Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Hipertensi adalah masalah kesehatan masyarakat. Hipertensi yang tidak

terkontrol dapat memicu timbulnya penyakit degeneratif, seperti gagal jantung

congestive, gagal ginjal, dan penyakit vaskuler. Hipertensi disebut “silent killer”

karena sifatnya asimptomatik dan setelah beberapa tahun menimbulkan stroke yang

fatal atau penyakit jantung. Meskipun tidak dapat diobati, pencegahan dan

penatalaksanaan dapat menurunkan kejadian hipertensi dan penyakit yang

menyertainya.1

Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007, diketahui hampir

seperempat (24,5%) penduduk Indonesia usia di atas 10 tahun mengkonsumsi

makanan asin setiap hari, satu kali atau lebih. Sementara prevalensi hipertensi di

Indonesia mencapai 31,7% dari populasi pada usia 18 tahun ke atas. Dari jumlah itu,

60% penderita hipertensi berakhir pada stroke. Sedangkan sisanya pada jantung, gagal

ginjal, dan kebutaan.1Pada orang dewasa, peningkatan tekanan darah sistolik sebesar

20 mmHg menyebabkan peningkatan 60% risiko kematian akibat penyakit

kardiovaskuler.1

Berdasarkan American Heart Association (AHA, 2001), terjadi peningkatan

rata-rata kematian akibat hipertensi sebesar 21% dari tahun 1989 sampai tahun 1999.

Secara keseluruhan kematian akibat hipertensi mengalami peningkatan sebesar 46%.1

Data Riskesdas menyebutkan hipertensi sebagai penyebab kematian nomor 3 setelah

1
stroke dan tuberkulosis, jumlahnya mencapai 6,8% dari proporsi penyebab kematian

pada semua umur di Indonesia.1

Hipertensi sebenarnya dapat dicegah dengan menerapkan pola hidup yang

sehat. Namun apabila hal ini tidak memberikan hasil yang memuaskan dan terjadi

peningkatan tekanan darah maka dapat diberikan terapi medika mentosa yang tepat.

Adapun obat penurun tekanan darah yang direkomendasikan adalah calcium channel

blockers (CCBs), angiotensin converting enzyme (ACE) inhibitors, angiotensin

receptor blockers (ARBs), beta-blockers dan diuretik.2

Pengobatan hipertensi secara tepat dan efektif sangat diperlukan untuk

mendapatkan hasil yang optimal. Pemilihan obat yang tepat dan sesuai dengan

penderita juga perlu diperhatikan. Pengobatan hipertensi bisa dilakukan dengan

monoterapi ataupun kombinasi. Kombinasi dua obat yang ternyata efektif dan dapat

ditoleransi dengan baik misalnya adalah diuretik dan ACE inhibitor, diuretik dan

ARB, CCB dan ACE inhibitor, CCB dan ARB, CCB dan diuretik atau Beta-blocker

dan CCB.2

Melihat peran penting diuretik, penulis tertarik untuk memperdalam

penggunaan diuretic pada terapi hipertensi. Sebagai suatu terapi yang berperan dalam

penanggulangan hipertensi, tentunya akan lebih lengkap jika dapat mengetahui lebih

jauh mengenai jenis-jenis diuretik yang biasa digunakan dalam klinik, mekanisme

kerjanya, dosis, dan efek samping yang dapat ditimbulkan.

B. RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimana efek penggunaan diuretik dalam terapi hipertensi ?

2. Apa saja jenis-jenis diuretik yang biasa digunakan dalam klinik, mekanisme kerjanya,

dosis, dan efek samping yang dapat ditimbulkan ?


2
C. TUJUAN PENULISAN

Untuk menjawab rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penulisan referat ini adalah

1. Untuk mengetahui dan mengkaji efek penggunaan diuretik dalam terapi hipertensi.

2. Untuk mengetahui jenis-jenis diuretik yang biasa digunakan dalam klinik, mekanisme

kerjanya, dosis, dan efek samping yang dapat ditimbulkan.

D. MANFAAT PENULISAN

1. Penulisan referat ini diharapkan dapat memberikan informasi serta gambaran yang

jelas tentang penggunaan diuretic dalam terapi hipertensi.

2. Penulis mengharapkan penulisan ini dapat membantu pembelajaran para mahasiswa

kedokteran dalam bidang ilmu penyakit dalam.

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. HIPERTENSI

1. DEFINISI

The Joint National Community on Preventation, Detection evaluation and

treatment of High Blood Preassure dari Amerika Serikat dan badan dunia WHO

dengan International Society of Hipertention membuat definisi hipertensi yaitu apabila

tekanan darah seseorang tekanan sistoliknya 140 mmHg atau lebih atau tekanan

diastoliknya 90 mmHg atau lebih atau sedang memakai obat anti hipertensi.3

2. KLASIFIKASI

Klasifikasi Hipertensi menurut Joint National Committee 7 4

Kategori Sistole (mmHg) Dan/atau Diastole (mmHg)


Normal <120 Dan <80
Pre hipertensi 120-139 Atau 80-89
Hipertensi tahap 1 140-159 Atau 90-99
Hipertensi tahap 2 ≥ 160 Atau ≥ 100

Masih ada beberapa klasifikasi dan pedoman penanganan hipertansi lain dari

World Health Organization (WHO) dan International Society of Hypertension (ISH),

dari European Society of Hypertension (ESH), British Hypertension Society (BSH)

serta Canadian Hypertension Education Program (CHEP), tetapi umumnya yang

dipergunakan adalah JNC 7.5

3. ETIOLOGI

Etiologi hipertensi adalah multifaktorial. Berdasarkan etiologinya, hipertensi

dibagi menjadi 2, yaitu: hipertensi primer, yang tidak disebabkan oleh faktor tunggal

4
dan khusus dan hipertensi sekunder, yang disebabkan oleh faktor primer yang

diketahui yaitu seperti kerusakan ginjal, gangguan obat tertentu, stres akut, kerusakan

vaskuler dan lain-lain.5

Faktor-faktor yang menyebabkan hipertensi yang dapat dan tidak dapat

dimodifikasi antara lain:

a. Faktor genetik

Beberapa penderita hipertensi didapatkan 70-80% kasus hipertensi esensial

dengan riwayat hipertensi dalam keluarga. Hal ini diduga berhubungan dengan

peningkatan kadar sodium intraseluler dan rendahnya rasio antara potasium terhadap

sodium seseorang dengan orang tua dengan hipertensi mempunyai risiko dua kali lebih

besar untuk menderita hipertensi dari pada orang yang tidak mempunyai keluarga

dengan riwayat hipertensi.6

b. Usia

Insidensi hipertensi meningkat seiring dengan bertambahnya usia. Pasien yang

berusia di atas 60 tahun, 50 – 60 % mempunyai tekanan darah lebih besar atau sama

dengan 140/90 mmHg. Peningkatan tekanan darah ini dikarenakan setelah memasuki

usia 45 tahun, dinding arteri akan mengalami penebalan oleh karena penumpukan zat

kolagen pada lapisan otot, sehingga pembuluh darah akan berangsur-angsur

menyempit dan menjadi kaku. Tekanan darah sistolik akan meningkat smpai dekade

kelima dan keenam hingga kemudian menetap atau cenderung menurun, karena

kelenturan pembuluh darah besar berkurang pada pertambahan usia hingga dekade

ketujuh. 7

c. Jenis kelamin

Hipertensi pada usia muda cenderung lebih sering pada laki-laki daripada

perempuan, namun hipertensi pada usia lanjut tidak memiliki perbedaan yang
5
signifikan antara laki-laki dan perempuan. Pada wanita yang belum mengalami

menopause dilindungi oleh hormon estrogen yang berperan dalam meningkatkan

kadar High Density Lipoprotein (HDL). Kadar kolesterol HDL yang tinggi merupakan

faktor pelindung dalam mencegah terjadinya proses aterosklerosis. 6

d. Etnis

Hipertensi lebih banyak terjadi pada orang berkulit hitam dari pada yang

berkulit putih. Sampai saat ini, belum diketahui secara pasti penyebabnya. Pada orang

kulit hitam ditemukan kadar renin yang lebih rendah dan sensitifitas terhadap

vasopressin lebih besar. 8

e. Konsumsi garam berlebih

Konsumsi natrium yang berlebih menyebabkan konsentrasi natrium di dalam

cairan ekstraseluler meningkat. Untuk menormalkannya cairan intraseluler ditarik ke

luar, sehingga volume cairan ekstraseluler meningkat. Meningkatnya volume cairan

ekstraseluler tersebut menyebabkan meningkatnya volume darah, sehingga berdampak

kepada timbulnya hipertensi. Badan kesehatan dunia yaitu World Health Organization

(WHO) merekomendasikan pola konsumsi garam yang dapat mengurangi risiko

terjadinya hipertensi. Kadar sodium yang direkomendasikan adalah tidak lebih dari

100 mmol (sekitar 2,4 gram sodium atau 6 gram garam) perhari.

f. Merokok

Dalam penelitian oleh dr. Thomas S Bowman, Massachussetts mengemukakan

bahwa besarnya intensitas merokok, akan meningkatkan resiko hipertensi.9

g. Obesitas

Menurut National Institutes for Health USA (NIH, 1998), prevalensi tekanan

darah tinggi pada orang dengan Indeks Massa Tubuh (IMT) >30 (obesitas) adalah

38% untuk pria dan 32% untuk wanita, dibandingkan dengan prevalensi 18% untuk
6
pria dan 17% untuk wanita bagi yang memiliki IMT <25 (status gizi normal menurut

standar internasional).

4. EPIDEMIOLOGI

Hipertensi telah menjadi masalah utama dalam kesehatan masyarakat yang ada di

Indonesia maupun di beberapa negara yang ada di dunia. Hipertensi ini apabila tidak

ditangani dengan baik, dapat timbul komplikasi seperti seperti stroke untuk otak,

penyakit jantung koroner untuk pembuluh darah jantung dan untuk otot jantung.10

Kejadian hipertensi di Amerika mencapai angka 24% dari populasi dewasa dan

lebih dari separuh penduduk usia diatas 65 tahun mengalami hipertensi. Pada tahun

1988-1991 National Health and Nutrition Examination Survey menemukan prevalensi

hipertensi pada kelompok umur 65-74 tahun sebagai berikut: prevalensi keseluruhan

49,6% untuk hipertensi derajat 1 (140-159/90-99 mmHg), 18,2% untuk hipertensi

derajat 2 (160-179/100-109 mmHg), dan 6.5% untuk hipertensi derajat 3 (>180/110

mmHg). 11

Prevalensi hipertensi sistolik adalah sekitar berturut-turut 7%, 11%, 18% dan

25% pada kelompok umur 60-69, 70-79, 80-89, dan diatas 90 tahun (Rigaud AS,

Forette B. Hypertension in older adults. J Gerontol 2001). Indonesia sendiri, terutama

di pedesaan tercatat prevalensi terbanyak berkisar antara 6 sampai dengan 15%, tetapi

angka prevalensi yang rendah terdapat di Ungaran, Jawa Tengah sebesar 1,8% dan

Lembah Balim Pegunungan Jaya Wijaya, Irian Jaya sebesar 0,6% sedangkan angka

prevalensi tertinggi di Talang Sumatera Barat 17,8% .12

Studi epidemiologi (National Health and Nutrition Examination Surveys)

mengemukakan bahwa angka kejadian hipertensi pada usia diatas 65 tahun mencapai

50%-75%. Hipertensi pada usia muda cenderung lebih sering pada laki-laki daripada

7
perempuan, namun hipertensi pada usia lanjut tidak memiliki perbedaan yang

signifikan antara laki-laki dan perempuan.

5. PATOFISIOLOGI

Tekanan darah terutama dikontrol oleh sistem saraf simpatik (kontrol jangka

pendek) dan ginjal (kontrol jangka panjang). Mekanisme yang berhubungan dengan

penyebab hipertensi melibatkan perubahan – perubahan pada curah jantung dan

resistensi vaskular perifer. Pada tahap awal hipertensi primer curah jantung meninggi

sedangkan tahanan perifer normal. Keadaan ini disebabkan peningkatan aktivitas

simpatik. Saraf simpatik mengeluarkan norepinefrin, sebuah vasokonstriktor yang

mempengaruhi pembuluh arteri dan arteriol sehingga resistensi perifer meningkat.

Pada tahap selanjutnya curah jantung kembali ke normal sedangkan tahanan perifer

meningkat yang disebabkan oleh refleks autoregulasi. Yang dimaksud dengan refleks

autoregulasi adalah mekanisme tubuh untuk mempertahankan keadaan hemodinamik

yang normal. Oleh karena curah jantung yang meningkat terjadi konstriksi sfingter

pre-kapiler yang mengakibatkan penurunan curah jantung dan peninggian tahanan

perifer. Pada stadium awal sebagian besar pasien hipertensi menunjukkan curah

jantung yang meningkat dan kemudian diikuti dengan kenaikan tahanan perifer yang

mengakibatkan kenaikan tekanan darah yang menetap.1

Mekanisme patofisiologi yang berhubungan dengan peningkatan hipertensi

esensial antara lain :

a. Curah jantung dan tahanan perifer

Keseimbangan curah jantung dan tahanan perifer sangat berpengaruh terhadap

kenormalan tekanan darah. Pada sebagian besar kasus hipertensi esensial curah

jantung biasanya normal tetapi tahanan perifernya meningkat. Tekanan darah

ditentukan oleh konsentrasi sel otot halus yang terdapat pada arteriol kecil.
8
Peningkatan konsentrasi sel otot halus akan berpengaruh pada peningkatan konsentrasi

kalsium intraseluler. Peningkatan konsentrasi otot halus ini semakin lama akan

mengakibatkan penebalan pembuluh darah arteriol yang mungkin dimediasi oleh

angiotensin yang menjadi awal meningkatnya tahanan perifer yang irreversible.1

b. Sistem Renin-Angiotensin

Ginjal mengontrol tekanan darah melalui pengaturan volume cairan ekstraseluler

dan sekresi renin.1 Sistem Renin-Angiotensin merupakan sistem endokrin yang

penting dalam pengontrolan tekanan darah. Renin disekresi oleh juxtaglomerulus

aparantus ginjal sebagai respon glomerulus underperfusion atau penurunan asupan

garam, ataupun respon dari sistem saraf simpatetik.1

Mekanisme terjadinya hipertensi adalah melalui terbentuknya angiotensin II dari

angiotensin I oleh angiotensin I-converting enzyme (ACE). ACE memegang peranan

fisiologis penting dalam mengatur tekanan darah. Darah mengandung angiotensinogen

yang diproduksi hati, yang oleh hormon renin (diproduksi oleh ginjal) akan diubah

menjadi angiotensin I (dekapeptida yang tidak aktif). Oleh ACE yang terdapat di paru-

paru, angiotensin I diubah menjadi angiotensin II (oktapeptida yang sangat aktif).

Angiotensin II berpotensi besar meningkatkan tekanan darah karena bersifat sebagai

vasoconstrictor melalui dua jalur, yaitu:

1. Meningkatkan sekresi hormon antidiuretik (ADH) dan rasa haus. ADH

diproduksi di hipotalamus (kelenjar pituitari) dan bekerja pada ginjal untuk

mengatur osmolalitas dan volume urin. Dengan meningkatnya ADH, sangat

sedikit urin yang diekskresikan ke luar tubuh (antidiuresis) sehingga urin

menjadi pekat dan tinggi osmolalitasnya. Untuk mengencerkan, volume cairan

ekstraseluler akan ditingkatkan dengan cara menarik cairan dari bagian

9
instraseluler. Akibatnya volume darah meningkat sehingga meningkatkan

tekanan darah.1

2. Menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks adrenal. Aldosteron merupakan

hormon steroid yang berperan penting pada ginjal. Untuk mengatur volume

cairan ekstraseluler, aldosteron akan mengurangi ekskresi NaCl (garam)

dengan cara mereabsorpsinya dari tubulus ginjal. Naiknya konsentrasi NaCl

akan diencerkan kembali dengan cara meningkatkan volume cairan

ekstraseluler yang pada gilirannya akan meningkatkan volume dan tekanan

darah.1

c. Sistem Saraf Otonom

Sirkulasi sistem saraf simpatetik dapat menyebabkan vasokonstriksi dan

dilatasi arteriol. Sistem saraf otonom ini mempunyai peran yang penting dalam

pempertahankan tekanan darah. Hipertensi dapat terjadi karena interaksi antara sistem

saraf otonom dan sistem renin-angiotensin bersama – sama dengan faktor lain

termasuk natrium, volume sirkulasi, dan beberapa hormon.1

d. Disfungsi Endotelium

Pembuluh darah sel endotel mempunyai peran yang penting dalam pengontrolan

pembuluh darah jantung dengan memproduksi sejumlah vasoaktif lokal yaitu molekul

oksida nitrit dan peptida endotelium. Disfungsi endotelium banyak terjadi pada kasus

hipertensi primer. Secara klinis pengobatan dengan antihipertensi menunjukkan

perbaikan gangguan produksi dari oksida nitrit.1

e. Substansi vasoaktif

Banyak sistem vasoaktif yang mempengaruhi transpor natrium dalam

mempertahankan tekanan darah dalam keadaan normal. Bradikinin merupakan

vasodilator yang potensial, begitu juga endothelin. Endothelin dapat meningkatkan


10
sensitifitas garam pada tekanan darah serta mengaktifkan sistem renin-angiotensin

lokal. Arterial natriuretic peptide merupakan hormon yang diproduksi di atrium

jantung dalam merespon peningkatan volum darah. Hal ini dapat meningkatkan

ekskresi garam dan air dari ginjal yang akhirnya dapat meningkatkan retensi cairan

dan hipertensi.1

f. Hiperkoagulasi

Pasien dengan hipertensi memperlihatkan ketidaknormalan dari dinding pembuluh

darah (disfungsi endotelium atau kerusakan sel endotelium), ketidaknormalan faktor

homeostasis, platelet, dan fibrinolisis. Diduga hipertensi dapat menyebabkan

protombotik dan hiperkoagulasi yang semakin lama akan semakin parah dan merusak

organ target. Beberapa keadaan dapat dicegah dengan pemberian obat anti-hipertensi.1

g. Disfungsi diastolik

Hipertropi ventrikel kiri menyebabkan ventrikel tidak dapat beristirahat ketika

terjadi tekanan diastolik. Hal ini untuk memenuhi peningkatan kebutuhan input

ventrikel, terutama pada saat olahraga terjadi peningkatan tekanan atrium kiri melebihi

normal, dan penurunan tekanan ventrikel.1

6. DIAGNOSIS

Diagnosis hipertensi didasarkan atas definisi yang telah disebutkan di atas.

Perlu diperhatikan bahwa pemeriksaan tekanan darah pada hipertensi memerlukan

pemeriksaan berulang dalam keadaan istirahat, tanpa kecemasan, kopi, alkohol,

ataupun merokok. Untuk memutuskan seseorang mengalami hipertensi, hendaknya

dilakukan pemeriksaan sebanyak tiga kali dengan waktu yang berbeda dalam beberapa

minggu.13

Gejala HTS yang sering ditemukan pada lanjut seperti ditemukan pada the

SYST-EUR trial adalah: 25% dari 437 perempuan dan 21% dari 204 laki-laki
11
menunjukkan keluhan. Gejala yang menonjol yang ditemukan pada penderita

perempuan dibandingkan penderita laki-laki adalah; nyeri sendi tangan (35% pada

perempuan vs. 22% pada laki-laki), berdebar (33% vs. 17%), mata kering (16% vs.

6%), penglihatan kabur (35% vs. 23%), kramp pada tungkai (43% vs. 31%), nyeri

tenggorok (15% vs. 7%), Nokturia merupakan gejala tersering pada kedua jenis

kelamin, 68%.13

7. PENATALAKSANAAN HIPERTENSI

1. Terapi nonfarmakologi

Menerapkan gaya hidup sehat bagi setiap orang untuk mencegah tekanan darah

tinggi dan merupakan bagian yang penting dalam penanganan hipertensi. Semua

pasien dengan prehipertensi dan hipertensi harus melakukan perubahan gaya hidup.14

Disamping menurunkan tekanan darah pada pasien-pasien dengan hipertensi,

modifikasi gaya hidup juga dapat mengurangi berlanjutnya tekanan darah ke

hipertensi pada pasien-pasien dengan tekanan darah prehipertensi. Modifikasi gaya

hidup yang penting yang terlihat menurunkan tekanan darah adalah14

a. mengurangi berat badan untuk individu yang obes atau gemuk

b. mengadopsi pola makan DASH (Dietary Approach to Stop Hypertension) yang kaya

akan kalium dan kalsium, diet rendah natrium, aktifitas fisik

c. mengkonsumsi alkohol sedikit saja.

Pada sejumlah pasien dengan pengontrolan tekanan darah cukup baik dengan

terapi satu obat antihipertensi mengurangi garam dan berat badan dapat membebaskan

pasien dari menggunakan obat. Program diet yang mudah diterima adalah yang

didisain untuk menurunkan berat badan secara perlahan-lahan pada pasien yang

gemuk dan obesitas disertai pembatasan pemasukan natrium dan alkohol. Untuk ini

diperlukan pendidikan ke pasien, dan dorongan moral.14


12
Aktifitas fisik juga dapat menurunkan tekanan darah. Olah raga aerobik secara

teratur paling tidak 30 menit/hari beberapa hari per minggu ideal untuk kebanyakan

pasien. Studi menunjukkan kalau olah raga aerobik, seperti jogging, berenang, jalan

kaki, dan menggunakan sepeda, dapat menurunkan tekanan darah. Keuntungan ini

dapat terjadi walaupun tanpa disertai penurunan berat badan. Pasien harus konsultasi

dengan dokter untuk mengetahui jenis olahraga yang terbaik terutama untuk pasien

dengan kerusakan organ target.14

Merokok merupakan faktor resiko utama independen untuk penyakit

kardiovaskular. Pasien hipertensi yang merokok harus dikonseling berhubungan

dengan resiko lain yang dapat diakibatkan oleh merokok.

Kira-kira penurunan
Modifikasi Rekomendasi
tekanan darah, range

Penurunan berat badan Pelihara berat badan normal 5-20 mmHg/10-kg


(BB) (BMI 18.5 – 24.9) penurunan BB

Diet kaya dengan buah, sayur, dan produk 8-14 mm Hg


Adopsi pola makan DASH
susu rendah lemak

Mengurangi diet sodium, tidak lebih dari


Diet rendah sodium 2-8 mm Hg
100meq/L (2,4 g sodium atau 6 g sodium
klorida)

Aktifitas fisik Regular aktifitas fisik aerobik seperti jalan 4-9 mm Hg18
kaki 30 menit/hari, beberapa hari/minggu

Limit minum alkohol tidak lebih dari 2/hari


Minum alkohol sedikit saja 2-4 mm Hg
(30 ml etanol [mis.720 ml beer], 300ml wine)
untuk laki-laki dan 1/hari untuk perempuan

Singkatan: BMI, body mass index, BB, berat badan, DASH, Dietary Approach to Stop
Hypertension
* Berhenti merokok, untuk mengurangi resiko kardiovaskular secara keseluruhan
Tabel Modifikasi Gaya Hidup untuk Mengontrol Hipertensi*
13
2.Terapi Farmakologi

Selain cara pengobatan nonfarmakologis, penatalaksanaan utama hipertensi primer

ialah dengan obat. Keputusan untuk mulai memberikan obat antihipertensi berdasarkan

beberapa faktor seperti derajat peninggian tekanan darah, terdapatnya kerusakan organ target,

dan terdapatnya manifestasi klinis penyakit kardiovaskular atau faktor resiko lain.

Pengobatan hipertensi primer ditujukan untuk menurunkan tekanan darah dengan

harapan memperpanjang umur dan mengurangi timbulnya komplikasi. Pengobatan ini adalah

pengobatan jangka panjang dengan kemungkinan besar untuk seumur hidup.

Klasifikasi dan tatalaksana tekanan darah untuk dewasa

Klasifikasi TDS TDD Perubahan Terapi obat awal Dengan


tekanan darah mmHg mmHg gaya hidup Tanpa compelling
compelling indication
indicatlon
Normal <120 dan < 80 Dianjurkan
120-130 Atau 80-89 Ya Tidak ada obat Obat-obatan
Pre-hipertensi
aantihipertensi untuk compelling
yang dianjurkan indication
Stage 1 140-159 Atau 90-99 Diuretika jenis Obat-obatan
hypertension thiazide untuk untuk compelling
sebagian besar, indications.
dapat Obat
dipertimbangkan antihipertensi
ACEI, ARB, BB, lainnya
CCB, atau (diuretika, ACEI,
kombinasi. ARB, BB, CCB)
sesuai kebutuhan
Stage 2  160 atau  100 Kombinasi 2 obat Obat-obatan
hypertension untuk sebagian untuk compelling
besar (umumnya indications.
jenis thiazide dan Obat
ACEI atau AR antihipertensi
atau (3B atau lainnya
CCB) (diuretika, ACEI,
ARB, Bb, CCB)

14
sesuai kebutuhan

Pemilihan obat anti hipertensi menurut ESH-ESC 20032

1. Manfaat utama pengobatan hipertensi adalah karena penurunan tekanan darah itu

sendiri

2. Terdapat pula bukti bahwa obat-obat kelas tertentu dapat memiliki efek berbeda, atau

pada kelompok penderita tertentu

3. Obat-obatan tidak memiliki efek samping yang setara, terutama pada individu tertentu

4. Kelas-kelas utama obat antihipertensi-diuretik, -bocker, calcium antagonist, ACE

inhibitor, ARB dapat dipakai sebagai pilihan awal dan juga pemeliharaan.

5. Pilihan obat awal menjadi tidak penting karena kebutuhan untuk menggunakan

kombinasi 2 obat atau lebih untuk mencapai tekanan darah target.

6. Dengan banyaknya bukti-bukti ilmiah, pilihan obat tergantung banyak faktor,

termasuk

- Pengalaman pasien sebelumnya dengan obat antihipertensi

- Harga obat

- Gambaran resiko, ada tidaknya kerusakan organ target, penyakit kardiovaskuler,

ginjal, atau diabetes

- Pilihan pasien

Pada sebagian besar pasien, pengobatan dimulai dengan dosis kecil obat antihipertensi

yang dipilih, dan jika perlu dosisnya secara perlahan-lahan dinaikkan, bergantung pada umur,

kebutuhan, dan hasil pengobatan. Obat antihipertensi yang dipilih sebaiknya yang mempunyai

efek penurunan tekanan darah selama 24 jam dengan dosis sekali sehari, dan setelah 24 jam

efek penurunan tekanan darahnya masih diatas 50 % efek maksimal. Obat antihipertensi kerja

15
panjang yang mempunyai efek penurunan tekanan darah selama 24 jam lebih disukai daripada

obat jangka pendek.

Ternyata kebanyakan penderita hipertensi memerlukan dua atau lebih obat

antihipertensi untuk mencapai target tekanan darah. Jika target tekanan darah belum tercapai

penambahan obat kedua dari klas lain harus segera ditambahkan. Jika tekanan darah 20/10

mmHg diatas target tekanan darah dipertimbangkan pengobatan awal dengan menggunakan

dua macam klas obat sebagai obat kombinasi tetap atau masing-masing diberikan tersendiri.

Pemberian dua obat antihipertensi sejak awal ini akan mempercepat tercapainya target

tekanan darah. Akan tetapi harus diwaspadai kemungkinan hipotensi ortostatik terutama pada

penderita diabetes, disfungsi saraf otonom dan penderita geriatric.

Penderita paling sedikit harus dievaluasi setiap bulan untuk penyesuaian obat agar

target tekanan darah segera tercapai. Jika target sudah tercapai, evaluasi dapat dilakukan tiap

3 bulan. Penderita dengan hipertensi derajat 2 atau dengan faktor komorbid misalnya diabetes,

dan payah jantung, memerlukan evaluasi lebih sering. Faktor resiko kardiovaskuler yang lain

serta adanya kondisi komorbid harus secara bersama diobati sampai seoptimal mungkin.

16
Algoritme pengobatan hipertensi (JNC 7) 4
Modifikasi gaya hidup

Tidak mencapai target tekanan darah ( < 140/90 mmHg) (<130/80 untuk penderita diabetes atau penyakit ginjal kronik)

PILIHAN OBAT AWAL

Tanpa indikasi yang memaksa (without Dengan indikasi yang memaksa (with compelling indications)
compelling indiacations)

Hipertensi Hipertensi
stage 1 (TDS
stage
140-159
2 (TDSatau
160TDD
atau90-99
TDD mmHg)
100 mmHg ) Obat-obat untuk indikasi yang memaksa (compelling indications)

Diuretika jenis thiazide2 untuk


Kombinasi sebagian
obat untuk besarbesar
sebagian kasuskasus (umumnya diuretika
Obat jenis
antihipertensi
thiazide dan
lainACEI,
sesuai atau
kebutuhan
ARB, atau
diuretika,
BB, atau
ACEI,
CCBARB,BB, CCB)
Dapat dipertimbangkan ACEI, ARB, BB, CCB, atau kombinasi

TIDAK MENCAPAI TARGET TEKANAN DARAH

Optimalkan dosis atau berikan tambahan obat sampai target tekanan darah tercapai, pertimbangkan konsultasi dengan ahli hipertensi

17
Pada sebagian besar pasien hipertensi, terapi harus dimulai bertahap, dan penurunan

tekanan darah dicapai secara progresif dalam beberapa minggu. Untuk mencapai target

tekanan darah, tampaknya sebgaian besar pasien memerlukan terapi kombinasi lebih dari satu

obat. Menurut tekanan darah awal dan ada tidaknya komplikasi, tampaknya cukup beralasan

untuk memulai terapi dengan obat tunggal dosis rendah atau kombinasi dua obat dosis rendah

Terdapat keuntungan dan kerugian dari kedua pendekatan ini.

Pilihan antara monoterapi dan terapi kombinasi (ESH-ESC 2003) 2

Pertimbangkan : tingkat tekanan darah yang belum diterapi

Ada tidaknya TOD dan faktor resiko

Pilihan antara

Obat tunggal Kombinasi 2 obat dengan dosis rendah


dosis rendah Jika target tekanan darah tidak tercapai

Obat sebelumnya denganGanti


dosiske
maksimal
obat lain dengan
Kombinasi
dosissebelumnya
rendah dengan
Tambahkan
dosis obat
maksimal
ketiga dengan dosis rendah

Jika target tekanan darah tidak tercapai

Kombinasi 3 obat pada dosis efektif

Kombinasi 2 atau 3 obat Monoterapi dosis

18
Kombinasi 2 obat yang ternyata efektif dan ditoleransi dengan baik adalah :

 Diuretik dan beta bloker

 Diuretik dengan ACE inhibitor atau ARB

 Calcium antagonis (dehidropirilin) dan beta blocker

 Calcium antagonist dan ACE Inhibitor atau ARB

 Calcium antagonist dan diuretik

 Alfa blocker dan beta blocker 4

Oleh karena faktor yang mempengaruhi terjadinya peningkatan tekanan

darah pada hipertensi primer sangat banyak, obat antihipertensi yang dikembangkan

tentu saja berdasarkan pengetahuan patofisiologi tersebut. Obat golongan diuretik,

penyekat beta, antagonis kaslsium, dan penghambat enzim konversi angiotensin

(penghambat ACE), merupakan antihipertensi yang sering digunakan pada

pengobatan.

a. Diuretik

Mempunyai efek antihipertensi dengan cara menurunkan volume ekstraseluler dan

plasma sehingga terjadi penurunan curah jantung. Thiazide menghambat reabsorbsi

natrium di segmen kortikal ascending limb, loop henle dan pada bagian awal tubulus

distal. Jenis lain golongan thiazide adalah klortalidon yang mempunyai cara kerja yang

tidak berbeda tapi jangka waktu kerjanya lebih panjang.

Pada gangguan fungsi ginjal thiazid tidak dianjurkan karena tidak menunjukkan

efek antihipertensi. Pada keadaan ini dapat digunakan golongan loop diuretik, seperti

furosemid dan asam etakrinik. Golongan ini termasuk diuretic kuat yang bekerja pada

segmen tebal medullary ascending lim, loop henle. Dosis furosemid umunya 40 mg tiap

19
hari tetapi pada beberapa pasien dibutuhkan dosis sampai 160 mg. Asam etakrinik dapat

diberikan dengan dosis awal 50 mg tiap pagi yang dapat dinaikkan sesuai kebutuhan.

b. Golongan penghambat simpatetik

Penghambatan aktivitas simpatik dapat terjadi pada pusat vasomotor otak seperti

pada pemberian metildopa dan klonidin atau pada ujung saraf perifer seperti reserpin dan

guanetidin. Metildopa mempunyai efek antihipertensi dengan menurunkan tonus simpatik

secara sentral. Mekanisme kerja yang lain ialah dengan menggganti norepinefrin di saraf

perifer dengan metabolit metildopa yang kurang poten. Efek hipotensinya lambat, dan

baru mencapai puncaknya pada hari ke 2-4. dosis yang biasa dipakai adalah 250 mg, 2-3

kali setiap hari dan jika diperlukan dapat dinaikkan sampai dosis maksimal 2000 mg tiap

hari. Keuntungan obat ini adalah dapat diberikan apda kehamilan tanpa menimbulkan

banyak efek samping.

Koonidin mempunyai cara kerja yang tidak berbeda dengan metildopa yaitu

mempengaruhi tonus simpatik secara sentral. Dosis yang diperlukan lebih rendah yaitu

0,1-1,2 mg tiap hari dengan dosis terbagi. Obat ini tidak boleh dihentikan pemberiannya

secara mendadak karena adanya rebound effect yaitu peninggian tekanan darah secara

cepat. Kelebihan klonidin adalah dapat diberikan secara parenteral dengan saat mulai

kerja yang cepat sehingga dapat diberikan pada kegawatan hipertensi.

c. Penyekat beta

Mekanisme antihipertensi obat ini adalah melalui penurunan curah jantung dan

penekanan sekresi renin. Obat ini dibedakan dalam 2 jenis : yang menghambat reseptor

beta 1 dan yang menghambat reseptor beta 1 dan 2. Penyekat beta yang kardioselektif

berarti hanya menghambat reseptor beta 1, akan tetapi dosis tinggi obat ini juga

menghambat reseptor beta 2 sehingga penyekat beta tidak dianjurkan pada pasien yang

telah diketahui mengidap astma bronchial. Kadar renin pasien dapat dipakai sebagai
20
predictor respons antihipertensi penyekat beta karena mekanisme kerjanya melalui sistem

renin-angiotensin.

Berdasarkan kelarutannya dalam air dan dalam lemak, penyekat beta dibedakan

menjadi 2 golongan : (1) Golongan yang larut dalam lemak seperti asebutolol, alprenolol,

metoprolol, pindolol, propanolol dan timolol, yang mempunyai waktu paruh yang relatif

pendek yaitu 2-6 jam, (2) golongan yang lebih larut dalam air dan dieliminasi melalui

ginjal seperti atenolol, nadolol, proktolol, dan sotalol yang mempunyai waktu paruh yang

lebih panjang yaitu 6-24 jam, sehingga dapat diberikan satu kali sehari.

d. Vasodilator

Yang termasuk golongan ini adalah doksazosin, prazosin, hidralazin, minoksidil,

diazoksid, dan sodium nitropusid. Obat golongan ini bekerja langsung pada pembuluh

darah dengan cara relaksasi otot polos yang akan mengakibatkan penurunan resistensi

pembuluh darah. Hiralazin, minoksidil, dan diazoksid bekerja pada arteri sehingga

penurunan resistensi pembuluh darah akan diikuti oleh peninggian aktivitas simpatik,

yang akan menimbulkan takikardia, dan peninggian kontraktilitas otot miokard yang akan

mengakibatkan peningkatan curah jantung.

e. Penghambat enzim konversi angiotensin

Obat golongan ini dikembangakn berdasarkan pengetahuan tentang pengaruh

system renin-angiotensin pada hipertensi primer. Enzim konversi angiotensin mengubah

angiotensin I menjadi angiotensin II aktif dan mempunyai efek vasokonstriksi pembuluh

darah. Penyelidikan dilakukan untuk mendapatkan obat yang menghambat konversi

angiotensin sehingga pembentukan angiotensin II menurun.

Yang pertama kali digunakan dalam klinik adalah enalapril dan captopril.

Kaptopril yang dapat diberikan peroral menurunkan tekanan darah dengan cara

menghambat enzim konversi angiotensin sehingga terjadi penurunan kadar angiotensin II,
21
yang mengakibatkan penurunan aldosteron dan dilatasi arteriol. Selain itu, obat ini

menghambat degradasi bradikinin yang merupakan vasodilator kuat yang akan

memperkuat efek antihipertensinya. Pada hipertensi ringan dan sedang dapat diberikan

dosis 2 kali 12,5 mg tiap hari. Dosis yang biasa adalah 25-50 mg tiap hari. Pada saat ini

sudah beredar obat penghambat enzim konversi angiotensin yang lain seperti lisinopril,

fosinopril, ramipril, silazapril, benazepril, kuinopril, dan delapril.

f. Antagonis kalsium

Hubungan antara kalsium dengan sistem kardiovaskuler telah lama diketahui.

Aktivitas kontraksi otot polos pembuluh darah diatur oleh kadar ion kalsium (Ca 2+)

intraseluler bebas yang sebagian besar berasal dari ekstrasel dan masuk melalui saluran

kalsium (calcium channels). Peningkatan kontraktilitas otot jantung akan mengakibatkan

peningkatan curah jantung. Hormon presor seperti angiotensin, juga akan meningkat

efeknya oleh pengaruh kalsium. Berbagai faktor tersebut berpengaruh terhadap

peningkatan tekanan darah.

Antagonis kalsium menghambat masuknya kalsium melalui saluran kalsium,

menghambat pengeluaran kalsium dari pemecahan reticulum sarkoplasma, dan mengikat

kalsium pada otot polos pembuluh darah. Golongan obat ini seperti nifedipine, diltiazem,

dan verapamil, menurunkan curah jantung dengan menghambat kontraktilitas, yang akan

menurunkan tekanan darah. Efeknya bergantung pada dosis yang diberikan.

B. DIURETIK

Diuretik adalah suatu zat yang meningkatkan laju pengeluaran volume urin,

seperti yang ditunjukkan oleh namanya. Sebagian besar diuretic juga meningkatkan

ekskresi bahan terlarut dalam urin,khususnya natrium dan klorida Kenyataannya,

sebagian besar diuretic yang dipakai secara klinis bekerja dengan menurunkan laju

reabsorbsi natrium dari tubulus, yang kemudian menyebabkan natriuresis (peningkatan


22
keluaran natrium ) dan kemudian menimbulkan dieresis (peningkatan keluaran air).

Artinya, peningkatan keluaran air , di sebagian besar kasus ,timbul secara sekunder

akibat penghambatan terhadap reabsorbsi natrium tubulus karena natrium yang tersisa

di tubulus bekerja secara osmotik menurunkan reabsorbsi air. Karena reabsobsi

tubulus ginjal terhadap banyak zat terlarut, seperti kalium ,klorida,magnesium dan

kalsium,juga dipengaruhi secara sekunder oleh reabsorbsi natrium, banyak diuretic

meningkatkan keluaran ginjal terhadap zat- zat terlarut tersebut.Paling sering

penggunaan diuretic dalam klinis adalah untuk menurunkan volume cairan

ekstraseluler, khusunya pada penyakit yang berhubungan dengan edema dan

hipertensi.15

Diuretic merupakan golongan obat antihipertensi yang cukup

berharga.Murah,efektif,ditoleransi dengan baik pada dosis rendah. Dibuktikan dapat

mencegah kejadian kardiovaskuler mayor termasuk stroke dan penyakit jantung

koroner pada bermacam kelompok penderita hipertensi.14

Ada tiga faktor utama yang mempengaruhi respon diuretik :

1.Tempat kerja diuretik di ginjal. Diuretik yang bekerja pada daerah yang reabsorbsi

natrium sedikit, akan memberi efek yang lebih kecil bila dibandingkan dengan diuretik

yang bekerja pada daerah yang reabsorbsi natrium banyak.

2.Status fisiologi dari organ. Misalnya dekompensasi jantung, sirosis hati, gagal ginjal.

3 .Interaksi antara obat dengan reseptor.

1. Diuretik osmotik

Diuretik osmotik membatasi reabsobsi air terutama pada segmen – segmen di

mana nefron sangat permeable terhadap air,yaitu di daerah tubulus proksimal dan ansa

henle decendens. Adanya bahan yang tidak dapat direabsobsi yang berupa diuretik
23
osmotik dapat mencegah absobsi air normal dengan memasukkan tekanan osmotik yang

melawan keseimbangan. Akibatnya ,volume urin meningkat bersamaan dengan eksresi

diuretik. Peningkatan bersamaan dalam laju aliran urin menurunkan waktu kontak antara

cairan dan epitel tubulus sehingga menurunkan reabsobsi Na+ . Namun demikian ,

natriuresis yang terjadi kurang berarti dibandingkan dengan diuresis air, yang mungkin

dapan menyebabkan hipernatremi.16

Diuretik osmotik sering digunakan untuk meningkatkan ekskresi air dibandingkan

untuk ekskesi Na. Efek ini sangat bermanfaat bila hemodinamika ginjal diperbaiki atau

bila retensi Na membatasi respon terhadap obat konvensional.Hal ini digunakan untuk

mempertahankan volume urin dan mencegah anuria yang mungkin terjadi karena adanya

pigmen besar di ginjal. Contoh diuretik osmotik adalah ; manitol, sorbitol, urea, gliserin .

Manitol dan Sorbitol, hanya dapat digunakan secara parenteral .16

Untuk diuretic osmotic, contohnya manitol tidak boleh diberikan secara kontinu

bila terjadi peningkatan urin lebih dari 50ml/jam selama 3 jam setelah uji dosis (12,5

gram IV). Bila terdapat respon ,pemberian manitol dapat diulang dalam 1-2 jam untuk

mempertahankan laju aliran urin lebih tinggi dari 100 ml/jam. Penggunaan manitol jangka

panjang tidak dianjurkan. Diuretik osmotic juga mempunyai efek untuk menurunkan

tekana intakranial pada keadaan neurologic. Dosis manitol 1-2 g /kgBB diberikan

intavena .Tekanan intracranial yang harus dimonitor , harus turun dalam waktu 60 – 90

menit. Efek samping dari diuretic osmotic adalah sakit kepala , mual, muntah

hipernatremi , edema paru dan bahkan terjadi gaagl jantung kongestif.16

2. Diuretik golongan penghambat enzim karbonik anhidrase

Penghambatan aktivitas karbonik anhidrase akan menekan reabsobsi bikarbonat di

tubulus proksimal. Pada dosis maksimal yang diberikan , 85 % kapasitas reabsorbtif

24
bikarbonat tubulus proksimal superfisial dihambat. Namun demikian beberapa bikarbonat

masih dapat diabsobsi di nefron lain melalui mekanisme karbonik anhidrase

independen.Namun demikian , penghambatan karbonik anhidrase menyebabkan

hilangnya bikarbonat secara bermakna, yang menimbulkan asidosis metabolik

hiperkloremia. Indikasi diberikannya diuretic ini adalah glukoma, alkalinisasi urin,

alkalosis metabolic,acute mountain sickness. Kontraindikasi untuk diuretic ini adalah

penderita sirosis hepatis.16

Golongan diuretik ini adalah asetazolamid, diklorofenamid dan meatzolamid.

Khasiat diuretiknya hanya lemah, setelah beberapa hari terjadi tachyfylaxie maka perlu

digunakan secara selang-seling (intermittens).Efek samping dari diuretic ini adalah

asidosis metabolic, batu ginjal, hilangnya kalium ginjal.16,17

3. Diuretik golongan tiazid

Efek farmakodinamika thiazide yang utama ialah meningkatkan ekskresi natrium,

clorida dan sejumlah air. Efek natriuresis dan klororesis ini disebabkan oleh

penghambatan mekanisme reabsorbsi elektrolit pada hulu tubuli distal (early distal

tubule). Thiazide menurunkan tekanan darah bukan saja karena efek diueretiknya, tetapi

juga karma efek langsung terhadap arteriol sehingga terjadi vasodilatasi.16

Pada penderita diabetes insipidus, thiazide justru mengurangi diuresis. Mekanisme

antidiuretiknya belum diketahui dengan jelas dan efek ini kita jumpai baik pada diabetes

insipidus nefrogen maupun yang disebabkan oleh kerusakan hipofisis posterior. Pada

ginjal, thiazide dapat mengurangi kecepatan filtrasi glomerolus, terutama bila diberikan

secara intravena. Efek ini mungkin disebabkan oleh pengurangan aliran darah ginjal.15,16

25
Tempat kerja utama thiazide adalah dibagian hulu tubuli distal seperti diketahui

mekanisme reabsorbsi Na+ di tubuli distal masi belum jelas benar, maka demikian pula

cara kerja thiazide. Laju ekskresi Na+ maksimal yang ditimbulkan oleh thiazide relative

lebih rendah dibandingkan dengan apa yang dicapai oleh beberapa diuretic lain, hal ini

disebabkan 90 % Na+ dalam cairan filtrate telah direabsorbsi lebih dulu sebelum ia

mencapai tempat kerja thiazide.16

Efek kaliuresis disebabkan oleh bertambahnya natriuresis sehingga pertukaran

antara Na+ dan K+ menjadi lebih aktif pada penderita dengan oedem pertukaran Na + dan

K+ menjadi lebih aktif karena sekresi aldosteron bertambah.

Pada manusia, thiazide menghambat ekskresi asam urat sehingga kadarnya dalam

darah meningkat. Ada 2 mekanisme yang terlibat dalam hal ini:

a. Thiazide meningkat reabsorbsi asam urat ditubuli proximal

b. Thiazide mungkin sekali menghambat ekskresi asam urat oleh tubuli karena thiazide

tidak dapat menghambat reabsorbsi kalsium oleh sel tubuli distal. Ekskresi Mg +

meningkat, sehingga dapat menyebabkan hipomagnesemia.

Pada cairan ekstrasel, thiazide dapat meningkatkan ekskresi ion K+ terutama pada

pemberian jangka pendek, dan mungkin efek ini menjadi kecil bila penggunaannya

berlangsung dalam jangka panjang. Ekskresi natrium yang berlebihan tanpa disertai

jumlah air yang sebanding dapat menyebabkan hiponatremia dan hipokloremia, terutama

bila penderita tersebut mendapat diet rendah garam.15,16,17

Indikasi utama tiazid adalah hipertensi, gaagl jantung kongestif, nefrolitiasis yng

disebabkan hiperkalsuria idiopati, dan diabetes insipidus nefrogetik. Obat-obat diuretik

yang termasuk golongan ini adalah ; klorotiazid, hidroklorotiazid, hidroflumetiazid,

bendroflumetiazid, politiazid, benztiazid, siklotiazid, metiklotiazid, klortalidon,

kuinetazon, dan indapamid. Efek samping yang muncul pada penggunaan golongan tizid
26
ini antara lain alkalosis metabolic hipokalemia dan hiperurisemia, toleransi gangguan

kabohidrat, hiperlipidemia, hiponatremia ,reaksi alergi. 15,16,17

4. Diuretik hemat kalium

Diurteik hemat kalium ini bersaing dengan aldosteron untuk menduduki reseptor di

sel epitel tubulus koligentes kortikalis dan oleh sebab itu dapat menurunkan reabsorbsi

natrium dan sekresi kalium dalam segmen tubulus ini. Akibatnya natrium menumpuk di

tubulus dan bekerja sebagai diuretik osmotik, menyebabkan peningkatan ekskresi air dan

natrium. Karena obat – obat ini juga menghambat efek aldosteron untuk meningkatka

sekresi kalium di tubulus , mereka menurunkan ekskresi kalium dalam keadaan tertentu,

ini menyebabkan konsentrasi kalium di cairan ekstraseluler sangat meningkat.15

Indikasi pemberian diuretik ini adalah hipertensi, gagal jantung kongestif, sirosis

hepatis sindrom nefrotik dan keadaan lain yang berhubungan dengan retensi garam

ginjal. Yang tergolong dalam diuretik hemat kalium adalah sipironolakton (antagonis

kompetitif aldosteron ) atau triamteren dan amilorida .Efek samping dari pemakaian

diuretic ini adalah hiperkalemia, asidosis metabolic hiperkloremia, ginekomastia, gagal

ginjal akut, batu ginjal.16

5. Diuretik kuat

Obat-obat ini bekerja dengan cara menghambat sistem transpor pasangan Na/K/2Cl di

membran luminal bagian tebal ansa Henle assendens. Dengan menghambat pentranspor

ini , diuretik tersebut menurunkan reabsorbsi Nacl dan juga mengurangi potensial positif

lumen normal yang di dapat dari daur ulang K +. Penggunaan yang lama dapat dapat

menyebabkan hipomagnesium yang bermakna pada beberapa penderita. Karena Ca+

secara aktif diabsorbsi di tubulus distal konvoltus, diuretik kuat secara umum tidak

menyebabkan hipokalsemia. Diuretik kuat mempunyai efek langsung pada aliran darah
27
yang melalui beberapa vascular bed. Furosemid meningkatkan aliran darah ginjal dan

menyebabkan redistribusi aliran darah dalam korteks ginjal. Furosemid dan asam

etakrinat dapat juga mengurangi kongesti paru dan menurunkan tekanan ventrikel kiri

pada gagal jantung kongestif sebelum peningkatan keluaran urin dapat diukur.16

Indikasi pemberian diuretik kuat adalah edema paru akut, edema lainnya,

hiperkalsemia, gagal ginjal akut,hipertensi. Kontraindikasinya adalah furosemid dan

bumetanid dapat menimbulkan reaksi silang pada penderita yang sensitif terhadap

sulfonamid. Penggunaan yang berlebihan dapat berbahaya terutama pada penderita sirosis

hepatis, gagal ginjal, atau gagal jantung kongestif. Efek samping dari pemakaian diuretik

kuat adalah alkalosis metabolik hipokalemia, ototoksisitas,

hiperuricemia,hipomagnesemia, alergi. Yang termasuk diuretik kuat adalah ; asam

etakrinat, furosemid dan bumetamid. 16

28
29

Anda mungkin juga menyukai