SKRIPSI
Oleh
NIM : 6450401021
2005
SARI
Priyanto. 2005. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Status Gizi
Penderita KEP Berat Pasca Rawat Inap di Rumah Sakit Dokter Kariadi
Semarang
KEP merupakan keadaan kurang gizi yang disebabkan oleh rendahnya
konsumsi energi dan protein dalam makanan sehari-hari sehingga tidak memenuhi
angka kecukupan gizi. Balita KEP berat umumnya akan dirawat di rumah sakit,
karena di rumah sakit terdapat upaya untuk mengobati penyakit penderita
(kuratif), disamping upaya-upaya lain seperti promotif, preventif dan rehabilitatif.
Setelah masa rawat inap di rumah sakit status gizi penderita KEP berat tersebut
akan lebih membaik, namun tidak menutup kemungkinan adanya penurunan
status gizi pada penderita KEP tersebut setelah ≥1 bulan pasca rawat inap di
rumah sakit. Penelitian ini mengungkap permasalahan tentang faktor-faktor
apakah yang berhubungan dengan status gizi penderita KEP berat pasca rawat
inap di rumah sakit. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan
tingkat kecukupan konsumsi energi, tingkat kecukupan konsumsi protein,
penyakit infeksi, tingkat pendapatan keluarga, jumlah anak, tingkat pengetahuan
ibu tentang gizi dan kesehatan, serta pendidikan ibu (variabel bebas) dengan
status gizi penderita KEP berat pasca rawat inap di rumah sakit (variabel terikat).
Penelitian yang digunakan adalah penelitian analitik dengan menggunakan
pendekatan menggunakan studi crossectional dimana untuk pengukuran variabel-
variabelnya hanya dilakukan satu kali dan pada satu saat. Pengambilan data
dengan alat timbangan berat badan injak, kuesioner, blangko isian, dan KMS.
Populasinya adalah seluruh balita penderita KEP berat pasca rawat inap di rumah
sakit Dr. Kariadi Semarang, sampel diambil sebanyak 24 balita dengan tingkat
kepercayaan (Z= 95%) dan presisi (d= 20%). Analisis data dengan menggunakan
analisis nonparametrik metode Kendall’s tau-b.
Hasil penelitian adalah:
1) Ada hubungan (+) yang signifikan antara tingkat kecukupan konsumsi
energi dengan status gizi balita KEP berat pasca rawat inap di RS.
Probabilitas 0,012 (<0,05) dengan CC +0,473.
2) Ada hubungan (+) yang signifikan antara tingkat kecukupan konsumsi
protein dengan status gizi balita KEP berat pasca rawat inap di RS.
Probabilitas 0,010 (<0,05) dengan CC+0,489.
3) Ada hubungan (-) yang signifikan antara penyakit infeksi dengan status gizi
balita KEP berat pasca rawat inap di RS. Probabilitas 0,012 (<0,05) dengan
CC -0,495.
4) Tidak ada hubungan yang signifikan antara tingkat pendapatan keluarga
dengan status gizi balita KEP berat pasca rawat inap di RS. Probabilitas
0,344 (>0,05).
5) Tidak ada hubungan yang signifikan antara jumlah anak dengan status gizi
balita KEP berat pasca rawat inap di RS. Probabilitas 0,113 (>0,05).
6) Tidak ada hubungan yang signifikan antara tingkat pengetahuan ibu tentang
gizi dan kesehatan dengan status gizi balita KEP berat pasca rawat inap di
RS. Probabilitas 0,244 (>0,05).
7) Ada hubungan (+) yang signifikan antara pendidikan ibu dengan status gizi
balita KEP berat pasca rawat inap di RS. Probabilitas 0,045 (<0,05) dengan
CC +0,375.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut, maka kepada bidan desa serta petugas
kesehatan dan gizi disarankan untuk meningkatkan penyuluhan bagi penduduk
setempat terutama ibu-ibu tentang gizi, makanan bergizi, memasak bermacam-
macam makanan bergizi yang murah. Ketua RT/RW disarankan untuk memberi
penyuluhan tentang rumah yang sehat, menggalakkan kerja bakti, membersihkan
lingkungan dan rumah sendiri, juga mengadakan lomba kebersihan untuk
memotivasi penduduk. Bagi peneliti selanjutnya disarankan untuk menurunkan
besarnya presisi (d) agar sampel yang diambil menjadi lebih besar.
ii
PENGESAHAN
Pada hari :
Tanggal :
Panitia Ujian
Dewan Penguji
iii
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
MOTTO
“Seorang alim yang tidak mengamalkan ilmunya, maka nasihatnya akan lenyap
“Tidak ada jalan lain, kecuali jembatan itu harus dilalui untuk menuju surga.
Tampilannya seperti ujian, tapi isinya adalah rahmat dan kenikmatan. Berapa banyak
PERSEMBAHAN
“Puji syukur diucapkan kepada Allah SWT yang telah memberikan kekuatan,
iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya sehingga
Berhubungan dengan Status Gizi Penderita KEP Berat Pasca Rawat Inap di
Rumah Sakit Dokter Kariadi Semarang ini, sebagai salah satu syarat yang
Masyarakat.
ini atas bantuan dari berbagai pihak, dengan rendah hati disampaikan rasa terima
1. Dekan FIK UNNES, Drs. Sutardji, M.S atas izinnya untuk melakukan
penelitian
2. Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat FIK UNNES, dr. Oktia Woro
4. Dosen pembimbing Skripsi II, dr. Arulita Ika Fibriana atas bimbingan,
rekam medik
v
6. Bapak Dwi bagian TU Diklat, Bapak Rudi dan Ibu Wati bagian Rekam
7. Bapak dan Ibu dosen jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu
penyusunan skripsi
8. Bapak dan Ibu serta keluargaku tercinta yang telah memberi dorongan dan
dan Adi S), Endah Tri C.U, Wahyu N, Dhian Triratna dan teman-teman
sekelas serta semua pihak yang terlibat dalam penelitian dan penyusunan
skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu, terima kasih atas
bantuannya.
Penyusunan skripsi ini masih banyak kekurangan, oleh karena itu segala
kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan dari laporan ini sangat
diharapkan. Hasil yang dituangkan dalam skripsi ini semoga bermanfaat bagi kita
semua.
Semarang,
Penyusun
vi
DAFTAR ISI
Halaman
JUDUL .................................................................................................... i
SARI. ....................................................................................................... ii
PENGESAHAN ...................................................................................... iii
MOTTO DAN PERSEMBAHAN .......................................................... iv
KATA PENGANTAR............................................................................. v
DAFTAR ISI ........................................................................................... vii
DAFTAR TABEL ................................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR............................................................................... x
DAFTAR GRAFIK................................................................................. xi
DAFTAR LAMPIRAN........................................................................... xii
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang................................................................................ 1
1.2 Permasalahan .................................................................................. 5
1.3 Tujuan Penelitian ............................................................................ 6
1.4 Kegunaan Hasil Penelitian .............................................................. 6
1.5 Penegasan Istilah/ Batasan Operasional........................................... 7
vii
3.4 Rancangan Penelitian ..................................................................... 37
3.5 Instrumen Penelitian........................................................................ 38
3.6 Teknik Pengambilan Data ............................................................... 38
3.7 Prosedur Penelitian ......................................................................... 39
3.8 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penelitian.................................. 40
3.9 Analisis Data................................................................................... 40
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
viii
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
ix
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
3. Kerangka Konsep............................................................................. 34
x
DAFTAR GRAFIK
Grafik Halaman
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
xii
BAB I
PENDAHULUAN
didominasi oleh masalah Kurang Energi Protein (KEP), masalah Anemia Besi,
Vitamin A (KVA) dan masalah obesitas terutama di kota-kota besar yang perlu
lainnya seperti defisiensi Zink yang sampai saat ini belum terungkapkan, karena
adanya keterbatasan Iptek gizi. Secara umum masalah gizi di Indonesia, terutama
KEP masih lebih tinggi daripada negara ASEAN lainnya (I Dewa Nyoman
Supariasa, 2001: 1)
disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi dan protein dalam makanan sehari-
hari sehingga tidak memenuhi angka kecukupan gizi. Orang yang mengidap
gejala klinis KEP ringan dan sedang pada pemeriksaan hanya nampak kurus.
Namun gejala klinis KEP berat secara garis besar dapat dibedakan menjadi tiga,
xiii
Anak disebut KEP apabila berat badannya kurang dari 80% indeks berat
badan menurut umur (BB/U) baku WHO-NCHS. KEP merupakan defisiensi gizi
(energi dan protein) yang paling berat dan meluas terutama pada Balita. Pada
(I Dewa Nyoman Supariasa, dkk. 2001: 18). Solihin Pudjiadi (2003: 101) juga
terutama pada anak-anak di bawah umur lima tahun dan kebanyakan di negara-
negara yang sedang berkembang. Sedangkan mortalitas yang tinggi terdapat pada
penderita KEP berat, hal tersebut dapat terjadi karena pada umumnya penderita
KEP berat menderita pula penyakit infeksi seperti tuberkulosa paru, radang paru
lain, disentri, dan sebagainya. Pada penderita KEP berat, tidak jarang pula
31,6%, 29,5%, dan 26,4% berturut-turut dari tahun 1989, 1992, 1995, 1998 dan
1999. Tetapi untuk kasus gizi buruk terjadi peningkatan pada tahun 1989 dari
6,3% menjadi 11,4% tahun 1995. Pada tahun 1998 prevalensi gizi buruk relatif
tetap dan kemudian menurun sedikit pada tahun 1999. Data ini menunjukkan
bahwa sebelum krisis ekonomi melanda Indonesia keadaan gizi sudah memburuk
lahirnya marasmus dan kwashiorkor pada saat Indonesia dilanda krisis ekonomi.
Menurunnya keadaan gizi ini lebih terlihat pada kelompok anak usia 6-23 bulan
xiv
Pada tahun 1999 diperkirakan sekitar 1,7 juta balita di Indonesia menderita
keadaan gizi buruk menurut berat badan dan umur. Sekitar 10% dari 1,7 juta
balita (sekitar 170.000 balita) menderita gizi buruk tingkat berat seperti
Pusat Data dan Informasi Kesehatan, data jumlah balita gizi buruk tingkat berat
buruk hanya sekitar 24.000 balita. Ledakan gizi buruk pada saat terlanda krisis
mengakibatkan menurunnya konsumsi zat gizi baik makro maupun mikro untuk
Hal tersebut tidak dapat dipungkiri lagi, berdasarkan data terbaru bahwa
8% Balita di RI Busung Lapar. Dari tahun ke tahun, selalu ada kejadian busung
lapar di Indonesia, kata Menkes Fadillah Supari dalam tanya jawab dengan
memberikan pelayanan yang paripurna, pihak pengelola berpijak pada visi dan
xv
misi yang selalu menjadi acuan dalam menjalankan operasional rumah sakit.
tersebut, maka ada dua misi yang diemban rumah sakit. Pertama,
SDM dan tercapainya derajat kesehatan masyarakat yang optimal dan merata
kesehatan rumah sakit, status gizi penderita KEP tersebut setidaknya akan
berat menjadi KEP sedang atau bahkan bisa berubah menjadi KEP ringan, namun
demikian juga tidak menutup kemungkinan adanya penurunan status gizi yang
lebih parah lagi dalam kurun waktu ≥1 bulan setelah keluar dari rumah sakit,
karena pada kurun waktu tersebut adanya perubahan status gizi akan dapat dilihat
kembali. Perubahan status gizi tersebut disebabkan oleh faktor-faktor tertentu baik
dari dalam lingkungan keluarga maupun dari lingkungan luar rumah. KEP
merupakan penyakit lingkungan. Oleh karena itu ada beberapa faktor yang
diet, faktor sosial, kepadatan penduduk, infeksi, kemiskinan dan lain-lain (Solihin
Pudjiadi, 2003: 104). Ingan Ukur Tarigan (2001) yang dikutip oleh Badan
Litbangkes 2003: 1 juga menyatakan bahwa prevalensi status gizi kurang (KEP)
xvi
menurut faktor resiko pada saat krisis meningkat di banding sebelum krisis,
antara lain faktor resiko diare, ISPA, status ASI, jenis kelamin, nomor urut lahir,
pendidikan ibu, pendidikan ayah, jumlah anggota keluarga, luas rumah, tempat
KEP Berat Pasca Rawat Inap di Rumah Sakit Dokter Kariadi Semarang.”
1.2 Permasalahan
status gizi balita KEP berat pasca rawat inap di rumah sakit?
status gizi balita KEP berat pasca rawat inap di rumah sakit?
3) Apakah ada hubungan antara penyakit infeksi dengan status gizi balita
5) Apakah ada hubungan antara jumlah anak dengan status gizi balita KEP
6) Apakah ada hubungan antara tingkat pengetahuan ibu tentang gizi dan
kesehatan dengan status gizi balita KEP berat pasca rawat inap di rumah
sakit?
xvii
7) Apakah ada hubungan antara tingkat pendidikan ibu dengan status gizi
status gizi balita KEP berat pasca rawat inap di rumah sakit
status gizi balita KEP berat pasca rawat inap di rumah sakit
5) Mengetahui hubungan antara jumlah anak dengan status gizi balita KEP
kesehatan dengan status gizi balita KEP berat pasca rawat inap di rumah
sakit
berhubungan dengan status gizi penderita KEP berat pasca rawat inap di
rumah sakit
xviii
2) Memberikan masukan bagi masyarakat untuk selalu memelihara kesehatan
datang
Tabel 1
xix
Satus gizi Adalah ekspresi dari (1) BB<60% Ordinal
penderita keadaan keseimbangan (2) 60%≤BB≤69% (1) KEP berat
KEP berat dalam bentuk variabel (3) 70%≤BB≤79% (2) KEP sedang
pasca rawat tertentu, atau (4) 80%≤BB≤109% (3) KEP ringan
inap di rumah perwujudan dari (5) BB≥110% (4) Gizi baik
sakit nutriture dalam bentuk *Di ukur secara (5) Gizi lebih
variabel tertentu pada antropometri
balita penderita KEP
berat yang pernah di
rawat di rumah sakit
(≥1 bulan pasca rawat
inap).
Tingkat Adalah tingkat (1) <70% AKG Ordinal
kecukupan kecukupan energi yang (2) 70 – 80% AKG (1) Defisit
konsumsi diperoleh melalui suatu (3) 80 – 99% AKG (2) Kurang
energi serangkaian proses (4) ≥100% AKG (3) Sedang
dalam rangka *Diukur dengan (4) Baik
pemenuhan kebutuhan recall
energi tubuh dengan
memasukkan makanan
atau zat-zat gizi
kedalam tubuh melalui
(umumnya)
pencernaan mekanik
(mulut).
Tingkat Adalah tingkat (1) <70% AKG Ordinal
kecukupan kecukupan protein (2) 70 – 80% AKG (1) Defisit
konsumsi yang diperoleh melalui (3) 80 – 99% AKG (2) Kurang
protein suatu serangkaian (4) ≥100% AKG (3) Sedang
proses dalam rangka *Diukur dengan (4) Baik
untuk pemenuhan recall
xx
kebutuhan protein
tubuh dengan
memasukkan makanan
atau zat-zat gizi
kedalam tubuh melalui
(umumnya)
pencernaan mekanik
(mulut).
Penyakit Adalah suatu keadaan (1) Tidak pernah Nominal
infeksi dimana terdapat sakit karena (1) Tidak
gangguan terhadap penyakit infeksi terinfeksi
bentuk dan fungsi dalam satu (2) Terinfeksi
tubuh sehingga berada bulan terakhir.
dalam keadaan yang (2) Pernah sakit
tidak normal yang karena penyakit
disebabkan adanya infeksi dalam
infeksi oleh satu bulan
mikroorganisme terakhir.
patogen, seperti:
bakteri, jamur dan *Diketahui dengan
virus. kuesioner
Tingkat Adalah pendapatan; (1) <Rp663.000,- Ordinal
pendapatan perolehan yang (2) Rp.663.000,-s.d (1) Kurang
keluarga diterima dan Rp.1.271.000,- (2) Sedang
sebagainya dari proses (3) >Rp.1.271.000,- (3) Lebih
bekerja oleh anggota *Diketahui dengan
keluarga. kuesioner
Tingkat Adalah tingkat (1) Tidak Sekolah Ordinal
pendidikan pendidikan terakhir (2) Lulus SD (1) Tidak
ibu yang pernah dijalani (3) Lulus SMP Sekolah
ibu balita. (4) Lulus SMU (2) SD
xxi
(5) Lulus PT (3) SMP
*Diketahui dengan (4) SMU
kuesioner (5) PT
Tingkat Adalah segala sesuatu (1) Skor >80% Ordinal
pengetahuan yang diketahui; (2) antara 60%–80% (1) Baik
ibu tentang kepandaian ibu balita (3) Skor <60% (2) Sedang
gizi dan tentang zat makanan *Diketahui dengan (3) Kurang
kesehatan pokok yang diperlukan kuesioner
bagi pertumbuhan dan
kesehatan badan.
Jumlah anak adalah jumlah (1) < 4 Ordinal
keseluruhan orang atau (2) ≥ 4 (1) Sedikit
keturunan dalam *Diketahui dengan (2) Banyak
sebuah keluarga. kuesioner
BAB II
xxii
2.1.1 Pengertian Kekurangan Energi Protein (KEP)
disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi dan protein dalam makanan sehari-
hari sehingga tidak memenuhi angka kecukupan gizi. Orang yang mengidap
gejala klinis KEP ringan dan sedang pada pemeriksaan hanya nampak kurus.
Namun gejala klinis KEP berat secara garis besar dapat dibedakan menjadi tiga,
Kesehatan RI, 1999 yang dikutip oleh I Dewa Nyoman Supariasa , 2001: 131).
Tabel 2
dengan berat badan yang diharapkan pada anak sehat seumur. Sebagai baku
patokan dipakai persentil 50 baku Harvard (Stuart dan Stevenson, 1954). Gomez
xxiii
Bengoa pada tahun 1970 mengadakan modifikasi pada klasifikasi Gomez,
yang hanya didasarkan atas defisit berat badan saja. Penderita KEP dengan
edema, tanpa melihat defisit berat badannya digolongkan oleh Bengoa dalam
dari 60% disebabkan oleh adanya edema, sedangkan lemak tubuh dan otot-
Tabel 3
Antropometri Gizi Departemen Kesehatan R.I. yang diadakan pada tahun 1975
status gizi dalam gizi lebih, gizi baik, gizi kurang, dan gizi buruk.
xxiv
Klasifikasi ini menggolongkan KEP dalam kelompok menurut tipenya:
1997)
Tabel 4
dilakukan oleh tenaga para medis setelah diberi latihan seperlunya. Untuk
gunanya. Akan tetapi jika cara Wellcome Trust diterapkan pada penderita
yang sudah beberapa hari dirawat dan dapat pengobatan diet, maka
yang khas bagi kwashiorkor dengan berat badan lebih dari 60%, jika
xxv
dengan klasifikasi Wellcome Trust didiagnosa sebagai penderita
marasmus.
Tabel 5
xxvi
serum. Cara demikian dikenal dengan scoring system McLaren dan tabel 5
Penentuan tipe didasarkan atas jumlah angka yang dapat dikumpulkan dari
tiap penderita:
0 – 3 angka = marasmus
9 – 15 angka = kwashiorkor
cara Wellcome Trust, akan tetapi harus dilakukan oleh seorang dokter
Tabel 6
Stunting Wasting
Gangguan derajat
(tinggi menurut umur) (berat terhadap tinggi)
(1) (2) (3)
0 > 95% > 90%
1 95 – 90% 90 – 80%
2 89 – 85% 80 – 70%
3 < 85% < 70%
Sumber: Solihin Pudjiadi (2000: 100)
membedakan antara penyakit KEP yang terjadi akut dan menahun. Beliau
xxvii
tinggi menurut umur merupakan akibat kekurangan gizi yang berlangsung sangat
lama. Akibat yang disebut belakangan ini mengganggu melajunya tinggi badan,
menkalkulir hasilnya, tidak perlu mengetahui umur yang akan diperiksa, hingga
petunjuk seperlunya.
xxviii
Penyebab tak langsung dari KEP sangat banyak, sehingga penyakit ini
penyebab KEP dan antar hubungannya sudah banyak diajukan sebagai berbagai
titik pusat KEP tersebut. Salah satu sistem tersebut dapat dilihat pada gambar 1.
Pada lapis terdalam, sebab langsung dari KEP ialah konsumsi kurang dan
sebab tak langsungnya hambatan absorbsi dan hambatan utilisasi zat-zat gizi
berbagai hal, misalnya karena penyakit. KEP karena sebab primer (langsung)
disebut KEP primer dan yang disebabkan faktor tak langsung disebut KEP
absorbsi dan hambatan utilisasi zat gizi yang menjadi dasar timbulnya penyakit
Sebab-sebab tak langsung pada lapis kedua (lapis luar) ada beberapa yang
dominan, ialah ekonomi negara yang kurang, pendidikan umum dan pendidikan
gizi yang rendah, produksi pangan yang tidak mencukupi kebutuhan, kondisi
hygiene yang kurang baik dan jumlah anak-anak yang terlalu banyak. Sebab
antara adalah pekerjaan yang rendah, penghasilan yang kurang, pasca panen,
sistem perdagangan dan distribusi yang tidak lancar serta tidak merata. Juga
penyakit infeksi dan infestasi cacing merupakan sebab antara yang cukup penting
Sistem
Pasca perdagangan
Pekerjaan panen
rendah xxix kurang pangan dan
distribusi
baik tidak lancar
Gambar 1
deplesi protein dan energi, umur penderita, modifikasi disebabkan oleh adanya
xxx
ditemukan hanya pertumbuhan yang kurang, seperti berat badan yang kurang
dibandingkan dengan anak yang sehat. Keadaan KEP yang berat memberi gejala
sampai 2 tahun, akan tetapi dapat dijumpai pula pada anak yang lebih besar.
bahkan menurun
Dalam prakteknya indeks yang paling berguna adalah berat dan tinggi
rasio berat terhadap tinggi yang menurun, sedangkan jika kekurangan ini
sudah berlanjut lama, maka baik berat maupun tinggi akan terpengaruhi,
hingga rasio berat terhadap tinggi tidak atau hanya sedikit mengalami
perubahan.
mengandung cukup zat besi, asam folik dan vitamin-vitamin lain juga
sehat
xxxi
9) Kelainan kulit maupun rambut jarang ditemukan pada KEP ringan, akan
1) Penampilan
2) Gangguan pertumbuhan
3) Perubahan mental
4) Edema
Edema baik yang ringan maupun berat ditemukan pada sebagian besar
5) Atrofi otot
Atrofi otot selalu ada hingga penderita tampak lemah dan berbaring terus
berjalan-jalan.
xxxii
6) Sistem gastro-intestinum
pada sebagian besar penderita, dengan feses yang cair dan mengandung
7) Perubahan rambut
kusam, kering, halus, jarang, dan berubah warnanya. Warna rambut yang
8) Perubahan kulit
xxxiii
kwashiorkor. Kelainan kulit tersebut dimulai dengan titik-titik merah
bagian yang merah dikelilingi oleh batas-batas yang masih hitam. Bagian
tubuh yang sering membasah dikarenakan keringat atau air kencing, dan
kering dengan garis kulit yang mendalam, luka yang mendalam tanpa
si penderita.
9) Pembesaran hati
kadang batas hati terdapat setinggi pusar. Hati yang membesar dengan
mudah dapat dirabah dan terasa kenyal pada rabahan dengan permukaan
yang licin dan pinggir yang tajam. Sediaan hati demikian jika dilihat di
lemak. Pada kwashiorkor yang relatif ringan infiltrasi lemak itu terdapat
terutama di segi tiga Kirnan, lebih berat penyakitnya lebih banyak sel hati
yang terisi dengan lemak, sedangkan pada yang sangat berat perlemakan
terdapat pada hampir semua sel hati. Adakalanya terlihat juga adanya
xxxiv
10) Anemia
mengiringi kekurangan protein, seperti zat besi, asam folik, vitamin B12,
a. Albumin serum:
xxxv
marasmus. Lebih rendah kadar albumin serum, lebih tinggi pemberian
angkanya.
b. Globulin serum:
sehat.
xxxvi
perlemakan hati maupun tingginya angka kematian, maka tes tersebut
seorang tua. Anak terlihat sangat kurus (vel over been) karena hilangnya
sebab masih merasa lapar. Kesadaran yang menurun (apati) terdapat pada
3) Kelainan pada kulit tubuh; kulit biasanya kering, dingin, dan mengendor
mudah rontok.
mengurang.
konstipasi.
xxxvii
11) Sistem darah; pada umumnya ditemukan kadar hemoglobin yang agak
2) Cairan tubuh total (total body water); tubuh mengandung lebih banyak
jaringan lain.
4) Kalium total tubuh; kalium menurun, terutama yang terdapat dalam sel,
2000:122) menemukan dalam sel otot kadar natrium dan faktor inorganik
xxxviii
Mukosa mulut, lidah, dan leher penderita KEP menjadi atrofis, papila
adanya ulserasi yang luas. Adakalanya timbul noma, ulkus yang nekrotis
2) Saluran Gastro-intestinum
laktosa.
3) Hepar
hingga pada rabahan batas bawah hepar dapat mencapai jauh di bawah
umbilikus. Pada otopsi didapati hati yang lebih pucat dan agak keras.
4) Pankreas
xxxix
Pankreas penderita KEP mengecil, disertai atrofi sel-sel asinus dan
5) Ginjal
6) Jantung
yang akut karena dilatasi. Pada KEP-berat cardiac output menurun, waktu
yang timbul.
xl
1) Kortisol; walaupun pada otopsi ditemukan atrofi anak ginjal, kadar
2) Insulin; pada umumnya sekresi insulin tetap rendah setelah penderita dapat
glukosa.
tiroid menurun.
yang sembuh dari penyakit KEP banyak dilakukan. Menurut Winic dan Rosso
(1975) yang dikutip oleh Solihin Pudjiadi (2003: 124) berpendapat bahwa KEP
yang diderita pada masa dini perkembangan otak akan mengurangi sintesis
protein DNA, dengan akibat terdapatnya otak dengan jumlah sel yang kurang
walaupun besarnya otak itu normal. Jika KEP terjadi setelah divisi sel otak
berhenti, hambatan sintesis protein akan menghasilkan otak dengan jumlah sel
xli
yang normal tetapi dengan ukuran yang lebih kecil. Perubahan yang disebut
Pada tahun 1975 Karyadi yang dikutip oleh Solihin Pudjiadi, (2000: 125)
KEP. Studi lanjutan yang dilakukan 5 tahun kemudian menunjukkan defisit pada
nilai IQ anak-anak yang pernah menderita KEP pada umur muda lebih rendah
kemudian naik menjadi 65%. Dari studi tersebut ia mengambil kesimpulan bahwa
faktor lain seperti kebudayaan dan keturunan ikut berperan dalam menentukan
Ada tiga macam KEP berat yaitu kwashiorkor, marasmus, dan marasmic-
pemberian diet “Tinggi Energi Tinggi Protein (TETP)” (RSCM, 2003: 44).
Tujuan pemberian diet ini ialah untuk memberikan makanan tinggi energi
dan tinggi protein secara bertahap sesuai dengan keadaan pasien untuk mencapai
xlii
1) Makanan diberikan secara bertahap sesuai dengan berat badan dan umur
5) Vitamin dan mineral tinggi. Bila perlu diberikan tambahan vitamin dan
Ada tiga tahap pemberian makanan yaitu tahap penyesuaian, tahap penyembuhan,
1) Tahap Penyesuaian
dapat berlangsung singkat, yaitu selama 1-2 minggu atau lebih lama,
makanan.
Jika berat badan pasien kurang dari 7 kg, makanan yang diberikan
xliii
Contoh: susu rendah laktosa +2,5-5% glukosa +2% tepung. Secara
berikan ASI.
dengan keenceran 1/3, 2/3, dan 3/3, masing-masing tahap selama 2-3
d. Makanan diberikan dalam porsi kecil dan sering, yaitu 8-10 kali sehari
2) Tahap Penyembuhan
Bila nafsu makan dan toleransi terhadap makanan bertambah baik, secara
konsumsi mencapai 150-200 kkal/kg berat badan sehari dan 2-5 gram
3) Tahap Lanjutan
xliv
Sebelum pasien dipulangkan, hendaknya ia sudah dibiasakan memperoleh
makanan biasa yang bukan merupakan diet TETP. Kepada orang tua
diperlukan adalah
hipoglikemia.
d. Mg, berupa MgSO4 50%, diberikan secara intra muskuler bila terdapat
hipomagnesimia.
vitamin A diberikan dengan dosis total 50.000 SI/kg berat badan dan
Zat besi (Fe) dan asam folat diberikan bila terdapat anemia yang
mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan status gizi penderita KEP berat
Hygiene
rendah
xlv
Ekonomi Pendidikan Produksi bahan
negara umum pangan rendah
rendah kurang Sanitasi
lingkungan
Sistem
Pasca perdagangan
Pekerjaan panen
rendah pangan dan
kurang distribusi
baik tidak lancar
Praktik
Daya beli Persediaan kesehatan
rendah pangan kurang
Penyakit
infeksi dan
infestasi
Anak terlalu cacing
banyak Konsumsi
Pengetahuan energi dan
gizi kurang protein kurang
Absorbsi
terganggu
Kwashiorkor
Marasmus K.E.P.
Marasmic kwashiorkor
Utilisasi
terganggu
Gambar 2
Kerangka Teori
xlvi
Kerangka konsep dalam penelitian ini menggambarkan variabel-variabel
yang akan diukur atau diamati selama penelitian, tidak semua variabel dalam
Penyakit Infeksi
Tingkat
Pendidikan Ibu
Keterangan:
Variabel bebas
xlvii
Variabel terikat
Gambar 3
Kerangka Konsep
2.2 Hipotesis
gizi balita KEP berat pasca rawat inap di rumah sakit (H0 ditolak dan Ha
diterima)
gizi balita KEP berat pasca rawat inap di rumah sakit (H0 ditolak dan Ha
diterima)
3) Ada hubungan antara penyakit infeksi dengan status gizi balita KEP berat
4) Ada hubungan antara tingkat pendapatan keluarga dengan status gizi balita
KEP berat pasca rawat inap di rumah sakit (H0 ditolak dan Ha diterima)
5) Ada hubungan antara jumlah anak dengan status gizi balita KEP berat
6) Ada hubungan antara tingkat pengetahuan ibu tentang gizi dan kesehatan
dengan status gizi balita KEP berat pasca rawat inap di rumah sakit (H0
xlviii
7) Ada hubungan antara tingkat pendidikan ibu dengan status gizi balita KEP
berat pasca rawat inap di rumah sakit (H0 ditolak dan Ha diterima).
BAB III
METODE PENELITIAN
(Soekidjo. N, 2002: 79). Populasi dalam penelitian ini adalah balita penderita
KEP berat pasca rawat inap di rumah sakit dokter Kariadi Semarang.
ukur dan yang nantinya kita pakai untuk menduga karakteristik dari populasi
(Luknis Sabri dan Sutanto Priyo, 1999: 3). Metode statistik yang digunakan untuk
Z 21α / 2 P(1 − P )
n=
d2
Keterangan:
xlix
Jadi besar sampel minimal dalam penelitian ini adalah 24 balita KEP pasca
rawat inap di rumah sakit dokter Kariadi Semarang. Pemilihan sampel dengan
Sampel diambil dari data rekam medik bulan Juli 2004 s.d bulan Juni 2005.
c. Penyakit infeksi
e. Jumlah anak
l
occurence) (Depkes RI, 1999: 27). Pendekatan dalam penelitian menggunakan
dilakukan satu kali dan pada satu saat (Sudigdo Sastroasmoro, 1995: 66).
- alat pengukur berat badan injak (pengukuran pada balita >36 bulan)
- kuesioner penelitian
KEP berat yang tercatat pada data pasien di bagian Rekam Medik dan
dokumentasi).
2) Data Sekunder
li
Data sekunder dikumpulkan dengan metode dokumentasi dari catatan atau
Ada beberapa
BALITA KEP faktor yang BALITA
PASCA
BERAT berhubungan RAWAT INAP
dengan status gizi
Gambar 4
Prosedur Penelitian
Status gizi penderita KEP berat merupakan kejadian masa lalu yang dapat
dilihat melalui data Rekam Medik Rumah Sakit. Status gizi masa lalu dapat
diketahui melalui pengambilan data sekunder dari rumah sakit yang meliputi data
biologik seperti; nama, umur, jenis kelamin, hasil laboratorium, riwayat penyakit,
lii
Hal tersebut masih merupakan langkah awal dalam penelitian, untuk
langkah penelitian yang sesungguhnya yaitu pada saat peneliti berada pada
maka peneliti baru melakukan pengambilan data primer untuk penentuan status
gizi dan analisis faktor-faktor yang berhubungan dengan status gizi penderita KEP
pengukuran balita yang umurnya lebih dari 36 bulan) sudah dalam keadaan
normal selain itu kuesioner sudah dapat dimengerti dan diterima dengan mudah
oleh responden, meskipun isi kuesioner tersebut telah diterima dan mudah
dimengerti oleh responden faktor lain yang harus dipenuhi adalah adanya
dan keadaan responden maka untuk pengukuran berat badan balita umur kurang
dari 36 bulan dengan menggunakan timbangan dacin tidak dapat dilakukan, tetapi
untuk berat badan balita yang umurnya kurang dari 36 bulan tersebut dapat dilihat
1) Editing
liii
Meneliti kelengkapan, kejelasan serta konsistensi data dengan tujuan
2) Koding
3) Entri data
4) Tabulasi
Data hasil pengukuran berat badan disajikan dalam bentuk %BB riil
menjadi energi dan protein dan diolah dengan menggunakan program Food
1) Analisis Univariat
Analisis ini dilakukan terhadap tiap variabel dari hasil penelitian. Pada
dari tiap variabel (Soekidjo Notoatmodjo, 2002: 188). Data hasil penelitian
Analisis univarat bermanfaat untuk melihat apakah data sudah layak untuk
liv
dilakukan analisis, melihat gambaran data yang dikumpulkan dan apakah
2) Analisis Bivariat
BAB IV
berat pasca rawat inap di rumah sakit Dr. Kariadi Semarang. Data sekunder
sampel diperoleh dari data di bagian Rekam Medik Rumah Sakit dari bulan juli
2004 sampai dengan bulan Juni 2005, sedangkan data primer diperoleh dengan
Pada analisis ini akan menghasilkan distribusi dan persentase dari tiap variabel-
lv
variabel yang berhubungan dengan status gizi penderita KEP berat pasca rawat
Tabel 7
Distribusi Frekuensi Status Gizi Penderita KEP Berat
Pasca Rawat Inap di Rumah Sakit Dokter Kariadi Semarang
Berdasarkan tabel 7 dapat dilihat mengenai proporsi status gizi balita KEP
pasca rawat inap di rumah sakit dokter Kariadi Semarang. Proporsi balita KEP
(25,0%).
pendapatan keluarga, jumlah anak, tingkat pengetahuan ibu tentang gizi dan
Grafik 1
Distribusi Frekuensi Balita menurut
Tingkat Kecukupan Konsumsi Energi
lvi
54,2%
60%
50%
33,3%
40%
Persentase 30%
12,5%
20%
10%
0%
<70% AKG 70-80% AKG 80-99% AKG
Tingkat Kecukupan Konsumsi Energi
konsumsi energi balita KEP pasca rawat inap di rumah sakit. Proporsi balita yang
tingkat kecukupan konsumsi energi; kurang dari 70% AKG sebesar 54,2% (13
balita), antara 70-80% AKG sebesar 33,3% (8 balita), dan antara 80-99% AKG
Grafik 2
Distribusi Frekuensi Balita menurut
Tingkat Kecukupan Konsumsi Protein
58,3%
60%
50%
33,3%
40%
Persentase 30%
20%
8,3%
10%
0%
<70% AKG 70-80% AKG 80-99% AKG
Tingkat Kecukupan Konsumsi Protein
konsumsi protein balita KEP pasca rawat inap di rumah sakit. Proporsi balita yang
tingkat kecukupan konsumsi protein; kurang dari 70% AKG sebesar 58,3% (14
lvii
balita), antara 70-80% AKG sebesar 33,3% (8 balita), dan antara 80-99% AKG
Grafik 3
Distribusi Frekuensi Balita menurut Penyakit Infeksi
87,5%
90%
80%
70%
60%
50%
Persentase
40%
12,5%
30%
20%
10%
0%
Terinfeksi Tidak Terinfeksi
Penyakit Infeksi
infeksi balita KEP pasca rawat inap di rumah sakit. Proporsi balita yang terinfeksi
penyakit sebesar 87,5% (21 balita), dan balita yang tidak terinfeksi penyakit
sebesar 12,5% (3 balita). Berdasarkan hasil tersebut balita sebagian besar (87,5%)
menderita sakit infeksi seperti diare dan ISPA sebulan sebelum kunjungan
penelitian, hal tersebut dapat terjadi karena daya tahan tubuh balita yang rendah
Grafik 4
Distribusi Frekuensi menurut Tingkat Pendapatan Keluarga
lviii
75,0%
80%
70%
60%
50%
Persentase 40%
30% 8,3% 12,5%
20% 4,2%
0,0%
10%
0%
<Rp.359.000,-Rp.359.000,-Rp.663.000,- Rp.967.000,- >Rp.1.271.000
s/d s/d s/d
Rp.663.000,-Rp.967.000,-Rp.1.271.000,-
keluarga balita KEP pasca rawat inap di rumah sakit. Proporsi tingkat pendapatan
5) Jumlah Anak
Grafik 5
Distribusi Frekuensi Ibu Balita menurut Jumlah Anak
40% 37,5%
35%
30% 25,0%
25% 20,8%
Persentase 20%
15%
10% 4,2% 4,2% 4,2% 4,2%
5% 0,0% 0,0%
0%
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Jumlah anak
lix
Berdasarkan grafik 5 dapat dilihat mengenai proporsi jumlah anak ibu
balita KEP pasca rawat inap di rumah sakit. Proporsi ibu yang memiliki jumlah
anak; 1 anak sebesar 4,2% (1 orang), 2 anak sebesar 25% (6 orang), 3 anak
sebesar 4,2% (1 orang), 4 anak sebesar 37,5% (9 orang), 5 anak sebesar 20,8% (5
orang), 6 anak sebesar 4,2% (1 orang) dan 9 anak sebesar 4,2% (1 orang).
Grafik 6
Distribusi Frekuensi Ibu Balita menurut
Tingkat Pengetahuan tentang Gizi dan Kesehatan
75,0%
80%
70%
60%
50%
Persentase 40%
20,8%
30%
20% 4,2%
10%
0%
Skor <60% Skor antara Skor >80%
60-80%
ibu tentang gizi dan kesehatan pada balita KEP pasca rawat inap di rumah sakit.
Proporsi tingkat pengetahuan ibu tentang gizi dan kesehatan yang; skor kurang
dari 60% sebesar 75% (18 orang), skor antara 60-80% sebesar 28,8% (5 orang),
lx
62,5%
70%
60%
50%
40%
Persentase
30%
16,7% 16,7%
20%
4,2%
10%
0%
Tdk. SD SMP SMU
Sekolah
Tingkat Pendidikan Ibu
ibu balita KEP pasca rawat inap di rumah sakit. Proporsi tingkat pendidikan ibu
yang tidak sekolah sebesar 4,2% (1 orang), lulus SD sebesar 62,5% (15 orang),
lulus SMP sebesar 16,7% (4 orang), dan lulus SMU sebesar 16,7% (4 orang).
status gizi penderita KEP berat pasca rawat inap di rumah sakit diuji dengan
Tabel 8
Hubungan Tingkat Kecukupan Konsumsi Energi dengan Status Gizi
lxi
energi dengan status gizi balita KEP pasca rawat inap di RS. Koefisien korelasi
+0,473 menunjukkan lemahnya hubungan, tanda (+) berarti bahwa semakin baik
tingkat kecukupan konsumsi energi maka akan semakin meningkat status gizi
balita KEP pasca rawat inap di RS. OR 5,25 menunjukan bahwa balita dengan
menjadi <60% BB median 5,25 kali bila dibandingkan dengan balita yang tingkat
Hal tersebut sesuai dengan pendapat Sajogyo (1994: 30) bahwa gizi
kurang pada anak sehingga menjadi kurus dan pertumbuhannya terhambat, terjadi
karena kurang zat sumber tenaga dan kurang protein (zat pembangun) diperoleh
dari makanan anak. Tenaga dan zat pembangun diperlukan anak dalam
konsumsi energi balita hanya didapatkan pada makanan pokok sumber energi
(karbohidrat) seperti nasi (beras), padahal makanan sumber energi tidak hanya
pada nasi saja melainkan dapat diperoleh pada jagung dan umbi-umbian.
Tabel 9
Hubungan Tingkat Kecukupan Konsumsi Protein dengan Status Gizi
lxii
Berdasarkan tabel 9 diperoleh probabilitas 0,010 < 0,05 atau dapat
protein dengan status gizi balita KEP pasca rawat inap di RS. Koefisien korelasi
+0,489 menunjukkan lemahnya hubungan, tanda (+) berarti bahwa semakin baik
tingkat kecukupan konsumsi protein maka akan semakin meningkat status gizi
balita KEP pasca rawat inap di RS. OR 3,063 menunjukan bahwa balita dengan
menjadi <60% BB median 3,063 kali bila dibandingkan dengan balita yang
Hal tersebut sesuai dengan pendapat sajogyo (1994: 30) bahwa gizi kurang
pada anak sehingga menjadi kurus dan pertumbuhannya terhambat, terjadi karena
kurang zat sumber tenaga dan kurang protein (zat pembangun) diperoleh dari
makanan anak. Tenaga dan zat pembangun diperlukan anak dalam membangun
protein balita hanya didapatkan pada makanan sumber protein nabati seperti tahu
dan tempe, untuk protein hewani seperti daging dan susu jarang dikonsumsi.
Bahkan pada baduta mereka ada yang kurang mendapatkan ASI dengan baik.
Tabel 10
Hubungan Penyakit Infeksi dengan Status Gizi
lxiii
Berdasarkan tabel 10 diperoleh probabilitas 0,012 < 0,05 atau dapat
dikatakan terdapat hubungan yang signifikan antara penyakit infeksi dengan status
gizi balita KEP pasca rawat inap di RS. Koefisien korelasi -0,495 menunjukkan
lemahnya hubungan, tanda (-) berarti bahwa semakin sering terkena penyakit
infeksi maka akan semakin menurunkan status gizi balita KEP pasca rawat inap di
RS. OR 1,75 menunjukan bahwa balita yang terkena penyakit infeksi memiliki
Hal ini sejalan dengan pendapat Yayuk Farida Baliwati (2004: 31) yang
menyatakan bahwa status gizi yang rendah akan menurunkan resistensi tubuh
penelitian higiene dan sanitasi dalam rumah dan lingkungan kurang begitu
Tabel 11
Hubungan Tingkat Pendapatan Keluarga dengan Status Gizi
lxiv
Berdasarkan tabel 11 diperoleh probabilitas 0,344 > 0,05 atau dapat
keluarga dengan status gizi balita KEP pasca rawat inap di RS. OR 2 menunjukan
dan dana bantuan bagi keluarga miskin oleh pemerintah. Dengan adanya hal
status gizi. Berdasarkan pendapat Suhardjo (1986: 25) menyatakan bahwa pada
umumnya, jika tingkat pendapatan naik maka jumlah dan makanan cenderung
untuk membaik juga. Secara tidak langsung zat gizi tubuh akan terpenuhi dan
Tabel 12
Hubungan Jumlah Anak dengan Status Gizi
lxv
Berdasarkan tabel 12 diperoleh probabilitas 0,096 > 0,05 atau dapat
dikatakan tidak adanya hubungan yang signifikan antara jumlah anak dengan
status gizi balita KEP pasca rawat inap di RS. OR 0,143 menunjukan bahwa balita
<60% BB median 0,143 kali bila dibandingkan dengan balita yang ibunya
menyatakan bahwa hubungan antara laju kelahiran yang tinggi dan kurang gizi,
mereka yang sangat miskin, akan lebih mudah memenuhi kebutuhan makannya
jika yang harus diberi makan jumlahnya sedikit. Kurang Energi Protein (KEP)
Jika umur ibu minimal telah 20 tahun dan keluarga memang telah siap
untuk mempunyai anak, keluarga harus mengatur jarak dan jumlah kelahiran.
Jarak kelahiran antar dua anak yang ideal adalah 5 tahun, serta jumlah kelahiran
dalam waktu yang bersamaan, serta sebaiknya mengakhiri kesuburan bila umur
ibu telah di atas 30 tahun. Pada saat ini telah tersedia banyak cara kontrasepsi
yang dapat dimanfaatkan untuk mengatur jarak dan jumlah kelahiran tersebut
yang dapat dimanfaatkan tidak hanya oleh kaum ibu tetapi juga oleh kaum bapak
Tabel 13
lxvi
Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu tentang Gizi dan
Kesehatan dengan Status Gizi
dikatakan tidak adanya hubungan yang signifikan antara tingkat pengetahuan ibu
tentang gizi dan kesehatan dengan status gizi balita KEP pasca rawat inap di RS.
Hal tersebut dapat terjadi disebabkan karena adanya faktor kejujuran dari ibu
pengetahuan ibu tentang gizi dan kesehatannya dengan skor <60% memiliki
dengan balita yang tingkat pengetahuan ibu tentang gizi dan kesehatannya
pangan dan nilai pangan adalah umum di setiap negara dunia. Salah satu
Moehji, 2002: 6) juga berpendapat bahwa pengetahuan tentang kandungan zat gizi
dapat membantu ibu memilih bahan makanan yang harganya tidak begitu mahal
Tabel 14
Hubungan Tingkat Pendidikan Ibu dengan Status Gizi
lxvii
Tingkat KEP KEP KEP CI
pendidikan berat sedang ringan p CC OR
95%
ibu f % f % f %
Tdk sklh 1 4,2 0 0 0 0 0,045 +0,375 0,55 0,370-
SD 7 29,2 5 20,8 3 12,5 0,818
SMP 1 4,2 2 8,3 1 4,2
SMU 0 0 2 8,3 2 8,3
dengan status gizi balita KEP pasca rawat inap di RS. Koefisien korelasi +0,375
menunjukkan lemahnya hubungan, tanda (+) berarti bahwa semakin tinggi tingkat
pendidikan ibu maka akan semakin meningkat status gizi balita KEP pasca rawat
inap di RS. OR 0,55 menunjukan bahwa balita dengan tingkat pendidikan ibu <9
tahun memiliki resiko penurunan BB menjadi <60% BB median 0,55 kali bila
Hal tersebut sejalan dengan pendapat Yayuk Farida Baliwati (2004: 32)
dapat/sulit diajak memahami dampak negatif dari mempunyai banyak anak. Hal
lxviii
keadaan sampel, dan untuk mengetahui berat badan balita tersebut hanya
BAB V
5.1 Simpulan
energi dengan status gizi balita KEP berat pasca rawat inap di rumah sakit,
<60% BB median 5,25 kali bila dibandingkan dengan balita yang tingkat
protein dengan status gizi balita KEP berat pasca rawat inap di rumah
lxix
menjadi <60% BB median 3,063 kali bila dibandingkan dengan balita
10) Ada hubungan (-) yang signifikan antara penyakit infeksi dengan status
gizi balita KEP berat pasca rawat inap di rumah sakit, apabila balita
terpapar penyakit infeksi maka akan semakin menurun status gizi balita
11) Tidak ada hubungan yang signifikan antara tingkat pendapatan keluarga
dengan status gizi balita KEP berat pasca rawat inap di rumah sakit. Balita
12) Tidak ada hubungan yang signifikan antara jumlah anak dengan status gizi
balita KEP berat pasca rawat inap di rumah sakit. Balita yang ibunya
13) Tidak ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan ibu tentang gizi
dan kesehatan dengan status gizi balita KEP berat pasca rawat inap di
rumah sakit. Balita yang tingkat pengetahuan ibu tentang gizi dan
<60% BB median 0,5 kali bila dibandingkan dengan balita yang tingkat
lxx
14) Ada hubungan (+) yang signifikan antara tingkat pendidikan ibu dengan
status gizi balita KEP berat pasca rawat inap di rumah sakit, semakin
tinggi tingkat pendidikan ibu maka akan semakin baik status gizi balita
tersebut. Balita dengan tingkat pendidikan ibu <9 tahun memiliki resiko
5.2 Saran
1) Konsumsi energi dan protein rata-rata anak balita KEP berat pasca rawat
inap di rumah sakit masih rendah, untuk itu diharapkan pada ibu yang
memiliki balita KEP pasca rawat inap di rumah sakit agar meningkatkan
konsumsi makan terutama sumber energi dan protein yang lebih beragam
2) Penyakit infeksi berhubungan dengan status gizi balita KEP berat pasca
rumah oleh bidan desa setempat atau petugas gizi dari wilayah setempat
agar sampel yang diambil menjadi lebih besar dan meningkatkan ketelitian
hasil penelitian.
lxxi
DAFTAR PUSTAKA
Azrul Azwar. 1996. Menuju Pelayanan Kesehatan yang Lebih Bermutu. Jakarta:
Yayasan Penerbitan Ikatan Dokter Indonesia
Baso Susanto. 2003. Profil Rumah Sakit Terkemuka Indonesia. Semarang: Mitra
Utama
Badan Pusat Statistik. 2004. Survei Sosial Ekonomi Nasional. Semarang: BPS
Press
Darwin Karyadi dan Muhilal. 1996. Kecukupan Gizi yang Dianjurkan. Jakarta:
PT Gramedia Pustaka Utama
Depkes RI. 1999. Metode Penelitian Kesehatan. Jakarta: Badan penelitian dan
Pengembangan Kesehatan-Pusat Penelitian Penyakit Tidak Menular
Dini Latief dkk. 2001. Rencana Aksi Pangan dan Gizi Nasinal 2001-2005.
Jakarta: Pemerintah RI and World Health Organitation
I Dewa Nyoman Supariasa dkk. 2000. Penilaian Status Gizi. Jakarta: EGC
Luknis Sabri dan Sutanto Priyo Hastono. 1999. Modul (MA 2600) Biostatistik
Kesehatan. Jakarta: FKM UI Press
lxxii
Mulyanto Sumardi dan Hans Dieter Ever. 1982. Kemiskinan dan Kebutuhan
Pokok. Jakarta: Rajawali
Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo dan Persatuan Ahli Gizi Indonesia. 2003.
Penuntun Diit Anak. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama
Sajogyo. 1994. Menuju Gizi Baik yang Merata di Pedesaan dan di Kota.
Yogyakarta: Gajah Mada University Press
Singgih Santoso. 2005. Menguasai Statistik di Era Informasi dengan SPSS 12.
Jakarta: PT Elek Media Komputindo
Sjahmien Moehji. 2002. Ilmu Gizi 1: Pengetahuan Dasar Ilmu Gizi. Jakarta:
Papas Sinar Siranti
Solihin Pudjiadi. 2000. Ilmu Gizi Klinis pada Anak. Jakatra: FKUI
Yayuk Farida Baliwati, dkk. 2004. Pengantar Pangan dan Gizi. Jakarta: Penebar
Swadaya
__________ 2004. Survei Sosial Ekonomi Nasional. Jakarta: Badan Pusat Statistik
lxxiii
Ali Khomsan. 2004. Peranan Pangan Dan Gizi Untuk Kualitas Hidup.
Jakarta: PT. Grasindo
lxxiv
Lampiran 1
Reliability
Case Processing Summary
N %
Cases Valid 15 100,0
Excludeda 0 ,0
Total 15 100,0
a. Listwise deletion based on all
variables in the procedure.
Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha Based
on
Cronbach's Standardized
Alpha Items N of Items
,977 ,977 20
Item-Total Statistics
lxxv
Lampiran 2
BLANGKO PENELITIAN
METODE DOKUMENTASI DATA REKAM MEDIK
PASIEN KEP PASCA RAWAT INAP DI RS DR KARIADI SEMARANG
Nomor kuesioner :
Tanggal Rawat Inap : masuk…………………….keluar…...……………………
Alamat responden : ………………………………No……Rt……..Rw……...
Kel………………Kec…………….Kab/kota..…………..
No. Data biologik Isian
1. Nama ………………………………………………………
………………………………………………………
2. Umur ………………………………………………………
………………………………………………………
………………………………………………………
………………………………………………………
………………………………………………………
………………………………………………………
………………………………………………………
lxxvi
Lampiran 3
KUESIONER PENELITIAN
BEBERAPA FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN
STATUS GIZI PENDERITA KEP BERAT PASCA RAWAT INAP
DI RUMAH SAKIT DOKTER KARIADI SEMARANG
lxxvii
9. Jumlah anak :…………………………..
10. Jumlah pengeluaran dalam satu bulan (dalam ribuan)
…………………………..
11. Jumlah pendapatan dalam satu bulan
a. < Rp. 663.000,-
b. Antara Rp. 663.000,- s.d Rp. 1.271.000,-
c. > Rp. 1.271.000,-
lxxviii
4. Bagaimana pertumbuhan anak yang sehat?
a. Bila anak banyak bergerak
b. Anak tidak sakit-sakitan
c. Bila berat badan naik setiap kali ditimbang di posyandu
Lain-lain…………………………………
5. Apakah yang dimaksud makanan dengan gizi seimbang?
a. Makanan yang mengenyangkan
b. Makanan yang bergizi
c. Makanan yang terdiri dari nasi, lauk, sayur, buah
Lain-lain…………………………………
6. Apakah ibu tahu makanan sumber zat tenaga?
a. Tidak tahu
b. Bisa menjawab 1-3 item
c. Bisa menjawab lebih dari 3 item
Item: Nasi, jagung, ketela, kentang, roti, gandum, dll.
Lain-lain…………………………………
7. Apa saja makanan sumber protein?
a. Tidak tahu
b. Bisa menjawab 1-3 item
c. Bisa menjawab lebih dari 3 item
Item: Telur, daging, ikan, tahu, tempe, kacang-kacangan dll.
Lain-lain…………………………………
8. Apakah minuman yang terbaik bagi bayi?
a. Susu sapi
b. Susu botol/ susu kaleng
c. Air susu ibu (ASI)
Lain-lain…………………………………
9. Apa akibatnya bila pemberian makanan pada anak kurang?
a. Anak menjadi sakit
b. Berat badan tetap/ tidak naik
c. Anak menjadi kurus dan kurang gizi
Lain-lain…………………………………
10. Apakah ibu tahu apa itu diare (mencret)?
a. berak karena anak akan menjadi besar
b. Berak biasa encer
c. Berak encer lebih dari 3 kali sehari
Lain-lain…………………………………
11. Apa yang akan ibu lakukan bila anak ibu diare?
a. Dipijatkan ke dukun bayi
b. Diberi jamu/ obat tradisional
c. Segera diberi oralit atau LGG atau segera dibawa ke Puskesmas
Lain-lain…………………………………
lxxix
12. Penyakit apa saja yang sering diderita anak-anak?
a. Sawan/ tidak tahu
b. Bisa menjawab 1-2 item
c. Bisa menjawab lebih dari 2 item
Item: Batuk, diare, flu, campak, demam
Lain-lain…………………………………
13. Apa manfaat imunisasi bagi anak?
a. Supaya anak lekas besar
b. Supaya anak sehat
c. Untuk mencegah penyakit pada anak
Lain-lain…………………………………
14. Penyakit apa saja yang bisa dicegah dengan imunisasi?
a. Tidak tahu
b. Bisa jawab 1-2 item
c. Bisa menjawab lebih dari 2 item
Item: Campak, hepatitis B, BCG, Dipteri, Polio
Lain-lain…………………………………
15. Apa yang akan ibu lakukan bila anak ibu sakit panas, demam batuk,
flu?
a. Dibawa ke orang pintar/ dukun
b. Dibelikan obat sendiri
c. Dibawa ke Puskesmas atau bidan
Lain-lain…………………………………
16. Bagaimana tanda-tanda anak yang cacingan?
a. Tidak tahu
b. Bisa menjawab 1-2 item
c. Bisa menjawab lebih dari 2 item
Item: Perut buncit, nafsu makan turun, badan kurus, kulit kusam
Lain-lain…………………………………
17. Bila ibu tahu bahwa anak ibu cacingan, apa yang akan ibu lakukan?
a. Dibiarkan saja
b. Membeli obat sendiri
c. Dibawa ke Puskesmas atau bidan
Lain-lain…………………………………
18. Umur berapakah sebaiknya anak disapih?
a. > 2 tahun
b. < 2 tahun
c. 2 tahun
Lain-lain…………………………………
lxxx
19. Apakah penyakit batuk, pilek, demam pada anak berbahaya?
a. Tidak berbahaya
b. Mungkin
c. Berbahaya dan harus segera diobati
Lain-lain…………………………………
20. Bagaimana makanan yang baik bagi anak usia di atas 1 tahun?
a. Bubur
b. Sama seperti anggota keluarga yang lain
c. Makanan biasa sama seperti anggota keluarga yang lain dan gizi
harus seimbang
Lain-lain…………………………………
lxxxi
Lampiran 4
3. Nilai akhir dinyatakan dalam persentase yaitu jumlah skor yang benar
Contoh:
Bila responden dapat menjawab pertanyaan dengan skor 34, maka nilai
adalah 85%.
berikut:
lxxxii
Lampiran 5
Nama Balita :
Jenis Kelamin : 1. Laki-laki 2. Perempuan
Umur :
Recall hari : 1 / 2 (lingkari salah satu)
1 Makan Pagi
Selingan
2 Makan Siang
Selingan
3 Makan Sore/
Malam
Selingan
Jumlah
lxxxiii
Lampiran 7
dan perempuan dibedakan, untuk status gizi sampel dibagi menjadi 5 berdasarkan
Contoh perhitungan:
8Kg.
Jawab :
BBriil
%BB riil thd BB median = × 100%
BBmedian
8
%BB riil thd BB median = × 100%
14,1
Jadi status gizi balita perempuan X tersebut tergolong KEP Berat karena
BB<60%.
lxxxiv
Lampiran 10
zat gizi individu tersebut dalam bentuk angka kecukupan gizi (AKG). Menurut
Darwin Karyadi dan Muhilal (1996: 57), untuk menentukan AKG individu dapat
yang dikutip oleh I Dewa Nyoman Supariasa (2000: 114) menyatakan bahwa
sebagai berikut:
1. Defisit (<70%)
Kg, BB ideal 13,5 Kg. Apabila konsumsi rata-rata energi dan protein yaitu 587,78
kal/hari dan 10,5 gr/hari (AKG ideal untuk energi 1250 kalori dan protein 23 gr),
termasuk tingkat klasifikasi manakah konsumsi energi dan protein anak tersebut?
BBaktual
AKG aktual = × AKGideal
BBideal
lxxxv
1. Tingkat kecukupan konsumsi energi
9,2
AKG energi aktual = × 1250
13,5
adalah
587,78
× 100% = 69%
851,85
9,2
AKG protein aktual = × 23
13,5
adalah
10,50
× 100% = 67%
15,67
lxxxvi
Lampiran 12
Crosstabs
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Tingkat Kecukupan
Konsumsi Energi * 24 100,0% 0 ,0% 24 100,0%
Status Gizi Balita
Nonparametric Correlations
Correlations
Tingkat
Kecukupan
Konsumsi Status Gizi
Energi Balita
Kendall's tau_b Tingkat Kecukupan Correlation Coefficient 1,000 ,473*
Konsumsi Energi Sig. (2-tailed) . ,012
N 24 24
Status Gizi Balita Correlation Coefficient ,473* 1,000
Sig. (2-tailed) ,012 .
N 24 24
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
lxxxvii
Crosstabs
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Tingkat Kecukupan
Konsumsi Protein * 24 100,0% 0 ,0% 24 100,0%
Status Gizi Balita
Nonparametric Correlations
Correlations
Tingkat
Kecukupan
Konsumsi Status Gizi
Protein Balita
Kendall's tau_b Tingkat Kecukupan Correlation Coefficient 1,000 ,489*
Konsumsi Protein Sig. (2-tailed) . ,010
N 24 24
Status Gizi Balita Correlation Coefficient ,489* 1,000
Sig. (2-tailed) ,010 .
N 24 24
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
lxxxviii
Crosstabs
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Penyakit Infeksi *
24 100,0% 0 ,0% 24 100,0%
Status Gizi Balita
Nonparametric Correlations
Correlations
lxxxix
Crosstabs
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Tingkat Pendapatan
Keluarga * Status 24 100,0% 0 ,0% 24 100,0%
Gizi Balita
Nonparametric Correlations
Correlations
Tingkat
Pendapatan Status Gizi
Keluarga Balita
Kendall's tau_b Tingkat Pendapatan Correlation Coefficient 1,000 ,184
Keluarga Sig. (2-tailed) . ,344
N 24 24
Status Gizi Balita Correlation Coefficient ,184 1,000
Sig. (2-tailed) ,344 .
N 24 24
xc
Crosstabs
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Jumlah Anak *
24 100,0% 0 ,0% 24 100,0%
Status Gizi Balita
Nonparametric Correlations
Correlations
Status Gizi
Jumlah Anak Balita
Kendall's tau_b Jumlah Anak Correlation Coefficient 1,000 -,328
Sig. (2-tailed) . ,096
N 24 24
Status Gizi Balita Correlation Coefficient -,328 1,000
Sig. (2-tailed) ,096 .
N 24 24
xci
Crosstabs
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Tingkat Pengetahuan
24 100,0% 0 ,0% 24 100,0%
Ibu * Status Gizi Balita
Nonparametric Correlations
Correlations
Tingkat
Pengetahuan Status Gizi
Ibu Balita
Kendall's tau_b Tingkat Pengetahuan IbuCorrelation Coefficient 1,000 ,226
Sig. (2-tailed) . ,244
N 24 24
Status Gizi Balita Correlation Coefficient ,226 1,000
Sig. (2-tailed) ,244 .
N 24 24
xcii
Crosstabs
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Tingkat Pendidikan
24 100,0% 0 ,0% 24 100,0%
Ibu * Status Gizi Balita
Nonparametric Correlations
Correlations
Tingkat
Pendidikan Status Gizi
Ibu Balita
Kendall's tau_b Tingkat Pendidikan Ibu Correlation Coefficient 1,000 ,375*
Sig. (2-tailed) . ,045
N 24 24
Status Gizi Balita Correlation Coefficient ,375* 1,000
Sig. (2-tailed) ,045 .
N 24 24
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
xciii
Crosstabs
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Tingkat Kecukupan
24 100,0% 0 ,0% 24 100,0%
Energi * Status Gizi Balita
Risk Estimate
95% Confidence
Interval
Value Lower Upper
Odds Ratio for Tingkat
Kecukupan Energi 5,250 ,801 34,426
(<70% AKG / ≥70% AKG)
For cohort Status Gizi
Balita = BB<60% BB 2,962 ,767 11,434
Median
For cohort Status Gizi
Balita = BB>60% BB ,564 ,295 1,080
Median
N of Valid Cases 24
xciv
Crosstabs
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Tingkat Kecukupan
24 100,0% 0 ,0% 24 100,0%
Protein * Status Gizi Balita
Risk Estimate
95% Confidence
Interval
Value Lower Upper
Odds Ratio for Tingkat
Kecukupan Protein 3,063 ,472 19,879
(<70% AKG / ≥70% AKG)
For cohort Status Gizi
Balita = BB<60% BB 2,100 ,552 7,993
Median
For cohort Status Gizi
Balita = BB>60% BB ,686 ,381 1,235
Median
N of Valid Cases 24
xcv
Crosstabs
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Penyakit Infeksi *
24 100,0% 0 ,0% 24 100,0%
Status Gizi Balita
Risk Estimate
95% Confidence
Interval
Value Lower Upper
For cohort Status
Gizi Balita = 1,750 1,208 2,535
BB>60% BB Median
N of Valid Cases 24
xcvi
Crosstabs
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Tk. Pendapatan klg
24 100,0% 0 ,0% 24 100,0%
* Status Gizi Balita
Risk Estimate
95% Confidence
Interval
Value Lower Upper
Odds Ratio for Tk.
Pendapatan klg
2,000 ,175 22,799
(<Rp.663.000,- /
≥Rp.663.000,-)
For cohort Status
Gizi Balita = 1,600 ,270 9,490
BB<60% BB Median
For cohort Status
Gizi Balita = ,800 ,410 1,563
BB>60% BB Median
N of Valid Cases 24
xcvii
Crosstabs
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Jumlah Anak *
24 100,0% 0 ,0% 24 100,0%
Status Gizi Balita
Risk Estimate
95% Confidence
Interval
Value Lower Upper
Odds Ratio for Jumlah
,143 ,014 1,444
Anak (<4 / ≥4)
For cohort Status Gizi
Balita = BB<60% BB ,250 ,037 1,668
Median
For cohort Status Gizi
Balita = BB>60% BB 1,750 1,004 3,050
Median
N of Valid Cases 24
xcviii
Crosstabs
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Tk. Pengetahuan ibu
24 100,0% 0 ,0% 24 100,0%
* Status Gizi Balita
Risk Estimate
95% Confidence
Interval
Value Lower Upper
Odds Ratio for Tk.
Pengetahuan ibu ,500 ,077 3,265
(<60% / >60%)
For cohort Status
Gizi Balita = ,667 ,237 1,873
BB<60% BB Median
For cohort Status
Gizi Balita = 1,333 ,562 3,164
BB>60% BB Median
N of Valid Cases 24
xcix
Crosstabs
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Tk. Pendidikan ibu
24 100,0% 0 ,0% 24 100,0%
* Status Gizi Balita
Risk Estimate
95% Confidence
Interval
Value Lower Upper
For cohort Status
Gizi Balita = ,550 ,370 ,818
BB>60% BB Median
N of Valid Cases 24
Lampiran 15
c
Dokumentasi 1. Ruang rekam medik RS Dr. Kariadi Semarang beserta para
pegawainya
Semarang
ci
Dokumentasi 3. Wawancara dengan ibu balita dengan bantuan kuesioner
Dokumentasi 4. Pengukuran panjang badan pada balita KEP berat yang berusia 10
bulan
cii
Dokumentasi 5. Wawancara dengan kepala keluarga , karena ibu balita sedang
ciii