hasil audiogram lebih lengkap. Dengan audiometer dapat
dibuat 2 macam audio-gram :

• ·Audiogram nada murni (pure tone audiogram)


• ·Audiogram bicara (speech audiogram)
Dengan audiometer dapat pula dilakukan tes-tes :

- tes SISI (Short Increment Sensitivity Index), tes Fowler dimana dapat diketahui bahwa
kelainan ada di koklear atau bukan.
- tes Tone Decay dimana dapat diketahui apakah kelainan dibelakang koklea (retro
cochlear) atau bukan. Kelainan retro coklear ini misalnya ada tumor yang menekan N
VIII Keuntungan pemeriksaan dengan audiometer kecuali dapat ditentukan dengan lebih
tepat lokalisasi kelainan yang menyebabkan ketulian juga dapat diketahui besarnya
ketulian yang diukur dengan satu db (desibel).

4. Tes dengan “Impedance”meter

Tes ini paling obyektif dari tes-tes yang terdahulu. Tes ini hanya memerlukan sedikit kooperasi
dari penderita sehingga pada anak-anak di bawah 5 tahun pun dapat dikerjakan dengan baik.
Dengan mengubah-ubah tekanan pada meatus akustikus ekterna (hang telinga bagian luar) dapat
diketahui banyak tentang keadaan telinga bagian tengah (kavum timpani). Dari pemeriksaan
dengan Impedancemeter dapat diketahui :

• ·Apakah kendang telinga (membrana timpani) ada lobang atau tidak.


• ·Apakah ada cairan (infeksi) di dalam telinga bagian tengah?
• ·Apakah ada gangguan hubungan antara hidung dan telinga bagian tengah yang melalui
tuba Eustachii.
• ·Apakah ada perlekatan-perlekatan di telinga bagian tengah akibat suatu radang.
• ·Apakah rantai tulang-tulang telinga terputus karena kecelakaan (trauma kepala) atau
sebab infeksi.
• ·Apakah ada penyakit di tulang telirigastapes (otosklerosis).
• ·Berapa besar tekanan pada telinga bagian tengah.

KDM Yang Terganggu

1. Keamanan

2. Kebersihan dan kenyamanan


3. Istirahat dan tidur

4. Komunikasi

5. Spiritual

6. Penyuluhan dan pengobatan

7. Oksigenasi

Diagnosa Keperawatan

1. Gangguan istirahat tidur berhubungan dengan nyeri


2. Risiko tinggi cedera berhubungan dengan perubahan persepsi sensori

Intervensi

1. Nyeri berhubungan dengan proses peradangan pada telinga


Tujuan : nyeri berkurang atau hilang
Intervensi:
(a) Beri posisi nyaman ; dengan posisi nyaman dapat mengurangi nyeri.
(b) Kompres panas di telinga bagian luar ; untuk mengurangi nyeri.
(c) Kompres dingin ; untuk mengurangi tekanan telinga (edema)
(d) Kolaborasi pemberian analgetik dan antibiotik

2. Resiko tinggi injury berhubungan dengan penurunan persepsi sensori


Tujuan : tidak terjadi injury atau perlukaan
Intervensi:
(a) Pegangi anak atau dudukkan anak di pangkuan saat makan ; meminimalkan anak agar
tidak jatuh
(b) Pasang restraint pada sisi tempat tidur ; meminimalkan agar anak tidak jatuh.
(c) Jaga anak saat beraktivitas ; meminimalkan agar anak tidak jatuh
(d) Tempatkan perabot teratur ; meminimalkan agar anak tidak terluka
Penatalaksanaan

Hasil penatalaksanaan otitis media bergantung pada efektifitas terapi ( e.g : dosis antibiotika oral
yang diresepkan dan durasi terapi ), virulensi bakteri, dan status fisik klien

Antibiotik dapat digunakan untuk otitis media akut. Pilihan pertama adalah Amoksisilin; pilihan
kedua – digunakan bila diperkirakan organismenya resisten terhadap amoksisilin – adalah
amoksisilin dengan klavulanat (Augmentin ; sefalosporin generasi kedua), atau trimetoprin
sulfametoksazol. Pada klien yang alergi penisilin, dapat diberikan eritronmisin dan sulfonamide
atau trimetoprim – sulfa.

Untuk otitis media serosa ( otitis media dengan efusi ), terapi yang umum dilakukan adalah
menunggu. Keadaan ini umumnya sembuh sendiri dalam 2 bulan.

Untuk otitis media serosa yang persisten, dianjurkan untuk melakukan miringotomi. Miringotomi
adalah prosedur bedah dengan memasukkan selang penyeimbang tekanan ke dalam membrane
timpani. Hal ini memungkinkan ventilasi dari telinga tengah, mengurangi tekanan negative dan
memungkinkan drainase cairan. Selang itu umumnya lepas sendiri setelah 6 sampai 12 bulan.
Kemungkinan komplikasinya adala atrofi membrane timpani, timpanosklerosis (parut pada
membrane timpani), perforasi kronik, dan kolesteatoma.

Diagnosa Nic-Noc

- Perubahab persepsi sensori pendengaran

- Penurunan kapasitas adaptif intracranial

- Perubahan membrane mukosa telinga

- Gangguan ventilasi spontan


- Resiko cidera

- Resiko perubahan suhu tubuh

- Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan akibat dari nyeri, mual/muntah, diare

Penanganan

Antibiotik

OMA umumnya adalah penyakit yang akan sembuh dengan sendirinya.4 Sekitar 80% OMA
sembuh dalam 3 hari tanpa antibiotik. Penggunaan antibiotik tidak mengurangi komplikasi yang
dapat terjadi, termasuk berkurangnya pendengaran.4,9 Observasi dapat dilakukan pada sebagian
besar kasus. Jika gejala tidak membaik dalam 48-72 jam atau ada perburukan gejala, antibiotik
diberikan.4,6 American Academy of Pediatrics (AAP) mengkategorikan OMA yang dapat
diobservasi dan yang harus segera diterapi dengan antibiotik sebagai berikut:

Usia Diagnosis pasti Diagnosis meragukan


< 6 bln Antibiotik Antibiotik
6 bln – 2 th Antibiotik Antibiotik jika gejala berat; observasi jika gejala
ringan
2 thn Antibiotik jika gejala berat; Observasi
observasi jika gejala ringan

Yang dimaksud dengan gejala ringan adalah nyeri telinga ringan dan demam <39°C dalam 24
jam terakhir. Sedangkan gejala berat adalah nyeri telinga sedang – berat atau demam 39°C.
Pilihan observasi selama 48-72 jam hanya dapat dilakukan pada anak usia enam bulan – dua
tahun dengan gejala ringan saat pemeriksaan, atau diagnosis meragukan pada anak di atas dua
tahun. Untuk dapat memilih observasi, follow-up harus dipastikan dapat terlaksana. Analgesia
tetap diberikan pada masa observasi.
British Medical Journal memberikan kriteria yang sedikit berbeda untuk menerapkan observasi
ini.10 Menurut BMJ, pilihan observasi dapat dilakukan terutama pada anak tanpa gejala umum
seperti demam dan muntah.
Jika diputuskan untuk memberikan antibiotik, pilihan pertama untuk sebagian besar anak adalah
amoxicillin.4,6,7

• Sumber seperti AAFP (American Academy of Family Physician) menganjurkan


pemberian 40 mg/kg berat badan/hari pada anak dengan risiko rendah dan 80 mg/kg berat
badan/hari untuk anak dengan risiko tinggi.7,11 Risiko tinggi yang dimaksud antara lain
adalah usia kurang dari dua tahun, dirawat sehari-hari di daycare, dan ada riwayat
pemberian antibiotik dalam tiga bulan terakhir.
• WHO menganjurkan 15 mg/kg berat badan/pemberian dengan maksimumnya 500 mg.5
• AAP menganjurkan dosis 80-90 mg/kg berat badan/hari.6 Dosis ini terkait dengan
meningkatnya persentase bakteri yang tidak dapat diatasi dengan dosis standar di
Amerika Serikat. Sampai saat ini di Indonesia tidak ada data yang mengemukakan hal
serupa, sehingga pilihan yang bijak adalah menggunakan dosis 40 mg/kg/hari.
Dokumentasi adanya bakteri yang resisten terhadap dosis standar harus didasari hasil
kultur dan tes resistensi terhadap antibiotik.

Antibiotik pada OMA akan menghasilkan perbaikan gejala dalam 48-72 jam.6 Dalam 24 jam
pertama terjadi stabilisasi, sedang dalam 24 jam kedua mulai terjadi perbaikan. Jika pasien tidak
membaik dalam 48-72 jam, kemungkinan ada penyakit lain atau pengobatan yang diberikan
tidak memadai. Dalam kasus seperti ini dipertimbangkan pemberian antibiotik lini kedua.
Misalnya:

• Pada pasien dengan gejala berat atau OMA yang kemungkinan disebabkan Haemophilus
influenzae dan Moraxella catarrhalis, antibiotik yang kemudian dipilih adalah
amoxicillin-clavulanate.6 Sumber lain menyatakan pemberian amoxicillin-clavulanate
dilakukan jika gejala tidak membaik dalam tujuh hari atau kembali muncul dalam 14
hari.4
• Jika pasien alergi ringan terhadap amoxicillin, dapat diberikan cephalosporin seperti
cefdinir, cefpodoxime, atau cefuroxime.
• Pada alergi berat terhadap amoxicillin, yang diberikan adalah azithromycin atau
clarithromycin.4,6
• Pilihan lainnya adalah erythromycin-sulfisoxazole atau sulfamethoxazole-
trimethoprim.5,6 Namun kedua kombinasi ini bukan pilihan pada OMA yang tidak
membaik dengan amoxicillin.4,6

Jika pemberian amoxicillin-clavulanate juga tidak memberikan hasil, pilihan yang diambil
adalah ceftriaxone selama tiga hari.6
Perlu diperhatikan bahwa cephalosporin yang digunakan pada OMA umumnya merupakan
generasi kedua atau generasi ketiga dengan spektrum luas. Demikian juga azythromycin atau
clarythromycin. Antibiotik dengan spektrum luas, walaupun dapat membunuh lebih banyak jenis
bakteri, memiliki risiko yang lebih besar. Bakteri normal di tubuh akan dapat terbunuh sehingga
keseimbangan flora di tubuh terganggu. Selain itu risiko terbentuknya bakteri yang resisten
terhadap antibiotik akan lebih besar. Karenanya, pilihan ini hanya digunakan pada kasus-kasus
dengan indikasi jelas penggunaan antibiotik lini kedua.
Pemberian antibiotik pada otitis media dilakukan selama sepuluh hari pada anak berusia di
bawah dua tahun atau anak dengan gejala berat.6 Pada usia enam tahun ke atas, pemberian
antibiotik cukup 5-7 hari. Di Inggris, anjuran pemberian antibiotik adalah 3-7 hari atau lima
hari.4 Ulasan dari Cochrane menunjukkan tidak adanya perbedaan bermakna antara pemberian
antibiotik dalam jangka waktu kurang dari tujuh hari dibandingkan dengan pemberian lebih dari
tujuh hari. Dan karena itu pemberian antibiotik selama lima hari dianggap cukup pada otitis
media. Pemberian antibiotik dalam waktu yang lebih lama meningkatkan risiko efek samping
dan resistensi bakteri.

Analgesia/pereda nyeri

Selain antibiotik, penanganan OMA selayaknya disertai penghilang nyeri (analgesia).4,6


Analgesia yang umumnya digunakan adalah analgesia sederhana seperti paracetamol atau
ibuprofen. Namun perlu diperhatikan bahwa pada penggunaan ibuprofen, harus dipastikan bahwa
anak tidak mengalami gangguan pencernaan seperti muntah atau diare karena ibuprofen dapat
memperparah iritasi saluran cerna.

Lain-lain
• Pemberian obat-obatan lain seperti antihistamin (antialergi) atau dekongestan tidak
memberikan manfaat bagi anak.4
• Pemberian kortikosteroid juga tidak dianjurkan.7
• Myringotomy (myringotomy: melubangi gendang telinga untuk mengeluarkan cairan
yang menumpuk di belakangnya) juga hanya dilakukan pada kasus-kasus khusus di mana
terjadi gejala yang sangat berat atau ada komplikasi.4 Cairan yang keluar harus dikultur.
• Pemberian antibiotik sebagai profilaksis untuk mencegah berulangnya OMA tidak
memiliki bukti yang cukup.

Pencegahan

Beberapa hal yang tampaknya dapat mengurangi risiko OMA adalah:

• pencegahan ISPA pada bayi dan anak-anak,


• pemberian ASI minimal selama 6 bulan,
• penghindaran pemberian susu di botol saat anak berbaring,
• dan penghindaran pajanan terhadap asap rokok.4,6

Berenang kemungkinan besar tidak meningkatkan risiko OMA.4

Komplikasi

Otitis media kronik ditandai dengan riwayat keluarnya cairan secara kronik dari satu atau dua
telinga.5 Jika gendang telinga telah pecah lebih dari 2 minggu, risiko infeksi menjadi sangat
umum. Umumnya penanganan yang dilakukan adalah mencuci telinga dan mengeringkannya
selama beberapa minggu hingga cairan tidak lagi keluar.
Otitis media yang tidak diobati dapat menyebar ke jaringan sekitar telinga tengah, termasuk
otak.3 Namun komplikasi ini umumnya jarang terjadi.4 Salah satunya adalah mastoiditis pada 1
dari 1000 anak dengan OMA yangtidak diobati.
Otitis media yang tidak diatasi juga dapat menyebabkan kehilangan pendengaran permanen.3
Cairan di telinga tengah dan otitis media kronik dapat mengurangi pendengaran anak serta
menyebabkan masalah dalam kemampuan bicara dan bahasa.
Otitis media dengan efusi didiagnosis jika cairan bertahan dalam telinga tengah selama 3 bulan
atau lebih.

Rujukan

Beberapa keadaan yang memerlukan rujukan pada ahli THT adalah;

• Anak dengan episode OMA yang sering. Definisi “sering” adalah lebih dari 4 episode
dalam 6 bulan.4 Sumber lain menyatakan “sering” adalah lebih dari 3 kali dalam 6 bulan
atau lebih dari 4 kali dalam satu tahun7
• Anak dengan efusi selama 3 bulan atau lebih, keluarnya cairan dari telinga, atau
berlubangnya gendang telinga4,7
• Anak dengan kemungkinan komplikasi serius seperti kelumpuhan saraf wajah atau
mastoiditis (mastoiditis: peradangan bagian tulang tengkorak, kurang lebih terletak pada
tonjolan tulang di belakang telinga)7
• Anak dengan kelainan kraniofasial (kraniofasial: kepala dan wajah), sindrom Down,
sumbing, atau dengan keterlambatan bicara7
• OMA dengan gejala sedang-berat yang tidak memberi respon terhadap 2 antibiotik7
DAFTAR PUSTAKA

1. Otitis Media (Ear Infection). Available from


http://www.nidcd.nih.gov/health/hearing/otitism.asp
2. Chronic Otitis Media (Middle Ear Infection) and Hearing Loss. Available from
http://www.entnet.org/KidsENT/hearing_loss.cfm
3. Ear anatomy. Available from
http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/imagepages/1092.htm
4. Otitis media – acute. Available from http://www.prodigy.nhs.uk/guidance.asp?gt=Otitis
%20media%20-%20acute
5. http://www.who.int/medicines/library/bacterial_model_pres/014to019.pdf
6. Diagnosis and Management of Acute Otitis Media. PEDIATRICS Vol. 113 No. 5 May
2004, pp. 1451-1465. available from
http://aappolicy.aappublications.org/cgi/content/full/pediatrics ;113/5/1451
7. Diagnosis and treatment of otitis media in children. Institute for Clinical Systems
Improvement (ICSI). Diagnosis and treatment of otitis media in children. Bloomington
(MN): Institute for Clinical Systems Improvement (ICSI); 2004 May. Available from
http://www.guideline.gov/summary/summary.aspx?doc_id=5450
8. http://www.aap.org/otitismedia/www/vc/ear/case6/p9.cfm
9. Glasziou PP, Del Mar CB, Sanders SL, Hayem M. Antibiotics for acute otitis media in
children (Cochrane Review) The Cochrane Library, Issue 2, 2005. Available from
http://www.cochrane.org/cochrane/revabstr/AB000219.htm
10. Little P, et al. Predictors of poor outcome and benefits from antibiotics in children with
acute otitis media: pragmatic randomised trial. BMJ 2002;325:22 ( 6 July ). Available
from http://bmj.bmjjournals.com/cgi/content/full/325/7354/22?
ijkey=742c411e86bbfb31b1a51105ff9bfc95d8a31433
11. Wellbery C. Standard-Dose Amoxicillin for Acute Otitis Media. May 1 2005. Available
from http://www.aafp.org/afp/20050501/tips/18.html
12. http://milissehat.web.id/?p=89

Anda mungkin juga menyukai