Anda di halaman 1dari 22

Apa itu Keluarga?

Salah satu definisi “keluarga” di Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah, “Ibu
dan bapak beserta anak-anaknya.”. Definisi ini sama mirip dengan ide di
dunia barat yang berbahasa Inggris.  Akan tetapi keluarga inti (atau batih,
“nuclear family”) adalah fenomena modern yang mulai sebagai akibat
urbanisasi sesudah revolusi industri.

Definisi lain di KBBI lebih dekat ke ide di Alkitab, misalnya, “seisi rumah”,
“orang seisi rumah yang menjadi tanggungan”.

Keluarga di Perjanjian Lama

Tidak ada kata untuk “keluarga”  di PL bahasa Ibrani yang dapat disamakan
secara tepat dengan kata modern, “keluarga inti”. Beberapa kelompok sosial
digambarkan sebagai “suku”, dan menggambar asal etnik. Kata umumnya 
(beth ab = rumah ayah) dapat berarti keluarga inti yang tinggal di rumah
yang sama (Kej 50.7-8); kelompok sanak yang lebih besar/luas termasuk
dua atau lebih generasi (Kej 7.1; 14.14); dan juga sanak dengan berarti
lebih luas (Kej 24.38). Kata lain menunjuk ke kelompok sanak yang besar
dan kadang-kadang diterjemahkan sebagai “kaum” (Bil 27.8-11).

Pada kenyataannya, keluarga-keluarga yang digambarkan di PL adalah


rumah tangga yang mempunyai seorang lelaki pada pusat kehidupan
keluarga. Rumah tangga terdiri atas semua orang, anak-anak, kerabat lain,
pelayan-pelayan dan orang lain yang tinggal di rumah. Sebelum masa Daud,
hidup keluarga difokuskan pada keperluan umum yaitu pekerjaan, makanan,
dan perlindungan. Rumah tangga adalah tempat dimana pendidikan,
sosialisasi, dan pendidikan agamani, terjadi.

 
Walaupun ada kekuatan-kekuatan di pola hidup ini, ada banyak
penyalahgunaan, dan banyak contoh keluarga yang fungsinya terganggu di
PL (misalnya keluarga Ishak, Yakub, Daud).

Sentralisasi  negara di Yerusalem di bawah Daud dan Salomo menjadi


perubahan serupa dengan yang terjadi di peradaban lain.  Ada pemindahan
kekuasaan dari kepala keluarga ke penguasa di pusat. Keluarga harus
menyumbang ke keperluan umum (seperti Samuel mengatakan bahwa
mereka harus melakukannya - 1 Sam 8.10-18). Kemudian, selama negara
berjalan dari satu krisis ke lain, utang meningkat dan orang kaya membeli
tanah orang miskin, dan lebih dari itu mereka membeli orang miskin itu
sendiri (Yes 5.8-10; Am 2.6-8).

Keluarga di Perjanjian Baru

Keluarga Yahudi di PB tersusun seperti rumah tangga di PL. Ada tekanan


pada asal etnik dan jabatan ayah. Keluarga Greco-Roman juga rumah
tangga besar, yaitu rumah tangga termasuk semua orang yang tinggal di
rumah. Tidak ada kata di bahasa Yunani yang dapat disamakan secara tepat
dengan ide modern, “keluarga inti”.  Rumah tangga besar ini adalah satuan
dasar masyarakat. Kata umum adalah “rumah” (oikos), atau frasa
“kepunyaan sendiri”.

Di PB ada beberapa yang dinamakan ‘pedoman-pedoman kehidupan


keluarga’  (Kol 3.18 - 4.1; Ef 5.21 - 6.9; 1 Pet 2.18 - 3.7;  1 Tim 2.8-15;
6.1-2; Tit 2.1-10).  Pedoman ini mungkin dimaksudkan untuk membantu
anggota rumah tangga Kristen untuk hidup secara terterima sesuai dengan
kebudayaannya. Di pihak lain kenyataan bahwa pedoman itu tertuju kepada
para suami, istri, orang tua, anak, dan pelayan, menunjukkan bahwa ajaran
Kristen khusus diterapkan ke kehidupan rumah tangga. Kita seharusnya
memperhatikan bahwa bagian-bagian ini  tidak menunjukkan keluarga
sebagai satuan, tetapi menunjukkan hubungan-hubungan yang beragam di
dalam keluarga itu sendiri.

Pengertian Teologis Mengenai “Keluarga”

Memperhatikan bagaimana keluarga-keluarga di Alkitab terstruktur dan


berlaku adalah bermanfaat.  Akan tetapi ini tidak memberitahukan kita
semua yang kita perlu tahu tentang “keluarga”.  Sebuah petunjuk ini adalah
pembahasan Paulus di Efesus 5. Tampak ada ketegangan di bagian ini
antara kebiasaan patriarkal dan kesatuan teologis yang lebih mendasar
antara suami dan istri. Kesatuan ini dapat dibandingkan dengan kesatuan
Kristus dengan tubuhNya, jemaat itu.

Penciptaan Laki-Laki dan Perempuan

Dasar teologis untuk “keluarga” bukan kebapakan, walaupun kebapakan


menjadi cara biasa untuk menggambarkan keluarga-keluarga.

Kejadian 1 menggambarkan penciptaan manusia sebagai laki-laki dan


perempuan.

Kej 1:26  Berfirmanlah Allah: "Baiklah Kita menjadikan manusia menurut


gambar dan rupa Kita, supaya mereka berkuasa atas ikan-ikan di laut dan
burung-burung di udara dan atas ternak dan atas seluruh bumi dan atas
segala binatang melata yang merayap di bumi." 27  Maka Allah menciptakan
manusia itu menurut gambar-Nya, menurut gambar Allah diciptakan-Nya
dia; laki-laki dan perempuan diciptakan-Nya mereka.

 
Manusia itu, yang baik laki-laki maupun perempuan, diciptakan menurut
gambar Allah, atau sebagai gambar Allah. Artian ini dijelaskan di ay 26.
Mereka akan berkuasa  atas segala binatang di bumi.

Ayat 28 memperpanjang perintah ini. Mereka harus beranakcucu dan


bertambah banyak; dan memenuhi bumi dan menaklukkan  itu. Laki-laki
dan perempuan itu bersama harus melakukan ini, karena laki-laki dan
perempuan bersama adalah apa manusia adalah.

Kej 1:28  Allah memberkati mereka, lalu Allah berfirman kepada mereka:
"Beranakcuculah dan bertambah banyak; penuhilah bumi dan taklukkanlah
itu, berkuasalah atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas
segala binatang yang merayap di bumi."

Kejadian 2 menggambarkan hubungan antara laki-laki  dan perempuan


secara berbeda.

Kej 2:20  Manusia itu memberi nama kepada segala ternak, kepada burung-
burung di udara dan kepada segala binatang hutan, tetapi baginya sendiri ia
tidak menjumpai penolong yang sepadan dengan dia. 21  Lalu TUHAN Allah
membuat manusia itu tidur nyenyak; ketika ia tidur, TUHAN Allah
mengambil salah satu rusuk dari padanya, lalu menutup tempat itu dengan
daging. 22  Dan dari rusuk yang diambil TUHAN Allah dari manusia itu,
dibangun-Nyalah seorang perempuan, lalu dibawa-Nya kepada manusia itu.
23  Lalu berkatalah manusia itu: "Inilah dia, tulang dari tulangku dan daging
dari dagingku. Ia akan dinamai perempuan, sebab ia diambil dari laki-laki."
24  Sebab itu seorang laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan
bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya menjadi satu daging.
 

Perempuan itu dibangun sebagai satu-satunya penolong yang sepadan


dengan manusia itu. Tidak baik kalau manusia itu seorang diri saja (ay 18),
dan TUHAN memberikan seorang yang, tak serupa binatang, sepadan
dengan dia. Sebenarnya manusia itu mengenal perempuan sebagai  hal
yang sama dengan dia,  “tulang dari tulangku dan daging dari dagingku”.
Akan tetapi perempuan tidak persis laki-laki, dia sepadan dengan dia.

Perempuan diberikan untuk menolong laki-laki. Itu tidak berarti bahwa


perempuan lebih kuat atau lebih lemah daripadanya, melainkan bahwa apa
yang dia perlu lakukan tidak dapat dilakukannya sendiri.

Perempuan itu dinamakan Ishshah oleh laki-laki itu. Di bagian ini kata untuk
“manusia” dalam bahasa Ibrani adalah Adam sampai akhir ayat 23, sejak itu
Ish dipakai. Dia adalah Ishshah untuk menggambarkan dari mana dia
berasal. Perempuan tidak dibangun oleh manusia, tetapi dari manusia. Jadi
di ayat 24,  Ish itu meninggalkan ayah dan ibunya dan melekat kepada
Ishshahnya dan mereka menjadi satu daging.

Bagian itu menunjukkan bahwa sesuatu yang lebih dalam daripada


hubungan kelahiran dibangun oleh kesatuan ini. Hubungan laki-laki dan
perempuan sebagai satu daging berbeda dari hubungan orang tua dan anak.

“Meninggalkan” tidak semata-mata tentang perubahan tempat, melainkan


lebih tentang perubahan prioritas-prioritas dan kewajiban-kewajiban. [Di
masyarakat pedesaan, pasangan itu biasanya akan tinggal di tanah orang
tua laki-laki.] Kewajiban utama manusiawi untuk suami tidak lagi kepada
orang tuanya, tetapi kepada istrinya. Istrinya harus didahulukan daripada
ibu dan ayahnya. Laki-laki harus meninggalkan semua kewajiban manusiawi
yang akan menghalanginya memberikan kesetiaan pertama kepada istrinya.
Dan hal yang sama berlaku bagi sang istri.

“Bersatu, atau melekat, dengan isterinya”,  mengacu pada hubungan yang


tetap. Itu mangacu juga pada keinginan dan birahi kuat dari suami kepada
istrinya dan sebaliknya.

“Menjadi satu daging”,  tidak hanya mengacu pada kesatuan jasmani dan
seksual. Frasa itu menggambarkan bahwa kedua itu kini berhubungan
sebagai satu orang.

Dua bagian ini di Kejadian menggambarkan landasan hubungan laki-laki dan


perempuan dalam pernikahan yang bebas dari sebagian besar struktur sosial
di kemudian hari.

Pernikahan sebagai landasan untuk keluarga

Diskusi pernikahan tentang Kejadian 1 dan 2 menunjukkan bahwa dasar


kehidupan keluarga dapat ditemukan dalam pernikahan antara laki-laki dan
perempuan itu.

Salah satu pertanyaan yang timbul dari diskusi ini adalah apakah anak-anak
penting dalam pernikahan.  Walaupun Kejadian 1 menjelaskan bahwa salah
satu maksud manusia (yaitu laki-laki dan perempuan berserta), adalah
bertambah banyak dan memenuhi bumi, hakikat pernikahan mereka adalah
kesatuan bersama sebagai satu daging.  Anak-anak adalah buah dari
kesatuan itu.
 

Jadi, ini mengingatkan kita bahwa kehidupan keluarga adalah pertama-tama


kehidupan pernikahan. Pada kelekatan bersama antara laki-laki dan
perempuan keluarga mempunyai hidupnya. Akan tetapi salah satu
maksudnya adalah mendapatkan keturunan.

Kalau kita melihat ajaran Yesus tentang perceraian, jelas bahwa dia
menegaskan kepentingan kesatuan dua orang dalam pernikahan, dan tidak
ingin pernikahan itu dilemahkan dengan menganggap perempuan sebagai
seorang yang dapat dibuang oleh permainan hukum.

Paulus juga berpandangan tentang pernikahan yang menegaskan kesatuan


dan persamaan laki-laki dan perempuan sesungguhnya dalam pernikahan.
Di 1 Korintus 7.1-5, dia mengatakan tentang salah satu bidang yang paling
disalahgunakan dalam masyarakat patriarkal - yaitu seks. Di bagian ini
Paulus menyebutkan dua hal yang menakjubkan. Satu adalah bahwa
masing-masing berkuasa atas tubuh pasangannya. Tidak ada saran di sini
bahwa suami memiliki hak atas tubuh istrinya yang tidak dimiliki istrinya
atas tubuh suami. Hal kedua adalah bahwa keputusan tentang hubungan
seksual harus diputuskan bersama. Bukanlah hak suami ataupun istri untuk
memutuskan sendiri apakah mereka seharusnya menghentikan hubungan
seksual.

Di Ef 5.21dst, Paulus mengajar secara tertulis para orang percaya, tentang


bagaimana mereka seharusnya berhubungan. Di ayat 21 dia membuat
pernyataan umum, kepada semua orang bahwa setiap orang seharusnya
merendahkan diri, atau tunduk, kepada satu sama lain karena menghormati
Kristus. Di ayat 22 dia tidak menggunakan kata kerja tetapi kita harus
menggunakan kata kerja di ayat sebelumnya (yaitu kita harus mengerti kata
kerja di ay 22 yang sama dengan kata kerja yang digunakan di aya 21).
 

Selanjutnya di 5.21 - 6.9 adalah kumpulan ajaran kepada beragam anggota 


jemaat: para suami dan istri; orang tua dan anak-anak; hamba-hamba dan
tuan-tuan. Dalam setiap hubungan berpasangan dia memberikan ajaran
tentang bagaimana masing-masing seharusnya tunduk kepada lain.

Eph 5:21  dan rendahkanlah dirimu seorang kepada yang lain di dalam takut
akan Kristus. 22  Hai isteri, tunduklah kepada suamimu seperti kepada
Tuhan, 23  karena suami adalah kepala isteri sama seperti Kristus adalah
kepala jemaat. Dialah yang menyelamatkan tubuh. 24  Karena itu
sebagaimana jemaat tunduk kepada Kristus, demikian jugalah isteri kepada
suami dalam segala sesuatu. 25  Hai suami, kasihilah isterimu sebagaimana
Kristus telah mengasihi jemaat dan telah menyerahkan diri-Nya baginya  26 
untuk menguduskannya, sesudah Ia menyucikannya dengan
memandikannya dengan air dan firman,  27  supaya dengan demikian Ia
menempatkan jemaat di hadapan diri-Nya dengan cemerlang tanpa cacat
atau kerut atau yang serupa itu, tetapi supaya jemaat kudus dan tidak
bercela. 28  Demikian juga suami harus mengasihi isterinya sama seperti
tubuhnya sendiri: Siapa yang mengasihi isterinya mengasihi dirinya sendiri.
29  Sebab tidak pernah orang membenci tubuhnya sendiri, tetapi
mengasuhnya dan merawatinya, sama seperti Kristus terhadap jemaat, 30 
karena kita adalah anggota tubuh-Nya. 31  Sebab itu laki-laki akan
meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga
keduanya itu menjadi satu daging. 32  Rahasia ini besar, tetapi yang aku
maksudkan ialah hubungan Kristus dan jemaat. 33  Bagaimanapun juga,
bagi kamu masing-masing berlaku: kasihilah isterimu seperti dirimu sendiri
dan isteri hendaklah menghormati suaminya.

Istri tunduk kepada suaminya karena dia kepala yang menyerahkan


hidupnya bagi sang istri. Suami harus tunduk kepada istrinya dengan
mengasihinya seperti Kristus mengasihi Jemaat - dengan menyerahkan
hidupnya bagi sang istri.

Anak-anak tunduk kepada orang-tuanya dengan mentaatinya. Para ayah


tunduk kepada anak-anak dengan membesarkan mereka untuk mengenal
Tuhan. Sama dengan hamba-hamba dan tuan-tuan.

Jadi, kehidupan rumah tangga Kristen mencerminkan kehidupan jemaat.


Hubungan di dalam rumah tangga ini berdasarkan saling tunduk.  Dan ini
berdasarkan hubungan Kristus dengan JemaatNya.

Saling tunduk antara istri dan suami mencerminkan tunduknya Kristus yang
menyerahkan hidupNya untuk Jemaat (lihat juga Fil 2.1-11), dan juga
tunduk Jemaat kepada Kristus. Dan kesatuan laki-laki dan perempuan yang
menjadi satu daging di dalam pernikahan mencerminkan kesatuan Kristus
dan Jemaat.

Lebih jauh dari ini, hubungan-hubungan lain di keluarga besar didasarkan


atas saling tunduk yang sesuai satu sama lain. Menurut saya, tunduk atau
merendahkan diri kepada seorang berarti menempatkan diri di posisi dapat
melayani orang lain sesuai dengan hubungan anda dengan mereka.

Pernikahan sebagai Dasar Kesehatan Keluarga

Salah satu kesimpulan dari apa yang sudah kita lihat adalah bahwa adalah
hubungan antara suami dan istri yang menyediakan kehidupan dan
kesehatan kepada keluarga. Dalam ‘pedoman-pedoman kehidupan
keluarga’, yang terpenting adalah hubungan yang hidup menurut kitab suci -
bukan kegiatan-kegiatan, ataupun kemakmuran rumah tangga.

Kehidupan keluarga tumbuh dari kasih istri dan suami - pertama-tama untuk
satu sama lain.  Kasih mereka mengasuh anak-anak mereka. Ini penting
untuk dimengerti oleh orang tua karena ada godaan untuk orang tua
menarik kehidupan mereka dari anak-anak (2 Kor 12.14).

Keluarga Kristen di dalam Maksud Allah

Apakah keluarga berada di pusat maksud Allah? Sejak Allah  mulai


mengadakan perjanjian-perjanjian dengan manusia, Dia mengadakan
perjanjian itu dengan keluarga-keluarga  - Nuh, Abram, Yakub.

Keluarga Allah

Janji-janji akan berkat dan keselamatan dijanjikan kepada pribadi-pribadi


dan keturunan mereka. Pada setiap tahap kelompok yang menerima janji-
janji itu menjadi bagian yang lebih kecil dari keluarga asal. Dari Abraham,
janji diberikan kepada Ishak dan bukan kepada Ismael; kepada Yakub dan
bukan kepada Esau. Kemudian di dalam suku Yehuda, Allah mengadakan
perjanjian dengan Daud dan keturunannya.

Pada tahap ini kita dapat melihat lebih jelas bahwa Daud menjadi wakil atau
tanda yang menunjuk kepada orang lain. Sesudah Daud dan Salomo, para
nabi mulai berbicara tentang Daud lain - yaitu, salah satu keturunannya
yang akan menyelamatkan rakyat.

 
Sebelum kelahiran Yesus,  Maria diberitahukan bahwa Yesus adalah orang
yang akan merajai atas rumah Yakub dan diberikan takhta bapaknya, Daud
(Luk 1.32,33). Akan tetapi ketika cerita berkembang sedikit demi sedikit,
jelas bahwa bangsa-bangsa bukan Yahudi akan termasuk juga (Luk 2.29-
32).

Rumah Yakub akan terbuka bagi orang-orang bukan Yahudi, sehingga yang
mulai sebagai keluarga manusia biasa diubah menjadi keluarga Allah, dan
yang mulai sebagai suku kecil terpilih menjadi seperti keluarga asal Adam. 
Sebenarnya, itu adalah  keluarga Adam terakhir.

Paulus menggambarkan apa yang terjadi, di Efesus 2.11-22. Mereka, yang


untuk beberapa saat menjadi orang luar dan bukan anggota keluarga atau
bangsa Israel, didekatkan kepada Allah melalui darah Kristus. Dan kedua
bagian besar dari manusia - orang Yahudi dan  orang bukan Yahudi -
diciptakan satu manusia baru dalam Kristus. Kelompok baru ini adalah tubuh
Kristus, umat Allah, rumah tangga Allah, rumah tempat Allah mendiami, bait
Allah tempat Ia tinggal melalui RohNya.

Jadi keluarga Abraham yang membawa perjanjian diubah menjadi jemaat


dimana janji-janji itu mencapai pemenuhan. Paulus mengacu kepada jemaat
sebagai keluarga di Ef 3.14,15, dan berdoa bahwa di dalam kehidupan, para
anggota dapat mempunyai sedemikian kasih satu sama lain agar mereka
mengalami, dalam kehidupan bersama mereka, kehadiran Allah sendiri (Ef
3.16-19).

 
Keluarga manusiawi mempunyai kehidupan di dalam jemaat, tubuh Kristus,
dimana janji-janji Allah dipenuhi dan dipraktikkan.

Jadi keluarga kini tidak di pusat maksud Allah, walaupun ditempatkan


dimana maksud Allah dipenuhi, yaitu jemaat.  Keluarga bukan benda kekal,
dan di surga tidak ada pernikahan (Mat 22.30).

Kerajaan Allah

Cara lain untuk mengerti ini, adalah sehubungan dengan pemerintahan Allah
sebagai Raja di dunia. Ketika Yesus mulai mengajar dan berkhotbah, dia
menjelaskan bahwa pemerintahan Allah sebagai Raja mendobrak ke dalam
dunia saat Dia bersabda. Jelaslah bahwa dia adalah Raja. Dia memanggil
orang-orang mengikuti dia. Yesus menempatkan ketaatan kepada dia sendiri
lebih tinggi daripada ketaatan kepada keluarga (Mat 10.34-39; 12.46-50;
Luk 9.59-61).

Pada saat yang sama dia mengharap murid-muridNya memenuhi hukum di


keluarga mereka: tidak ada dendam dalam keluarga (Mat 5.21-24), tidak
ada perzinahan atau keinginan untuk seorang lain (Mat 5.27-30), dan tidak
ada perceraian (Mat 5.31-32).

Yesus mengharap murid-muridNya berkelakuan  seperti ini di dalam


keluarga mereka, tetapi panggilanNya lebih tinggi daripada kehidupan
keluarga.

 
Keluarga Kristen

Menurut Alkitab, keluarga adalah tempat manusia beranakcucu dan


bertambah. Itulah tempat orang-orang diajarkan takut kepada Allah, dan
belajar serta ingat apa Dia katakan (Ul 6.4-10).

Rumah tangga Kristen mempunyai peran penting sekali di maksud Allah,


karena hubungan di rumah tangga juga hubungan dalam keluarga  jemaat.
Dalam rumah tangga itulah beberapa segi dari kehidupan Allah harus
diasuh.

Membesarkan anak-anak adalah tugas bagi rumah tangga. Mengajarkan


anak-anak akan iman adalah tugas orang tua sebelum tugas jemaat.
Hubungan di tempat kerja bagi keluarga yang mempekerjakan staf adalah
tanggung-jawab keluarga sebelum  tanggung-jawab negara.

Jadi salah satu tugas penting sekali bagi pemimpin rumah tangga adalah
pertama-tama mengerti apa keluarga mereka, dan bagaimana
mencocokkannya dalam maksud Allah. Yang kedua mereka harus berusaha
keras memajukan tugas-tugas utama keluarga:

 Saling tunduk, yaitu saling berlaku dengan cara menerima


pertanggung-jawaban penuh atas peran mereka yang berbeda.
 Saling membangun dalam iman Kristus

 Mengajar anak-anak mereka dan orang lain yang tinggal di rumah


agar mereka dapat mengenal Kristus.

 Memelihara kelakuan di rumah tangga yang sesuai dengan


kesalehan dan ukuran yang diterima pada umumnya.
Keluarga dan Iman

Orang tua dan khususnya ayah itu bertanggung-jawab untuk menyediakan


kebutuhan-kebutuhan untuk kehidupan keluarga - termasuk pertumbuhan
rohani mereka.

Semua anggota rumah tangga dapat bersama-sama membagi iman


sesungguhnya dalam Allah. Anak-anak tidak memerlukan pengalaman
dewasa untuk mengimani Allah. Mereka beriman secara alamiah dan
konkret. Yang kurang bukanlah iman, melainkan pengalaman
mempraktikkan iman itu. Orang tua harus  membiarkan iman itu menjadi
pintu menuju pengalaman, dengan membantu anak-anak menerapkannya di
kegiatan sehari-hari. Tidak cukup bagi anak-anak berdoa pada waktu tidur.
Bantu mereka juga berdoa dengan iman untuk hal-hal yang terkait dengan
kehidupan mereka atau kehidupan keluarga (misalnya untuk adik yang
sakit). Dengan cara ini mereka akan mulai melihat iman mereka bekerja
dalam cara yang  spesifik dan konkret.

Orang tua berperan sebagai imam di keluarga. Mereka membawa kehidupan


Allah kepada anak-anak, dan mereka membawa anak-anak kepada Allah.
Peran dua arah ini sangat penting bagi kesehatan rohani keluarga. Orang
tua harus menjadi pendoa syafaat untuk anak-anaknya maupun penyedia
kehidupan Allah kepadanya.

Keluarga harus tidak hanya bergantung kepada Allah dalam iman.  Keluarga
harus juga mengakui pertuanan Kristus atas setiap bagian kehidupannya.
Harus menjadi keluarga yang tunduk, yang tunduk bersama atas semua
rencana  dan sumber penghasilan kepada Yesus yang merupakan Tuhannya.

 
Jadi keluarga menjadi saksi. Hal ini menjadi pusat kemantapan, damai, dan
kasih, karena kuasa kehidupan merupakan ketertarikan bagi orang lain.
Keluarga memperlihatkan kasih Kristus  kepada dunia. Dan itu juga menjadi
cara untuk orang lain mengalami kasih dan hidup Allah. (Adakah tempat
atau waktu di keluarga anda untuk orang luar?)

Ada  banyak cara untuk menurunkan iman kepada anak-anak di rumah


tangga. Anda tidak harus mendidik anak-anaknya dengan cara yang sama
seperti orang lain.  Sebenarnya cara-cara yang dipakai akan berbeda-beda
tergantung pada usia anak-anak. Kombinasi anak-anak di rumah akan juga
mempengaruhi cara pendidikan tersebut dilakukan.  Sikap-sikap dan gaya
hidup orang tua lebih penting daripada cara-cara tersebut. Kalau anda
sendiri hidup di dalam hubungan yang benar dengan Allah, anak-anak akan
mempelajarinya. Sayang, dengan status sekolah yang tinggi beberapa
berpikir bahwa pendidikan di rumah seharusnya menjadi seperti di sekolah.
Akan tetapi Alkitab menegaskan nilai pengajaran yang informal dan
berhubungan di rumah (Ul 6.4-9). Sebenarnya cara ini mungkin adalah
model yang lebih baik untuk pendidikan Kristen daripada model sekolah.

Salah satu konteks untuk asuhan anak-anak adalah jemaat. Anak-anak


adalah bagian dari tubuh dan keluarga yang sama dengan orang tua Kristen
mereka. Jadi, doronglah anak-anak untuk manjadi bagian dari pertemuan
jemaat. Ijinkan orang lain melayani mereka. Dorong jemaat anda untuk
menyambut anak-anak dan memperlakukan mereka sebagai anggota yang
sama dalam tubuh.

Keluarga Besar

Di 1 Timotius 5 Paulus memberikan beragam pedoman  kepada berbagai


orang di jemaat. Bagian dari pembahasan ini adalah tentang para janda (ay
3-16) dan siapa yang seharusnya mengurus mereka. Tidak semua harus
dipedulikan - beberapa seharusnya menikah lagi. Janda yang perlu
dipedulikan seharusnya diurus oleh para kerabat - anak-anak, cucu-cucu,
dan yang lain (ay3-8, 16).

Ide utama adalah bahwa jemaat seharusnya tidak dibebani dengan orang
yang dapat dibantu oleh keluarga mereka, sehingga jemaat dapat
membantu orang yang sungguh-sungguh tanpa bantuan. Prinsip ini dapat
diperluas dengan memasukkan bantuan jenis lain.

Rumah Tangga Kristen di Masyarakat Modern

Di karangan ini kita mencoba untuk mengerti sifat keluarga Kristen dan
bagaimana mencocokkannya dalam maksud Allah. Kita sudah mengenali
tugas utama anggota keluarga:

 Saling tunduk, yaitu saling berlaku dengan cara yang menerima


pertanggung-jawaban penuh atas peran mereka yang berbeda.
 Saling membangun dalam iman Kristus

 Mengajar anak-anak mereka dan orang lain yang tinggal di rumah


agar mereka dapat mengenal Kristus.

 Memelihara kelakuan di rumah tangga yang sesuai dengan


kesalehan dan ukuran yang diterima pada umumnya.

Banyak dari tekanan pada keluarga yang dikenali di Bagian 1, melemahkan,


dan di beberapa kejadian meruntuhkan kehidupan keluarga.

Orang tua khususnya, dan siapapun yang memberikan sumbangan ke


kehidupan keluarga, dapat menolong memperkuat kehidupan rumah tangga
Kristen.
 

Mereka dapat melakukan ini dengan:

Mengambil kembali pertanggung-jawaban. Di banyak kejadian orang


lain sudah mengambil pertanggung-jawaban dari rumah tangga untuk hal-
hal yang rumah tangga seharusnya melakukan yang terbaik. Di banyak
kejadian ini dilakukan dengan persetujuan orang tua, oleh sebab orang tua
merasa kurang perlengkapan, atau karena mereka tidak ingin, atau karena
mereka diyakinkan. Beberapa hal diambil secara sembunyi, misalnya melalui
media elektronik. Jadi ambillah kembali pertanggung-jawaban untuk
mengajar iman, nilai-nilai, kelakuan, dan pandangan hidup Kristen.

Hidup bagi sesama, tidak bagi anak-anak. Kehidupan keluarga


tergantung pada kasih orang tua satu sama lain. Hal ini tidak ditolong
dengan membuat anak-anak sebagai pusat kehidupan keluarga, dan tidak
dengan memfokuskan pada kemakmuran material. Anak-anak memerlukan
kasih orang tua lebih daripada uang mereka.

Menyerahkan godaan dan khayalan. Keluarga sudah menjadi tanda


pemberhalaan di bagian-bagian dunia modern. Kemasyhuran dan reputasi
sebuah keluarga di masyarakat (terlihat pada umumnya pada pekerjaan
atau sukses finansial dari orang tua, atau pada sukses akademis anak-anak)
berdasar pada nilai-nilai yang tidak alkitabiah.

Menghadapi kesalahan, pengharapan yang keliru, dan keinginan


yang salah. Mungkin kita merasa salah karena kita tidak membesarkan
keluarga kita menurut pendapat orang lain, atau kita mungkin mempunyai
tujuan yang salah. Mungkin kita ingin anak-anak kita menjadi apa yang kita
inginkan. Atau mungkin kita  berharap anak-anak membuat hidup lebih
mudah untuk kita. Kelompok perangkap ini dapat merupakan akibat
pemikiran kita sendiri yang salah, atau mungkin akibat dari apa yang
dikatakan orang lain kepada kita atau yang diharapkan dari kita. Di kedua
hal, hadapi hal-hal tersebut dengan pertobatan dan penolakan.

Lakukan apa yang keluarga seharusnya lakukan:

 Saling tunduk, yaitu saling berlaku dengan cara yang menerima


pertanggung-jawaban penuh atas peran mereka yang berbeda.
 Saling membangun dalam iman Kristus

 Mengajar anak-anak mereka dan orang lain yang tinggal di rumah


agar mereka dapat mengenal Kristus.

 Memelihara kelakuan di rumah tangga yang sesuai dengan


kesalehan dan ukuran yang diterima pada umumnya.

6. Memelihara Kesimbangan

Keluarga bukanlah konsep yang dapat diguna sebagai dasar untuk


memutuskan antara semua permintaan dan pertanggung-jawaban. Kita
perlu tingkat ketaatan yang lebih tinggi daripada keluarga.

Kita sudah melihat bahwa rumah tangga Kristen bukanlah benda yang
berdiri sendiri, bukan kelompok kekal. Keluarga adalah  kelompok yang
ditunjuk Allah yang di dalamnya karunia pernikahan dinikmati, dan anak-
anak diasuh, dididik, serta dibesarkan.

Keluarga adalah salah satu dari beberapa kelompok kita berada, dan
merupakan bagian jemaat. Orang-orang Kristen mempunyai pertanggung-
jawaban dan panggilan lain yang tidak berhubungan langsung dengan
keluarga manusiawi.

Keluarga tidak mempunyai prioritas tertinggi atas kehidupan Kristen kita.

Ketaatan yang lebih tinggi yang harus menjadi landasan semua pengambilan
keputusan Kristen, adalah ketaatan kita kepada Yesus Tuhan. Dari ketaatan
pertama itu, semua ketaatan mengalir:

 Pelayanan kita sebagai murid Yesus


 Keanggotaan dan pelayanan kita di jemaat

 Kehidupan kita sebagai suami, istri, orang tua, atau anak

 Kehidupan kita sebagai pekerja di dan warga di masyarakat .

Pada prinsipnya Yesus adalah Tuhan yang memanggil kita dan mengatur
semua kehidupan kita, semua aspek yang ditentukanNya.

Secara praktis kita mengambil keputusan-keputusan ini melalui bimbingan:

 Kitab suci
 Roh Kudus

 Para saudara

 Pikiran logis kita

 Keadaan

dan dengan banyak doa.


Penciptaan Manusia Sebagai Titik Berangkat Kelurga Kristen.

            Alkitab (secara khusus kitab Kejadian) dengan tegas dan lugas mendeskripsikan
eksistensi manusia. Pendeskripsian ini dimulai dari proses penciptaan hingga pada pengingkaran
manusia kepada Allah (dosa). Dalam proses penciptaan dinyatakan bahwa manusia adalah
ciptaan Allah yang istimewa. Keistimewaan ini terletak pada penciptaan manusia yang
diciptakan segambar dan serupa dengan Allah (Imago Dei) dan juga diciptakan dengan sikap
proaktif Allah. Keistimewaan manusia ini pada akhirnya menimbulkan suatu tanggungjawab
manusia kepada Allah. Pertanggungjawaban manusia kepada Allah nyata dalam mandat Allah
kepada manusia untuk menaklukkan dan menguasai segenap ciptaan. Dengan kata lain, keutuhan
dan bahkan kesejahteraan seluruh ciptaan adalah tanggungjawab manusia. Manusia harus
senantiasa proaktif untuk mewujudkan dunia yang diwarnai dengan keteraturan, kedamaian dan
kesejahteraan sebagai konsekwensi keistimewaan itu.

            Pertanggungjawaban manusia sebagai ciptaan yang unik dan istimewa berpusat kepada
Allah. Dan yang menarik dalam hal ini adalah, kekuatan dan kesanggupan manusia dalam
pelaksanaan tanggungjawab tersebut juga tergantung kepada Allah sebagai pemberi
tanggungjawab. Dengan demikian perlu ada komunikasi dan koordinasi yang kontiniu antara
manusia dengan Allah dalam perwujudan dunia yang diwarnai keteraturan, kedamaian dan
kesejahteraan itu. Manusia akan mampu menata dunia dan seluruh ciptaan sesuai dengan
kehendak Allah apabila dalam diri manusia tersebut terkandung dimensi ketaatan kepada Allah.
Inilah yang menjadi faktor penentu kesuksesan manusia dalam pelaksanaan tanggungjawabnya
sebagai ciptaan yang istimewa di hadapan Allah.

            Dalam pembentukan keluarga Kristen, kesadaran akan tanggungjawab manusia sebagai
perpanjangan tangan Allah dalam pembentukan tatanan dunia yang teratur, damai dan sejahtera
menjadi variabel yang sangat menentukan. Bahkan itulah yang seharusnya menjadi titik
berangkat pembentukan kelauarga Kristen. Setiap keluarga Kristen dibangun dari pribadi yang
bertanggungjawab kepada Allah sebagai alat pembentukan tatanan dunia (keluarga) yang teratur,
damai dan sejahtera. Kesadaran yang demikian akan membentuk anggota keluarga yang juga
bertanggungjawab terhadap anggota keluarga lainnya sebagai bagian dari dunia ciptaan Allah.
Anggota keluarga yang memberi apresiasi terhadap pemahaman yang demikian niscaya akan
memandang setiap anggota keluarga sebagai pribadi yang harus dihormati dan dibahagiakan.
Dan itu dinyatakan atas kesadaran dan tanggungjawabnya sebagai ciptaan Allah yang istimewa.
 

2. Keluarga Kristen di Tengah Realitas Masyarakat

            Keluarga Kristen adalah bagian integral dari keluarga-keluarga dalam masyarakat yang
plural. Dalam hal ini tentunya keluarga Kristen juga memiliki hak dan tanggungjawab dalam
pembangunan masyarakat yang madani, adil dan sejahtera. Tentunya hal ini harus senantiasa di
bangun atas dasar kesadaran dan apresiasinya akan eksistensinya sebagai ciptaan Allah yang
istimewa. Ada tanggungjawab dalam setiap keluarga Kristen untuk memberi kontribusi positif
dalam pembentukan masyarakat yang teratur, damai dan sejahtera.

            Paling tidak ada dua hal yang harus diperlihatikan setiap keluarga Kristen dalam
penyataan kontribusi positifnya dalam pembentukan tatanan masyarakat yang teratur, damai dan
sejahtera. Pertama: Setiap keluarga Kristen harus senantiasa sadar akan keistimewaannya
sebagai ciptaan, yang pada akhirnya membawanya pada sikap yang sadar bahwa ia
bertanggungjawab atas keteraturan, kedamaian dan kesejahteraan masyarakat dimana ia berada.
Kesadaran ini diimplementasikan dalam kepeduliaan terhadap sesama dan lingkungan. Ada
peran yang senantiasa diperlihatkan keluarga Kristen dalam masyarakat dimana ia berada. Jadi
tanggungjawab tersebut tidaklah bersifat abstrak. Kedua: Kesadaran akan hal di atas kemudian
dinyatakan terlebih dahulu secara internal melalui pola hidup pribadi dan keluarga yang layak
untuk diteladani oleh orang lain. Teladan yang dimaksud di sini tentunya berpusat pada firman
Allah yang senantiasa dijadikan sebagai orientasi hidup. Artinya, keteladanan itu adalah buah
dari kedekatan dan ketaatannya kepada firman Allah. Dari kedua hal di atas kita melihat bahwa
setiap keluarga Kristen harus peka dan peduli pada realitas masyarakat dan ia harus mampu
menjadi teladan positif dalam masyarakat. Dan itu diekspresikan pertama-tama dari pribadi,
kemudian keluarga sebagai buah kedekatan dan ketaatannya kepada Allah.

            Keluarga Kristen dalam masyarakat dewasa ini diperhadapkan dengan multi pergumulan.
Dalam ranah sosial, realitas yang ada adalah kemiskinan dan kelaparan; Kekerasan dalam
Rumah Tangga (KDRT) sebagai bias budaya patriakhat; tingginya angka kematian ibu dan anak
sebagai buah dari rendahnya kesadaran akan pola hidup sehat dalam masyarakat; pemanasan
global (global warming); tingginya angka kriminalitas anak dan remaja; meningkatnya angka
perceraian dan keluarga yang tidak harmonis; dan ragam masalah sosial sebagai bias dari
kemajuan teknologi dan informasi yang merusak moral, spiritual dan tatanan masyarakat. Dan
dalam ranah kepercayaan/ iman, realitas yang terbentang juga tak kalah ragamnya. Maraknya
model dan corak kepercayaan yang berkembang tidak jarang membuat keluarga dan masyarakat
kehilangan iman, terjebak pada pola keberimanan yang cenderung pragmatis, semu dan ekstrim.
Dinginnya minat dan kontribusi anggota keluarga dalam pelayanan, dll. Inilah ragam tantangan
yang harus dijawab setiap keluarga Kristen di tengah-tengah masyarakat dewasa ini.

            Keluarga Kristen yang adalah ciptaan yang istimewa dan bertanggungjawab sudah
selayaknya kita menunjukkan sikap yang proaktif menanggapi semua realitas tersebut. Bukanlah
sikap yang bertanggungjawab jika dalam realitas yang ada kita masih berpangku tangan, duduk
diam menjadi penonton yang budiman. Sekaranglah saatnya setiap keluarga Kristen
menampilkan dirinya sebagai sosok teladan yang senantiasa peduli dan bereaksi serta memberi
kontribusi positif untuk menanggapi segala persoalan yang ada. Keluarga Kristen diharapkan
mampu mempromosikan nilai-nilai positif ditengah-tengah masyarakat. Hal ini tentunya dimulai
dari pribadi dan keluarga yang layak untuk diteladani.

Anda mungkin juga menyukai