Salah satu definisi “keluarga” di Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah, “Ibu
dan bapak beserta anak-anaknya.”. Definisi ini sama mirip dengan ide di
dunia barat yang berbahasa Inggris. Akan tetapi keluarga inti (atau batih,
“nuclear family”) adalah fenomena modern yang mulai sebagai akibat
urbanisasi sesudah revolusi industri.
Definisi lain di KBBI lebih dekat ke ide di Alkitab, misalnya, “seisi rumah”,
“orang seisi rumah yang menjadi tanggungan”.
Tidak ada kata untuk “keluarga” di PL bahasa Ibrani yang dapat disamakan
secara tepat dengan kata modern, “keluarga inti”. Beberapa kelompok sosial
digambarkan sebagai “suku”, dan menggambar asal etnik. Kata umumnya
(beth ab = rumah ayah) dapat berarti keluarga inti yang tinggal di rumah
yang sama (Kej 50.7-8); kelompok sanak yang lebih besar/luas termasuk
dua atau lebih generasi (Kej 7.1; 14.14); dan juga sanak dengan berarti
lebih luas (Kej 24.38). Kata lain menunjuk ke kelompok sanak yang besar
dan kadang-kadang diterjemahkan sebagai “kaum” (Bil 27.8-11).
Walaupun ada kekuatan-kekuatan di pola hidup ini, ada banyak
penyalahgunaan, dan banyak contoh keluarga yang fungsinya terganggu di
PL (misalnya keluarga Ishak, Yakub, Daud).
Manusia itu, yang baik laki-laki maupun perempuan, diciptakan menurut
gambar Allah, atau sebagai gambar Allah. Artian ini dijelaskan di ay 26.
Mereka akan berkuasa atas segala binatang di bumi.
Kej 1:28 Allah memberkati mereka, lalu Allah berfirman kepada mereka:
"Beranakcuculah dan bertambah banyak; penuhilah bumi dan taklukkanlah
itu, berkuasalah atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas
segala binatang yang merayap di bumi."
Kej 2:20 Manusia itu memberi nama kepada segala ternak, kepada burung-
burung di udara dan kepada segala binatang hutan, tetapi baginya sendiri ia
tidak menjumpai penolong yang sepadan dengan dia. 21 Lalu TUHAN Allah
membuat manusia itu tidur nyenyak; ketika ia tidur, TUHAN Allah
mengambil salah satu rusuk dari padanya, lalu menutup tempat itu dengan
daging. 22 Dan dari rusuk yang diambil TUHAN Allah dari manusia itu,
dibangun-Nyalah seorang perempuan, lalu dibawa-Nya kepada manusia itu.
23 Lalu berkatalah manusia itu: "Inilah dia, tulang dari tulangku dan daging
dari dagingku. Ia akan dinamai perempuan, sebab ia diambil dari laki-laki."
24 Sebab itu seorang laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan
bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya menjadi satu daging.
Perempuan itu dinamakan Ishshah oleh laki-laki itu. Di bagian ini kata untuk
“manusia” dalam bahasa Ibrani adalah Adam sampai akhir ayat 23, sejak itu
Ish dipakai. Dia adalah Ishshah untuk menggambarkan dari mana dia
berasal. Perempuan tidak dibangun oleh manusia, tetapi dari manusia. Jadi
di ayat 24, Ish itu meninggalkan ayah dan ibunya dan melekat kepada
Ishshahnya dan mereka menjadi satu daging.
“Menjadi satu daging”, tidak hanya mengacu pada kesatuan jasmani dan
seksual. Frasa itu menggambarkan bahwa kedua itu kini berhubungan
sebagai satu orang.
Salah satu pertanyaan yang timbul dari diskusi ini adalah apakah anak-anak
penting dalam pernikahan. Walaupun Kejadian 1 menjelaskan bahwa salah
satu maksud manusia (yaitu laki-laki dan perempuan berserta), adalah
bertambah banyak dan memenuhi bumi, hakikat pernikahan mereka adalah
kesatuan bersama sebagai satu daging. Anak-anak adalah buah dari
kesatuan itu.
Kalau kita melihat ajaran Yesus tentang perceraian, jelas bahwa dia
menegaskan kepentingan kesatuan dua orang dalam pernikahan, dan tidak
ingin pernikahan itu dilemahkan dengan menganggap perempuan sebagai
seorang yang dapat dibuang oleh permainan hukum.
Eph 5:21 dan rendahkanlah dirimu seorang kepada yang lain di dalam takut
akan Kristus. 22 Hai isteri, tunduklah kepada suamimu seperti kepada
Tuhan, 23 karena suami adalah kepala isteri sama seperti Kristus adalah
kepala jemaat. Dialah yang menyelamatkan tubuh. 24 Karena itu
sebagaimana jemaat tunduk kepada Kristus, demikian jugalah isteri kepada
suami dalam segala sesuatu. 25 Hai suami, kasihilah isterimu sebagaimana
Kristus telah mengasihi jemaat dan telah menyerahkan diri-Nya baginya 26
untuk menguduskannya, sesudah Ia menyucikannya dengan
memandikannya dengan air dan firman, 27 supaya dengan demikian Ia
menempatkan jemaat di hadapan diri-Nya dengan cemerlang tanpa cacat
atau kerut atau yang serupa itu, tetapi supaya jemaat kudus dan tidak
bercela. 28 Demikian juga suami harus mengasihi isterinya sama seperti
tubuhnya sendiri: Siapa yang mengasihi isterinya mengasihi dirinya sendiri.
29 Sebab tidak pernah orang membenci tubuhnya sendiri, tetapi
mengasuhnya dan merawatinya, sama seperti Kristus terhadap jemaat, 30
karena kita adalah anggota tubuh-Nya. 31 Sebab itu laki-laki akan
meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga
keduanya itu menjadi satu daging. 32 Rahasia ini besar, tetapi yang aku
maksudkan ialah hubungan Kristus dan jemaat. 33 Bagaimanapun juga,
bagi kamu masing-masing berlaku: kasihilah isterimu seperti dirimu sendiri
dan isteri hendaklah menghormati suaminya.
Saling tunduk antara istri dan suami mencerminkan tunduknya Kristus yang
menyerahkan hidupNya untuk Jemaat (lihat juga Fil 2.1-11), dan juga
tunduk Jemaat kepada Kristus. Dan kesatuan laki-laki dan perempuan yang
menjadi satu daging di dalam pernikahan mencerminkan kesatuan Kristus
dan Jemaat.
Salah satu kesimpulan dari apa yang sudah kita lihat adalah bahwa adalah
hubungan antara suami dan istri yang menyediakan kehidupan dan
kesehatan kepada keluarga. Dalam ‘pedoman-pedoman kehidupan
keluarga’, yang terpenting adalah hubungan yang hidup menurut kitab suci -
bukan kegiatan-kegiatan, ataupun kemakmuran rumah tangga.
Kehidupan keluarga tumbuh dari kasih istri dan suami - pertama-tama untuk
satu sama lain. Kasih mereka mengasuh anak-anak mereka. Ini penting
untuk dimengerti oleh orang tua karena ada godaan untuk orang tua
menarik kehidupan mereka dari anak-anak (2 Kor 12.14).
Keluarga Allah
Pada tahap ini kita dapat melihat lebih jelas bahwa Daud menjadi wakil atau
tanda yang menunjuk kepada orang lain. Sesudah Daud dan Salomo, para
nabi mulai berbicara tentang Daud lain - yaitu, salah satu keturunannya
yang akan menyelamatkan rakyat.
Sebelum kelahiran Yesus, Maria diberitahukan bahwa Yesus adalah orang
yang akan merajai atas rumah Yakub dan diberikan takhta bapaknya, Daud
(Luk 1.32,33). Akan tetapi ketika cerita berkembang sedikit demi sedikit,
jelas bahwa bangsa-bangsa bukan Yahudi akan termasuk juga (Luk 2.29-
32).
Rumah Yakub akan terbuka bagi orang-orang bukan Yahudi, sehingga yang
mulai sebagai keluarga manusia biasa diubah menjadi keluarga Allah, dan
yang mulai sebagai suku kecil terpilih menjadi seperti keluarga asal Adam.
Sebenarnya, itu adalah keluarga Adam terakhir.
Keluarga manusiawi mempunyai kehidupan di dalam jemaat, tubuh Kristus,
dimana janji-janji Allah dipenuhi dan dipraktikkan.
Kerajaan Allah
Cara lain untuk mengerti ini, adalah sehubungan dengan pemerintahan Allah
sebagai Raja di dunia. Ketika Yesus mulai mengajar dan berkhotbah, dia
menjelaskan bahwa pemerintahan Allah sebagai Raja mendobrak ke dalam
dunia saat Dia bersabda. Jelaslah bahwa dia adalah Raja. Dia memanggil
orang-orang mengikuti dia. Yesus menempatkan ketaatan kepada dia sendiri
lebih tinggi daripada ketaatan kepada keluarga (Mat 10.34-39; 12.46-50;
Luk 9.59-61).
Keluarga Kristen
Jadi salah satu tugas penting sekali bagi pemimpin rumah tangga adalah
pertama-tama mengerti apa keluarga mereka, dan bagaimana
mencocokkannya dalam maksud Allah. Yang kedua mereka harus berusaha
keras memajukan tugas-tugas utama keluarga:
Keluarga harus tidak hanya bergantung kepada Allah dalam iman. Keluarga
harus juga mengakui pertuanan Kristus atas setiap bagian kehidupannya.
Harus menjadi keluarga yang tunduk, yang tunduk bersama atas semua
rencana dan sumber penghasilan kepada Yesus yang merupakan Tuhannya.
Jadi keluarga menjadi saksi. Hal ini menjadi pusat kemantapan, damai, dan
kasih, karena kuasa kehidupan merupakan ketertarikan bagi orang lain.
Keluarga memperlihatkan kasih Kristus kepada dunia. Dan itu juga menjadi
cara untuk orang lain mengalami kasih dan hidup Allah. (Adakah tempat
atau waktu di keluarga anda untuk orang luar?)
Keluarga Besar
Ide utama adalah bahwa jemaat seharusnya tidak dibebani dengan orang
yang dapat dibantu oleh keluarga mereka, sehingga jemaat dapat
membantu orang yang sungguh-sungguh tanpa bantuan. Prinsip ini dapat
diperluas dengan memasukkan bantuan jenis lain.
Di karangan ini kita mencoba untuk mengerti sifat keluarga Kristen dan
bagaimana mencocokkannya dalam maksud Allah. Kita sudah mengenali
tugas utama anggota keluarga:
6. Memelihara Kesimbangan
Kita sudah melihat bahwa rumah tangga Kristen bukanlah benda yang
berdiri sendiri, bukan kelompok kekal. Keluarga adalah kelompok yang
ditunjuk Allah yang di dalamnya karunia pernikahan dinikmati, dan anak-
anak diasuh, dididik, serta dibesarkan.
Keluarga adalah salah satu dari beberapa kelompok kita berada, dan
merupakan bagian jemaat. Orang-orang Kristen mempunyai pertanggung-
jawaban dan panggilan lain yang tidak berhubungan langsung dengan
keluarga manusiawi.
Ketaatan yang lebih tinggi yang harus menjadi landasan semua pengambilan
keputusan Kristen, adalah ketaatan kita kepada Yesus Tuhan. Dari ketaatan
pertama itu, semua ketaatan mengalir:
Pada prinsipnya Yesus adalah Tuhan yang memanggil kita dan mengatur
semua kehidupan kita, semua aspek yang ditentukanNya.
Kitab suci
Roh Kudus
Para saudara
Keadaan
Alkitab (secara khusus kitab Kejadian) dengan tegas dan lugas mendeskripsikan
eksistensi manusia. Pendeskripsian ini dimulai dari proses penciptaan hingga pada pengingkaran
manusia kepada Allah (dosa). Dalam proses penciptaan dinyatakan bahwa manusia adalah
ciptaan Allah yang istimewa. Keistimewaan ini terletak pada penciptaan manusia yang
diciptakan segambar dan serupa dengan Allah (Imago Dei) dan juga diciptakan dengan sikap
proaktif Allah. Keistimewaan manusia ini pada akhirnya menimbulkan suatu tanggungjawab
manusia kepada Allah. Pertanggungjawaban manusia kepada Allah nyata dalam mandat Allah
kepada manusia untuk menaklukkan dan menguasai segenap ciptaan. Dengan kata lain, keutuhan
dan bahkan kesejahteraan seluruh ciptaan adalah tanggungjawab manusia. Manusia harus
senantiasa proaktif untuk mewujudkan dunia yang diwarnai dengan keteraturan, kedamaian dan
kesejahteraan sebagai konsekwensi keistimewaan itu.
Pertanggungjawaban manusia sebagai ciptaan yang unik dan istimewa berpusat kepada
Allah. Dan yang menarik dalam hal ini adalah, kekuatan dan kesanggupan manusia dalam
pelaksanaan tanggungjawab tersebut juga tergantung kepada Allah sebagai pemberi
tanggungjawab. Dengan demikian perlu ada komunikasi dan koordinasi yang kontiniu antara
manusia dengan Allah dalam perwujudan dunia yang diwarnai keteraturan, kedamaian dan
kesejahteraan itu. Manusia akan mampu menata dunia dan seluruh ciptaan sesuai dengan
kehendak Allah apabila dalam diri manusia tersebut terkandung dimensi ketaatan kepada Allah.
Inilah yang menjadi faktor penentu kesuksesan manusia dalam pelaksanaan tanggungjawabnya
sebagai ciptaan yang istimewa di hadapan Allah.
Dalam pembentukan keluarga Kristen, kesadaran akan tanggungjawab manusia sebagai
perpanjangan tangan Allah dalam pembentukan tatanan dunia yang teratur, damai dan sejahtera
menjadi variabel yang sangat menentukan. Bahkan itulah yang seharusnya menjadi titik
berangkat pembentukan kelauarga Kristen. Setiap keluarga Kristen dibangun dari pribadi yang
bertanggungjawab kepada Allah sebagai alat pembentukan tatanan dunia (keluarga) yang teratur,
damai dan sejahtera. Kesadaran yang demikian akan membentuk anggota keluarga yang juga
bertanggungjawab terhadap anggota keluarga lainnya sebagai bagian dari dunia ciptaan Allah.
Anggota keluarga yang memberi apresiasi terhadap pemahaman yang demikian niscaya akan
memandang setiap anggota keluarga sebagai pribadi yang harus dihormati dan dibahagiakan.
Dan itu dinyatakan atas kesadaran dan tanggungjawabnya sebagai ciptaan Allah yang istimewa.
Keluarga Kristen adalah bagian integral dari keluarga-keluarga dalam masyarakat yang
plural. Dalam hal ini tentunya keluarga Kristen juga memiliki hak dan tanggungjawab dalam
pembangunan masyarakat yang madani, adil dan sejahtera. Tentunya hal ini harus senantiasa di
bangun atas dasar kesadaran dan apresiasinya akan eksistensinya sebagai ciptaan Allah yang
istimewa. Ada tanggungjawab dalam setiap keluarga Kristen untuk memberi kontribusi positif
dalam pembentukan masyarakat yang teratur, damai dan sejahtera.
Paling tidak ada dua hal yang harus diperlihatikan setiap keluarga Kristen dalam
penyataan kontribusi positifnya dalam pembentukan tatanan masyarakat yang teratur, damai dan
sejahtera. Pertama: Setiap keluarga Kristen harus senantiasa sadar akan keistimewaannya
sebagai ciptaan, yang pada akhirnya membawanya pada sikap yang sadar bahwa ia
bertanggungjawab atas keteraturan, kedamaian dan kesejahteraan masyarakat dimana ia berada.
Kesadaran ini diimplementasikan dalam kepeduliaan terhadap sesama dan lingkungan. Ada
peran yang senantiasa diperlihatkan keluarga Kristen dalam masyarakat dimana ia berada. Jadi
tanggungjawab tersebut tidaklah bersifat abstrak. Kedua: Kesadaran akan hal di atas kemudian
dinyatakan terlebih dahulu secara internal melalui pola hidup pribadi dan keluarga yang layak
untuk diteladani oleh orang lain. Teladan yang dimaksud di sini tentunya berpusat pada firman
Allah yang senantiasa dijadikan sebagai orientasi hidup. Artinya, keteladanan itu adalah buah
dari kedekatan dan ketaatannya kepada firman Allah. Dari kedua hal di atas kita melihat bahwa
setiap keluarga Kristen harus peka dan peduli pada realitas masyarakat dan ia harus mampu
menjadi teladan positif dalam masyarakat. Dan itu diekspresikan pertama-tama dari pribadi,
kemudian keluarga sebagai buah kedekatan dan ketaatannya kepada Allah.
Keluarga Kristen dalam masyarakat dewasa ini diperhadapkan dengan multi pergumulan.
Dalam ranah sosial, realitas yang ada adalah kemiskinan dan kelaparan; Kekerasan dalam
Rumah Tangga (KDRT) sebagai bias budaya patriakhat; tingginya angka kematian ibu dan anak
sebagai buah dari rendahnya kesadaran akan pola hidup sehat dalam masyarakat; pemanasan
global (global warming); tingginya angka kriminalitas anak dan remaja; meningkatnya angka
perceraian dan keluarga yang tidak harmonis; dan ragam masalah sosial sebagai bias dari
kemajuan teknologi dan informasi yang merusak moral, spiritual dan tatanan masyarakat. Dan
dalam ranah kepercayaan/ iman, realitas yang terbentang juga tak kalah ragamnya. Maraknya
model dan corak kepercayaan yang berkembang tidak jarang membuat keluarga dan masyarakat
kehilangan iman, terjebak pada pola keberimanan yang cenderung pragmatis, semu dan ekstrim.
Dinginnya minat dan kontribusi anggota keluarga dalam pelayanan, dll. Inilah ragam tantangan
yang harus dijawab setiap keluarga Kristen di tengah-tengah masyarakat dewasa ini.
Keluarga Kristen yang adalah ciptaan yang istimewa dan bertanggungjawab sudah
selayaknya kita menunjukkan sikap yang proaktif menanggapi semua realitas tersebut. Bukanlah
sikap yang bertanggungjawab jika dalam realitas yang ada kita masih berpangku tangan, duduk
diam menjadi penonton yang budiman. Sekaranglah saatnya setiap keluarga Kristen
menampilkan dirinya sebagai sosok teladan yang senantiasa peduli dan bereaksi serta memberi
kontribusi positif untuk menanggapi segala persoalan yang ada. Keluarga Kristen diharapkan
mampu mempromosikan nilai-nilai positif ditengah-tengah masyarakat. Hal ini tentunya dimulai
dari pribadi dan keluarga yang layak untuk diteladani.