UJI MATERI PASAL 184 AYAT (4) UNDANG-UNDANG NOMOR 27 TAHUN 2009
TENTANG MPR, DPR, DPD, DAN DPRD OLEH MAJELIS MAHKAMAH
KONSTITUSI
Mahkamah Konstitusi (MK) melalui Putusan Nomor 23-26/PUU-VIII/2010 mengabulkan
permohonan uji materi Pasal 184 ayat (4) Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3) yang diajukan 3 (tiga) perorangan anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan 16 (enambelas) perorangan Warga Negara Indonesia (WNI). Pemohon sebagai WNI telah memenuhi kualifikasi kedudukan hukum (legal standing) dan memiliki kepentingan untuk menyampaikan hak uji materiil (judicial review). Adapun Pasal 184 ayat (4) UU MD3 menyatakan bahwa “Usul sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi hak menyatakan pendapat DPR apabila mendapat persetujuan dari Rapat Paripurna DPR yang dihadiri paling sedikit ¾ (tiga perempat) dengan persetujuan paling sedikit ¾ (tiga perempat) dari jumlah anggota DPR yang hadir” Sementara itu Pasal 7B ayat (3) UUD 1945 menyatakan bahwa “ Pengajuan permintaan Dewan Perwakilan Rakyat kepada Mahkamah Konstitusi hanya dapat dilakukan dengan dukungan sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat yang hadir dalam Sidang Paripurna yang dihadiri oleh sekurang- kurangnya 2/3 dari jumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat” Pasal 184 ayat (4) UU MD3 dianggap bertentangan dengan Pasal 7B ayat (3) UUD 1945 yang menyatakan usul pemberhentian Presiden dan Wakil Presiden ke MK harus memperoleh 2/3 dukungan dari jumlah anggota DPR yang hadir. Pasal 184 ayat (4) UU MD3 dinilai memunculkan penambahan syarat kuorum dari 2/3 menjadi ¾ karena akan lebih mempersulit pelaksanaan hak menyatakan pendapat khususnya hak usul pemberhentian presiden dan wakil presiden ke MK. Selain itu, Ketentuan Pasal 184 ayat (4) UU MD3 nyata-nyata juga bertentangan secara hirearki dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi sebagaimana ditentukan dalam UU. No. 10 Tahun 2004. Apabila persyaratan hak menyatakan pendapat tersebut dicermati dengan seksama,terdapat perbedaan yang signifikan antara ketentuan Pasal 184 ayat (4) UU MD3 dengan ketentuan yang tercantum dalam Pasal 7B ayat (3) UUD 1945. Perbedaan kedua ketentuan tersebut telah menimbulkan ketidakpastian hukum dan kesimpangsiuran hukum yang dapat membawa dampak negatif terhadap sistem ketatanegaraan Indonesia. Menurut MK, memperberat syarat penggunaan hak menyatakan pendapat DPR dengan menentukan syarat kuorum maupun syarat persetujuan keputusan DPR, paling sedikit ¾ kehadiran dan persetujuan ¾ anggota yang hadir, mempersulit pelaksanaan hak dan kewenangan konstitusional DPR. Aturan itu mengakibatkan tidak efektifnya DPR melaksanakan fungsi pengawasan terhadap Presiden, sehingga tidak sejalan dengan sistem checks and balances yang dianut dalam UUD 1945. Ketua MK, Moh Mahfud MD membacakan putusan di Gedung MK, Jakarta, pada hari Rabu, tanggal 12 Januari 2011 yang menyatakan, Pasal 184 ayat (4) UU MD3 bertentangan dengan UUD 1945, dan tidak mempunyai kekuatan mengikat. Penggunaan hak menyatakan pendapat berlaku suara mayoritas minimum dimana diartikan tidak hanya syarat 2/3, tetapi bisa berlaku syarat 50 persen plus 1. Maka dengan adanya putusan ini prosedur pengusulan impeachment dikembalikan ke Pasal 7B ayat (3) UUD 1945. Sebab, selama ini UU MD3 seolah- olah melindungi Pemerintah dari proses impeachment lewat keberadaan Pasal 184 ayat (4) UU MD3.