Anda di halaman 1dari 2

DAYA PAKSA DAN PEMBELAAN TERPAKSA

A. TENTANG DAYA PAKSA DAN PEMBELAAN TERPAKSA.

1. Daya paksa / Darurat ( Overmacht )

Pasal 48 KUHP berbunyi : Barang siapa melakukan perbuatan karena pengaruh daya paksa
tidak dipidana.

Kata "daya paksa" disini terjemahan dari kata "overmacht" (Belanda) yang artinya kekuatan
atau daya yang lebih besar. Engelbrecht menyalin pasal tersebut dengan kalimat " Tidak boleh
dihukum barang siapa melakukan perbuatan karena terdorong oleh berat lawan.

Daya paksa atau daya yang memaksa secara mutlak sehingga tidak dapat menghindarinya
tersebuit dapat berupa paksaan pisik yang disebut "vis absoluta" dapat juga berupa paksaan
psykhis atau "vis compulsiva"

Keadaan daya paksa vis compulsiva dibagi 2 :


 a) Daya paksa dalam arti sepit (overmacht in enge zin), dimana sumber atau
musababnya paksaan keluar dari orang lain/datang dari orang yang memberi tekanan.
 b) Daya paksa keadaan darurat (nood toestand), dimana daya paksa tadi tidak
disebabkan oleh orang lain, tetapi timbul dari keadaan-keadaan yang tertentu / orang
yang terkena, bebas untuk memilih perbuatan mana yang akan dilakukan, inisiatif ada
pada disinya sendiri.

Dalam keadaan darurat biasanya timbul 3 kemungkinan perbuatan :


 a) Terjepit antara dua kepentingan (---alasan pembenar). Disini ada dua konflik
kepentingan yang satu dengan kepentingan yang lain. (---misal contoh klasik papan
Karneades (Yunani Kuno). Begitu kapalnya pecah Karneades bersama seorang lainnya
berpeganagan sebuah papan yang hanya mampu menopang satu orang, kemudian
Karneades mendorong orang itu dan tenggelam di laut.
 b) Terjepit antara kepentingan dan kewajiban (---alasan pembenar) Miasal karena sudah
tidak makan beberapa hari, tak tahan lapar maka ia mencuri roti. --------- Disini, disatu
sisi dia berkepentingan untuk makan, disisi lain ida punya kewajiban mentaati peraturan
tidak boleh mencuri.
 c) Terjepit diantara dua kewajiban (---alasan pemaaf ) Disini ada konflik dua kewajiban
yang sama-sam,a harus dijalani pada waktu yang bersamaan, sehingga dia terpaksa
mengabaikan kewajiban yang satu untuk memenuhi kewajiban yang satunya lagi.

B. PEMBELAAN TERPAKSA DAN PEMBELAAN TERPAKSA MELAMPAUI BATAS.

1. Pembelaan terpaksa ( Noodweer )


Pasal 49 ayat (1) KUHP : Barang siapa terpaksa melakukan perbuatan untuk pembelaan
karena ada serangan dan ancaman ketika itu yang melawan hukum terhadap dirinya sendiri
maupun orang lain terhadap kehormatan kesusilaan (eerbaarheid) atau harta benda sendiri
maupun orang lain, tidak dipidana.

Perbuatan untuk membela yang dimaksud pasal 49 (1) tersebut meliputi tiga persoalan pokok
yang menyangkut perbuatan untuk membela, yaitu :
 a) harus berupa pembelaan, artinya harus ada hal-hal memaksa terdakwa melakukan
perbuatannya ;
 b) kepentingan macam apa saja yang harus diserang (diri atau badan orang ;
kehormatan-kesusilaan ; harta benda orang )
 c) serangannya harus bersifat melawan hukum.

Pembelaan terpaksa tersebut dilakukan dengan memenuhi syarat :


 a) harus ada serangan atau ancaman serangan ;
 b) harus ada jalan lain untuk menghalau serangan atau ancaman serangan pada saat
itu, dan
 c) perbuatan pembelaan harus seimbang dengan sifatnya serangan atau ancaman
serangan.

Bagaimana kalau ada orang mengira ada serangan, padahal senyatanya tidak, dan dia
melakukan pembelaan terpaksa menurut pasal 49 ayat (1) tersebut ? ---- Perbuatan ini
dinamakan pembelaan terpaksa yang putatif yang hanya dalam pikirannya sendiri saja tapi
sesungguhnya tidak ada apa-apa. Perbuatan ini tetap salah, hanya saja 'salah sangka' atau
salah terkanya' harus dibuktikan dulu.

2. Pembelaan Terpaksa Yang melampaui Batas ( Noodweer-ekses ).

Pasal 49 (2) KUHP: Melampaui batas pertahanan yang sangat perlu, jika perbuatan itu dengan
sekonyong-konyong dilakukan karena perasaan tergoncang dengan segera pada saat itu juga,
tidak boleh dihukum

Dalam noodweer-ekses tidak ada salah terka, tidak ada salah sangka, disini betul-betul ada
serangan yang bersifat melawan hukum, tetapi reaksinya keterlaluan / melampaui batas, tidak
seimbang dengan sifat seranagannya. Dalam hal ini terdakwa dapat dihindari dari pidana
apabila dapat dibuktikan bahwa eksesnya tadi langsung disebabkan oleh kegoncangan jiwa
yang hebat, sehingga karena ada tekanan dari luar itu fungsi bathinnya menjadi tidak normal
lagi (---- alasan pemaaf).

Anda mungkin juga menyukai