Anda di halaman 1dari 103

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN STATUS

GIZI PENDERITA KEP BERAT PASCA RAWAT INAP

DI RUMAH SAKIT DOKTER KARIADI SEMARANG

SKRIPSI

Diajukan dalam rangka penyelesaian studi Strata 1


Untuk mencapai gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

Oleh

Nama Mahasiswa : Priyanto

NIM : 6450401021

Jurusan : Ilmu Kesehatan Masyarakat

Fakultas : Ilmu Keolahragaan

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

2005
SARI
Priyanto. 2005. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Status Gizi
Penderita KEP Berat Pasca Rawat Inap di Rumah Sakit Dokter Kariadi
Semarang
KEP merupakan keadaan kurang gizi yang disebabkan oleh rendahnya
konsumsi energi dan protein dalam makanan sehari-hari sehingga tidak memenuhi
angka kecukupan gizi. Balita KEP berat umumnya akan dirawat di rumah sakit,
karena di rumah sakit terdapat upaya untuk mengobati penyakit penderita
(kuratif), disamping upaya-upaya lain seperti promotif, preventif dan rehabilitatif.
Setelah masa rawat inap di rumah sakit status gizi penderita KEP berat tersebut
akan lebih membaik, namun tidak menutup kemungkinan adanya penurunan
status gizi pada penderita KEP tersebut setelah ≥1 bulan pasca rawat inap di
rumah sakit. Penelitian ini mengungkap permasalahan tentang faktor-faktor
apakah yang berhubungan dengan status gizi penderita KEP berat pasca rawat
inap di rumah sakit. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan
tingkat kecukupan konsumsi energi, tingkat kecukupan konsumsi protein,
penyakit infeksi, tingkat pendapatan keluarga, jumlah anak, tingkat pengetahuan
ibu tentang gizi dan kesehatan, serta pendidikan ibu (variabel bebas) dengan
status gizi penderita KEP berat pasca rawat inap di rumah sakit (variabel terikat).
Penelitian yang digunakan adalah penelitian analitik dengan menggunakan
pendekatan menggunakan studi crossectional dimana untuk pengukuran variabel-
variabelnya hanya dilakukan satu kali dan pada satu saat. Pengambilan data
dengan alat timbangan berat badan injak, kuesioner, blangko isian, dan KMS.
Populasinya adalah seluruh balita penderita KEP berat pasca rawat inap di rumah
sakit Dr. Kariadi Semarang, sampel diambil sebanyak 24 balita dengan tingkat
kepercayaan (Z= 95%) dan presisi (d= 20%). Analisis data dengan menggunakan
analisis nonparametrik metode Kendall’s tau-b.
Hasil penelitian adalah:
1) Ada hubungan (+) yang signifikan antara tingkat kecukupan konsumsi
energi dengan status gizi balita KEP berat pasca rawat inap di RS.
Probabilitas 0,012 (<0,05) dengan CC +0,473.
2) Ada hubungan (+) yang signifikan antara tingkat kecukupan konsumsi
protein dengan status gizi balita KEP berat pasca rawat inap di RS.
Probabilitas 0,010 (<0,05) dengan CC+0,489.
3) Ada hubungan (-) yang signifikan antara penyakit infeksi dengan status gizi
balita KEP berat pasca rawat inap di RS. Probabilitas 0,012 (<0,05) dengan
CC -0,495.
4) Tidak ada hubungan yang signifikan antara tingkat pendapatan keluarga
dengan status gizi balita KEP berat pasca rawat inap di RS. Probabilitas
0,344 (>0,05).
5) Tidak ada hubungan yang signifikan antara jumlah anak dengan status gizi
balita KEP berat pasca rawat inap di RS. Probabilitas 0,113 (>0,05).
6) Tidak ada hubungan yang signifikan antara tingkat pengetahuan ibu tentang
gizi dan kesehatan dengan status gizi balita KEP berat pasca rawat inap di
RS. Probabilitas 0,244 (>0,05).
7) Ada hubungan (+) yang signifikan antara pendidikan ibu dengan status gizi
balita KEP berat pasca rawat inap di RS. Probabilitas 0,045 (<0,05) dengan
CC +0,375.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut, maka kepada bidan desa serta petugas
kesehatan dan gizi disarankan untuk meningkatkan penyuluhan bagi penduduk
setempat terutama ibu-ibu tentang gizi, makanan bergizi, memasak bermacam-
macam makanan bergizi yang murah. Ketua RT/RW disarankan untuk memberi
penyuluhan tentang rumah yang sehat, menggalakkan kerja bakti, membersihkan
lingkungan dan rumah sendiri, juga mengadakan lomba kebersihan untuk
memotivasi penduduk. Bagi peneliti selanjutnya disarankan untuk menurunkan
besarnya presisi (d) agar sampel yang diambil menjadi lebih besar.

ii
PENGESAHAN

Telah dipertahankan di hadapan sidang Panitia Ujian Skripsi

Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Semarang

Pada hari :

Tanggal :

Panitia Ujian

Ketua Panitia, Sekretaris

DR. Khomsin, M.Pd Drs. Herry Koesyanto, M.S


NIP. 131 469 639 NIP. 131 571 549

Dewan Penguji

1. dr. Oktia Woro KH, M.Kes (Ketua)


NIP. 131 695 159

2. Dra. ER. Rustiana, M. Si (Anggota)


NIP. 131 472 346

3. dr. Arulita Ika Fibriana (Anggota)


NIP. 132 296 577

iii
MOTTO DAN PERSEMBAHAN

MOTTO

Lakukanlah, Jangan Sekedar Diucapkan

“Seorang alim yang tidak mengamalkan ilmunya, maka nasihatnya akan lenyap

dari hati orang yang mendengarnya, sebagaimana hilangnya setetes embun

di atas batu yang halus.”

(Malik bin Dinar)

Saudara-saudara dalam Perjalanan

“Tidak ada jalan lain, kecuali jembatan itu harus dilalui untuk menuju surga.

Tampilannya seperti ujian, tapi isinya adalah rahmat dan kenikmatan. Berapa banyak

kenikmatan yang sungguh besar baru diperoleh setelah melalui ujian.”

(Miftah Darus Sa’adah, 1/299)

PERSEMBAHAN

“Puji syukur diucapkan kepada Allah SWT yang telah memberikan kekuatan,

Skripsi ini dipersembahkan kepada Almamater, Bunda dan Ayahanda tercinta.”

iv
KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya sehingga

penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul Faktor-faktor yang

Berhubungan dengan Status Gizi Penderita KEP Berat Pasca Rawat Inap di

Rumah Sakit Dokter Kariadi Semarang ini, sebagai salah satu syarat yang

diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana Strata Satu (S-1) Kesehatan

Masyarakat.

Keberhasilan penyelesaian penelitian sampai dengan tersusunnya skripsi

ini atas bantuan dari berbagai pihak, dengan rendah hati disampaikan rasa terima

kasih yang sedalamnya kepada:

1. Dekan FIK UNNES, Drs. Sutardji, M.S atas izinnya untuk melakukan

penelitian

2. Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat FIK UNNES, dr. Oktia Woro

KH, M.Kes atas izinnya untuk melakukan penelitian

3. Dosen pembimbing Skripsi I, Dra. ER. Rustiana, M. Si atas bimbingan,

kritik, dan saran serta motivasinya

4. Dosen pembimbing Skripsi II, dr. Arulita Ika Fibriana atas bimbingan,

kritik, dan saran serta motivasinya

5. Dr.R. Rochmanadji Widajat,Sp.AK,MARS, Direktur SDM RS Dr. Kariadi

Semarang atas izinnya untuk melakukan pengambilan data di bagian

rekam medik

v
6. Bapak Dwi bagian TU Diklat, Bapak Rudi dan Ibu Wati bagian Rekam

Medik RS Dr. Kariadi Semarang atas bantuannya dalam memperlancar

proses pengambilan data

7. Bapak dan Ibu dosen jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu

Keolahragaan, yang telah mendorong dan membantu memperlancar

penyusunan skripsi

8. Bapak dan Ibu serta keluargaku tercinta yang telah memberi dorongan dan

bantuan baik materiil maupun spiritual sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini

9. Adikku, para sahabatku kos kembar (Bambang L, Wakhyulianto, Arief B,

dan Adi S), Endah Tri C.U, Wahyu N, Dhian Triratna dan teman-teman

sekelas serta semua pihak yang terlibat dalam penelitian dan penyusunan

skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu, terima kasih atas

bantuannya.

Penyusunan skripsi ini masih banyak kekurangan, oleh karena itu segala

kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan dari laporan ini sangat

diharapkan. Hasil yang dituangkan dalam skripsi ini semoga bermanfaat bagi kita

semua.

Semarang,

Penyusun

vi
DAFTAR ISI

Halaman
JUDUL .................................................................................................... i
SARI. ....................................................................................................... ii
PENGESAHAN ...................................................................................... iii
MOTTO DAN PERSEMBAHAN .......................................................... iv
KATA PENGANTAR............................................................................. v
DAFTAR ISI ........................................................................................... vii
DAFTAR TABEL ................................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR............................................................................... x
DAFTAR GRAFIK................................................................................. xi
DAFTAR LAMPIRAN........................................................................... xii

BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang................................................................................ 1
1.2 Permasalahan .................................................................................. 5
1.3 Tujuan Penelitian ............................................................................ 6
1.4 Kegunaan Hasil Penelitian .............................................................. 6
1.5 Penegasan Istilah/ Batasan Operasional........................................... 7

BAB II. LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS


2.1 Landasan Teori ............................................................................... 10
2.1.1 Pengertian Kekurangan Energi Protein (KEP) ................................. 10
2.1.2 Klasifikasi KEP............................................................................... 10
2.1.3 Penyebab Penyakit KEP.................................................................. 16
2.1.4 Gejala Klinis KEP........................................................................... 18
2.1.5 Dampak Penyakit KEP.................................................................... 26
2.1.6 Penanganan Penderita KEP Berat di Rumah Sakit ........................... 29
2.1.7 Kerangka Teori ............................................................................... 32
2.1.8 Kerangka Konsep Penelitian ........................................................... 34
2.2 Hipotesis......................................................................................... 35

BAB III. METODE PENELITIAN


3.1 Populasi Penelitian.......................................................................... 36
3.2 Sampel Penelitian............................................................................ 36
3.3 Variabel Penelitian.......................................................................... 37

vii
3.4 Rancangan Penelitian ..................................................................... 37
3.5 Instrumen Penelitian........................................................................ 38
3.6 Teknik Pengambilan Data ............................................................... 38
3.7 Prosedur Penelitian ......................................................................... 39
3.8 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penelitian.................................. 40
3.9 Analisis Data................................................................................... 40

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1 Gambaran Umum............................................................................ 42
4.2 Analisis Univariat ........................................................................... 42
4.2 Analisis Bivariat ............................................................................. 47
4.3 Hambatan dan Kelemahan Penelitian .............................................. 55

BAB V. SIMPULAN DAN SARAN


5.1 Simpulan......................................................................................... 56
5.2 Saran............................................................................................... 58

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN

viii
DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Definisi Operasional, Cara Pengukuran, dan


Skala Pengukuran Variabel ......................................................... 7

2. Klasifikasi KEP menurut Gomez................................................. 10

3. Klasifikasi KEP menurut Dep.Kes. (1975) .................................. 11

4. Klasifikasi kualitatif KEP menurut Wellcome Trust .................... 12

5. Cara pemberian angka menurut McLaren .................................... 13

6. Klasifikasi KEP menurut Waterlow............................................. 14

7. Distribusi Frekuensi Status Gizi Penderita KEP Berat Pasca


Rawat Inap di Rumah Sakit Dokter Kariadi Semarang ................ 42

8. Hubungan Tingkat Kecukupan Konsumsi Energi


dengan Status Gizi ...................................................................... 48

9. Hubungan Tingkat Kecukupan Konsumsi Protein


dengan Status Gizi ...................................................................... 49

10. Hubungan Penyakit Infeksi dengan Status Gizi .......................... 50

11. Hubungan Tingkat Pendapatan Keluarga dengan


Status Gizi ................................................................................. 51

12. Hubungan Jumlah Anak dengan Status Gizi ............................... 52

13. Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu tentang Gizi dan


Kesehatan dengan Status Gizi .................................................... 53

14. Hubungan Tingkat Pendidikan Ibu dengan Status Gizi ............... 54

ix
DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Sistem Holistik Penyebab Multifaktorial Menuju


ke arah terjadinya KEP..................................................................... 17

2. Kerangka Teori ................................................................................ 33

3. Kerangka Konsep............................................................................. 34

4. Prosedur Penelitian .......................................................................... 38

x
DAFTAR GRAFIK

Grafik Halaman

1. Distribusi Frekuensi Balita menurut Tingkat


Kecukupan Konsumsi Energi ........................................................... 43

2. Distribusi Frekuensi Balita menurut Tingkat


Kecukupan Konsumsi Protein .......................................................... 44

3. Distribusi Frekuensi Balita menurut Penyakit Infeksi ....................... 44

4. Distribusi Frekuensi menurut Tingkat Pendapatan Keluarga............. 45

5. Distribusi Frekuensi Ibu Balita menurut Jumlah Anak...................... 46

6. Distribusi Frekuensi Ibu Balita menurut Tingkat


Pengetahuan tentang Gizi dan Kesehatan ......................................... 46

7. Distribusi Frekuensi Ibu Balita menurut Tingkat Pendidikan............ 47

xi
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1 Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner ........................................ 62

2 Blangko Penelitian Metode Dokumentasi Di Rumah Sakit


Dr. Kariadi Semarang.................................................................... 63

3 Kuesioner Penelitian Beberapa Faktor yang Berhubungan


dengan Status Gizi Penderita KEP Berat Pasca Rawat Inap
di RS Dr. Kariadi Semarang .......................................................... 64

4 Pedoman Penilaian Tingkat Pengetahuan Ibu tentang


Gizi dan Kesehatan ....................................................................... 69

5 Formulir Recall Konsumsi Pangan Balita ...................................... 70

6 Status Gizi Sampel Penelitian Pasca Rawat Inap di


RS Dr. Kariadi Semarang .............................................................. 71

7 Cara Penilaian Status Gizi Balita................................................... 72

8 Rekapitulasi Data Tingkat Pengetahuan Ibu tentang


Gizi dan Kesehatan ....................................................................... 73

9 Hasil Recall 2x24 jam Sampel Penelitian Pasca Rawat Inap


di RS Dr. Kariadi Semarang .......................................................... 74

10 Cara Perhitungan Tingkat Kecukupan Konsumsi Energi dan


Protein .......................................................................................... 75

11 Rekapitulasi Data Hasil Penelitian................................................. 76

12 Hasil Uji Statistik.......................................................................... 78

13 SK Penetapan Dosen Pembimbing Skripsi Semester


Genap Tahun Akademik 2003/2004 .............................................. 92

14 Surat Kalibrasi Alat....................................................................... 93

15 Dokumentasi Pengambilan Data.................................................... 95

16 Surat Perijinan Penelitian .............................................................. 98

xii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Masalah gizi pada hakekatnya adalah masalah kesehatan masyarakat,

namun penanggulangannya tidak dapat dilakukan dengan pendekatan medis dan

pelayanan kesehatan saja. Penyebab timbulnya masalah gizi adalah multifaktor,

oleh karena itu pendekatan penanggulangannya harus melibatkan berbagai sektor

yang terkait. Masalah gizi di Indonesia dan di negara berkembang masih

didominasi oleh masalah Kurang Energi Protein (KEP), masalah Anemia Besi,

masalah Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY), masalah Kurang

Vitamin A (KVA) dan masalah obesitas terutama di kota-kota besar yang perlu

ditanggulangi. Disamping masalah tersebut, diduga ada masalah gizi mikro

lainnya seperti defisiensi Zink yang sampai saat ini belum terungkapkan, karena

adanya keterbatasan Iptek gizi. Secara umum masalah gizi di Indonesia, terutama

KEP masih lebih tinggi daripada negara ASEAN lainnya (I Dewa Nyoman

Supariasa, 2001: 1)

Kekurangan Energi Protein (KEP) adalah keadaan kurang gizi yang

disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi dan protein dalam makanan sehari-

hari sehingga tidak memenuhi angka kecukupan gizi. Orang yang mengidap

gejala klinis KEP ringan dan sedang pada pemeriksaan hanya nampak kurus.

Namun gejala klinis KEP berat secara garis besar dapat dibedakan menjadi tiga,

yaitu marasmus, kwashiorkor, atau marasmic-kwashiorkor (I Dewa Nyoman

Supariasa, 2001: 131).

xiii
Anak disebut KEP apabila berat badannya kurang dari 80% indeks berat

badan menurut umur (BB/U) baku WHO-NCHS. KEP merupakan defisiensi gizi

(energi dan protein) yang paling berat dan meluas terutama pada Balita. Pada

umumnya penderita KEP berasal dari keluarga yang berpenghasilan rendah

(I Dewa Nyoman Supariasa, dkk. 2001: 18). Solihin Pudjiadi (2003: 101) juga

menyatakan bahwa penyakit KEP merupakan bentuk malnutrisi yang terdapat

terutama pada anak-anak di bawah umur lima tahun dan kebanyakan di negara-

negara yang sedang berkembang. Sedangkan mortalitas yang tinggi terdapat pada

penderita KEP berat, hal tersebut dapat terjadi karena pada umumnya penderita

KEP berat menderita pula penyakit infeksi seperti tuberkulosa paru, radang paru

lain, disentri, dan sebagainya. Pada penderita KEP berat, tidak jarang pula

ditemukan tanda-tanda penyakit kekurangan zat gizi lain, misalnya xeroftalmia,

stomatis angularis, dan lain-lain (Solihin Pudjiadi 2003: 124).

Data Susenas menunjukkan data gizi-kurang menurun dari 37,5%, 35,6%,

31,6%, 29,5%, dan 26,4% berturut-turut dari tahun 1989, 1992, 1995, 1998 dan

1999. Tetapi untuk kasus gizi buruk terjadi peningkatan pada tahun 1989 dari

6,3% menjadi 11,4% tahun 1995. Pada tahun 1998 prevalensi gizi buruk relatif

tetap dan kemudian menurun sedikit pada tahun 1999. Data ini menunjukkan

bahwa sebelum krisis ekonomi melanda Indonesia keadaan gizi sudah memburuk

(1995). Data ini juga mengidentifikasikan adanya prakondisi sebagai pemicu

lahirnya marasmus dan kwashiorkor pada saat Indonesia dilanda krisis ekonomi.

Menurunnya keadaan gizi ini lebih terlihat pada kelompok anak usia 6-23 bulan

(Dini Latief dkk, 2001: 31).

xiv
Pada tahun 1999 diperkirakan sekitar 1,7 juta balita di Indonesia menderita

keadaan gizi buruk menurut berat badan dan umur. Sekitar 10% dari 1,7 juta

balita (sekitar 170.000 balita) menderita gizi buruk tingkat berat seperti

marasmus, kwashiorkor atau bentuk kombinasi marasmik-kwashiorkor. Menurut

Pusat Data dan Informasi Kesehatan, data jumlah balita gizi buruk tingkat berat

yang tercatat di Departemen Kesehatan sampai akhir 1999 berdasarkan KLB-gizi

buruk hanya sekitar 24.000 balita. Ledakan gizi buruk pada saat terlanda krisis

ekonomi mengisyaratkan lemahnya ketahanan pangan di rumah tangga terutama

golongan miskin. Secara teoritis melemahnya ketahanan pangan dapat

mengakibatkan menurunnya konsumsi zat gizi baik makro maupun mikro untuk

kebutuhan hidup sehari-hari (Dini Latief dkk, 2001: 31).

Hal tersebut tidak dapat dipungkiri lagi, berdasarkan data terbaru bahwa

8% Balita di RI Busung Lapar. Dari tahun ke tahun, selalu ada kejadian busung

lapar di Indonesia, kata Menkes Fadillah Supari dalam tanya jawab dengan

wartawan di sela-sela raker dengan Komisi IX DPR di Senayan, Jakarta, Kamis

(26/5/2005). Dia lalu menyebut 8 persen balita di negeri ini mengidapnya.

Sedangkan khusus NTB persentasenya mencapai 10 persen. (Muhammad Nur

Hayid, http://jkt.detikhealth.com/ 2005).

Penderita KEP berat umumnya akan di rawat di rumah sakit, karena di

rumah sakit terdapat upaya untuk mengobati penyakit penderita (kuratif),

disamping upaya-upaya lain seperti promotif, preventif dan rehabilitatif. “Sahabat

menuju sehat” merupakan motto RSUP Dokter Kariadi Semarang. Untuk

memberikan pelayanan yang paripurna, pihak pengelola berpijak pada visi dan

xv
misi yang selalu menjadi acuan dalam menjalankan operasional rumah sakit.

Visinya yaitu menjadi rumah sakit mandiri terutama dalam manajemen

pendapatan operasional serta menjadi pusat rujukan dalam pelayanan, pendidikan

pelatihan dan penelitian pengembangan di bidang kesehatan. Sejalan dengan visi

tersebut, maka ada dua misi yang diemban rumah sakit. Pertama,

menyelenggarakan pelayanan paripurna, profesional, bermutu dan terjangkau oleh

segenap lapisan masyarakat, dan kedua, memberikan fasilitas serta

menyelenggarakan pendidikan-pelatihan dan penelitian demi peningkatan kualitas

SDM dan tercapainya derajat kesehatan masyarakat yang optimal dan merata

(Baso Susanto, 2003: 29).

Penderita KEP berat yang telah menjalani perawatan dari pelayanan

kesehatan rumah sakit, status gizi penderita KEP tersebut setidaknya akan

mengalami peningkatan. Perubahan tersebut dapat berupa perubahan dari KEP

berat menjadi KEP sedang atau bahkan bisa berubah menjadi KEP ringan, namun

demikian juga tidak menutup kemungkinan adanya penurunan status gizi yang

lebih parah lagi dalam kurun waktu ≥1 bulan setelah keluar dari rumah sakit,

karena pada kurun waktu tersebut adanya perubahan status gizi akan dapat dilihat

kembali. Perubahan status gizi tersebut disebabkan oleh faktor-faktor tertentu baik

dari dalam lingkungan keluarga maupun dari lingkungan luar rumah. KEP

merupakan penyakit lingkungan. Oleh karena itu ada beberapa faktor yang

bersama-sama menjadi penyebab timbulnya penyakit tersebut, antara lain faktor

diet, faktor sosial, kepadatan penduduk, infeksi, kemiskinan dan lain-lain (Solihin

Pudjiadi, 2003: 104). Ingan Ukur Tarigan (2001) yang dikutip oleh Badan

Litbangkes 2003: 1 juga menyatakan bahwa prevalensi status gizi kurang (KEP)

xvi
menurut faktor resiko pada saat krisis meningkat di banding sebelum krisis,

antara lain faktor resiko diare, ISPA, status ASI, jenis kelamin, nomor urut lahir,

pendidikan ibu, pendidikan ayah, jumlah anggota keluarga, luas rumah, tempat

BAB, dan sumber air minum.

Berdasarkan uraian pada latar belakang tersebut, maka dibuatlah skripsi

yang berjudul, “Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Status Gizi Penderita

KEP Berat Pasca Rawat Inap di Rumah Sakit Dokter Kariadi Semarang.”

1.2 Permasalahan

Berdasarkan alasan pemilihan judul di atas, maka dapat dirumuskan

permasalahan sebagai berikut:

1) Apakah ada hubungan antara tingkat kecukupan konsumsi energi dengan

status gizi balita KEP berat pasca rawat inap di rumah sakit?

2) Apakah ada hubungan antara tingkat kecukupan konsumsi protein dengan

status gizi balita KEP berat pasca rawat inap di rumah sakit?

3) Apakah ada hubungan antara penyakit infeksi dengan status gizi balita

KEP berat pasca rawat inap di rumah sakit?

4) Apakah ada hubungan antara tingkat pendapatan keluarga dengan status

gizi balita KEP berat pasca rawat inap di rumah sakit?

5) Apakah ada hubungan antara jumlah anak dengan status gizi balita KEP

berat pasca rawat inap di rumah sakit?

6) Apakah ada hubungan antara tingkat pengetahuan ibu tentang gizi dan

kesehatan dengan status gizi balita KEP berat pasca rawat inap di rumah

sakit?

xvii
7) Apakah ada hubungan antara tingkat pendidikan ibu dengan status gizi

balita KEP berat pasca rawat inap di rumah sakit?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk:

1) Mengetahui hubungan antara tingkat kecukupan konsumsi energi dengan

status gizi balita KEP berat pasca rawat inap di rumah sakit

2) Mengetahui hubungan antara tingkat kecukupan konsumsi protein dengan

status gizi balita KEP berat pasca rawat inap di rumah sakit

3) Mengetahui hubungan antara penyakit infeksi dengan status gizi balita

KEP berat pasca rawat inap di rumah sakit

4) Mengetahui hubungan antara tingkat pendapatan keluarga dengan status

gizi balita KEP berat pasca rawat inap di rumah sakit

5) Mengetahui hubungan antara jumlah anak dengan status gizi balita KEP

berat pasca rawat inap di rumah sakit

6) Mengetahui hubungan antara tingkat pengetahuan ibu tentang gizi dan

kesehatan dengan status gizi balita KEP berat pasca rawat inap di rumah

sakit

7) Mengetahui hubungan antara tingkat pendidikan ibu dengan status gizi

balita KEP berat pasca rawat inap di rumah sakit.

1.4 Kegunaan Hasil Penelitian

1) Memberikan informasi kepada para pembaca mengenai faktor-faktor yang

berhubungan dengan status gizi penderita KEP berat pasca rawat inap di

rumah sakit

xviii
2) Memberikan masukan bagi masyarakat untuk selalu memelihara kesehatan

dan gizi keluarga serta kebersihan lingkungan khususnya bagi ibu-ibu

yang memiliki anak balita

3) Memberikan masukan bagi kegiatan penelitian sejenis di masa yang akan

datang

4) Dapat menambah bahan pustaka bagi lembaga pendidikan.

1.5 Penegasan Istilah/ Batasan Operasional Variabel

Tabel 1

Definisi Operasional, Cara Pengukuran, dan Skala Pengukuran Variabel

Variabel Definisi Operasional Ukuran Skala


(1) (2) (3) (4)

xix
Satus gizi Adalah ekspresi dari (1) BB<60% Ordinal
penderita keadaan keseimbangan (2) 60%≤BB≤69% (1) KEP berat
KEP berat dalam bentuk variabel (3) 70%≤BB≤79% (2) KEP sedang
pasca rawat tertentu, atau (4) 80%≤BB≤109% (3) KEP ringan
inap di rumah perwujudan dari (5) BB≥110% (4) Gizi baik
sakit nutriture dalam bentuk *Di ukur secara (5) Gizi lebih
variabel tertentu pada antropometri
balita penderita KEP
berat yang pernah di
rawat di rumah sakit
(≥1 bulan pasca rawat
inap).
Tingkat Adalah tingkat (1) <70% AKG Ordinal
kecukupan kecukupan energi yang (2) 70 – 80% AKG (1) Defisit
konsumsi diperoleh melalui suatu (3) 80 – 99% AKG (2) Kurang
energi serangkaian proses (4) ≥100% AKG (3) Sedang
dalam rangka *Diukur dengan (4) Baik
pemenuhan kebutuhan recall
energi tubuh dengan
memasukkan makanan
atau zat-zat gizi
kedalam tubuh melalui
(umumnya)
pencernaan mekanik
(mulut).
Tingkat Adalah tingkat (1) <70% AKG Ordinal
kecukupan kecukupan protein (2) 70 – 80% AKG (1) Defisit
konsumsi yang diperoleh melalui (3) 80 – 99% AKG (2) Kurang
protein suatu serangkaian (4) ≥100% AKG (3) Sedang
proses dalam rangka *Diukur dengan (4) Baik
untuk pemenuhan recall

xx
kebutuhan protein
tubuh dengan
memasukkan makanan
atau zat-zat gizi
kedalam tubuh melalui
(umumnya)
pencernaan mekanik
(mulut).
Penyakit Adalah suatu keadaan (1) Tidak pernah Nominal
infeksi dimana terdapat sakit karena (1) Tidak
gangguan terhadap penyakit infeksi terinfeksi
bentuk dan fungsi dalam satu (2) Terinfeksi
tubuh sehingga berada bulan terakhir.
dalam keadaan yang (2) Pernah sakit
tidak normal yang karena penyakit
disebabkan adanya infeksi dalam
infeksi oleh satu bulan
mikroorganisme terakhir.
patogen, seperti:
bakteri, jamur dan *Diketahui dengan
virus. kuesioner
Tingkat Adalah pendapatan; (1) <Rp663.000,- Ordinal
pendapatan perolehan yang (2) Rp.663.000,-s.d (1) Kurang
keluarga diterima dan Rp.1.271.000,- (2) Sedang
sebagainya dari proses (3) >Rp.1.271.000,- (3) Lebih
bekerja oleh anggota *Diketahui dengan
keluarga. kuesioner
Tingkat Adalah tingkat (1) Tidak Sekolah Ordinal
pendidikan pendidikan terakhir (2) Lulus SD (1) Tidak
ibu yang pernah dijalani (3) Lulus SMP Sekolah
ibu balita. (4) Lulus SMU (2) SD

xxi
(5) Lulus PT (3) SMP
*Diketahui dengan (4) SMU
kuesioner (5) PT
Tingkat Adalah segala sesuatu (1) Skor >80% Ordinal
pengetahuan yang diketahui; (2) antara 60%–80% (1) Baik
ibu tentang kepandaian ibu balita (3) Skor <60% (2) Sedang
gizi dan tentang zat makanan *Diketahui dengan (3) Kurang
kesehatan pokok yang diperlukan kuesioner
bagi pertumbuhan dan
kesehatan badan.
Jumlah anak adalah jumlah (1) < 4 Ordinal
keseluruhan orang atau (2) ≥ 4 (1) Sedikit
keturunan dalam *Diketahui dengan (2) Banyak
sebuah keluarga. kuesioner

BAB II

LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS

2.1 Landasan Teori

xxii
2.1.1 Pengertian Kekurangan Energi Protein (KEP)

Kekurangan energi protein (KEP) adalah keadaan kurang gizi yang

disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi dan protein dalam makanan sehari-

hari sehingga tidak memenuhi angka kecukupan gizi. Orang yang mengidap

gejala klinis KEP ringan dan sedang pada pemeriksaan hanya nampak kurus.

Namun gejala klinis KEP berat secara garis besar dapat dibedakan menjadi tiga,

yaitu marasmus, kwashiorkor, atau marasmic-kwashiorkor (Departemen

Kesehatan RI, 1999 yang dikutip oleh I Dewa Nyoman Supariasa , 2001: 131).

2.1.2 Klasifikasi KEP

Penentuan prevalensi KEP diperlukan klasifikasi menurut derajat beratnya

KEP, klasifikasi demikian yang sering dipakai adalah sebagai berikut:

2.1.2.1 Klasifikasi menurut Gomez (1956)

Tabel 2

Klasifikasi KEP menurut Gomez

Derajat KEP Berat badan % dari baku*


(1) (2)
0 = normal = I > 90 %
1 = ringan 89 – 75 %
2 = sedang 74 – 60 %
3 = berat < 60 %
*Baku = persentil 50 Harvard
Sumber: Solihin Pudjiadi (2000: 96)
Klasifikasi tersebut didasarkan atas berat badan individu dibandingkan

dengan berat badan yang diharapkan pada anak sehat seumur. Sebagai baku

patokan dipakai persentil 50 baku Harvard (Stuart dan Stevenson, 1954). Gomez

mengelompokkan KEP dalam KEP ringan, sedang, dan berat.

2.1.2.2 Modifikasi Bengua atas klasifikasi Gomez

xxiii
Bengoa pada tahun 1970 mengadakan modifikasi pada klasifikasi Gomez,

yang hanya didasarkan atas defisit berat badan saja. Penderita KEP dengan

edema, tanpa melihat defisit berat badannya digolongkan oleh Bengoa dalam

derajat 3. penderita kwashiorkor berat badannya jarang menurun hingga kurang

dari 60% disebabkan oleh adanya edema, sedangkan lemak tubuh dan otot-

ototnya tidak mengurang sebanyak seperti pada keadaan marasmus. Padahal

kwashiorkor merupakan penyakit yang serius dengan angka kematian tinggi

(Solihin Pudjiadi, 2000: 96).

2.1.2.3 Modifikasi yang dilakukan oleh Departemen Kesehatan R.I.

Tabel 3

Klasifikasi KEP menurut Dep.Kes. (1975)

Derajat KEP Berat badan % dari baku*


(1) (2)
0 = normal = I > 80%
1 = gizi kurang 60 - 79%
2 = gizi buruk < 60%
*Sebagai baku patokan dipakai persentil 50 Harvard
Sumber: Solihin Pudjiadi (2000: 97)

Demi keseragaman dalam membuat rencana dan mengevaluasi program-

program pangan dan gizi serta kesehatan di Indonesia, maka Lokakarya

Antropometri Gizi Departemen Kesehatan R.I. yang diadakan pada tahun 1975

membuat keputusan yang merupakan modifikasi klasifikasi Gomez. Berbeda

dengan penggolongan yang ditetapkan oleh Gomez, lokakarya mengklasifikasikan

status gizi dalam gizi lebih, gizi baik, gizi kurang, dan gizi buruk.

2.1.2.4 Klasifikasi menurut tipe (klasifikasi kualitatif)

xxiv
Klasifikasi ini menggolongkan KEP dalam kelompok menurut tipenya:

gizi-kurang, marasmus, kwashiorkor, dan kwashiorkor marasmik.

1) Klasifikasi kualitatif menurut Welcome Trust (FAO/WHO Exp. Comm.,

1997)

Tabel 4

Klasifikasi kualitatif KEP menurut Wellcome Trust

Berat badan Edema


% dari baku * Tidak ada Ada
(1) (2) (3)
> 60% Gizi kurang Kwashiorkor
< 60% Marasmus Kwashorkor marasmik
*baku = persentil 50 Harvard
Sumber: Solihin Pudjiadi (2000: 98)

Cara Wellcome Trust dapat dipraktekkan dengan mudah, tidak

diperlukan penentuan gejala klinis maupun laboratoris, dan dapat

dilakukan oleh tenaga para medis setelah diberi latihan seperlunya. Untuk

survei lapangan guna menentukan prevalensi tipe-tipe KEP banyak

gunanya. Akan tetapi jika cara Wellcome Trust diterapkan pada penderita

yang sudah beberapa hari dirawat dan dapat pengobatan diet, maka

adakalanya dapat dibuat diagnosa yang salah. Seorang penderita dengan

edema, kelainan kulit, kelainan rambut, dan perubahan-perubahan lain

yang khas bagi kwashiorkor dengan berat badan lebih dari 60%, jika

dirawat selama 1 minggu akan kehilangan edemanya dan beratnya dapat

menurun di bawah 60% walaupun gejala klinisnya masih ada. Dengan

berat dibawah 60% dan tidak terdapatnya edema, penderita tersebut

xxv
dengan klasifikasi Wellcome Trust didiagnosa sebagai penderita

marasmus.

2) Klasifikasi kualitatif menurut McLaren, dkk (1967)

Tabel 5

Cara pemberian angka menurut McLaren

Gejala klinis/ laboratoris Angka


(1) (2)
Edema 3
Dermatosis 2
Edema disertai dermatosis 6
Perubahan pada rambut 1
Hepatomegali 1
Albumin serum atau protein total serum/g %
< 1.00 < 3.25 7
1.00 – 1.49 3.25 – 3.99 6
1.50 – 1.99 4.00 – 4.75 5
2.00 – 2.49 4.75 – 5.49 4
2.50 – 2.99 5.50 – 6.24 3
3.00 – 3.49 6.25 – 6.99 2
3.50 – 3.99 7.00 – 7.74 1
> 4.00 > 7.75 0
Sumber: Solihin Pudjiadi (2000: 99)

McLaren mengklasifikasikan golongan KEP berat dalam 3 kelompok

menurut tipenya. Gejala klinis edema, dermatosis, edema disertai

dermatosis, perubahan pada rambut, dan pembesaran hati diberi angka

bersama-sama dengan menurunnya kadar albumin atau total protein

xxvi
serum. Cara demikian dikenal dengan scoring system McLaren dan tabel 5

memperlihatkan cara pemberian angka.

Penentuan tipe didasarkan atas jumlah angka yang dapat dikumpulkan dari

tiap penderita:

0 – 3 angka = marasmus

4 – 8 angka = kwashiorkor marasmik

9 – 15 angka = kwashiorkor

Cara demikian mengurangi kesalahan-kesalahan jika dibandingkan dengan

cara Wellcome Trust, akan tetapi harus dilakukan oleh seorang dokter

dengan bantuan laboratorium.

2.1.2.5 Klasifikasi KEP menurut Waterlow

Tabel 6

Klasifikasi KEP menurut Waterlow

Stunting Wasting
Gangguan derajat
(tinggi menurut umur) (berat terhadap tinggi)
(1) (2) (3)
0 > 95% > 90%
1 95 – 90% 90 – 80%
2 89 – 85% 80 – 70%
3 < 85% < 70%
Sumber: Solihin Pudjiadi (2000: 100)

Waterlow (1973) yang dikutip oleh Solihin Pudjiadi (2000: 99)

membedakan antara penyakit KEP yang terjadi akut dan menahun. Beliau

berpendapat, bahwa defisit berat terhadap tinggi mencerminkan gangguan gizi

yang akut dan menyebabkan keadaan wasting (kurus-kering), sedangkan defisit

xxvii
tinggi menurut umur merupakan akibat kekurangan gizi yang berlangsung sangat

lama. Akibat yang disebut belakangan ini mengganggu melajunya tinggi badan,

hingga anak menjadi pendek (stunting) untuk umurnya. Waterlow membagi

keadaan wasting maupun stunting dalam 3 kategori.

2.1.2.6 Lokakarya Antropometri Dep.Kes. R.I. Pada tahun 1975 memutuskan

untuk mengambil baku harvard persentil 50 sebagai patokan dan

menggolongkannya sebagai berikut:

1) Bagi tinggi menurut umur

Tinggi normal : di atas 85% Harvard persentil 50

Tinggi kurang : 70 – 84% Harvard persentil 50

Tinggi sangat kurang : di bawah 70% Harvard persentil 50

2) Bagi berat terhadap tinggi

Gizi baik : 90% atau lebih dari Harvard persentil 50

Gizi kurang : di bawah 90% Harvard persentil 50

Beberapa cara membuat klasifikasi direncanakan sedemikian, hingga

hanya memerlukan alat-alat yang sederhana, tidak diperlukan alat untuk

menkalkulir hasilnya, tidak perlu mengetahui umur yang akan diperiksa, hingga

dapat dilakukan oleh tenaga paramedik atau sukarelawan setelah mendapat

petunjuk seperlunya.

2.1.3 Penyebab Penyakit KEP

Penyebab langsung dari KEP adalah defisiensi energi maupun protein

dengan berbagai tekanan sehingga terjadi spektrum gejala-gejala dengan berbagai

nuansa dan melahirkan klasifikasi klinik yaitu; kwashiorkor, marasmus dan

marasmic-kwashiorkor (Achmad Djaeni S, 1999: 48).

xxviii
Penyebab tak langsung dari KEP sangat banyak, sehingga penyakit ini

disebut juga sebagai penyakit dengan causa multifactorial. Berbagai faktor

penyebab KEP dan antar hubungannya sudah banyak diajukan sebagai berbagai

bentuk sistem holistik, yang menggambarkan interelasi antar-faktor dan menuju

titik pusat KEP tersebut. Salah satu sistem tersebut dapat dilihat pada gambar 1.

Pada lapis terdalam, sebab langsung dari KEP ialah konsumsi kurang dan

sebab tak langsungnya hambatan absorbsi dan hambatan utilisasi zat-zat gizi

berbagai hal, misalnya karena penyakit. KEP karena sebab primer (langsung)

disebut KEP primer dan yang disebabkan faktor tak langsung disebut KEP

sekunder. Penyakit infeksi dan infestasi cacing dapat memberikan hambatan

absorbsi dan hambatan utilisasi zat gizi yang menjadi dasar timbulnya penyakit

KEP (Achmad Djaeni S, 1999: 50).

Sebab-sebab tak langsung pada lapis kedua (lapis luar) ada beberapa yang

dominan, ialah ekonomi negara yang kurang, pendidikan umum dan pendidikan

gizi yang rendah, produksi pangan yang tidak mencukupi kebutuhan, kondisi

hygiene yang kurang baik dan jumlah anak-anak yang terlalu banyak. Sebab

antara adalah pekerjaan yang rendah, penghasilan yang kurang, pasca panen,

sistem perdagangan dan distribusi yang tidak lancar serta tidak merata. Juga

penyakit infeksi dan infestasi cacing merupakan sebab antara yang cukup penting

bagi timbulnya penyakit KEP (Achmad Djaeni S, 1999: 50).

Ekonomi Pendidikan Produksi bahan Hygiene


negara umum pangan rendah rendah
rendah kurang

Sistem
Pasca perdagangan
Pekerjaan panen
rendah xxix kurang pangan dan
distribusi
baik tidak lancar
Gambar 1

Sistem Holistik Penyebab Multifaktorial Menuju ke arah terjadinya KEP


Sumber: Achmad Djaeni S (1999: 49)

2.1.4 Gejala Klinis KEP

Gejala klinis KEP berbeda-beda tergantung dari derajat dan lamanya

deplesi protein dan energi, umur penderita, modifikasi disebabkan oleh adanya

kekurangan vitamin dan mineral yang menyertainya. Pada KEP-ringan yang

xxx
ditemukan hanya pertumbuhan yang kurang, seperti berat badan yang kurang

dibandingkan dengan anak yang sehat. Keadaan KEP yang berat memberi gejala

yang kadang-kadang berlainan, tergantung dari dietnya, fluktuasi musim, keadaan

sanitasi, kepadatan penduduk, dan sebagainya (Solihin Pudjiadi, 2000: 107).

2.1.4.1 Gejala klinis KEP ringan

Penyakit KEP ringan sering ditemukan pada anak-anak dari 9 bulan

sampai 2 tahun, akan tetapi dapat dijumpai pula pada anak yang lebih besar.

Pertumbuhan yang terganggu dapat dilihat dari:

1) Pertumbuhan linier mengurang atau terhenti

2) Kenaikan berat badan berkurang, terhenti, dan adakalanya beratnya

bahkan menurun

3) Ukuran lingkaran lengan atas menurun

4) Maturasi tulang terlambat

5) Rasio berat terhadap tinggi normal atau menurun

6) Tebal lipat kulit normal atau mengurang

Dalam prakteknya indeks yang paling berguna adalah berat dan tinggi

badan, lebih-lebih jika umurnya diketahui. Pada keadaan akut didapati

rasio berat terhadap tinggi yang menurun, sedangkan jika kekurangan ini

sudah berlanjut lama, maka baik berat maupun tinggi akan terpengaruhi,

hingga rasio berat terhadap tinggi tidak atau hanya sedikit mengalami

perubahan.

7) Anemia ringan, diet yang mengakibatkan KEP sering-sering tidak

mengandung cukup zat besi, asam folik dan vitamin-vitamin lain juga

8) Aktivitas dan perhatian mereka berkurang jika dibandingkan dengan anak

sehat

xxxi
9) Kelainan kulit maupun rambut jarang ditemukan pada KEP ringan, akan

tetapi adakalanya dijumlahkan (Solihin Pudjiadi, 2000: 107).

2.1.4.2 Gejala Klinis Kwashiorkor

Solihin Pudjiadi, (2000: 109) memberikan gambaran gejala klinis

kwashiorkor sebagai berikut:

1) Penampilan

Penampilannya seperti anak yang gemuk (suger baby) bilamana dietnya

mengandung cukup energi disamping kekurangan protein, walaupun

dibagian tubuh lainnya, terutama di pantatnya terlihat adanya atrofi.

2) Gangguan pertumbuhan

Pertumbuhan terganggu, berat badan dibawah 80% dari baku Harvard

persentil 50 walaupun terdapat edema, begitu pula tinggi badannya

terutama jika KEP sudah berlangsung lama.

3) Perubahan mental

Perubahan mental sangat mencolok. Pada umumnya mereka banyak

menangis, dan pada stadium lanjut bahkan sangat apatis. Perbaikan

kelainan mental tersebut menandakan suksesnya pengobatan.

4) Edema

Edema baik yang ringan maupun berat ditemukan pada sebagian besar

penderita kwashiorkor. Walaupun jarang, asites dapat mengiringi edema.

5) Atrofi otot

Atrofi otot selalu ada hingga penderita tampak lemah dan berbaring terus

menerus, walaupun sebelum menderita penyakit demikian sudah dapat

berjalan-jalan.

xxxii
6) Sistem gastro-intestinum

Gejala saluran pencernaan merupakan gejala penting. Pada anoreksia yang

berat penderita menolak segala macam makanan, hingga adakalanya

makanan hanya dapat diberikan melalui sonde lambung. Diare tampak

pada sebagian besar penderita, dengan feses yang cair dan mengandung

banyak asam laktat karena mengurangnya produksi laktase dan enzim

disaharidase lain. Adakalanya diare demikian disebabkan pula oleh cacing

dan parasit lain.

7) Perubahan rambut

Perubahan rambut sering dijumpai, baik mengenai bangunnya (texture)

maupun warnanya. Sangat khas bagi penderita kwashiorkor ialah rambut

yang mudah dicabut. Misalnya tarikan ringan di daerah temporal

menghasilkan tercabutnya seberkas rambut tanpa reaksi si penderita. Pada

penyakit kwashiorkor yang lanjut dapat terlihat rambut kepala yang

kusam, kering, halus, jarang, dan berubah warnanya. Warna rambut yang

hitam menjadi merah, coklat kelabu, maupun putih. Rambut aslipun

menunjukkan perubahan demikian, akan tetapi tidak demikian dengan

rambut matanya yang justru memanjang.

8) Perubahan kulit

Perubahan kulit yang oleh Williams, dokter wanita pertama yang

melaporkan adanya penyakit kwashiorkor, diberi nama crazy pavement

dermatosis merupakan kelainan kulit yang khas bagi penyakit

xxxiii
kwashiorkor. Kelainan kulit tersebut dimulai dengan titik-titik merah

menyerupai petehia, berpadu menjadi bercak yang lambat laun

menghitam. Setelah bercak hitam mengelupas, maka terdapat bagian-

bagian yang merah dikelilingi oleh batas-batas yang masih hitam. Bagian

tubuh yang sering membasah dikarenakan keringat atau air kencing, dan

yang terus-menerus mendapat tekanan merupakan predeleksi crazy

pavement dermatosis, seperti di punggung, pantat, sekitar vulva, dan

sebagainya. Perubahan kulit lainpun dapat ditemui, seperti kulit yang

kering dengan garis kulit yang mendalam, luka yang mendalam tanpa

tanda-tanda inflamasi. Kadang-kadang pada kasus yang sangat lanjut

ditemui petehia tanpa trombositopenia dengan prognosis yang buruk bagi

si penderita.

9) Pembesaran hati

Hati yang membesar merupakan gejala yang sering ditemukan. Kadang-

kadang batas hati terdapat setinggi pusar. Hati yang membesar dengan

mudah dapat dirabah dan terasa kenyal pada rabahan dengan permukaan

yang licin dan pinggir yang tajam. Sediaan hati demikian jika dilihat di

bawah mikroskop menunjukkan, bahwa banyak sel hati terisi dengan

lemak. Pada kwashiorkor yang relatif ringan infiltrasi lemak itu terdapat

terutama di segi tiga Kirnan, lebih berat penyakitnya lebih banyak sel hati

yang terisi dengan lemak, sedangkan pada yang sangat berat perlemakan

terdapat pada hampir semua sel hati. Adakalanya terlihat juga adanya

fibrinosis dan nekrosis hati.

xxxiv
10) Anemia

Anemia ringan selalu ditemukan pada penderita demikian. Bilamana

kwashiorkor disertai oleh penyakit lain, terutama ankylostomiasis, maka

dapat dijumpai anemia yang berat. Jenis anemia pada kwashiorkor

bermacam-macam, seperti normositik normokrom, mikrositik hipokrom,

makrositik hiperkrom, dan sebagainya. Perbedaan macam anemia pada

kwashiorkor dapat dijelaskan oleh kekurangan berbagai faktor yang

mengiringi kekurangan protein, seperti zat besi, asam folik, vitamin B12,

vitamin C, tembaga, insufisiensi hormon, dan sebagainya. Macam anemia

yang terjadi menunjukkan faktor mana yang lebih dominan. Pada

pemeriksaan sumsum tulang sering-sering ditemukan mengurangnya sel

sistem eripoitik. Hipoplasia atau aplasia sumsum tulang demikian

disebabkan terutama oleh kekurangan protein dan infeksi menahun.

11) Kelainan biokimia darah

Ada hipotesis yang mengatakan, bahwa pada penyakit kwashiorkor tubuh

tidak dapat beradaptasi terhadap keadaan baru yang disebabkan oleh

kekurangan protein maupun energi. Oleh sebab itu banyak perubahan

biokimia dapat ditemukan pada penderita kwashiorkor, misalnya:

a. Albumin serum:

Albumin serum yang merendah merupakan kelainan yang sering

dianggap spesifik dan sudah ditemukan pada tingkat dini, maka

McLaren memberi angka (skor) untuk membedakan kwashiorkor dari

xxxv
marasmus. Lebih rendah kadar albumin serum, lebih tinggi pemberian

angkanya.

b. Globulin serum:

Kadar globulin dalam serum kadang-kadang menurun akan tetapi tidak

sebanyak menurunnya albumin serum, hingga pada kwashiorkor

terdapat rasio albumin/ globulin yang biasanya 2 menjadi lebih rendah,

bahkan pada kwashiorkor yang berat ditemukan rasio yang terbalik.

Fraksinasi globulin serum dilakukan dengan cara elektroforesis

menunjukkan fraksi alfa1-globulin dan gamma-globulin yang tinggi,

beta-globulin yang rendah, sedangkan alfa2-globulin tidak berbeda

secara bermakna jika dibandingkan dengan yang terdapat pada anak

sehat.

c. Kadar kolesterol serum:

Pada penderita kwashiorkor, terutama yang berat, kadar kolesterol

darahnya rendah. Mungkin saja rendahnya kolesterol darah disebabkan

oleh makanan sehari-harinya yang terdiri dari sayuran hingga tidak

mengandung kolesterol, atau adanya gangguan dalam pembentukan

kolesterol dalam tubuh.

d. Tes thymol turbidity (derajat kekeruhan):

Tes tersebut merupakan tes fungsi hati. Penentuan terhadap 109

penderita kwashiorkor memberi hasil sebagai berikut: pada 73

penderita meninggi, sedangkan pada selebihnya tidak. Tidak

ditemukan korelasi antara tingginya kekeruhan dan beratnya

xxxvi
perlemakan hati maupun tingginya angka kematian, maka tes tersebut

tidak mempunyai nilai diagnosis maupun prognosis (Poey, 1957) yang

dikutip oleh (Solihin Pudjiadi, 2000: 118).

2.1.4.3 Gejala Klinis Marasmus

1) Penampilan; muka seorang penderita marasmus menunjukkan wajah

seorang tua. Anak terlihat sangat kurus (vel over been) karena hilangnya

sebagian besar lemak dan otot-ototnya.

2) Perubahan mental; anak menangis, juga setelah mendapat makan oleh

sebab masih merasa lapar. Kesadaran yang menurun (apati) terdapat pada

penderita marasmus yang berat.

3) Kelainan pada kulit tubuh; kulit biasanya kering, dingin, dan mengendor

disebabkan kehilangan banyak lemak di bawah kulit serta otot-ototnya.

4) Kelainan pada rambut kepala; walaupun tidak sering seperti pada

penderita kwashiorkor, adakalanya tampak rambut yang kering, tipis dan

mudah rontok.

5) Lemak di bawah kulit; lemak subkutan menghilang hingga turgor kulit

mengurang.

6) Otot-otot; otot-otot atrofis, hingga tulang-tulang terlihat lebih jelas.

7) Saluran pencernaan; penderita marasmus lebih sering menderita diare atau

konstipasi.

8) Jantung; tidak jarang terdapat bradikardi.

9) Tekanan darah; pada umumnya tekanan darah penderita lebih rendah

dibandingkan dengan anak sehat seumur.

10) Saluran nafas; terdapat pula frekuensi pernafasan yang mengurang.

xxxvii
11) Sistem darah; pada umumnya ditemukan kadar hemoglobin yang agak

rendah (Solihin Pudjiadi, 2000: 119).

2.1.4.4 Gejala Klinis Kwashiorkor Marasmik

1) Patologi; pada penyakit KEP terdapat perubahan nyata daripada komposisi

tubuhnya, seperti jumlah dan distribusi cairan, lemak, mineral, dan

protein, terutama protein.

2) Cairan tubuh total (total body water); tubuh mengandung lebih banyak

cairan. Keadaan ini merupakan akibat menghilangnya lemak, otot, dan

jaringan lain.

3) Cairan eksternal; terutama pada anak-anak dengan edema terdapat lebih

banyak cairan ekstrasel dibandingkan dengan yang tanpa edema.

4) Kalium total tubuh; kalium menurun, terutama yang terdapat dalam sel,

hingga menimbulkan gangguan metabolik pada organ-organ seperti otot,

ginjal, dan pankreas.

5) Mineral lain; Metcoff (1975) yang dikutip oleh (Solihin Pudjiadi,

2000:122) menemukan dalam sel otot kadar natrium dan faktor inorganik

yang meninggi dan kadar magnesium yang menurun.

2.1.5 Dampak Penyakit KEP

Solihin Pudjiadi, (2000: 125) menguraikan mengenai dampak penyakit

KEP sebagai berikut:

2.1.5.1 Kelainan Organ

1) Sistem Alimentasi Bagian Atas

xxxviii
Mukosa mulut, lidah, dan leher penderita KEP menjadi atrofis, papila

lidah sangat datar. Gusi sering-sering mengalami infeksi hingga tampak

adanya ulserasi yang luas. Adakalanya timbul noma, ulkus yang nekrotis

dimulai pada mukosa mulut yang menjalar ke permukaan, hingga

menyebabkan lubang di muka yang sangat menyedihkan. Terdapat pula

atrofi kelenjar ludah.

2) Saluran Gastro-intestinum

Permukaan saluran gastro-intestinum menjadi atrofis hingga menimbulkan

gangguan resorbsi makanan. Enzim-enzim disaharidase disintesis oleh

vila-vila usus, maka terdapat gangguan pencernaan disaharida, terutama

laktosa.

3) Hepar

Pada parenkim hepar terdapat penimbunan lemak. Pada penyakit KEP

yang ringan hanya sel-sel sekitar saluran portal mengalami perlemakan,

tetapi menjalar ke sentrum dengan makin beratnya penyakit, hingga pada

akhirnya seluruh parenkim terisi lemak. Terdapat pula pembesaran hati

hingga pada rabahan batas bawah hepar dapat mencapai jauh di bawah

umbilikus. Pada otopsi didapati hati yang lebih pucat dan agak keras.

Adakalanya terdapat pula fibrosis dan nekrosis ringan disamping

perlemakan yang diutarakan tadi. Penderita KEP dengan perlemakan berat

mempunyai prognosis yang buruk. Jarang sekali terdapat sirosis hati

setelah penderita sembuh.

4) Pankreas

xxxix
Pankreas penderita KEP mengecil, disertai atrofi sel-sel asinus dan

menghilangnya butir-butir zimogen. Produksi berbagai enzim pankreas

menurun. Diantara enzim-enzim pankreas lipase menurun terlebih dulu,

sedangkan amilase yang terakhir. Dengan demikian kelainan tersebut

mempunyai pengaruh yang negatif pada fungsi pencernaan.

5) Ginjal

Pada otopsi sering-sering ditemukan ginjal yang atrofis. Sering pula

dilaporkan adanya perubahan pada glomerulus. Infeksi saluran kemih yang

tidak didiagnosa sering ditemukan pada otopsi. Berhubung dengan

terdapatnya kelainan pada ginjal, maka dapat diduga terjadinya perubahan

fungsi, seperti mengurangnya kecepatan filtrasi, dan lain-lain.

6) Jantung

Atrofi ringan otot jantung dapat ditemukan. Pemeriksaan radiologis

jantung memperlihatkan gambaran jantung yang mengecil atau normal,

walaupun pada penderita marasmus adakalanya membesar. Jika terdapat

pula anemia berat atau penderita sedang mengalami masa penyembuhan,

pemberian cairan yang berlebihan dapat menimbulkan pembesaran jantung

yang akut karena dilatasi. Pada KEP-berat cardiac output menurun, waktu

sirkulasi memanjang, bradikardi dan hipotensi. Pada umumnya tangan dan

kaki penderita terasa dingin dan pucat disebabkan insufisiensi sirkulasi

yang timbul.

2.1.5.2 Sistem Endokrin pada KEP

Pada KEP-berat ditemukan perubahan produksi beberapa hormon:

xl
1) Kortisol; walaupun pada otopsi ditemukan atrofi anak ginjal, kadar

kortisol plasma naik baik pada kwashiorkor maupun pada marasmus.

2) Insulin; pada umumnya sekresi insulin tetap rendah setelah penderita dapat

glukosa.

3) Hormon pertumbuhan (human growth hormon); kadar hormon

pertumbuhan sering-sering justru meninggi pada kwashiorkor dan normal

atau meninggi pada marasmus.

4) Thyroid Stimulating Hormon (TSH); TSH meninggi akan tetapi fungsi

tiroid menurun.

Hormon-hormon yang disebut tadi mempunyai peranan pada metabolisme

karbohidrat, lemak, dan protein. Dilihat dari fungsi masing-masing hormon

terhadap metabolisme ketiga makronutrien tersebut, maka perubahan kadar dalam

serum pada penderita KEP menguntungkan penderita dalam penyediaan energi

yang sangat dibutuhkan.

2.1.5.3 Dampak Penyakit KEP terhadap Perkembangan Mental

Penyelidikan dalam bidang pertubuhan dan fungsi otak pada penderita

yang sembuh dari penyakit KEP banyak dilakukan. Menurut Winic dan Rosso

(1975) yang dikutip oleh Solihin Pudjiadi (2003: 124) berpendapat bahwa KEP

yang diderita pada masa dini perkembangan otak akan mengurangi sintesis

protein DNA, dengan akibat terdapatnya otak dengan jumlah sel yang kurang

walaupun besarnya otak itu normal. Jika KEP terjadi setelah divisi sel otak

berhenti, hambatan sintesis protein akan menghasilkan otak dengan jumlah sel

xli
yang normal tetapi dengan ukuran yang lebih kecil. Perubahan yang disebut

belakangan ini dapat hilang kembali (reversibel) dengan perbaikan diet.

Pada tahun 1975 Karyadi yang dikutip oleh Solihin Pudjiadi, (2000: 125)

melaporkan hasil studinya terhadap 90 anak yang pernah menderita penyakit

KEP. Studi lanjutan yang dilakukan 5 tahun kemudian menunjukkan defisit pada

IQ mereka. Pemeriksaan ulang setelah 10 tahun memberi hasil demikian, bahwa

nilai IQ anak-anak yang pernah menderita KEP pada umur muda lebih rendah

secara bermakna. Pemeriksaan EEG abnormal, dan setelah diulang 5 tahun

kemudian naik menjadi 65%. Dari studi tersebut ia mengambil kesimpulan bahwa

KEP dapat mempengaruhi kecerdasan melalui kerusakan otak. Memang faktor-

faktor lain seperti kebudayaan dan keturunan ikut berperan dalam menentukan

kecerdasan seseorang. Disamping faktor umur, penting pula diketahui derajat

berat dan lamanya si anak menderita KEP.

2.1.6 Penanganan Penderita KEP Berat di Rumah Sakit

Ada tiga macam KEP berat yaitu kwashiorkor, marasmus, dan marasmic-

kwashiorkor. Kwashiorkor terjadi bila kekurangan gizi utama adalah kekurangan

protein, sedangkan marasmus terjadi bila kekurangan gizi utama adalah

kekurangan kalori. Marasmic-kwashiorkor merupakan kombinasi marasmus dan

kwashiorkor. Penanganan penderita KEP yang dirawat di rumah sakit dengan

pemberian diet “Tinggi Energi Tinggi Protein (TETP)” (RSCM, 2003: 44).

Tujuan pemberian diet ini ialah untuk memberikan makanan tinggi energi

dan tinggi protein secara bertahap sesuai dengan keadaan pasien untuk mencapai

keadaan gizi optimal. Untuk memenuhinya perlu diperhatikan beberapa syarat:

xlii
1) Makanan diberikan secara bertahap sesuai dengan berat badan dan umur

serta keadaan klinis pasien.

2) Energi tinggi, diberikan bertahap dimulai dari 50 kkal/kg berat badan

hingga 150-300 kkal/kg berat badan sehari.

3) Protein tinggi, diberikan bertahap dimulai dari 1 gram/kg berat badan

hingga 3-5 gram/kg berat badan sehari.

4) Banyak cairan diatur untuk menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit,

terutama bila ada diare.

5) Vitamin dan mineral tinggi. Bila perlu diberikan tambahan vitamin dan

mineral, seperti vitamin A, vitamin B kompleks, vitamin C, dan zat besi.

6) Mudah dicerna dan tidak merangsang.

7) Porsi kecil dan diberikan sering.

Bentuk makanan disesuaikan dengan keadaan pasien (RSCM, 2003: 44)

2.1.6.1 Indikasi Pemberian

Ada tiga tahap pemberian makanan yaitu tahap penyesuaian, tahap penyembuhan,

dan tahap lanjutan.

1) Tahap Penyesuaian

Tujuannya adalah menyesuaikan kemampuan pasien menerima

makanan hingga ia mampu menerima diet TETP. Tahap penyesuaian ini

dapat berlangsung singkat, yaitu selama 1-2 minggu atau lebih lama,

bergantung pada kemampuan pasien untuk menerima dan mencerna

makanan.

Jika berat badan pasien kurang dari 7 kg, makanan yang diberikan

berupa makanan bayi. Makanan utama adalah formula yang dimodifikasi.

xliii
Contoh: susu rendah laktosa +2,5-5% glukosa +2% tepung. Secara

berangsur ditambahkan makanan lumat dan makanan lembek. Bila ada,

berikan ASI.

Jika berat badan pasien 7 kg atau lebih, makanan diberikan seperti

makanan untuk anak di atas 1 tahun. Pemberian makanan dimulai dengan

makanan cair, kemudian makanan lunak dan makanan biasa, dengan

ketentuan sebagai berikut:

a. Pemberian energi dimulai dengan 50 kkal/kg berat badan sehari.

b. Jumlah cairan 200 ml/kg berat badan sehari.

c. Sumber protein utama adalah susu yang diberikan secara bertahap

dengan keenceran 1/3, 2/3, dan 3/3, masing-masing tahap selama 2-3

hari. Untuk meningkatkan energi ditambahkan 5% glukosa, dan

d. Makanan diberikan dalam porsi kecil dan sering, yaitu 8-10 kali sehari

tiap 2-3 jam.

Bila konsumsi per-oral tidak mencukupi, perlu diberi tambahan

makanan lewat pipa (per-sonde) (RSCM, 2003:45).

2) Tahap Penyembuhan

Bila nafsu makan dan toleransi terhadap makanan bertambah baik, secara

berangsur, tiap 1-2 hari, pemberian makanan ditingkatkan hingga

konsumsi mencapai 150-200 kkal/kg berat badan sehari dan 2-5 gram

protein/kg berat badan sehari.

3) Tahap Lanjutan

xliv
Sebelum pasien dipulangkan, hendaknya ia sudah dibiasakan memperoleh

makanan biasa yang bukan merupakan diet TETP. Kepada orang tua

hendaknya diberikan penyuluhan kesehatan dan gizi, khususnya tentang

mengatur makanan, memilih bahan makanan, dan mengolahnya sesuai

dengan kemampuan daya belinya. Suplementasi zat gizi yang mungkin

diperlukan adalah

b. Glukosa biasanya secara intravena diberikan bila terdapat tanda-tanda

hipoglikemia.

c. KCl, sesuai dengan kebutuhan, diberikan bila ada hipokalemia.

d. Mg, berupa MgSO4 50%, diberikan secara intra muskuler bila terdapat

hipomagnesimia.

e. Vitamin A diberikan sebagai pencegahan sebanyak 200.000 SI per-

oral atau 100.000 SI secara intra muskuler. Bila terdapat xeroftalmia,

vitamin A diberikan dengan dosis total 50.000 SI/kg berat badan dan

dosis maksimal 400.000 SI.

f. Vitamin B dan vitamin C dapat diberikan secara suntikan per-oral.

Zat besi (Fe) dan asam folat diberikan bila terdapat anemia yang

biasanya menyertai KKP berat.

2.1.7 Kerangka Teori

Berdasarkan uraian dalam tinjauan pustaka, maka disusun kerangka teori

mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan status gizi penderita KEP berat

pasca rawat inap di rumah sakit, sebagai berikut:

Hygiene
rendah

xlv
Ekonomi Pendidikan Produksi bahan
negara umum pangan rendah
rendah kurang Sanitasi
lingkungan

Sistem
Pasca perdagangan
Pekerjaan panen
rendah pangan dan
kurang distribusi
baik tidak lancar

Praktik
Daya beli Persediaan kesehatan
rendah pangan kurang
Penyakit
infeksi dan
infestasi
Anak terlalu cacing
banyak Konsumsi
Pengetahuan energi dan
gizi kurang protein kurang
Absorbsi
terganggu
Kwashiorkor
Marasmus K.E.P.
Marasmic kwashiorkor
Utilisasi
terganggu

Gambar 2
Kerangka Teori

2.1.8 Kerangka Konsep Penelitian

xlvi
Kerangka konsep dalam penelitian ini menggambarkan variabel-variabel

yang akan diukur atau diamati selama penelitian, tidak semua variabel dalam

kerangka teori dimasukkan ke dalam kerangka konsep.

Tingkat Tingkat Kecukupan


Pendapatan Konsumsi Energi
Keluarga

Jumlah Anak Tingkat Kecukupan


Konsumsi Protein
Tingkat
Pengetahuan Ibu
tentang Gizi dan
Kesehatan

Penyakit Infeksi
Tingkat
Pendidikan Ibu

Status Gizi Balita KEP


Pasca Rawat Inap di
Rumah Sakit

Keterangan:
Variabel bebas

xlvii
Variabel terikat

Gambar 3

Kerangka Konsep

2.2 Hipotesis

Berdasarkan landasan teori di atas, maka ada beberapa perumusan

hipotesis penelitian sebagai berikut:

1) Ada hubungan antara tingkat kecukupan konsumsi energi dengan status

gizi balita KEP berat pasca rawat inap di rumah sakit (H0 ditolak dan Ha

diterima)

2) Ada hubungan antara tingkat kecukupan konsumsi protein dengan status

gizi balita KEP berat pasca rawat inap di rumah sakit (H0 ditolak dan Ha

diterima)

3) Ada hubungan antara penyakit infeksi dengan status gizi balita KEP berat

pasca rawat inap di rumah sakit (H0 ditolak dan Ha diterima)

4) Ada hubungan antara tingkat pendapatan keluarga dengan status gizi balita

KEP berat pasca rawat inap di rumah sakit (H0 ditolak dan Ha diterima)

5) Ada hubungan antara jumlah anak dengan status gizi balita KEP berat

pasca rawat inap di rumah sakit (H0 ditolak dan Ha diterima)

6) Ada hubungan antara tingkat pengetahuan ibu tentang gizi dan kesehatan

dengan status gizi balita KEP berat pasca rawat inap di rumah sakit (H0

ditolak dan Ha diterima)

xlviii
7) Ada hubungan antara tingkat pendidikan ibu dengan status gizi balita KEP

berat pasca rawat inap di rumah sakit (H0 ditolak dan Ha diterima).

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Populasi Penelitian


Populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang diteliti

(Soekidjo. N, 2002: 79). Populasi dalam penelitian ini adalah balita penderita

KEP berat pasca rawat inap di rumah sakit dokter Kariadi Semarang.

3.2 Sampel Penelitian


Sampel adalah sebagian dari populasi yang nilai atau karakteristiknya kita

ukur dan yang nantinya kita pakai untuk menduga karakteristik dari populasi

(Luknis Sabri dan Sutanto Priyo, 1999: 3). Metode statistik yang digunakan untuk

penentuan besar sampel adalah:

Z 21α / 2 P(1 − P )
n=
d2

Keterangan:

n = Perkiraan besar sampel

Z = 1,960 (Tingkat kepercayaan 95%)

P = 0,5 (Proporsi populasi)

d = 20% (presisi atau jarak)

Sumber: Lemeshow Stanley, dkk (1997: 2)

xlix
Jadi besar sampel minimal dalam penelitian ini adalah 24 balita KEP pasca

rawat inap di rumah sakit dokter Kariadi Semarang. Pemilihan sampel dengan

cara consecutive sampling dimana setiap pasien yang memenuhi kriteria

penelitian dimasukkan dalam penelitian sampai kurun waktu tertentu, sehingga

jumlah pasien yang diperlukan terpenuhi (Sudigdo Sastroasmoro, 1995: 49).

Sampel diambil dari data rekam medik bulan Juli 2004 s.d bulan Juni 2005.

3.3 Variabel Penelitian

Beberapa variabel yang ada dalam penelitian ini antara lain:

2) Variabel terikat (yang dipengaruhi) adalah "Status gizi penderita KEP

berat pasca rawat inap di rumah sakit".

3) Variabel bebas (yang mempengaruhi) adalah

a. Tingkat kecukupan konsumsi energi

b. Tingkat kecukupan konsumsi protein

c. Penyakit infeksi

d. Tingkat pendapatan keluarga

e. Jumlah anak

f. Tingkat pengetahuan ibu tentang gizi dan kesehatan

g. Tingkat pendidikan ibu.

3.4 Rancangan Penelitian

Penelitian yang digunakan adalah penelitian analitik dengan

menggunakan hipotesa. Istilah “analitik” berarti bahwa studi tersebut dirancang

untuk menentukan penyebab suatu penyakit dengan mencari hubungan antara

keterpaparan (eksposure) suatu faktor resiko dengan kejadian penyakit (disease

l
occurence) (Depkes RI, 1999: 27). Pendekatan dalam penelitian menggunakan

studi crossectional dimana untuk pengukuran variabel-variabelnya hanya

dilakukan satu kali dan pada satu saat (Sudigdo Sastroasmoro, 1995: 66).

3.5 Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1) Instrumen untuk pengambilan data primer berupa;

- alat pengukur berat badan injak (pengukuran pada balita >36 bulan)

- kuesioner penelitian

2) Instrumen untuk pengambilan data sekunder berupa blangko isian pasien

KEP berat yang tercatat pada data pasien di bagian Rekam Medik dan

KMS untuk mengetahui berat badan balita <36 bulan (metode

dokumentasi).

3.6 Teknik Pengambilan Data

Teknik pengambilan data dengan cara sebagai berikut:

1) Data Primer dikumpulkan dari hasil pengukuran antropometri dan KMS

serta wawancara dengan menggunakan kuesioner penelitian untuk

mengetahui informasi mengenai variabel-variabel bebas dalam penelitian

faktor-faktor yang berhubungan dengan status gizi penderita KEP berat

pasca rawat inap di rumah sakit..

2) Data Sekunder

li
Data sekunder dikumpulkan dengan metode dokumentasi dari catatan atau

data di bagian Rekam Medik dengan bantuan blangko yang telah

disediakan untuk pengambilan data.

3.7 Prosedur Penelitian

Penelitian ini pengukuran variabel-variabelnya dilakukan hanya satu kali

dan pada satu saat.

Ada beberapa
BALITA KEP faktor yang BALITA
PASCA
BERAT berhubungan RAWAT INAP
dengan status gizi

Status Gizi Pasca


Status Gizi Saat Rawat Inap di
SELANG
Rawat Inap di RS (Lingkungan
WAKTU
RS Keluarga)
≥ 1 (satu) bulan

Gambar 4
Prosedur Penelitian
Status gizi penderita KEP berat merupakan kejadian masa lalu yang dapat

dilihat melalui data Rekam Medik Rumah Sakit. Status gizi masa lalu dapat

diketahui melalui pengambilan data sekunder dari rumah sakit yang meliputi data

biologik seperti; nama, umur, jenis kelamin, hasil laboratorium, riwayat penyakit,

tinggi badan dan berat badan.

lii
Hal tersebut masih merupakan langkah awal dalam penelitian, untuk

langkah penelitian yang sesungguhnya yaitu pada saat peneliti berada pada

lingkungan keluarga. Dengan bantuan instrumen penelitian yang telah disiapkan,

maka peneliti baru melakukan pengambilan data primer untuk penentuan status

gizi dan analisis faktor-faktor yang berhubungan dengan status gizi penderita KEP

berat pasca rawat inap di rumah sakit.

3.8 Faktor-faktor yang mempengaruhi Penelitian

Dalam penelitian ini ada berbagai faktor-faktor yang mempengaruhi

penelitian yaitu instrumen penelitian, kejujuran responden dan luasnya jangkauan

lokasi responden. Instrumen penelitian yang berupa timbangan injak (untuk

pengukuran balita yang umurnya lebih dari 36 bulan) sudah dalam keadaan

normal selain itu kuesioner sudah dapat dimengerti dan diterima dengan mudah

oleh responden, meskipun isi kuesioner tersebut telah diterima dan mudah

dimengerti oleh responden faktor lain yang harus dipenuhi adalah adanya

kejujuran responden dalam pengisian kuesioner. Karena luasnya jangkauan lokasi

dan keadaan responden maka untuk pengukuran berat badan balita umur kurang

dari 36 bulan dengan menggunakan timbangan dacin tidak dapat dilakukan, tetapi

untuk berat badan balita yang umurnya kurang dari 36 bulan tersebut dapat dilihat

melalui Kartu Menuju Sehat (KMS).

3.9 Analisis Data

Data yang terkumpul kemudian diolah secara manual maupun

menggunakan komputer dengan langkah-langkah sebagai berikut:

1) Editing

liii
Meneliti kelengkapan, kejelasan serta konsistensi data dengan tujuan

mengkoreksi data, sehingga jika ada kesalahan dapat segera diklarifikasi

2) Koding

Mengklasifikasi jawaban maupun hasil pengukuran serta melakukan

pengkodean data untuk memudahkan pengolahan data

3) Entri data

Memasukkan data yang sudah diperoleh ke dalam komputer

4) Tabulasi

Mengelompokkan data sesuai dengan tujuan penelitian dengan

menggunakan tabel-tabel distribusi frekuensi.

Data hasil pengukuran berat badan disajikan dalam bentuk %BB riil

terhadap median BB/U WHO NCHS. Data konsumsi makanan dikonversikan

menjadi energi dan protein dan diolah dengan menggunakan program Food

Processor 2 kemudian dibandingkan dengan angka kecukupan gizi yang

dianjurkan (AKG). Analisis data meliputi:

1) Analisis Univariat

Analisis ini dilakukan terhadap tiap variabel dari hasil penelitian. Pada

umumnya dalam analisis ini hanya menghasilkan distribusi dan persentase

dari tiap variabel (Soekidjo Notoatmodjo, 2002: 188). Data hasil penelitian

dideskripsikan dalam bentuk tabel, grafik dan narasi, untuk mengevaluasi

besarnya proporsi masing-masing faktor yang meningkatkan resiko yang

ditemukan pada sampel untuk masing-masing variabel yang diteliti.

Analisis univarat bermanfaat untuk melihat apakah data sudah layak untuk

liv
dilakukan analisis, melihat gambaran data yang dikumpulkan dan apakah

data sudah optimal untuk analisis lebih lanjut.

2) Analisis Bivariat

Analisis bivariat dilakukan terhadap dua variabel yang diduga

berhubungan atau berkorelasi. Metode yang digunakan adalah metode

korelasi nonparametrik Kendall’s tau-b dengan bantuan komputer.

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum

Jumlah sampel dalam penelitian ini sebanyak 24 balita penderita KEP

berat pasca rawat inap di rumah sakit Dr. Kariadi Semarang. Data sekunder

sampel diperoleh dari data di bagian Rekam Medik Rumah Sakit dari bulan juli

2004 sampai dengan bulan Juni 2005, sedangkan data primer diperoleh dengan

pengukuran antropometri dan wawancara dengan panduan kuesioner penelitian di

lokasi atau rumah sampel penelitian mulai bulan agustus 2005.

4.2 Analisis Univariat

Analisis univariat dilakukan terhadap tiap variabel-variabel penelitian.

Pada analisis ini akan menghasilkan distribusi dan persentase dari tiap variabel-

lv
variabel yang berhubungan dengan status gizi penderita KEP berat pasca rawat

inap di rumah sakit dokter Kariadi Semarang.

Tabel 7
Distribusi Frekuensi Status Gizi Penderita KEP Berat
Pasca Rawat Inap di Rumah Sakit Dokter Kariadi Semarang

Status Gizi Balita Frekuensi Persentase


(1) (2) (3)
KEP Berat (BB<60%) 9 37,5%
KEP Sedang (60%≤BB≤69%) 9 37,5%
KEP Ringan (70%≤BB≤79%) 6 25,0%
Total 24 100%

Berdasarkan tabel 7 dapat dilihat mengenai proporsi status gizi balita KEP

pasca rawat inap di rumah sakit dokter Kariadi Semarang. Proporsi balita KEP

berat (BB<60%) sebanyak 9 balita (37,5%), KEP sedang (60%≤BB≤69%)

sebanyak 9 balita (37,5%), dan KEP ringan (70%≤BB≤79%) sebanyak 6 balita

(25,0%).

Adapun variabel-variabel yang dianalisis yaitu tingkat kecukupan

konsumsi energi, tingkat kecukupan konsumsi protein, penyakit infeksi, tingkat

pendapatan keluarga, jumlah anak, tingkat pengetahuan ibu tentang gizi dan

kesehatan, serta tingkat pendidikan ibu.

1) Tingkat Kecukupan Konsumsi Energi

Grafik 1
Distribusi Frekuensi Balita menurut
Tingkat Kecukupan Konsumsi Energi

lvi
54,2%
60%

50%
33,3%
40%

Persentase 30%
12,5%
20%

10%

0%
<70% AKG 70-80% AKG 80-99% AKG
Tingkat Kecukupan Konsumsi Energi

Berdasarkan grafik 1 dapat dilihat mengenai proporsi tingkat kecukupan

konsumsi energi balita KEP pasca rawat inap di rumah sakit. Proporsi balita yang

tingkat kecukupan konsumsi energi; kurang dari 70% AKG sebesar 54,2% (13

balita), antara 70-80% AKG sebesar 33,3% (8 balita), dan antara 80-99% AKG

sebesar 12,5% (3 balita).

2) Tingkat Kecukupan Konsumsi Protein

Grafik 2
Distribusi Frekuensi Balita menurut
Tingkat Kecukupan Konsumsi Protein
58,3%
60%

50%
33,3%
40%

Persentase 30%

20%
8,3%
10%

0%
<70% AKG 70-80% AKG 80-99% AKG
Tingkat Kecukupan Konsumsi Protein

Berdasarkan grafik 2 dapat dilihat mengenai proporsi tingkat kecukupan

konsumsi protein balita KEP pasca rawat inap di rumah sakit. Proporsi balita yang

tingkat kecukupan konsumsi protein; kurang dari 70% AKG sebesar 58,3% (14

lvii
balita), antara 70-80% AKG sebesar 33,3% (8 balita), dan antara 80-99% AKG

sebesar 8,3% (2 balita).

3) Penyakit Infeksi pada Balita

Grafik 3
Distribusi Frekuensi Balita menurut Penyakit Infeksi
87,5%

90%
80%
70%
60%
50%
Persentase
40%
12,5%
30%
20%
10%
0%
Terinfeksi Tidak Terinfeksi

Penyakit Infeksi

Berdasarkan grafik 3 dapat dilihat mengenai proporsi riwayat penyakit

infeksi balita KEP pasca rawat inap di rumah sakit. Proporsi balita yang terinfeksi

penyakit sebesar 87,5% (21 balita), dan balita yang tidak terinfeksi penyakit

sebesar 12,5% (3 balita). Berdasarkan hasil tersebut balita sebagian besar (87,5%)

menderita sakit infeksi seperti diare dan ISPA sebulan sebelum kunjungan

penelitian, hal tersebut dapat terjadi karena daya tahan tubuh balita yang rendah

serta kurangnya higiene dan sanitasi rumah.

4) Tingkat Pendapatan Keluarga

Grafik 4
Distribusi Frekuensi menurut Tingkat Pendapatan Keluarga

lviii
75,0%
80%
70%
60%
50%
Persentase 40%
30% 8,3% 12,5%
20% 4,2%
0,0%
10%
0%
<Rp.359.000,-Rp.359.000,-Rp.663.000,- Rp.967.000,- >Rp.1.271.000
s/d s/d s/d
Rp.663.000,-Rp.967.000,-Rp.1.271.000,-

Tingkat Pendapatan Keluarga

Berdasarkan grafik 4 dapat dilihat mengenai proporsi tingkat pendapatan

keluarga balita KEP pasca rawat inap di rumah sakit. Proporsi tingkat pendapatan

keluarga yang; <Rp359.000,- sebesar 8,3% (2 keluarga), antara Rp359.000,- s/d

Rp663.000,- sebesar 75% (18 keluarga), antara Rp663.000,- s/d Rp967.000,-

sebesar 12,5% (3 keluarga), antara Rp967.000,- s/d Rp1.271.000,- sebesar 0% dan

>Rp1.271.000,- sebesar 4,2% (1 keluarga).

5) Jumlah Anak

Grafik 5
Distribusi Frekuensi Ibu Balita menurut Jumlah Anak

40% 37,5%

35%
30% 25,0%
25% 20,8%
Persentase 20%
15%
10% 4,2% 4,2% 4,2% 4,2%
5% 0,0% 0,0%
0%
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Jumlah anak

lix
Berdasarkan grafik 5 dapat dilihat mengenai proporsi jumlah anak ibu

balita KEP pasca rawat inap di rumah sakit. Proporsi ibu yang memiliki jumlah

anak; 1 anak sebesar 4,2% (1 orang), 2 anak sebesar 25% (6 orang), 3 anak

sebesar 4,2% (1 orang), 4 anak sebesar 37,5% (9 orang), 5 anak sebesar 20,8% (5

orang), 6 anak sebesar 4,2% (1 orang) dan 9 anak sebesar 4,2% (1 orang).

6) Tingkat Pengetahuan Ibu tentang Gizi dan Kesehatan

Grafik 6
Distribusi Frekuensi Ibu Balita menurut
Tingkat Pengetahuan tentang Gizi dan Kesehatan

75,0%
80%
70%
60%
50%

Persentase 40%
20,8%
30%
20% 4,2%
10%
0%
Skor <60% Skor antara Skor >80%
60-80%

Tingkat Pengetahuan Ibu

Berdasarkan grafik 6 dapat dilihat mengenai proporsi tingkat pengetahuan

ibu tentang gizi dan kesehatan pada balita KEP pasca rawat inap di rumah sakit.

Proporsi tingkat pengetahuan ibu tentang gizi dan kesehatan yang; skor kurang

dari 60% sebesar 75% (18 orang), skor antara 60-80% sebesar 28,8% (5 orang),

dan skor lebih dari 80% sebesar 4,2% (1 orang).

7) Tingkat Pendidikan Ibu Balita


Grafik 7
Distribusi Frekuensi Ibu Balita menurut Tingkat Pendidikan

lx
62,5%
70%
60%
50%
40%
Persentase
30%
16,7% 16,7%
20%
4,2%
10%
0%
Tdk. SD SMP SMU
Sekolah
Tingkat Pendidikan Ibu

Berdasarkan grafik 7 dapat dilihat mengenai proporsi tingkat pendidikan

ibu balita KEP pasca rawat inap di rumah sakit. Proporsi tingkat pendidikan ibu

yang tidak sekolah sebesar 4,2% (1 orang), lulus SD sebesar 62,5% (15 orang),

lulus SMP sebesar 16,7% (4 orang), dan lulus SMU sebesar 16,7% (4 orang).

4.3 Analisis Bivariat

Analisis bivariat pada penelitian faktor-faktor yang berhubungan dengan

status gizi penderita KEP berat pasca rawat inap di rumah sakit diuji dengan

analisis nonparametrik Kendall’s tau_b yang meliputi:

1) Hubungan Tingkat Kecukupan Konsumsi Energi dengan Status Gizi

Tabel 8
Hubungan Tingkat Kecukupan Konsumsi Energi dengan Status Gizi

Tingkat KEP KEP KEP CI


kecukupan berat sedang ringan p CC OR
95%
energi f % f % f %
Defisit 7 29,2 6 25,0 0 0 0,012 +0,473 5,25 0,801-
Kurang 2 8,3 1 4,2 5 20,8 34,426
Sedang 0 0 2 8,3 1 4,2
Berdasarkan tabel 8 diperoleh probabilitas 0,012 < 0,05 atau dapat

dikatakan terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat kecukupan konsumsi

lxi
energi dengan status gizi balita KEP pasca rawat inap di RS. Koefisien korelasi

+0,473 menunjukkan lemahnya hubungan, tanda (+) berarti bahwa semakin baik

tingkat kecukupan konsumsi energi maka akan semakin meningkat status gizi

balita KEP pasca rawat inap di RS. OR 5,25 menunjukan bahwa balita dengan

tingkat kecukupan konsumsi energi <70% AKG memiliki resiko penurunan BB

menjadi <60% BB median 5,25 kali bila dibandingkan dengan balita yang tingkat

kecukupan konsumsi energinya >70% AKG.

Hal tersebut sesuai dengan pendapat Sajogyo (1994: 30) bahwa gizi

kurang pada anak sehingga menjadi kurus dan pertumbuhannya terhambat, terjadi

karena kurang zat sumber tenaga dan kurang protein (zat pembangun) diperoleh

dari makanan anak. Tenaga dan zat pembangun diperlukan anak dalam

membangun badannya yang tumbuh pesat. Berdasarkan penelitian sebagian besar

konsumsi energi balita hanya didapatkan pada makanan pokok sumber energi

(karbohidrat) seperti nasi (beras), padahal makanan sumber energi tidak hanya

pada nasi saja melainkan dapat diperoleh pada jagung dan umbi-umbian.

2) Hubungan Tingkat Kecukupan Konsumsi Protein dengan Status Gizi

Tabel 9
Hubungan Tingkat Kecukupan Konsumsi Protein dengan Status Gizi

Tingkat KEP KEP KEP CI


kecukupan berat sedang ringan p CC OR
95%
protein f % f % f %
Defisit 7 29,2 7 29,2 0 0 0,010 +0,489 3,063 0,472-
Kurang 2 8,3 1 4,2 5 20,8 19,879
Sedang 0 0 1 4,2 1 4,2

lxii
Berdasarkan tabel 9 diperoleh probabilitas 0,010 < 0,05 atau dapat

dikatakan terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat kecukupan konsumsi

protein dengan status gizi balita KEP pasca rawat inap di RS. Koefisien korelasi

+0,489 menunjukkan lemahnya hubungan, tanda (+) berarti bahwa semakin baik

tingkat kecukupan konsumsi protein maka akan semakin meningkat status gizi

balita KEP pasca rawat inap di RS. OR 3,063 menunjukan bahwa balita dengan

tingkat kecukupan konsumsi protein <70% AKG memiliki resiko penurunan BB

menjadi <60% BB median 3,063 kali bila dibandingkan dengan balita yang

tingkat kecukupan konsumsi energinya >70% AKG.

Hal tersebut sesuai dengan pendapat sajogyo (1994: 30) bahwa gizi kurang

pada anak sehingga menjadi kurus dan pertumbuhannya terhambat, terjadi karena

kurang zat sumber tenaga dan kurang protein (zat pembangun) diperoleh dari

makanan anak. Tenaga dan zat pembangun diperlukan anak dalam membangun

badannya yang tumbuh pesat. Berdasarkan penelitian sebagian besar konsumsi

protein balita hanya didapatkan pada makanan sumber protein nabati seperti tahu

dan tempe, untuk protein hewani seperti daging dan susu jarang dikonsumsi.

Bahkan pada baduta mereka ada yang kurang mendapatkan ASI dengan baik.

3) Hubungan Penyakit Infeksi dengan Status Gizi

Tabel 10
Hubungan Penyakit Infeksi dengan Status Gizi

Penyakit KEP KEP KEP CI


berat sedang ringan p CC OR
Infeksi 95%
f % f % f %
Terinfeksi 9 37,5 9 37,5 3 12,5 0,012 -0,495 1,75 1,208-
Tdk. 0 0 0 0 3 12,5 2,535
terinfeksi

lxiii
Berdasarkan tabel 10 diperoleh probabilitas 0,012 < 0,05 atau dapat

dikatakan terdapat hubungan yang signifikan antara penyakit infeksi dengan status

gizi balita KEP pasca rawat inap di RS. Koefisien korelasi -0,495 menunjukkan

lemahnya hubungan, tanda (-) berarti bahwa semakin sering terkena penyakit

infeksi maka akan semakin menurunkan status gizi balita KEP pasca rawat inap di

RS. OR 1,75 menunjukan bahwa balita yang terkena penyakit infeksi memiliki

resiko penurunan BB menjadi <60% BB median 1,75 kali bila dibandingkan

dengan balita yang tidak terkena penyakit infeksi.

Hal ini sejalan dengan pendapat Yayuk Farida Baliwati (2004: 31) yang

menyatakan bahwa status gizi yang rendah akan menurunkan resistensi tubuh

terhadap infeksi penyakit sehingga banyak menyebabkan kematian, terutama pada

anak-anak balita, keadaan ini akan mempengaruhi angka mortalitas. Berdasarkan

penelitian higiene dan sanitasi dalam rumah dan lingkungan kurang begitu

diperhatikan, sehingga mereka banyak yang terpapar penyakit infeksi saluran

pernafasan (ISPA) dan dieare atau mencret.

4) Hubungan Tingkat Pendapatan Keluarga dengan Status Gizi

Tabel 11
Hubungan Tingkat Pendapatan Keluarga dengan Status Gizi

Tingkat KEP KEP KEP CI


pendapatan berat sedang ringan p CC OR
95%
keluarga f % f % f %
Kurang 8 33,3 8 33,3 4 16,7 0,344 +0,184 2 0,175-
Sedang 1 4,2 0 0 2 8,3 22,799
Lebih 0 0 1 4,2 0 0

lxiv
Berdasarkan tabel 11 diperoleh probabilitas 0,344 > 0,05 atau dapat

dikatakan tidak adanya hubungan yang signifikan antara tingkat pendapatan

keluarga dengan status gizi balita KEP pasca rawat inap di RS. OR 2 menunjukan

bahwa balita yang tingkat pendapatan keluarganya <Rp.663.000,- memiliki resiko

penurunan BB menjadi <60% BB median 2 kali bila dibandingkan dengan balita

yang tingkat pendapatan keluarganya >Rp.663.000,-.

Meskipun pendapatan keluarga yang kurang sebesar 83,3%, tetapi mereka

mendapatkan JPS atau keringanan biaya dalam pemanfaatan pelayanan kesehatan

dan dana bantuan bagi keluarga miskin oleh pemerintah. Dengan adanya hal

tersebut maka juga mempengaruhi korelasi antara pendapatan keluarga dengan

status gizi. Berdasarkan pendapat Suhardjo (1986: 25) menyatakan bahwa pada

umumnya, jika tingkat pendapatan naik maka jumlah dan makanan cenderung

untuk membaik juga. Secara tidak langsung zat gizi tubuh akan terpenuhi dan

akan meningkatkan status gizi.

5) Hubungan Jumlah Anak dengan Status Gizi

Tabel 12
Hubungan Jumlah Anak dengan Status Gizi

Jumlah KEP KEP KEP CI


berat sedang ringan p CC OR
anak 95%
f % f % f %
<4 1 4,2 4 16,7 3 12,5 0,096 -0,328 0,143 0,014-
≥4 8 33,3 5 20,8 3 12,5 1,444

lxv
Berdasarkan tabel 12 diperoleh probabilitas 0,096 > 0,05 atau dapat

dikatakan tidak adanya hubungan yang signifikan antara jumlah anak dengan

status gizi balita KEP pasca rawat inap di RS. OR 0,143 menunjukan bahwa balita

yang ibunya memiliki jumlah anak ≥4 memiliki resiko penurunan BB menjadi

<60% BB median 0,143 kali bila dibandingkan dengan balita yang ibunya

memiliki jumlah anak <4.

Hal tersebut sejalan dengan pendapat Suhardjo (2003: 23) yang

menyatakan bahwa hubungan antara laju kelahiran yang tinggi dan kurang gizi,

sangat nyata pada masing-masing keluarga. Sumber pangan keluarga, terutama

mereka yang sangat miskin, akan lebih mudah memenuhi kebutuhan makannya

jika yang harus diberi makan jumlahnya sedikit. Kurang Energi Protein (KEP)

berat akan sedikit dijumpai bila anggota keluarganya lebih kecil.

Jika umur ibu minimal telah 20 tahun dan keluarga memang telah siap

untuk mempunyai anak, keluarga harus mengatur jarak dan jumlah kelahiran.

Jarak kelahiran antar dua anak yang ideal adalah 5 tahun, serta jumlah kelahiran

(anak) paling banyak 2 orang. Sebaiknya keluarga tidak mempunyai 2 balita

dalam waktu yang bersamaan, serta sebaiknya mengakhiri kesuburan bila umur

ibu telah di atas 30 tahun. Pada saat ini telah tersedia banyak cara kontrasepsi

yang dapat dimanfaatkan untuk mengatur jarak dan jumlah kelahiran tersebut

yang dapat dimanfaatkan tidak hanya oleh kaum ibu tetapi juga oleh kaum bapak

(Azrul Azwar, 1996: 299).

6) Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu tentang Gizi dan Kesehatan

dengan Status Gizi

Tabel 13

lxvi
Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu tentang Gizi dan
Kesehatan dengan Status Gizi

Tk penget KEP KEP KEP CI


ibu ttg gizi berat sedang ringan p CC OR
95%
dan kes f % f % f %
Baik 0 0 1 4,2 0 0 0,244 +0,226 0,5 0,077-
Sedang 3 12,5 2 8,3 0 0 3,265
Kurang 6 25 6 25 6 25

Berdasarkan tabel 13 diperoleh probabilitas 0,244 > 0,05 atau dapat

dikatakan tidak adanya hubungan yang signifikan antara tingkat pengetahuan ibu

tentang gizi dan kesehatan dengan status gizi balita KEP pasca rawat inap di RS.

Hal tersebut dapat terjadi disebabkan karena adanya faktor kejujuran dari ibu

balita (responden penelitian). OR 0,5 menunjukan bahwa balita yang tingkat

pengetahuan ibu tentang gizi dan kesehatannya dengan skor <60% memiliki

resiko penurunan BB menjadi <60% BB median 0,5 kali bila dibandingkan

dengan balita yang tingkat pengetahuan ibu tentang gizi dan kesehatannya

memiliki skor >60%.

Hal tersebut sejalan dengan pendapat Suhardjo (2003: 25) yang

menyatakan bahwa kurangnya pengetahuan dan salah konsepsi tentang kebutuhan

pangan dan nilai pangan adalah umum di setiap negara dunia. Salah satu

penyebab munculnya gangguan gizi adalah kurangnya pengetahuan tentang gizi

atau kurangnya pengetahuan tentang gizi dalam kehidupan sehari-hari. Sjahmien

Moehji, 2002: 6) juga berpendapat bahwa pengetahuan tentang kandungan zat gizi

dalam berbagai bahan makanan, kegunaan makanan bagi kesehatan keluarga

dapat membantu ibu memilih bahan makanan yang harganya tidak begitu mahal

akan tetapi nilai gizinya tinggi.

7) Hubungan Tingkat Pendidikan Ibu dengan Status Gizi

Tabel 14
Hubungan Tingkat Pendidikan Ibu dengan Status Gizi

lxvii
Tingkat KEP KEP KEP CI
pendidikan berat sedang ringan p CC OR
95%
ibu f % f % f %
Tdk sklh 1 4,2 0 0 0 0 0,045 +0,375 0,55 0,370-
SD 7 29,2 5 20,8 3 12,5 0,818
SMP 1 4,2 2 8,3 1 4,2
SMU 0 0 2 8,3 2 8,3

Berdasarkan tabel 14 diperoleh probabilitas 0,045 < 0,05 atau dapat

dikatakan terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat pendidikan ibu

dengan status gizi balita KEP pasca rawat inap di RS. Koefisien korelasi +0,375

menunjukkan lemahnya hubungan, tanda (+) berarti bahwa semakin tinggi tingkat

pendidikan ibu maka akan semakin meningkat status gizi balita KEP pasca rawat

inap di RS. OR 0,55 menunjukan bahwa balita dengan tingkat pendidikan ibu <9

tahun memiliki resiko penurunan BB menjadi <60% BB median 0,55 kali bila

dibandingkan dengan balita yang tingkat pendidikan ibunya >9 tahun.

Hal tersebut sejalan dengan pendapat Yayuk Farida Baliwati (2004: 32)

yang menyatakan bahwa wanita yang berpendidikan rendah atau tidak

berpendidikan biasanya mempunyai anak lebih banyak dibandingkan yang

berpendidikan lebih tinggi. mereka yang berpendidikan rendah umumnya tidak

dapat/sulit diajak memahami dampak negatif dari mempunyai banyak anak. Hal

tersebut secara tidak langsung akan mempengaruhi status gizi balita.

4.4 Hambatan dan Kelemahan Penelitian

Penelitian ini terdapat banyak hambatan dan kelemahan, antara lain:

1) Luasnya jangkauan lokasi sampel atau responden

2) Tidak dapat dilakukan pengukuran berat badan dengan menggunakan

timbangan dacin pada balita yang berusia dibawah 36 bulan karena

lxviii
keadaan sampel, dan untuk mengetahui berat badan balita tersebut hanya

dengan menggunakan KMS

3) Sedikitnya sampel penelitian karena keterbatasan peneliti sehingga akan

berpengaruh pada ketelitian dari hasil penelitian.

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

8) Ada hubungan (+) yang signifikan antara tingkat kecukupan konsumsi

energi dengan status gizi balita KEP berat pasca rawat inap di rumah sakit,

semakin baik tingkat kecukupan konsumsi energi maka akan semakin

meningkat status gizi balita tersebut. Balita dengan tingkat kecukupan

konsumsi energi <70% AKG memiliki resiko penurunan BB menjadi

<60% BB median 5,25 kali bila dibandingkan dengan balita yang tingkat

kecukupan konsumsi energinya >70% AKG.

9) Ada hubungan (+) yang signifikan antara tingkat kecukupan konsumsi

protein dengan status gizi balita KEP berat pasca rawat inap di rumah

sakit, semakin baik tingkat kecukupan konsumsi protein maka akan

semakin meningkat status gizi balita tersebut. Balita dengan tingkat

kecukupan konsumsi protein <70% AKG memiliki resiko penurunan BB

lxix
menjadi <60% BB median 3,063 kali bila dibandingkan dengan balita

yang tingkat kecukupan konsumsi energinya >70% AKG.

10) Ada hubungan (-) yang signifikan antara penyakit infeksi dengan status

gizi balita KEP berat pasca rawat inap di rumah sakit, apabila balita

terpapar penyakit infeksi maka akan semakin menurun status gizi balita

tersebut. Balita yang terkena penyakit infeksi memiliki resiko penurunan

BB menjadi <60% BB median 1,75 kali bila dibandingkan dengan balita

yang tidak terkena penyakit infeksi.

11) Tidak ada hubungan yang signifikan antara tingkat pendapatan keluarga

dengan status gizi balita KEP berat pasca rawat inap di rumah sakit. Balita

yang tingkat pendapatan keluarga <Rp.663.000,- memiliki resiko

penurunan BB menjadi <60% BB median 2 kali bila dibandingkan dengan

balita yang tingkat pendapatan keluarganya >Rp.663.000,-.

12) Tidak ada hubungan yang signifikan antara jumlah anak dengan status gizi

balita KEP berat pasca rawat inap di rumah sakit. Balita yang ibunya

memiliki jumlah anak ≥4 memiliki resiko penurunan BB menjadi <60%

BB median 0,143 kali bila dibandingkan dengan balita yang ibunya

memiliki jumlah anak <4.

13) Tidak ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan ibu tentang gizi

dan kesehatan dengan status gizi balita KEP berat pasca rawat inap di

rumah sakit. Balita yang tingkat pengetahuan ibu tentang gizi dan

kesehatannya dengan skor <60% memiliki resiko penurunan BB menjadi

<60% BB median 0,5 kali bila dibandingkan dengan balita yang tingkat

pengetahuan ibu tentang gizi dan kesehatannya memiliki skor >60%.

lxx
14) Ada hubungan (+) yang signifikan antara tingkat pendidikan ibu dengan

status gizi balita KEP berat pasca rawat inap di rumah sakit, semakin

tinggi tingkat pendidikan ibu maka akan semakin baik status gizi balita

tersebut. Balita dengan tingkat pendidikan ibu <9 tahun memiliki resiko

penurunan BB menjadi <60% BB median 0,55 kali bila dibandingkan

dengan balita yang tingkat pendidikan ibunya >9 tahun.

5.2 Saran

1) Konsumsi energi dan protein rata-rata anak balita KEP berat pasca rawat

inap di rumah sakit masih rendah, untuk itu diharapkan pada ibu yang

memiliki balita KEP pasca rawat inap di rumah sakit agar meningkatkan

konsumsi makan terutama sumber energi dan protein yang lebih beragam

2) Penyakit infeksi berhubungan dengan status gizi balita KEP berat pasca

rawat inap di rumah sakit, sehingga diharapkan kebersihan balita beserta

keluarga, tempat tinggal dan lingkungan sekeliling harus selalu dijaga

3) Dalam rangka meningkatkan pengetahuan ibu tentang gizi dan kesehatan,

perlu dilakukan penyuluhan tentang gizi dan kesehatan melalui kunjungan

rumah oleh bidan desa setempat atau petugas gizi dari wilayah setempat

4) Bagi peneliti selanjutnya disarankan untuk menurunkan besarnya presisi

agar sampel yang diambil menjadi lebih besar dan meningkatkan ketelitian

hasil penelitian.

lxxi
DAFTAR PUSTAKA

Achmad Djaeni S. 1999. Ilmu Gizi. Jakarta: Dian Rakyat

Azrul Azwar. 1996. Menuju Pelayanan Kesehatan yang Lebih Bermutu. Jakarta:
Yayasan Penerbitan Ikatan Dokter Indonesia

Baso Susanto. 2003. Profil Rumah Sakit Terkemuka Indonesia. Semarang: Mitra
Utama

Badan Pusat Statistik. 2004. Survei Sosial Ekonomi Nasional. Semarang: BPS
Press

Budioro B. 2002. Pengantar Epidemiologi. Semarang: Badan Penerbit Universitas


Diponegoro

Darwin Karyadi dan Muhilal. 1996. Kecukupan Gizi yang Dianjurkan. Jakarta:
PT Gramedia Pustaka Utama

Depkes RI. 1999. Metode Penelitian Kesehatan. Jakarta: Badan penelitian dan
Pengembangan Kesehatan-Pusat Penelitian Penyakit Tidak Menular

Dini Latief dkk. 2001. Rencana Aksi Pangan dan Gizi Nasinal 2001-2005.
Jakarta: Pemerintah RI and World Health Organitation

I Dewa Nyoman Supariasa dkk. 2000. Penilaian Status Gizi. Jakarta: EGC

Lemeshow Stanley, dkk. 1997. Besar Sampel Dalam Penelitian Kesehatan.


Yogyakarta: Gadjah Mada University Press

Luknis Sabri dan Sutanto Priyo Hastono. 1999. Modul (MA 2600) Biostatistik
Kesehatan. Jakarta: FKM UI Press

Muhammad Nur Hayid. 2005. 8% Balita di RI Busung Lapar.


http://jkt.detikhealth.com/index.php/detik.read/tahun/2005/bulan/05/tgl/26
/time/153920/idnews/369067/idkanal/172

lxxii
Mulyanto Sumardi dan Hans Dieter Ever. 1982. Kemiskinan dan Kebutuhan
Pokok. Jakarta: Rajawali

Oktia Woro Kasmani H. 2004. Pedoman Penyusunan Skripsi Mahasiswa


Program Strata I. Semarang: Unnes Press

Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo dan Persatuan Ahli Gizi Indonesia. 2003.
Penuntun Diit Anak. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama

Sajogyo. 1994. Menuju Gizi Baik yang Merata di Pedesaan dan di Kota.
Yogyakarta: Gajah Mada University Press

Singgih Santoso. 2005. Menguasai Statistik di Era Informasi dengan SPSS 12.
Jakarta: PT Elek Media Komputindo

Sjahmien Moehji. 2002. Ilmu Gizi 1: Pengetahuan Dasar Ilmu Gizi. Jakarta:
Papas Sinar Siranti

Soekidjo Notoatmodjo. 2002. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka


Cipta

Solihin Pudjiadi. 2000. Ilmu Gizi Klinis pada Anak. Jakatra: FKUI

Sudigdo Sastroasmoro dan Sofyan Ismael. 1995. Dasar-dasar Metodologi


Penelitian Klinis. Jakarta: FKUI

Sugiyono. 2003. Statistika Untuk Penelitian. Bandung: CV Alfabeta

Suhardjo, dkk. 1986. Pangan, Gizi dan Pertanian. Jakarta: UI-Press

Yayuk Farida Baliwati, dkk. 2004. Pengantar Pangan dan Gizi. Jakarta: Penebar
Swadaya

__________ 2004. Survei Sosial Ekonomi Nasional. Jakarta: Badan Pusat Statistik

lxxiii
Ali Khomsan. 2004. Peranan Pangan Dan Gizi Untuk Kualitas Hidup.
Jakarta: PT. Grasindo

Andry Hartono. 2000. Asuhan Nutrisi Rumah Sakit. Jakarta: EGC

Azrul Azwar dan joedoPrihartono. 2003. Metodologi Penelitian Kedokteran


dan Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Binarupa Aksara
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1999. Metode Penelitian
Kesehatan. Jakarta: Pusat Penelitian Penyakit Tidak Menular

Etty Indriati. 2001. Menulis Karya Ilmiah. Jakarta: PT Gramedia Utama


J.H. Abramson. 1997. Metode Survei Dalam Kedokteran Komunitas.
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Moh. Nazir. 1999. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia.


Soekidjo Notoatmojo.2002. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: PT
Rineka Cipta.
Susirah Sutardjo dkk. 2003. Penuntun Diit Anak. Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama.

I Dewa Nyoman Supariasa, 2001: 131


Solihin Pudjiadi (2003: 101)
Dini Latief dkk, 2001: 31
Muhammad Nur Hayid, 2005: 172
Direktorat Jendral, 1999: l 1 ?????????????????????????????????????????
Achmad Djaeni S, 1999: 48
RSCM, 2003: 44
Budioro B (2002: 131)

lxxiv
Lampiran 1

UJI VALIDITAS DAN RELIABILITAS KUESIONER PENELITIAN

Reliability
Case Processing Summary

N %
Cases Valid 15 100,0
Excludeda 0 ,0
Total 15 100,0
a. Listwise deletion based on all
variables in the procedure.

Reliability Statistics

Cronbach's
Alpha Based
on
Cronbach's Standardized
Alpha Items N of Items
,977 ,977 20

Item-Total Statistics

Scale Corrected Squared Cronbach's


Scale Mean if Variance if Item-Total Multiple Alpha if Item
Item Deleted Item Deleted Correlation Correlation Deleted
soal_1 31,7333 54,924 ,698 . ,977
soal_2 31,7333 54,924 ,698 . ,977
soal_3 31,7333 54,924 ,698 . ,977
soal_4 31,8000 53,600 ,811 . ,976
soal_5 31,8667 52,552 ,893 . ,975
Soal_6 31,9333 52,067 ,906 . ,975
soal_7 32,0000 52,000 ,879 . ,975
soal_8 32,0667 52,210 ,832 . ,975
soal_9 32,1333 52,695 ,763 . ,976
soal_10 32,2000 53,457 ,670 . ,977
soal_11 32,1333 52,695 ,763 . ,976
soal_12 32,0667 52,210 ,832 . ,975
soal_13 32,0000 52,000 ,879 . ,975
soal_14 31,9333 52,067 ,906 . ,975
soal_15 31,9333 52,067 ,906 . ,975
soal_16 31,8667 52,552 ,893 . ,975
soal_17 31,8000 53,600 ,811 . ,976
soal_18 31,7333 54,924 ,698 . ,977
soal_19 31,8667 52,552 ,893 . ,975
soal_20 31,8667 52,552 ,893 . ,975

lxxv
Lampiran 2

BLANGKO PENELITIAN
METODE DOKUMENTASI DATA REKAM MEDIK
PASIEN KEP PASCA RAWAT INAP DI RS DR KARIADI SEMARANG

Nomor kuesioner :
Tanggal Rawat Inap : masuk…………………….keluar…...……………………
Alamat responden : ………………………………No……Rt……..Rw……...
Kel………………Kec…………….Kab/kota..…………..
No. Data biologik Isian

(1) (2) (3)

1. Nama ………………………………………………………

………………………………………………………

2. Umur ………………………………………………………

………………………………………………………

3. Jenis kelamin ………………………………………………………

………………………………………………………

4. Tinggi badan ………………………………………………………

………………………………………………………

5. Berat badan ………………………………………………………

………………………………………………………

6. Tanda2 klinis ………………………………………………………

………………………………………………………

7. Penyakit penyerta ………………………………………………………

………………………………………………………

lxxvi
Lampiran 3

KUESIONER PENELITIAN
BEBERAPA FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN
STATUS GIZI PENDERITA KEP BERAT PASCA RAWAT INAP
DI RUMAH SAKIT DOKTER KARIADI SEMARANG

Pelaksanaan Pengambilan Data: Tgl…….Bln…….Th…….

A. Identitas Keluarga Responden


1. Nomor responden : …………………………..
2. Nama Responden : …………………………..
3. Nama Kepala Keluarga (KK) : …………………………..
4. Alamat : …………………………..
Rt…………..Rw………...
Kelurahan………………..
Kecamatan……………….
Kab/Kota………………...
5. Umur :…………………………..
6. Pendidikan
a. Tidak sekolah
b. SD
c. SMP
d. SMU
e. Perguruan Tinggi
f. Lain-lain, sebutkan…………………………….
7. Pekerjaan responden
a. Tidak bekerja
b. Buruh tani
c. Petani
d. Karyawan swasta
e. PNS/ABRI
f. Berdagang/wiraswasta
g. Buruh pabrik
h. Lain-lain, sebutkan…………………………….
8. Pekerjaan kepala keluarga
a. Tidak bekerja
b. Buruh tani
c. Petani
d. Karyawan swasta
e. PNS/ABRI
f. Berdagang/wiraswasta
g. Buruh pabrik
h. Lain-lain, sebutkan…………………………….

lxxvii
9. Jumlah anak :…………………………..
10. Jumlah pengeluaran dalam satu bulan (dalam ribuan)
…………………………..
11. Jumlah pendapatan dalam satu bulan
a. < Rp. 663.000,-
b. Antara Rp. 663.000,- s.d Rp. 1.271.000,-
c. > Rp. 1.271.000,-

B. Identitas Anak Balita


1. Nama balita : …………………………..
2. Jenis kelamin : 1. Laki-laki 2. Perempuan
3. Umur : …………………………..
4. Berat badan : …………………………..
5. % BB riil terhadap
BB/U WHO NCHS : (di isi peneliti)…………...

C. Kejadian Penyakit Infeksi


Apakah balita pernah menderita penyakit infeksi ISPA dan Diare dalam 1
bulan ini (ISPA: Batuk, Flu, Pnemonia)?
1. Ya
2. Tidak

D. Pengetahuan Ibu tentang Gizi dan Kesehatan


1. Apa manfaat menimbangkan balita di posyandu tiap bulan?
a. Supaya mendapat PMT
b. Supaya sehat
c. Supaya tahu perkembangan kesehatan anaknya
Lain-lain…………………………………
2. Sejak umur berapa bulan anak sebaiknya diberi makanan tambahan?
a. Umur 1 minggu
b. < 4 bulan
c. ≥ 4 bulan
Lain-lain…………………………………
3. Mengapa anak diberi makanan tambahan sejak usia 4 bulan?
a. Supaya anak tidak sering menangis
b. Supaya anak cepat besar
c. Karena setelah 4 bulan berbagai zat gizi yang dibutuhkan bayi
sudah tidak mencukupi lagi
Lain-lain…………………………………

lxxviii
4. Bagaimana pertumbuhan anak yang sehat?
a. Bila anak banyak bergerak
b. Anak tidak sakit-sakitan
c. Bila berat badan naik setiap kali ditimbang di posyandu
Lain-lain…………………………………
5. Apakah yang dimaksud makanan dengan gizi seimbang?
a. Makanan yang mengenyangkan
b. Makanan yang bergizi
c. Makanan yang terdiri dari nasi, lauk, sayur, buah
Lain-lain…………………………………
6. Apakah ibu tahu makanan sumber zat tenaga?
a. Tidak tahu
b. Bisa menjawab 1-3 item
c. Bisa menjawab lebih dari 3 item
Item: Nasi, jagung, ketela, kentang, roti, gandum, dll.
Lain-lain…………………………………
7. Apa saja makanan sumber protein?
a. Tidak tahu
b. Bisa menjawab 1-3 item
c. Bisa menjawab lebih dari 3 item
Item: Telur, daging, ikan, tahu, tempe, kacang-kacangan dll.
Lain-lain…………………………………
8. Apakah minuman yang terbaik bagi bayi?
a. Susu sapi
b. Susu botol/ susu kaleng
c. Air susu ibu (ASI)
Lain-lain…………………………………
9. Apa akibatnya bila pemberian makanan pada anak kurang?
a. Anak menjadi sakit
b. Berat badan tetap/ tidak naik
c. Anak menjadi kurus dan kurang gizi
Lain-lain…………………………………
10. Apakah ibu tahu apa itu diare (mencret)?
a. berak karena anak akan menjadi besar
b. Berak biasa encer
c. Berak encer lebih dari 3 kali sehari
Lain-lain…………………………………
11. Apa yang akan ibu lakukan bila anak ibu diare?
a. Dipijatkan ke dukun bayi
b. Diberi jamu/ obat tradisional
c. Segera diberi oralit atau LGG atau segera dibawa ke Puskesmas
Lain-lain…………………………………

lxxix
12. Penyakit apa saja yang sering diderita anak-anak?
a. Sawan/ tidak tahu
b. Bisa menjawab 1-2 item
c. Bisa menjawab lebih dari 2 item
Item: Batuk, diare, flu, campak, demam
Lain-lain…………………………………
13. Apa manfaat imunisasi bagi anak?
a. Supaya anak lekas besar
b. Supaya anak sehat
c. Untuk mencegah penyakit pada anak
Lain-lain…………………………………
14. Penyakit apa saja yang bisa dicegah dengan imunisasi?
a. Tidak tahu
b. Bisa jawab 1-2 item
c. Bisa menjawab lebih dari 2 item
Item: Campak, hepatitis B, BCG, Dipteri, Polio
Lain-lain…………………………………
15. Apa yang akan ibu lakukan bila anak ibu sakit panas, demam batuk,
flu?
a. Dibawa ke orang pintar/ dukun
b. Dibelikan obat sendiri
c. Dibawa ke Puskesmas atau bidan
Lain-lain…………………………………
16. Bagaimana tanda-tanda anak yang cacingan?
a. Tidak tahu
b. Bisa menjawab 1-2 item
c. Bisa menjawab lebih dari 2 item
Item: Perut buncit, nafsu makan turun, badan kurus, kulit kusam
Lain-lain…………………………………
17. Bila ibu tahu bahwa anak ibu cacingan, apa yang akan ibu lakukan?
a. Dibiarkan saja
b. Membeli obat sendiri
c. Dibawa ke Puskesmas atau bidan
Lain-lain…………………………………
18. Umur berapakah sebaiknya anak disapih?
a. > 2 tahun
b. < 2 tahun
c. 2 tahun
Lain-lain…………………………………

lxxx
19. Apakah penyakit batuk, pilek, demam pada anak berbahaya?
a. Tidak berbahaya
b. Mungkin
c. Berbahaya dan harus segera diobati
Lain-lain…………………………………
20. Bagaimana makanan yang baik bagi anak usia di atas 1 tahun?
a. Bubur
b. Sama seperti anggota keluarga yang lain
c. Makanan biasa sama seperti anggota keluarga yang lain dan gizi
harus seimbang
Lain-lain…………………………………

lxxxi
Lampiran 4

PEDOMAN PENILAIAN PENGETAHUAN IBU TENTANG

GIZI DAN KESEHATAN

1. Setiap pertanyaan diberi skor antara 0 sampai 2,

- setiap jawaban (a) mendapatkan skor 0

- setiap jawaban (b) mendapatkan skor 1

- setiap jawaban (c) mendapatkan skor 2

2. Jumlah pertanyaan adalah 20 soal sehingga apabila dapat menjawab semua

pertanyaan dengan benar skornya 40.

3. Nilai akhir dinyatakan dalam persentase yaitu jumlah skor yang benar

dibagi total skor dikalikan 100%.

Contoh:

Bila responden dapat menjawab pertanyaan dengan skor 34, maka nilai

responden adalah adalah 34/40 x 100% = 85%. Maka nilai responden

adalah 85%.

Sedangkan klasifikasi pengetahuan responden dibagi menjadi 3 kategori

berdasarkan Yayuk Farida Baliwati, dkk (2004: 117) adalah sebagai

berikut:

a. Pengetahuan gizi kurang : x < 60%

b. Pengetahuan gizi cukup : 60% ≤ x ≤ 80%

c. Pengetahuan gizi baik : x > 80%

Sehingga apabila responden mempunyai nilai 85% berarti termasuk dalam

kategori pengetahuan gizi baik.

lxxxii
Lampiran 5

FORMULIR RECALL KONSUMSI PANGAN BALITA

Nama Balita :
Jenis Kelamin : 1. Laki-laki 2. Perempuan
Umur :
Recall hari : 1 / 2 (lingkari salah satu)

Nama Bahan URT Berat Energi Protein


No. makanan Makanan (gram) (kal) (gram)
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)

1 Makan Pagi

Selingan

2 Makan Siang

Selingan

3 Makan Sore/
Malam

Selingan

Jumlah

lxxxiii
Lampiran 7

CARA PENILAIAN STATUS GIZI BALITA

Status gizi dinilai secara antropometri dengan menggunakan indeks Berat

badan/Umur (BB/U) baku antropometri WHO NCHS. BB median antara laki-laki

dan perempuan dibedakan, untuk status gizi sampel dibagi menjadi 5 berdasarkan

%BB riil terhadap BB median:

1. KEP Berat (BB<60%)

2. KEP Sedang (60%≤BB≤69%)

3. KEP Ringan (70%≤BB≤79%)

4. Gizi Baik (80%≤BB≤109%)

5. Gizi Lebih (BB≥110%)

Contoh perhitungan:

Diketahui : seorang balita perempuan X berumur 36 bulan dengan BB riil

8Kg.

Ditanya : termasuk golongan manakah status gizi balita tersebut?

Jawab :

BB median balita perempuan berumur 36 bln adalah 14,1 Kg (lihat pada

tabel BB/U berdasarkan % terhadap median baku NCHS).

BBriil
%BB riil thd BB median = × 100%
BBmedian

8
%BB riil thd BB median = × 100%
14,1

%BB riil thd BB median = 56,74%

Jadi status gizi balita perempuan X tersebut tergolong KEP Berat karena

BB<60%.

lxxxiv
Lampiran 10

CARA PERHITUNGAN TINGKAT KECUKUPAN


KONSUMSI ENERGI DAN PROTEIN

Apabila ingin melakukan perbandingan antara konsumsi zat gizi dengan

keadaan gizi seseorang, biasanya dilakukan perbandingan pencapaian konsumsi

zat gizi individu tersebut dalam bentuk angka kecukupan gizi (AKG). Menurut

Darwin Karyadi dan Muhilal (1996: 57), untuk menentukan AKG individu dapat

dilakukan dengan melakukan koreksi terhadap BB nyata individu/perorangan

tersebut dengan BB standar yang ada pada tabel AKG.

Berdasarkan buku Pedoman Petugas Gizi Puskesmas, Depkes RI (1990)

yang dikutip oleh I Dewa Nyoman Supariasa (2000: 114) menyatakan bahwa

klasifikasi tingkat konsumsi dibagi menjadi 4 dengan cut of point masing-masing

sebagai berikut:

1. Defisit (<70%)

2. Kurang (70 – 80% AKG)

3. Sedang (80 – 99% AKG)

4. Baik (≥100% AKG)

Contoh perhitungan tingkat kecukupan konsumsi energi dan protein:

Diketahui seorang anak laki-laki X berumur 29 bln dengan BB aktual 9,2

Kg, BB ideal 13,5 Kg. Apabila konsumsi rata-rata energi dan protein yaitu 587,78

kal/hari dan 10,5 gr/hari (AKG ideal untuk energi 1250 kalori dan protein 23 gr),

termasuk tingkat klasifikasi manakah konsumsi energi dan protein anak tersebut?

BBaktual
AKG aktual = × AKGideal
BBideal

lxxxv
1. Tingkat kecukupan konsumsi energi

9,2
AKG energi aktual = × 1250
13,5

AKG energi aktual = 851,85 kalori

Jadi pencapaian tingkat kecukupan konsumsi energi untuk anak tersebut

adalah

587,78
× 100% = 69%
851,85

Kategori: tingkat kecukupan konsumsi energi defisit

2. Tingkat kecukupan konsumsi protein

9,2
AKG protein aktual = × 23
13,5

AKG protein aktual = 15,67 gr

Jadi pencapaian tingkat kecukupan konsumsi protein untuk anak tersebut

adalah

10,50
× 100% = 67%
15,67

Kategori: tingkat kecukupan konsumsi protein defisit

lxxxvi
Lampiran 12

HASIL UJI STATISTIK

Crosstabs
Case Processing Summary

Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Tingkat Kecukupan
Konsumsi Energi * 24 100,0% 0 ,0% 24 100,0%
Status Gizi Balita

Tingkat Kecukupan Konsumsi Energi * Status Gizi Balita Crosstabulation

Status Gizi Balita


KEP Berat KEP Sedang KEP Ringan Total
Tingkat Kecukupan Defisit Count 7 6 0 13
Konsumsi Energi % of Total 29,2% 25,0% ,0% 54,2%
Kurang Count 2 1 5 8
% of Total 8,3% 4,2% 20,8% 33,3%
Sedang Count 0 2 1 3
% of Total ,0% 8,3% 4,2% 12,5%
Total Count 9 9 6 24
% of Total 37,5% 37,5% 25,0% 100,0%

Nonparametric Correlations
Correlations

Tingkat
Kecukupan
Konsumsi Status Gizi
Energi Balita
Kendall's tau_b Tingkat Kecukupan Correlation Coefficient 1,000 ,473*
Konsumsi Energi Sig. (2-tailed) . ,012
N 24 24
Status Gizi Balita Correlation Coefficient ,473* 1,000
Sig. (2-tailed) ,012 .
N 24 24
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).

lxxxvii
Crosstabs
Case Processing Summary

Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Tingkat Kecukupan
Konsumsi Protein * 24 100,0% 0 ,0% 24 100,0%
Status Gizi Balita

Tingkat Kecukupan Konsumsi Protein * Status Gizi Balita Crosstabulation

Status Gizi Balita


KEP Berat KEP Sedang KEP Ringan Total
Tingkat Kecukupan Defisit Count 7 7 0 14
Konsumsi Protein % of Total 29,2% 29,2% ,0% 58,3%
Kurang Count 2 1 5 8
% of Total 8,3% 4,2% 20,8% 33,3%
Sedang Count 0 1 1 2
% of Total ,0% 4,2% 4,2% 8,3%
Total Count 9 9 6 24
% of Total 37,5% 37,5% 25,0% 100,0%

Nonparametric Correlations
Correlations

Tingkat
Kecukupan
Konsumsi Status Gizi
Protein Balita
Kendall's tau_b Tingkat Kecukupan Correlation Coefficient 1,000 ,489*
Konsumsi Protein Sig. (2-tailed) . ,010
N 24 24
Status Gizi Balita Correlation Coefficient ,489* 1,000
Sig. (2-tailed) ,010 .
N 24 24
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).

lxxxviii
Crosstabs
Case Processing Summary

Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Penyakit Infeksi *
24 100,0% 0 ,0% 24 100,0%
Status Gizi Balita

Penyakit Infeksi * Status Gizi Balita Crosstabulation

Status Gizi Balita


KEP Berat KEP Sedang KEP Ringan Total
Penyakit Tidak terinfeksi Count 0 0 3 3
Infeksi % of Total ,0% ,0% 12,5% 12,5%
Terinfeksi Count 9 9 3 21
% of Total 37,5% 37,5% 12,5% 87,5%
Total Count 9 9 6 24
% of Total 37,5% 37,5% 25,0% 100,0%

Nonparametric Correlations
Correlations

Penyakit Status Gizi


Infeksi Balita
Kendall's tau_b Penyakit Infeksi Correlation Coefficient 1,000 -,495*
Sig. (2-tailed) . ,012
N 24 24
Status Gizi Balita Correlation Coefficient -,495* 1,000
Sig. (2-tailed) ,012 .
N 24 24
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).

lxxxix
Crosstabs
Case Processing Summary

Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Tingkat Pendapatan
Keluarga * Status 24 100,0% 0 ,0% 24 100,0%
Gizi Balita

Tingkat Pendapatan Keluarga * Status Gizi Balita Crosstabulation

Status Gizi Balita


KEP Berat KEP Sedang KEP Ringan Total
Tingkat Pendapatan Kurang Count 8 8 4 20
Keluarga % of Total 33,3% 33,3% 16,7% 83,3%
Sedang Count 1 0 2 3
% of Total 4,2% ,0% 8,3% 12,5%
Lebih Count 0 1 0 1
% of Total ,0% 4,2% ,0% 4,2%
Total Count 9 9 6 24
% of Total 37,5% 37,5% 25,0% 100,0%

Nonparametric Correlations
Correlations

Tingkat
Pendapatan Status Gizi
Keluarga Balita
Kendall's tau_b Tingkat Pendapatan Correlation Coefficient 1,000 ,184
Keluarga Sig. (2-tailed) . ,344
N 24 24
Status Gizi Balita Correlation Coefficient ,184 1,000
Sig. (2-tailed) ,344 .
N 24 24

xc
Crosstabs
Case Processing Summary

Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Jumlah Anak *
24 100,0% 0 ,0% 24 100,0%
Status Gizi Balita

Jumlah Anak * Status Gizi Balita Crosstabulation

Status Gizi Balita


KEP Berat KEP Sedang KEP Ringan Total
Jumlah <4 Count 1 4 3 8
Anak % of Total 4,2% 16,7% 12,5% 33,3%
≥4 Count 8 5 3 16
% of Total 33,3% 20,8% 12,5% 66,7%
Total Count 9 9 6 24
% of Total 37,5% 37,5% 25,0% 100,0%

Nonparametric Correlations
Correlations

Status Gizi
Jumlah Anak Balita
Kendall's tau_b Jumlah Anak Correlation Coefficient 1,000 -,328
Sig. (2-tailed) . ,096
N 24 24
Status Gizi Balita Correlation Coefficient -,328 1,000
Sig. (2-tailed) ,096 .
N 24 24

xci
Crosstabs
Case Processing Summary

Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Tingkat Pengetahuan
24 100,0% 0 ,0% 24 100,0%
Ibu * Status Gizi Balita

Tingkat Pengetahuan Ibu * Status Gizi Balita Crosstabulation

Status Gizi Balita


KEP Berat KEP Sedang KEP Ringan Total
Tingkat Pengetahuan Baik Count 0 1 0 1
Ibu % of Total ,0% 4,2% ,0% 4,2%
Sedang Count 3 2 0 5
% of Total 12,5% 8,3% ,0% 20,8%
Kurang Count 6 6 6 18
% of Total 25,0% 25,0% 25,0% 75,0%
Total Count 9 9 6 24
% of Total 37,5% 37,5% 25,0% 100,0%

Nonparametric Correlations
Correlations

Tingkat
Pengetahuan Status Gizi
Ibu Balita
Kendall's tau_b Tingkat Pengetahuan IbuCorrelation Coefficient 1,000 ,226
Sig. (2-tailed) . ,244
N 24 24
Status Gizi Balita Correlation Coefficient ,226 1,000
Sig. (2-tailed) ,244 .
N 24 24

xcii
Crosstabs
Case Processing Summary

Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Tingkat Pendidikan
24 100,0% 0 ,0% 24 100,0%
Ibu * Status Gizi Balita

Tingkat Pendidikan Ibu * Status Gizi Balita Crosstabulation

Status Gizi Balita


KEP Berat KEP Sedang KEP Ringan Total
Tingkat Tidak Sekolah Count 1 0 0 1
Pendidikan % of Total 4,2% ,0% ,0% 4,2%
Ibu SD Count 7 5 3 15
% of Total 29,2% 20,8% 12,5% 62,5%
SMP Count 1 2 1 4
% of Total 4,2% 8,3% 4,2% 16,7%
SMU Count 0 2 2 4
% of Total ,0% 8,3% 8,3% 16,7%
Total Count 9 9 6 24
% of Total 37,5% 37,5% 25,0% 100,0%

Nonparametric Correlations
Correlations

Tingkat
Pendidikan Status Gizi
Ibu Balita
Kendall's tau_b Tingkat Pendidikan Ibu Correlation Coefficient 1,000 ,375*
Sig. (2-tailed) . ,045
N 24 24
Status Gizi Balita Correlation Coefficient ,375* 1,000
Sig. (2-tailed) ,045 .
N 24 24
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).

xciii
Crosstabs
Case Processing Summary

Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Tingkat Kecukupan
24 100,0% 0 ,0% 24 100,0%
Energi * Status Gizi Balita

Tingkat Kecukupan Energi * Status Gizi Balita Crosstabulation

Status Gizi Balita


BB<60% BB>60%
BB Median BB Median Total
Tingkat Kecukupan <70% AKG Count 7 6 13
Energi % of Total 29,2% 25,0% 54,2%
≥70% AKG Count 2 9 11
% of Total 8,3% 37,5% 45,8%
Total Count 9 15 24
% of Total 37,5% 62,5% 100,0%

Risk Estimate

95% Confidence
Interval
Value Lower Upper
Odds Ratio for Tingkat
Kecukupan Energi 5,250 ,801 34,426
(<70% AKG / ≥70% AKG)
For cohort Status Gizi
Balita = BB<60% BB 2,962 ,767 11,434
Median
For cohort Status Gizi
Balita = BB>60% BB ,564 ,295 1,080
Median
N of Valid Cases 24

xciv
Crosstabs
Case Processing Summary

Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Tingkat Kecukupan
24 100,0% 0 ,0% 24 100,0%
Protein * Status Gizi Balita

Tingkat Kecukupan Protein * Status Gizi Balita Crosstabulation

Status Gizi Balita


BB<60% BB>60%
BB Median BB Median Total
Tingkat Kecukupan <70% AKG Count 7 8 15
Protein % of Total 29,2% 33,3% 62,5%
≥70% AKG Count 2 7 9
% of Total 8,3% 29,2% 37,5%
Total Count 9 15 24
% of Total 37,5% 62,5% 100,0%

Risk Estimate

95% Confidence
Interval
Value Lower Upper
Odds Ratio for Tingkat
Kecukupan Protein 3,063 ,472 19,879
(<70% AKG / ≥70% AKG)
For cohort Status Gizi
Balita = BB<60% BB 2,100 ,552 7,993
Median
For cohort Status Gizi
Balita = BB>60% BB ,686 ,381 1,235
Median
N of Valid Cases 24

xcv
Crosstabs
Case Processing Summary

Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Penyakit Infeksi *
24 100,0% 0 ,0% 24 100,0%
Status Gizi Balita

Penyakit Infeksi * Status Gizi Balita Crosstabulation

Status Gizi Balita


BB<60% BB>60%
BB Median BB Median Total
Penyakit Tidak terinfeksi Count 0 3 3
Infeksi % of Total ,0% 12,5% 12,5%
Terinfeksi Count 9 12 21
% of Total 37,5% 50,0% 87,5%
Total Count 9 15 24
% of Total 37,5% 62,5% 100,0%

Risk Estimate

95% Confidence
Interval
Value Lower Upper
For cohort Status
Gizi Balita = 1,750 1,208 2,535
BB>60% BB Median
N of Valid Cases 24

xcvi
Crosstabs
Case Processing Summary

Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Tk. Pendapatan klg
24 100,0% 0 ,0% 24 100,0%
* Status Gizi Balita

Tk. Pendapatan klg * Status Gizi Balita Crosstabulation

Status Gizi Balita


BB<60% BB>60%
BB Median BB Median Total
Tk. Pendapatan <Rp.663.000,- Count 8 12 20
klg % of Total 33,3% 50,0% 83,3%
≥Rp.663.000,- Count 1 3 4
% of Total 4,2% 12,5% 16,7%
Total Count 9 15 24
% of Total 37,5% 62,5% 100,0%

Risk Estimate

95% Confidence
Interval
Value Lower Upper
Odds Ratio for Tk.
Pendapatan klg
2,000 ,175 22,799
(<Rp.663.000,- /
≥Rp.663.000,-)
For cohort Status
Gizi Balita = 1,600 ,270 9,490
BB<60% BB Median
For cohort Status
Gizi Balita = ,800 ,410 1,563
BB>60% BB Median
N of Valid Cases 24

xcvii
Crosstabs
Case Processing Summary

Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Jumlah Anak *
24 100,0% 0 ,0% 24 100,0%
Status Gizi Balita

Jumlah Anak * Status Gizi Balita Crosstabulation

Status Gizi Balita


BB<60% BB>60%
BB Median BB Median Total
Jumlah <4 Count 1 7 8
Anak % of Total 4,2% 29,2% 33,3%
≥4 Count 8 8 16
% of Total 33,3% 33,3% 66,7%
Total Count 9 15 24
% of Total 37,5% 62,5% 100,0%

Risk Estimate

95% Confidence
Interval
Value Lower Upper
Odds Ratio for Jumlah
,143 ,014 1,444
Anak (<4 / ≥4)
For cohort Status Gizi
Balita = BB<60% BB ,250 ,037 1,668
Median
For cohort Status Gizi
Balita = BB>60% BB 1,750 1,004 3,050
Median
N of Valid Cases 24

xcviii
Crosstabs
Case Processing Summary

Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Tk. Pengetahuan ibu
24 100,0% 0 ,0% 24 100,0%
* Status Gizi Balita

Tk. Pengetahuan ibu * Status Gizi Balita Crosstabulation

Status Gizi Balita


BB<60% BB>60%
BB Median BB Median Total
Tk. Pengetahuan <60% Count 6 12 18
ibu % of Total 25,0% 50,0% 75,0%
>60% Count 3 3 6
% of Total 12,5% 12,5% 25,0%
Total Count 9 15 24
% of Total 37,5% 62,5% 100,0%

Risk Estimate

95% Confidence
Interval
Value Lower Upper
Odds Ratio for Tk.
Pengetahuan ibu ,500 ,077 3,265
(<60% / >60%)
For cohort Status
Gizi Balita = ,667 ,237 1,873
BB<60% BB Median
For cohort Status
Gizi Balita = 1,333 ,562 3,164
BB>60% BB Median
N of Valid Cases 24

xcix
Crosstabs
Case Processing Summary

Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Tk. Pendidikan ibu
24 100,0% 0 ,0% 24 100,0%
* Status Gizi Balita

Tk. Pendidikan ibu * Status Gizi Balita Crosstabulation

Status Gizi Balita


BB<60% BB>60%
BB Median BB Median Total
Tk. Pendidikan <9 tahun Count 9 11 20
ibu % of Total 37,5% 45,8% 83,3%
>9 tahun Count 0 4 4
% of Total ,0% 16,7% 16,7%
Total Count 9 15 24
% of Total 37,5% 62,5% 100,0%

Risk Estimate

95% Confidence
Interval
Value Lower Upper
For cohort Status
Gizi Balita = ,550 ,370 ,818
BB>60% BB Median
N of Valid Cases 24

Lampiran 15

DOKUMENTASI PENGAMBILAN DATA

c
Dokumentasi 1. Ruang rekam medik RS Dr. Kariadi Semarang beserta para

pegawainya

Dokumentasi 2. Dokumen-dokumen pasien pasca rawat inap di RS Dr. Kariadi

Semarang

ci
Dokumentasi 3. Wawancara dengan ibu balita dengan bantuan kuesioner

Dokumentasi 4. Pengukuran panjang badan pada balita KEP berat yang berusia 10

bulan

cii
Dokumentasi 5. Wawancara dengan kepala keluarga , karena ibu balita sedang

bekerja. Kuesioner di tinggal untuk pengukuran pengetahuan ibu tentang

gizi dan kesehatan serta recall

Dokumentasi 6. Keadaan tempat penampungan air untuk keluarga yang kurang

bersih dan sehat.

ciii

Anda mungkin juga menyukai