Anda di halaman 1dari 18

TUGAS

SENI PERTUNJUKAN INDONESIA


ANGKLUNG

Disusun oleh :
Budiawan suhara
0922242

SEKOLAH TINGGI SENI INDONESIA (STSI) BANDUNG


2010
Kata Pengantar
Puji dan syukur saya panjatkan kapada Tuhan yang Maha Esa yang telah
memberikan ridho dan rahmatnya, solawat serta salam juga tidak lupa saya
panjatkan kepada junjunan alam nabi Muhammad SAW.

Ucapan terimakasih kepada dosen penanggung jawab mata kuliah Seni


pertunjukan Indonesia yang telah membimbing dan mengarahkan materi tentang
pengetahuan seni pertunjukan Indonesia

Pastinya dalam cara penulisan sangat banyak kekurangan, maka daripada itu
saya selaku penyusun makalah ini berharap banyak kritikan dan masukan dari
pembaca semua agar dalam pembuatan makalah selanjutnya akan lebih baik lagi.
Semoga makalah yang saya buat ini ada manfaatnya bagi pembaca.

Terima kasih

Budiawan Suhara
DAFTAR ISI

1. Sejarah Musik Angklung


2. Asal-usul
3. Karakter angklung
3.1 Bentuk Alat
3.2 Berdasarkan Cara Memainkan
3.3 Karakter Bahan
3.4 Penerapan pada Lagu
4. Macam – macam Angklung
4.1Angklung Kanekes
4.2 Angklung Dogdog Lojor
4.3 Angklung Gubrag
4.4 Angklung Badeng
4.5 Angklung Buncis

5.Panduan Memainkan Angklung

5.1 Perangkat Angklung

5.2 Cara Memainkan Angklung

5.3 Cara Memegang Angklung


5.4 Cara Memegang Lebih dari Satu Angklung

5.5 Cara Membunyikan Angklung


5.6 Beberapa Cara Memainkan Angklung

5.6.1 Menggetarkan Angklung

5.6.2 Membunyikan Putus-putus, Dipukul (Centok)

5.6.3 Tengkep

5.6.4 Nyambung

5.6.5 Dinamika (keras dan pelan)

6.Cara memainkan Angklung Melodi dan


Akompanyemen

Angklung
Angklung adalah alat musik multitonal (bernada ganda) yang secara tradisional
berkembang dalam masyarakat berbahasa Sunda di Pulau Jawa bagian barat. Alat musik ini
dibuat dari bambu, dibunyikan dengan cara digoyangkan (bunyi disebabkan oleh benturan badan
pipa bambu) sehingga menghasilkan bunyi yang bergetar dalam susunan nada 2, 3, sampai 4
nada dalam setiap ukuran, baik besar maupun kecil. Laras (nada) alat musik angklung sebagai
musik tradisi Sunda kebanyakan adalah salendro dan pelog.

Angklung terdaftar sebagai Karya Agung Warisan Budaya Lisan dan Nonbendawi Manusia dari
UNESCO sejak November 2010.

1. Sejarah Musik Angklung


Nama angklung itu berasal dr bahasa bali yang artinya Ang=Nada dan Klung=Rusak
Naah, dr Bali itu angklung kemudian menyebar ke berbagai daerah di Indonesia dan juga Negeri
tetangga. Makanya, sebenarnya susah untuk memastikan bahwa angklung berasal dr Bali, karena
setiap daerah dan negara mempunyai sejarah kemunculan Angklung dr jaman duluu kala.
Bentuknya pun dimodifikasi sesuai dgn daerahnya masing2. Seperti angklung di thailand yang
mempunyai 3tabung. Angklung di Indonesia lebih mirip yang dr Filipine. Cara memainkannya
pun khas di setiap daerah. ada yang memainkan satu rak (kyk accomp gt), ada yg dipegang biasa,
dll.
Di Bali, tempat asalnya, Angklung kurang berkembang pesat. Angklung justru
berkembang sangat pesat di Jawa Barat. Nah, di Jawa Barat sendiri itu ada berbagai macam jenis
angklung, sesuai dengan bentuk dan fungsinya. Ada:
1. Angklung Gubrak
Dipakai buat memohon panen ke Dewi Sri (dewa padi). Knapa gubrak?? ktanya saking
bagusnya suara angklung, bisa ngebuat Dewi Sri dr kahyangan jatuh tigubrak ke bumi *lebaay.
haha. seriusan itu!
2. Angklung Baduy
3. Angklung Buncis
4. Angklung Bungko
keempat angklung diatas bernada pentatonis, yaitu hanya Da, Mi, Na, Ti, dan La
5. Angklung Padaeng
Naaah. ini angklung yang kita mainin! Satu2nya jenis angklung yg diatonis. Ini angklung
yang jadi persengkataan antara Indo-Malay. kareeenna, angklung ini jelas2 asli buatan Indonesia,
buatan Pak Daeng Soetigna. Nama KPA pun sebenrnya harusnya KPAP, Keluarga Paduan
Angklung Padaeng. klo ga, ga jelas kita mainin angklung jenis apa. kita bahas lebih lanjut sepak
terjang pak daeng!

Di Jawa Barat, dan juga di daerah lain umumnya, angklung dipakai untuk perayaan2 atau
upacara tradisional. Nah, setelah Belanda masuk, dipakai oleh para pemuda untuk
membangkitkan semangat perjuangan melawan penjajah! Mereka mengkritik para kompeni
lewat lagu2 yg dimainkan dgn angklung dr daerah ke daerah lain. Kemudian, Belanda yg takut,
merasa terancam akan semngat pemuda, angklung pun akhirnya DILARANG untuk dimainkan!
Akhirnya ga ada yg berani lg main angklung, perkembangan angklung pun berhenti saat
itu.Kemudian setelah Belanda pergi, angklung kemudian mulai dimainkan lagi, oleh para
PENGAMEN JALANAN! atau yg sering disebut barangmaen. Sedih kan? angklung jd turun
jabatan, yg tadinya alat musik sakral, kemudian alat musik perjuangan, berubah menjadi alat
musik jalanan!
Keterpurukan angklung mulai sirna saat seorang guru dr Kuningan yg bernama Daeng
Soetigna tertarik mengembangkan angklung untuk pendidikan murid2nya. Setlah mebujuk
seorang pengemis, Aki Jaya, untuk mengajarkannya cara membuat angklung, Beliau kemudian
memodifikasi angklung pentatonis menjadi Diatonis (Do, Re, Mi, Fa, Sol, La, Si). Sehingga,
tidak hanya lagu daerah, skr angklung bs memainkan semua genre musik! Angklung mulai
dilirik kembali oleh masyarakat setelah Padaeng berhasil membawa tim angklungnya tampil di
Konferensi Asia Afrika tahun 1955.Akhirnyaa.. pemerintah mngeluarkan Sk No.082 tahun 1968
yang menyebutkan angklung merupakan alat musik pendidikan. Dengan konsep 5 M; murah,
mudah, massal, mendidik, dan menyenangkan.

2. Asal-usul

Anak-anak Jawa Barat bermain angklung di awal abad ke-20.

Tidak ada petunjuk sejak kapan angklung digunakan, tetapi diduga bentuk primitifnya
telah digunakan dalam kultur Neolitikum yang berkembang di Nusantara sampai awal
penanggalan modern, sehingga angklung merupakan bagian dari relik pra-Hinduisme dalam
kebudayaan Nusantara.Catatan mengenai angklung baru muncul merujuk pada masa Kerajaan
Sunda (abad ke-12 sampai abad ke-16). Asal usul terciptanya musik bambu, seperti angklung
berdasarkan pandangan hidup masyarakat Sunda yang agraris dengan sumber kehidupan dari
padi (pare) sebagai makanan pokoknya. Hal ini melahirkan mitos kepercayaan terhadap Nyai Sri
Pohaci sebagai lambang Dewi Padi pemberi kehidupan (hirup-hurip). Masyarakat Baduy, yang
dianggap sebagai sisa-sisa masyarakat Sunda asli, menerapkan angklung sebagai bagian dari
ritual mengawali penanaman padi. Permainan angklung gubrag di Jasinga, Bogor, adalah salah
satu yang masih hidup sejak lebih dari 400 tahun lampau. Kemunculannya berawal dari ritus
padi. Angklung diciptakan dan dimainkan untuk memikat Dewi Sri turun ke bumi agar tanaman
padi rakyat tumbuh subur.

Jenis bambu yang biasa digunakan sebagai alat musik tersebut adalah bambu hitam (awi
wulung) dan bambu putih (awi temen). Tiap nada (laras) dihasilkan dari bunyi tabung bambunya
yang berbentuk bilah (wilahan) setiap ruas bambu dari ukuran kecil hingga besar.Dikenal oleh
masyarakat sunda sejak masa kerajaan Sunda, di antaranya sebagai penggugah semangat dalam
pertempuran. Fungsi angklung sebagai pemompa semangat rakyat masih terus terasa sampai
pada masa penjajahan, itu sebabnya pemerintah Hindia Belanda sempat melarang masyarakat
menggunakan angklung, pelarangan itu sempat membuat popularitas angklung menurun dan
hanya di mainkan oleh anak- anak pada waktu itu. [rujukan?]Selanjutnya lagu-lagu persembahan
terhadap Dewi Sri tersebut disertai dengan pengiring bunyi tabuh yang terbuat dari batang-
batang bambu yang dikemas sederhana yang kemudian lahirlah struktur alat musik bambu yang
kita kenal sekarang bernama angklung. Demikian pula pada saat pesta panen dan seren taun
dipersembahkan permainan angklung. Terutama pada penyajian Angklung yang berkaitan
dengan upacara padi, kesenian ini menjadi sebuah pertunjukan yang sifatnya arak-arakan atau
helaran, bahkan di sebagian tempat menjadi iring-iringan Rengkong dan Dongdang serta
Jampana (usungan pangan) dan sebagainya.Dalam perkembangannya, angklung berkembang dan
menyebar ke seantero Jawa, lalu ke Kalimantan dan Sumatera. Pada 1908 tercatat sebuah misi
kebudayaan dari Indonesia ke Thailand, antara lain ditandai penyerahan angklung, lalu
permainan musik bambu ini pun sempat menyebar di sana.Bahkan, sejak 1966, Udjo Ngalagena
—tokoh angklung yang mengembangkan teknik permainan berdasarkan laras-laras pelog,
salendro, dan madenda— mulai mengajarkan bagaimana bermain angklung kepada banyak orang
dari berbagai komunitas.

3. Karakter angklung
Berikut ini adalah penggambaran singkat dari karakter alat musik angklung, baik karakter sebagai
instrumen maupun sifat-sifat yang muncul ketika angklung digunakan dalam membawakan lagu.
3.1 Bentuk Alat
Angklung yang dibahas disini adalah angklung dengan skala diatonis yang ditemukan oleh Bapak Daeng
Sutigna atau disebut juga angklung Padaeng. Secara struktur alat angklung terbuat dari tabung bambu.
Prinsip suara yang dihasilkan adalah suara tabung bambu yang dipukul, dan dalam alat musik angklung
tabung bambu tersebut "dipukul" dengan cara menggetarkan angklung. Bunyi angklung tetap bunyi
bambu yang dipukul hanya ketika angklung digetarkan dengan frekuensi yang lebih rapat atau kerap
maka 'kesan' pukul menjadi tersamarkan. Jika dianalogikan dengan bass pukul bambu dimana ukuran
bambu yang digunakan cukup besar (berdiameter dan tinggi yang besar dibandingkan angklung) maka
ketika bass pukul dibunyikan (dipukul) maka kesan pukul sudah nyaris hilang dan yang terdengar
menyerupai seolah tabung bambu yang ditiup seperti wind instrument.

3.2 Berdasarkan Cara Memainkan


Berdasarkan cara memainkan angklung ada dua prinsip dasar yang dikenal selama ini yaitu digetarkan
dan di'centok' atau dipukul pendek (menyerupai teknik pizzicato atau dipetik pada biola). Dari cara main
dengan digetarkan maka suara angklung dinilai mempunyai kualitas suara baik jika getarannya makin
rapat. Jika angklung dimainkan tidak cukup kerap maka kesan bambu yang dipukul sangat dominan jika
pemain angklung berjumlah sedikit (10-12 orang) maka bunyi ini kurang nyaman didengar. Pada getaran
yang rapat karakter bunyi angklung tidak sepenuhnya dapat dianalogikan seperti bunyi tabung yang ditiup
(analogi bass pukul bambu) karena udara yang digetarkan adalah efek dari bunyi pukul sehingga suara
angklung seperti kombinasi antara suara tiup dan pukul. Pada penyeteman angklung kedua aspek bunyi
dan pukul inilah yang diperhatikan.

3.3 Karakter Bahan


Karakter bunyi 'pukul dan tiup' ini tentunya dipengaruhi oleh sifat bahan bambu yang ringan dan
mempunyai kekuatan bahan yang tidak sekuat kayu misalnya. Sifat bahan ini secara tidak langsung
mempengaruhi karakter bunyi maka bunyi alat musik bambu akan terdengar ringan meskipun bambu
berdiameter besar tetapi kesan tumbuhan bambu yang ringan, rindang, dan cantik tidak hilang, demikian
juga karakter alat musik angklung.

3.4.Penerapan pada Lagu


Pada awalnya berdasarkan kedua teknik tersebut lagu untuk angklung diaransir. Teknik getar sering
digunakan untuk mengekspresikan melodi lagu karena pada dasarnya bunyi khas angklung dimunculkan
melalui teknik getar ini. Untuk dapat memahami karakter alat musik ini di dalam suatu lagu, sangat
bergantung kepada bentuk aransemen, jenis lagu yang dibawakan dsb. Pada penerapannya alat musik
angklung tidak dapat berdiri tunggal karena satu angklung satu not, bentuk dua tabung tetap
menghasilkan nada yang sama hanya dengan beda oktaf. (kecuali pada jenis accompaniment/ angklung
pengiring akor). Karena dimainkan banyak pemain maka kesan 'ensemble' juga muncul pada paduan
angklung karakter kebersamaan, 'ramai' kemudian muncul, analogikan seperti pohon bambu yang tidak
pernah berdiri sendiri selalu berkelompok membuat paduan.

4. MACAM – MACAM ANGKLUNG

4.1Angklung Kanekes

Angklung di daerah Kanekes (kita sering menyebut mereka orang Baduy) digunakan
terutama karena hubungannya dengan ritus padi, bukan semata-mata untuk hiburan orang-orang.
Angklung digunakan atau dibunyikan ketika mereka menanam padi di huma (ladang). Menabuh
angklung ketika menanam padi ada yang hanya dibunyikan bebas (dikurulungkeun), terutama di
Kajeroan (Tangtu; Baduy Jero), dan ada yang dengan ritmis tertentu, yaitu di Kaluaran (Baduy
Luar). Meski demikian, masih bisa ditampilkan di luar ritus padi tetapi tetap mempunyai aturan,
misalnya hanya boleh ditabuh hingga masa ngubaran pare (mengobati padi), sekitar tiga bulan
dari sejak ditanamnya padi. Setelah itu, selama enam bulan berikutnya semua kesenian tidak
boleh dimainkan, dan boleh dimainkan lagi pada musim menanam padi berikutnya. Menutup
angklung dilaksanakan dengan acara yang disebut musungkeun angklung, yaitu nitipkeun
(menitipkan, menyimpan) angklung setelah dipakai.

Dalam sajian hiburan, Angklung biasanya diadakan saat terang bulan dan tidak hujan.
Mereka memainkan angklung di buruan (halaman luas di pedesaan) sambil menyanyikan
bermacam-macam lagu, antara lain: Lutung Kasarung, Yandu Bibi, Yandu Sala, Ceuk Arileu,
Oray-orayan, Dengdang, Yari Gandang, Oyong-oyong Bangkong, Badan Kula, Kokoloyoran,
Ayun-ayunan, Pileuleuyan, Gandrung Manggu, Rujak Gadung, Mulung Muncang, Giler,
Ngaranggeong, Aceukna, Marengo, Salak Sadapur, Rangda Ngendong, Celementre, Keupat
Reundang, Papacangan, dan Culadi Dengdang. Para penabuh angklung sebanyak delapan orang
dan tiga penabuh bedug ukuran kecil membuat posisi berdiri sambil berjalan dalam formasi
lingkaran. Sementara itu yang lainnya ada yang ngalage (menari) dengan gerakan tertentu yang
telah baku tetapi sederhana. Semuanya dilakukan hanya oleh laki-laki. Hal ini berbeda dengan
masyarakat Daduy Dalam, mereka dibatasi oleh adat dengan berbagai aturan pamali (pantangan;
tabu), tidak boleh melakukan hal-hal kesenangan duniawi yang berlebihan. Kesenian semata-
mata dilakukan untuk keperluan ritual.

Nama-nama angklung di Kanekes dari yang terbesar adalah: indung, ringkung,


dongdong, gunjing, engklok, indung leutik, torolok, dan roel. Roel yang terdiri dari 2 buah
angklung dipegang oleh seorang. Nama-nama bedug dari yang terpanjang adalah: bedug,
talingtit, dan ketuk. Penggunaan instrumen bedug terdapat perbedaan, yaitu di kampung-
kampung Kaluaran mereka memakai bedug sebanyak 3 buah. Di Kajeroan; kampung Cikeusik,
hanya menggunakan bedug dan talingtit, tanpa ketuk. Di Kajeroan, kampung Cibeo, hanya
menggunakan bedug, tanpa talingtit dan ketuk.Di Kanekes yang berhak membuat angklung
adalah orang Kajeroan (Tangtu; Baduy Jero). Kajeroan terdiri dari 3 kampung, yaitu Cibeo,
Cikartawana, dan Cikeusik. Di ketiga kampung ini tidak semua orang bisa membuatnya, hanya
yang punya keturunan dan berhak saja yang mengerjakannya di samping adanya syarat-syarat
ritual. Pembuat angklung di Cikeusik yang terkenal adalah Ayah Amir (59), dan di Cikartawana
Ayah Tarnah. Orang Kaluaran membeli dari orang Kajeroan di tiga kampung tersebut.

4.2 Angklung Dogdog Lojor

Kesenian dogdog lojor terdapat di masyarakat Kasepuhan Pancer Pangawinan atau


kesatuan adat Banten Kidul yang tersebar di sekitar Gunung Halimun (berbatasan dengan
jakarta, Bogor, dan Lebak). Meski kesenian ini dinamakan dogdog lojor, yaitu nama salah satu
instrumen di dalamnya, tetapi di sana juga digunakan angklung karena kaitannya dengan acara
ritual padi. Setahun sekali, setelah panen seluruh masyarakat mengadakan acara Serah Taun atau
Seren Taun di pusat kampung adat. Pusat kampung adat sebagai tempat kediaman kokolot
(sesepuh) tempatnya selalu berpindah-pindah sesuai petunjuk gaib.Tradisi penghormatan padi
pada masyarakat ini masih dilaksanakan karena mereka termasuk masyarakat yang masih
memegang teguh adat lama. Secara tradisi mereka mengaku sebagai keturunan para pejabat dan
prajurit keraton Pajajaran dalam baresan Pangawinan (prajurit bertombak). Masyarakat
Kasepuhan ini telah menganut agama Islam dan agak terbuka akan pengaruh modernisasi, serta
hal-hal hiburan kesenangan duniawi bisa dinikmatinya. Sikap ini berpengaruh pula dalam dalam
hal fungsi kesenian yang sejak sekitar tahun 1970-an, dogdog lojor telah mengalami
perkembangan, yaitu digunakan untuk memeriahkan khitanan anak, perkawinan, dan acara
kemeriahan lainnya. Instrumen yang digunakan dalam kesenian dogdog lojor adalah 2 buah
dogdog lojor dan 4 buah angklung besar. Keempat buah angklung ini mempunyai nama, yang
terbesar dinamakan gonggong, kemudian panembal, kingking, dan inclok. Tiap instrumen
dimainkan oleh seorang, sehingga semuanya berjumlah enam orang.Lagu-lagu dogdog lojor di
antaranya Bale Agung, Samping Hideung, Oleng-oleng Papanganten, Si Tunggul Kawung,
Adulilang, dan Adu-aduan. Lagu-lagu ini berupa vokal dengan ritmis dogdog dan angklung
cenderung tetap.

4.3 Angklung Gubrag

Angklung gubrag terdapat di kampung Cipining, kecamatan Cigudeg, Bogor. Angklung


ini telah berusia tua dan digunakan untuk menghormati dewi padi dalam kegiatan melak pare
(menanam padi), ngunjal pare (mengangkut padi), dan ngadiukeun (menempatkan) ke leuit
(lumbung).Dalam mitosnya angklung gubrag mulai ada ketika suatu masa kampung Cipining
mengalami musim paceklik.

4.4 Angklung Badeng

Badeng merupakan jenis kesenian yang menekankan segi musikal dengan angklung
sebagai alat musiknya yang utama. Badeng terdapat di Desa Sanding, Kecamatan Malangbong,
Garut. Dulu berfungsi sebagai hiburan untuk kepentingan dakwah Islam. Tetapi diduga badeng
telah digunakan masyarakat sejak lama dari masa sebelum Islam untuk acara-acara yang
berhubungan dengan ritual penanaman padi. Sebagai seni untuk dakwah badeng dipercaya
berkembang sejak Islam menyebar di daerah ini sekitar abad ke-16 atau 17. Pada masa itu
penduduk Sanding, Arpaen dan Nursaen, belajar agama Islam ke kerajaan Demak. Setelah
pulang dari Demak mereka berdakwah menyebarkan agama Islam. Salah satu sarana penyebaran
Islam yang digunakannya adalah dengan kesenian badeng.

Angklung yang digunakan sebanyak sembilan buah, yaitu 2 angklung roel, 1 angklung
kecer, 4 angklung indung dan angklung bapa, 2 angklung anak; 2 buah dogdog, 2 buah terbang
atau gembyung, serta 1 kecrek. Teksnya menggunakan bahasa Sunda yang bercampur dengan
bahasa Arab. Dalam perkembangannya sekarang digunakan pula bahasa Indonesia. Isi teks
memuat nilai-nilai Islami dan nasihat-nasihat baik, serta menurut keperluan acara. Dalam
pertunjukannya selain menyajikan lagu-lagu, disajikan pula atraksi kesaktian, seperti mengiris
tubuh dengan senjata tajam.

Lagu-lagu badeng: Lailahaileloh, Ya’ti, Kasreng, Yautike, Lilimbungan, Solaloh.

4.5 Angklung Buncis

merupakan seni pertunjukan yang bersifat hiburan, di antaranya terdapat di Baros


(Arjasari, Bandung). Pada mulanya buncis digunakan pada acara-acara pertanian yang
berhubungan dengan padi. Tetapi pada masa sekarang buncis digunakan sebagai seni hiburan.
Hal ini berhubungan dengan semakin berubahnya pandangan masyarakat yang mulai kurang
mengindahkan hal-hal berbau kepercayaan lama. Tahun 1940-an dapat dianggap sebagai
berakhirnya fungsi ritual buncis dalam penghormatan padi, karena sejak itu buncis berubah
menjadi pertunjukan hiburan. Sejalan dengan itu tempat-tempat penyimpanan padi pun (leuit;
lumbung) mulai menghilang dari rumah-rumah penduduk, diganti dengan tempat-tempat karung
yang lebih praktis, dan mudah dibawa ke mana-mana. Padi pun sekarang banyak yang langsung
dijual, tidak disimpan di lumbung. Dengan demikian kesenian buncis yang tadinya digunakan
untuk acara-acara ngunjal (membawa padi) tidak diperlukan lagi.Nama kesenian buncis
berkaitan dengan sebuah teks lagu yang terkenal di kalangan rakyat, yaitu cis kacang buncis
nyengcle..., dst. Teks tersebut terdapat dalam kesenian buncis, sehingga kesenian ini dinamakan
buncis.Instrumen yang digunakan dalam kesenian buncis adalah 2 angklung indung, 2 angklung
ambrug, angklung panempas, 2 angklung pancer, 1 angklung enclok. Kemudian 3 buah dogdog,
terdiri dari 1 talingtit, panembal, dan badublag. Dalam perkembangannya kemudian ditambah
dengan tarompet, kecrek, dan goong. Angklung buncis berlaras salendro dengan lagu vokal bisa
berlaras madenda atau degung. Lagu-lagu buncis di antaranya: Badud, Buncis, Renggong,
Senggot, Jalantir, Jangjalik, Ela-ela, Mega Beureum. Sekarang lagu-lagu buncis telah
menggunakan pula lagu-lagu dari gamelan, dengan penyanyi yang tadinya laki-laki pemain
angklung, kini oleh wanita khusus untuk menyanyi.

Dari beberapa jenis musik bambu di Jawa Barat (Angklung) di atas, adalah beberapa
contoh saja tentang seni pertunjukan angklung, yang terdiri atas: Angklung Buncis
(Priangan/Bandung), Angklung Badud (Priangan Timur/Ciamis), Angklung Bungko
(Indramayu), Angklung Gubrag (Bogor), Angklung Ciusul (Banten), Angklung Dog dog Lojor
(Sukabumi), Angklung Badeng (Malangbong, Garut), dan Angklung Padaeng yang identik
dengan Angklung Nasional dengan tangga nada diatonis, yang dikembangkan sejak tahun 1938.
Angklung khas Indonesia ini berasal dari pengembangan angklung Sunda. Angklung Sunda yang
bernada lima (salendro atau pelog) oleh Daeng Sutigna alias Si Etjle (1908—1984) diubah
nadanya menjadi tangga nada Barat (solmisasi) sehingga dapat memainkan berbagai lagu
lainnya. Hasil pengembangannya kemudian diajarkan ke siswa-siswa sekolah dan dimainkan
secara orkestra besar.
5.PANDUAN MEMAINKAN ANGKLUNG.
5.1 Perangkat Angklung
Perangkat musik angklung umumnya disebut dalam satuan unit dan set, perincian berdasarkan
konvensi sebagai berikut:
satu unit unit besar (sebagai contoh) terdiri atas:
    * angklung melodi kecil nomor 0 s.d. 30 sebanyak 3 set.
    * angklung melodi besar nomor G s.d. f  sebanyak 2 set.
    * angklung akompanyemen (akord) sejumlah 12 buah.
    * angklung ko-akompanyemen (akord) sejumlah 12 buah.

5.2 Cara Memainkan Angklung


Seperti pada umumnya, angklung dimainkan dengan cara digetarkan. Untuk menghasilkan bunyi
yang baik, maka ada beberapa teknik yang dapat diterapkan sebagai berikut.

5.3 Cara Memegang Angklung


Angklung dapat dipegang dengan cara sebagai berikut (ini berlaku untuk yang normal, jika kidal
maka diperlakukan sebaliknya):
    * Tangan kiri bertugas memegang angklung dan tangan kanan bertugas menggetarkan
angklung.
    * Tangan kiri dapat memegang angklung dengan cara memegang simpul pertemuan dua tiang
angklung vertikal dan horisontal (yang berada di tengah), sehingga angklung dipegang tepat di
tengah-tengah. Hal ini dapat dilakukan baik dengan genggaman tangan dengan telapak tangan
mengahdap ke atas atau pun ke bawah.
    * Posisi angklung yang dipegang sebaiknya tegak, sejajar dengan tubuh, dengan jarak
angklung dari tubuh cukup jauh (siku tangan kiri hampir lurus), agar angklung dapat digetarkan
dengan baik dan maksimal.
    * Tangan kanan selanjutnya memegang ujung tabung dasar angklung (horisontal) dan siap
menggetarkan angklung.
5.4 Cara Memegang Lebih dari Satu Angklung
Untuk pemain yang memegang lebih dari satu angklung, dapat dilakukan cara memegang
angklung sebagai berikut:
Angklung yang ukurannya lebih besar dipegang tangan kiri pada posisi yang lebih dekat ke
tubuh, baik dengan cara dimasukkan ke dalam lengan (jika angklung melodi besar atau yang
masuk ke dalam lengan pemain) di posisi lengan bawah, atau dimasukkan ke dalam jari tangan
kiri sehingga angklung sisanya dapat dipegang juga oleh jari tangan kiri lainnya dan masing-
masing angklung dapat dimainkan dengan sempurna dan baik.

5.5 Cara Membunyikan Angklung


    * Angklung digetarkan oleh tangan kanan, dengan getaran ke kiri dan ke kanan, dengan posisi
angklung tetap tegak (horisontal), tidak miring agar suara angklung angklung rata dan nyaring.
    * Sewaktu angklung digetarkan, sebaiknya dilakukan dengan frekuensi getaran yang cukup
sering, sehingga suara angklung lebih halus dan rata.
    * Meskipun memainkan angklung bisa sambil duduk, tetapi disarankan pemain memainkan
angklung sambil berdiri agar hasil permainan lebih baik.
    * Disarankan juga pada saat memulai latihan, dapat dimulai dengan latihan pemanasan, yaitu
membunyikan angklung bersama-sama dengan melatih nada-nada pendek dan panjang secara
bersama selama tiga sampai lima menit setiap latihan.

5.6 Beberapa Cara Memainkan Angklung


Sekurang-kurangnya terdapat dua cara yang paling umum tentang memainkan alat musik
angklung, yaitu dengan digatarkan dan dipukul (dibunyikan putus-putus atau centok). Berikut
disampaikan bberapa teknik yang dapat dipergunakan untuk bermain angklung dengan baik.
5.6.1 Menggetarkan Angklung
Angklung dibunyikan dengan digetarkan secara panjang sesuai nilai nada yang dimainkan.
5.6.2 Membunyikan Putus-putus, Dipukul (Centok)
Angklung tidak digtarkan, melainkan dipukul ujung tabung dasar (horisontal)-nya oleh telapak
tangan kanan untuk menghasilkan centok (seperti suara pukulan). Hal ini berguna untuk
memainkan nada-nada pendek seperti tanda musik pizzicato.

5.6.3 Tengkep
Angklung dibunyikan dengan digetarkan secara panjang sesuai nilai nada yang dimainkan, tetapi
tidak seperti biasanya tabung kecilnya ditutup oleh salah satu jari tangan kiri sehingga tidak
berbunyi (yang berbunyi hanya tabung yng besar saja). Hal ini dimaksudkan supaya dapat
dihasilkan nada yang lebih halus sesui keperluan musik yang akan dimainkan (misalkan untuk
tanda dinamika piano).

5.6.4 Nyambung
Seperti disampaikan oleh guru angklung diatonis Bapak Daeng Soetigna, maka dianjurkan untuk
membunyikan nada angklung secara nyambung. Hal ini dilkukan dengan teknik sebagai berikut:
bila ada dua nada yang dimainkan secara berturutan, maka agar terdengar nyambung maka nada
yang dibunyikan pertama dibunyikan sedikit lebih panjang dari nilai nadanya, sehingga saat nada
kedua mulai dimainkan, nada pertama masih berbunyi sedikit, sehingga alunan nadanya
terdengar nyambung dan tidak putus.

5.6.5 Dinamika (keras dan pelan)


Sesuai kebutuhan lagu, angklung dapat dimainkan pelan (piano) atas keras (forte). Disarankan
untuk kedua jenis dinamika ini sebaiknya frekuensi getaran angklung per detik tetap sama
jumlahnya, sedangkan yang berbeda adalah jarak ayunan angklung oleh tangan kanan yang
selanjutnya akan menentukan amplituda getaran dan menyebabkan keras atau pelannya lnada
yang dimainkan.
6.Cara memainkan Angklung

Melodi dan Akompanyemen


Cara bermain angklung di atas ditujukan untuk angklung melodi. Selain angklung
melodi, terdapat angklung akompanyemen yang terdiri atas nada akor. Angklung ini dimainkan
sesuai akor lagu, dan dapat dimainkan dengan dua cara, yaitu digetarkan dan ditengkep.
Untuk teknik memainkan angklung akompanyemen dengan metoda centok (pukul), dapat
dilakukan bersama dengn alat musik bass (bisa bass petik seperti cello/biola dengan ukuran
besar) atau bass pukul (dari tabung angklung berukuran sangat besar). Teknik memainkannya
mengikuti pola ritmik lagu seperti misalnya poila waltz ( 0 X X) atau mars ( 0X 0X 0X 0X),
dengan keterangan 0 untuk memainkan bass dan X untuk memainkan angklung akompanyemen.
Sebagai catatan tambahan, umumnya angklung akompanyemen mayor terdiri atas empat tabung
dengan menyertakan nada septime (7)-nya, sehingga jika dibutuhkn untuk memainkan akor
mayor murni maka nada septimenya sebaiknya tidak dimainkan (ditengkep) sesuai keperluan
lagu.
Angklung ko-akompanyemen adalah angklung akompanymen dengan susunan nada
lebih tinggi satu oktaf. Biasanya angklung ini dimainkan bersahutan akompanyemen atau
bersamaan dengan angklung akompanyemen, atau dimainkan secara khusus untuk jenis musik
tertentu seperti keroncong.

Anda mungkin juga menyukai