Pengkajian
1. Aktivitas/istirahat
Gejala: Keletihan/kelelahan terus menerus sepanjang hari, insomnia, nyeri dada dengan
aktivitas, dispnea pada saat istirahat.
Tanda: Gelisah, perubahan status mental misalnya: letargi, tanda vital berubah pad
aktivitas.
2. Sirkulasi
Gejala: Riwayat HT, IM baru/akut, episode GJK sebelumnya, penyakit jantung , bedah
jantung , endokarditis, anemia, syok septic, bengkak pada kaki, telapak kaki, abdomen.
Tanda:TD; mungkin rendah (gagal pemompaan), Tekanan Nadi ; mungkin sempit, Irama
Jantung; Disritmia, Frekuensi jantung; Takikardia, Nadi apical ; PMI mungkin menyebar
dan merubah posisi secara inferior ke kiri, Bunyi jantung ; S3 (gallop) adalah diagnostik,
S4 dapat, terjadi, S1 dan S2 mungkin melemah, Murmur sistolik dan diastolic, Warna;
kebiruan, pucat abu-abu, sianotik, Punggung kuku; pucat atau sianotik dengan pengisian,
kapiler lambat, Hepar ; pembesaran/dapat teraba, Bunyi napas; krekels, ronkhi, Edema;
mungkin dependen, umum atau pitting khususnya pada ekstremitas
3. Integritas ego
4. Eliminasi
Gejala: Penurunan berkemih, urine berwana gelap, berkemih malam hari (nokturia),
diare/konstipasi.
5. Makanan/cairan
6. Hygiene
7. Neurosensori
8. Nyeri/Kenyamanan
Gejala: Nyeri dada, angina akut atau kronis, nyeri abdomen kanan atas dan sakit pada
otot.
Tanda: Tidak tenang, gelisah, focus menyempit danperilaku melindungi diri.
9. Pernapasan
Gejala: Dispnea saat aktivitas, tidur sambil duduk atau dengan beberapa bantal, batuk
dengn/tanpa pembentukan sputum, riwayat penyakit kronis, penggunaan bantuan
pernapasan.
Tanda: Pernapasan; takipnea, napas dangkal, penggunaan otot asesori pernapasan. Batuk:
Kering/nyaring/non produktif atau mungkin batuk terus menerus dengan/tanpa
pemebentukan sputum. Sputum; Mungkin bersemu darah, merah muda/berbuih (edema
pulmonal). Bunyi napas; Mungkin tidak terdengar. Fungsi mental; Mungkin menurun,
kegelisahan, letargi. Warna kulit; Pucat dan sianosis.
10. Keamanan
12. Pembelajaran/pengajaran
Ditandai dengan :
Tujuan :
Klien akan menunjukkan tanda vital dalam batas yang dapat diterima (disritmia
terkontrol atau hilang) dan bebas gejala gagal jantung, melaporkan penurunan epiode
dispnea, angina, Ikut serta dalam aktivitas yang mengurangi beban kerja jantung.
Intervensi :
Auskultasi nadi apical; kaji frekuensi, iram jantung. Rasional: Biasanya terjadi takikardi
(meskipun pada saat istirahat) untuk mengkompensasi penurunan kontraktilitas ventrikel.
Catat bunyi jantung. Rasional: S1 dan S2 mungkin lemah karena menurunnya kerja
pompa. Irama Gallop umum (S3 dan S4) dihasilkan sebagai aliran darah ke serambi yang
disteni. Mur-mur dapat menunjukkan inkompetensi/stenosis katup.
Palpasi nadi perifer. Rasional: Penurunan curah jantung dapat menunjukkan menurunnya
nadi radial, popliteal, dorsalis, pedis dan posttibial. Nadi mungkin cepat hilang atau tidak
teratur untuk dipalpasi dan pulse alternan.
Pantau TD. Rasional: Pada GJK dini, sedng atu kronis tekanan drah dapat meningkat.
Pada HCF lanjut tubuh tidak mampu lagi mengkompensasi dan hipotensi tidak dapat
normal lagi.
Kaji kulit terhadap pucat dan sianosis. Rasional: Pucat menunjukkan menurunnya perfusi
perifer sekunder terhadap tidak adekutnya curah jantung; vasokontriksi dan anemia.
Sianosis dapt terjadi sebagai refrakstori GJK. Area yang sakit sering berwarna biru atu
belang karena peningkatan kongesti vena.
Berikan oksigen tambahan dengan kanula nasal/masker dan obat sesuai indikasi
(kolaborasi). Rasional: Meningkatkn sediaan oksigen untuk kebutuhan miokard untuk
melawan efek hipoksia/iskemia. Banyak obat dapat digunakan untuk meningkatkan
volume sekuncup, memperbaiki kontraktilitas dan menurunkan kongesti.
Ditandai dengan :
Kelemahan, kelelahan, perubahan tanda vital, adanya disritmia, dispnea, pucat,
berkeringat.
Klien akan berpartisipasi pada aktivitas yang diinginkan, memenuhi perawatan diri
sendiri, mencapai peningkatan toleransi aktivitas yang dapat diukur, dibuktikan oleh
menurunnya kelemahan dan kelelahan.
Intervensi :
Periksa tanda vital sebelum dan segera setelah aktivitas, khususnya bila klien
menggunakan vasodilator, diuretic dan penyekat beta. Rasional: Hipotensi ortostatik
dapat terjadi dengan aktivitas karena efek obat (vasodilasi), perpindahan cairan (diuretic)
atau pengaruh fungsi jantung.
Catat respons kardiopulmonal terhadap aktivitas, catat takikardi, disritmia, dispnea
berkeringat dan pucat. Rasional: Penurunan/ketidakmampuan miokardium untuk
meningkatkan volume sekuncup selama aktivitas dpat menyebabkan peningkatan segera
frekuensi jantung dan kebutuhan oksigen juga peningkatan kelelahan dan kelemahan.
Evaluasi peningkatan intoleran aktivitas. Rasional: Dapat menunjukkan peningkatan
dekompensasi jantung daripada kelebihan aktivitas.
Implementasi program rehabilitasi jantung/aktivitas (kolaborasi) Rasional: Peningkatan
bertahap pada aktivitas menghindari kerja jantung/konsumsi oksigen berlebihan.
Penguatan dan perbaikan fungsi jantung dibawah stress, bila fungsi jantung tidak dapat
membaik kembali.
Ditandai dengan :
Ortopnea, bunyi jantung S3, oliguria, edema, peningkatan berat badan, hipertensi,
Ddstres pernapasan, bunyi jantung abnormal.
Intervensi :
Pantau pengeluaran urine, catat jumlah dan warna saat dimana diuresis terjadi. Rasional:
Pengeluaran urine mungkin sedikit dan pekat karena penurunan perfusi ginjal. Posisi
terlentang membantu diuresis sehingga pengeluaran urine dapat ditingkatkan selama tirah
baring.
Pantau/hitung keseimbangan pemasukan dan pengeluaran selama 24 jam. Rasional:
Terapi diuretic dapat disebabkan oleh kehilangan cairan tibatiba/berlebihan
(hipovolemia) meskipun edema/asites masih ada.
Pertahakan duduk atau tirah baring dengan posisi semifowler selama fase akut. Rasional:
Posisi tersebut meningkatkan filtrasi ginjal dan menurunkan produksi ADH sehingga
meningkatkan diuresis.
Pantau TD dan CVP (bila ada). Rasional: Hipertensi dan peningkatan CVP menunjukkan
kelebihan cairan dan dapat menunjukkan terjadinya peningkatan kongesti paru, gagal
jantung.
Kaji bisisng usus. Catat keluhan anoreksia, mual, distensi abdomen dan konstipasi.
Rasional: Kongesti visceral (terjadi pada GJK lanjut) dapat mengganggu fungsi
gaster/intestinal.
Pemberian obat sesuai indikasi (kolaborasi)
Konsul dengan ahli diet. Rasional: perlu memberikan diet yang dapat diterima klien yang
memenuhi kebutuhan kalori dalam pembatasan natrium.
4. Resiko tinggi gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran kapiler-
alveolus.
Intervensi:
5. Resiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring lama,
edema dan penurunan perfusi jaringan.
Tujuan/kriteria evaluasi :
Ditandai dengan :
Tujuan/kriteria evaluasi :
Intervensi :
Diskusikan fungsi jantung normal. Rasional: Pengetahuan proses penyakit dan harapan
dapat memudahkan ketaatan pada program pengobatan.
Kuatkan rasional pengobatan. Rasional: Klien percaya bahwa perubahan program pasca
pulang dibolehkan bila merasa baik dan bebas gejala atau merasa lebih sehat yang dapat
meningkatkan resiko eksaserbasi gejala.
Anjurkan makanan diet pada pagi hari. Rasional: Memberikan waktu adequate untuk efek
obat sebelum waktu tidur untuk mencegah/membatasi menghentikan tidur.
Rujuk pada sumber di masyarakat/kelompok pendukung suatu indikasi. Rasional: dapat
menambahkan bantuan dengan pemantauan sendiri/penatalaksanaan dirumah.
ASKEP CONGESTIVE HEARTH FAILURE (CHF)
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Saat ini Congestive Hearth Failure (CHF) atau yang biasa disebut gagal jantung kongestif
merupakan satu-satunya penyakit kardiovaskuler yang terus meningkat insiden dan
prevalensinya. Risiko kematian akibat gagal jantung berkisar antara 5-10% pertahun pada
gagal jantung ringan yang akan meningkat menjadi 30-40% pada gagal jantung berat. Selain
itu, gagal jantung merupakan penyakit yang paling sering memerlukan perawatan ulang di
rumah sakit (readmission) meskipun pengobatan rawat jalan telah diberikan secara optimal
(R. Miftah Suryadipraja).
CHF merupakan penyebab tersering lansia dirawat di rumah sakit (Miller,1997). Sekitar
3000 penduduk Amerika menderita CHF. Pada umumnya CHF diderita lansia yang berusia
50 tahun, Insiden ini akan terus bertambah setiap tahun pada lansia berusia di atas 50 tahun
(Aronow et al,1998). Menurut penelitian, sebagian besar lansia yang dididiagnosis CHF tidak
dapat hidup lebih dari 5 tahun (Ebbersole, Hess,1998).
Dalam makalah ini membahas CHF pada lansia disertai penanganan dan asuhan
Keperawatan pada pasien lanjut usia dengan CHF.
2. Tujuan
1. Tujuan umum
2. Tujuan Khusus
1. Mahasiswa mampu menjelaskan pengertian CHF
2. Mahasiswa mampu menjelaskan penyebab CHF
3. Mahasiswa mampu menjelaskan tanda dan gejala CHF
4. Mahasiswa mampu menjelaskan patofisiologi CHF
5. Mahasiswa mampu menjelaskan masifestasi klinis CHF
6. Mahasiswa mampu menjelaskan pemeriksaan penunjang pada CHF
7. Mahasiswa mampu menjelaskan penatalaksanaan pasien dengan CHF
8. Mahasiswa mampu melakukan asuhan keperawatan gawat darurat pada
pasien dengan CHF
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Definisi
Congestive Heart Failure (CHF) atau gagal jantung adalah ketidakmampuan jantung
untuk memompa darah secara adekuat ke seluruh tubuh (Ebbersole, Hess,1998).
2. Klasifikasi
1. Gagal jantung akut -kronik
1. Gagal jantung akut terjadinya secara tiba-tiba, ditandai dengan penurunan
kardiak output dan tidak adekuatnya perfusi jaringan. Ini dapat
mengakibatkan edema paru dan kolaps pembuluh darah.
2. Gagal jantung kronik terjadinya secar perkahan ditandai dengan penyakit
jantung iskemik, penyakit paru kronis. Pada gagal jantung kronik terjadi
retensi air dan sodium pada ventrikel sehingga menyebabkan
hipervolemia, akibatnya ventrikel dilatasi dan hipertrofi.
2. Gagal Jantung Kanan- Kiri
1. Gagal jantung kiri terjadi karena ventrikel gagal untuk memompa darah
secara adekuat sehingga menyebabkan kongesti pulmonal, hipertensi dan
kelainan pada katub aorta/mitral
2. Gagal jantung kanan, disebabkan peningkatan tekanan pulmo akibat gagal
jantung kiri yang berlangsung cukup lama sehingga cairan yang
terbendung akan berakumulasi secara sistemik di kaki, asites,
hepatomegali, efusi pleura, dll.
3. Gagal Jantung Sistolik-Diastolik
1. Sistolik terjadi karena penurunan kontraktilitas ventrikel kiri sehingga ventrikel kiri tidak
mampu memompa darah akibatnya kardiak output menurun dan ventrikel hipertrofi
2. Diastolik karena ketidakmampuan ventrikel dalam pengisian darah akibatnya stroke
volume cardiac output turun.
3. Etiologi
4. Patofisiologi
Kelainan fungi otot jantung disebabkan karena aterosklerosis koroner, hipertensi arterial
dan penyakit otot degeneratif atau inflamasi. Aterosklerosis koroner mengakibatkan
disfungsi miokardium karena terganggunya aliran darah ke otot jantung. Terjadi hipoksia dan
asidosis (akibat penumpukan asam laktat). Infark miokardium biasanya mendahului
terjadinya gagal jantung. Hipertensi sistemik atau pulmonal (peningkatan afterload)
meningkatkan beban kerja jantung dan pada gilirannya mengakibatkan hipertrofi serabut otot
jantung. Efek tersebut (hipertrofi miokard) dapat dianggap sebagai mekanisme kompensasi
karena akan meningkatkan kontraktilitas jantung. Tetapi untuk alasan tidak jelas, hipertrofi
otot jantung tadi tidak dapat berfungsi secara normal, dan akhirnya akan terjadi gagal
jantung.
Ventrikel kanan dan kiri dapat mengalami kegagalan secara terpisah. Gagal ventrikel kiri
paling sering mendahului gagal ventriel kanan. Gagal ventrikel kiri murni sinonim dengan
edema paru akut. Karena curah ventrikel berpasangan atau sinkron, maka kegagalan salah
satu ventrikel dapat mengakibatkan penurunan perfusi jaringan.
Kongesti paru menonjol pada gagal ventrikel kiri, karena ventrikel kiri tidak mampu
memompa darah yang datang dari paru. Peningkatan tekanan dalam sirkulasi paru
menyebabkan cairan terdorong ke jaringan paru. Dispnu dapat terjadi akibat penimbunan
cairan dalam alveoli yang mengganggu pertukaran gas. Mudah lelah dapat terjadi akibat
curah jantung yang kurang menghambat jaringan dari sirkulasi normal dan oksigen serta
menurunnya pembuangan sisa hasil katabolisme, juga terjadi akibat meningkatnya energi
yang digunakan untuk bernapas dan insomnia yang terjadi akibat distress pernapasan dan
batuk.
Bila ventrikel kanan gagal, yang menonjol adalah kongesti viscera dan jaringan perifer.
Hal ini terjadi karena sisi kanan jantung tidak mampu mengosongkan volume darah dengan
adekuat sehingga tidak dapat mengakomodasikan semua darah yang secara normal kembali
dari sirkulasi vena. Manifestasi klinis yang tampak dapat meliputi edema ekstremitas bawah,
peningkatan berat badan, hepatomegali, distensi vena leher, asites, anoreksia, mual dan
nokturia.
5. Tanda dan Gejala
1. CHF Kronik
2. CHF Akut
Meliputi: ansietas, peningkatan berat badan, restletness, nafas pendek, bunyi krekels,
fatigue, takikardi, penurunan resistensi vaskuler, distensi vena jugularis, dyspnea,
orthopnea, batuk, batuk darah, wheezing bronchial, sianosis, denyut nadi lemah dan tidak
teraba, penurunan urin noutput, delirium, sakit kepala.
6. Komplikasi
1. Trombosis vena dalam, karena pembentukan bekuan vena karena stasis darah.
2. Syok Kardiogenik, akibat disfungsi nyata
3. Toksisitas digitalis akibat pemakaian obat-obatan digitalis.
7. Pemeriksaan Penunjang
1. EKG; mengetahui hipertrofi atrial atau ventrikuler, penyimpanan aksis, iskemia dan
kerusakan pola.
2. ECG; mengetahui adanya sinus takikardi, iskemi, infark/fibrilasi atrium, ventrikel
hipertrofi, disfungsi pentyakit katub jantung.
3. Rontgen dada; Menunjukkan pembesaran jantung. Bayangan mencerminkan dilatasi atau
hipertrofi bilik atau perubahan dalam pembuluh darah atau peningkatan tekanan
pulnonal.
4. Scan Jantung; Tindakan penyuntikan fraksi dan memperkirakan gerakan jantung.
5. Kateterisasi jantung; Tekanan abnormal menunjukkan indikasi dan membantu
membedakan gagal jantung sisi kanan dan kiri, stenosis katub atau insufisiensi serta
mengkaji potensi arteri koroner.
6. Elektrolit; mungkin berubah karena perpindahan cairan atau penurunan fungsi ginjal,
terapi diuretic.
7. Oksimetri nadi; Saturasi Oksigen mungkin rendah terutama jika CHF memperburuk
PPOM.
8. AGD; Gagal ventrikel kiri ditandai alkalosis respiratorik ringan atau hipoksemia dengan
peningkatan tekanan karbondioksida.
9. Enzim jantung; meningkat bila terjadi kerusakan jaringan-jaringan jantung,missal infark
miokard (Kreatinin fosfokinase/CPK, isoenzim CPK dan Dehidrogenase Laktat/LDH,
isoenzim LDH).
8. Penatalaksanaan
1. Non Farmakologis
1. CHF Kronik
Meningkatkan oksigenasi dengan pemberian oksigen dan menurunkan
konsumsi oksigen melalui istirahat atau pembatasan aktivitas.
Diet pembatasan natrium
Menghentikan obat-obatan yang memperparah seperti NSAIDs karena
efek prostaglandin pada ginjal menyebabkan retensi air dan natrium
Pembatasan cairan (kurang lebih 1200-1500 cc/hari)
Olah raga secara teratur
2. CHF Akut
Oksigenasi (ventilasi mekanik)
Pembatasan cairan
2. Farmakologis
Obatnya adalah: thiazide diuretics untuk CHF sedang, loop diuretic, metolazon
(kombinasi dari loop diuretic untuk meningkatkan pengeluaran cairan), Kalium-
Sparing diuretic
3. Pendidikan Kesehatan
9. Pengkajian primer
Tujuan: setelah dilakuakn tindakan keprawatan, pasien menunjukkan jalan napas paten
Kriteria hasil:
Intervensi:
Kriteria hasil:
Intervensi:
Kriteria hasil:
Intervensi:
4. Diagnosa: Kelebihan volume cairan b.d. meningkatnya produksi ADH dan retensi
natrium/air.
Kriteria hasil:
Intervensi:
BAB III
PENUTUP
Chronik Heart Failure (CHF) atau gagal jantung kongestif adalah ketidakmampuan jantung
untuk memompa darah ke seluruh jaringan. Penyebab CHF pada lansia adalah peningkatan
kolagen miokard akibat proses penuaan. Gagal jantung diklasifikasikan menjadi gagal jantung
kronik dan akut, gagal jantung kiri dan kanan, gagal jantung sistolik-diastolik. Manifestasi klinis
dari gagal jantung dikelompokkan menjadi gagal jantung akut dan kronik yang
meliputi:anoreksia, asites. Nokturia, intoleransi aktivitas peningkatan BB, fatigue, takikardi,
penurunan urin output, dan lain-lain.
Komplikasi yang disebabkan oleh CHF diantaranya adalah trombosis vena dalam,
toksisitas digitalis dan syok kardiogenik. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada
pasien CHF adalah Rontgen dada, ECG, EKG, dan lain-lain. Penatalaksanaan yang dapat
dilakukan oleh tenaga kesehatan khususnya perawat dan dokter meliputi: manajemen
farmakologis, non farmakologis dan pendidikan kesehatan.
2. Definisi
Ada beberapa pengertian CHF menurut beberapa ahli:
a. Gagal jantung kongestif (CHF) adalah sindroma yang terjadi bila jantung tidak mampu
memompa darah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolic dan oksigenasi jantung.
(Carpenito, 1999)
b. Pengertian gagal jantung secara umum adalah suatu keadaan patofisiologi adanya kelainan
fungsi jantung berakibat jantung gagalmemompakan darah untuk memenuhi kebutuhan
metabolisme jaringan dan kemampuannya hanya ada kalau disertai peninggian tekanan pengisian
ventrikel kiri. (Ilmu penyakit dalam. 1996 h, 975)
c. Gagal jantung kongestif (CHF) adalah ketidakmampuan jantung memompa darah yang
adekuat untuk memenuhi kebutuhan jaringan akan oksigen dan nutrisi. (Smeltzer & Bare Vol 2,
hal 805 th 2001)
3. Etiologi
Penyebab CHF ada beberapa factor yang sering terjadi pada penderita kelainan otot jantung,
menyebabkan menurunnya kontraktilitas pada jantung. Kondisi yang mendasari penyebab
kelainan fungsi otot jantung meliputi:
a. Penyakit arterosklerosis koroner yang mengakibatkan disfungsi pada miokardium karena
terganggunya aliran darah pada otot jantung.
b. Hipertensi sistemik/ pulmonal yang mengakibatkan meningkatnya beban kerja jantung yang
akhirnya mengakibatkan hipertropi serabut otot jantung.
c. Peradangan dan penyakitMiokardium degenaratif berhubungan dengan gagal jantung karena
kondisi ini secara tidak langsung merusak serabut otot jantung dan menyebabkan kontraksi
menurun.
d. Penyakit jantung lain, yang sebenarnya tidak ada secara langsung mempengaruhi jantung,
mekanisme yang terlibat mencakup gangguan aliran darah melalui jantung misalnya stenosis
katub semiluner, ketidakmampuan jantung untuk mengisi darah misalnya tamponade
pericardium, perikarditis kontriktif dan stenosis katub AV, peningkatan mendadak afterload
akibat meningkatnya tekanan darah sistemik (hipertensi “maligna”) dapat menyebabkan gagal
jantung tidak ada hipertropi miokardial.
e. Factor sistemik, yang berperan dalam perkembangan dan beratnya gagal jantung seperti
meningkatnya laju metabolisme (misalnya demam, tirotoksikosis) hipoksia dan anemia
memerlukan peningkatan curah jantung kebutuhan oksigen sistemik. Hipoksia dan anemia juga
dapat menurunkan suplai oksigen kejantung. Asidosis (respiratorik atau metabolik) dan
abnormalitas plektrolit dapat menurunkankontraktilitas jantung.
f. Gangguan kontraktilitas (miokard infark/ miopati) yang mengganggufungsi miokard karena
menyebabkan pengurangan kontraktilitas, menimbulkan gerakan dinding abnormal dan
mengubah daya kembangruang jantung tersebut yang akhirnya menyebabkan penurunan curah
jantung.
g. Gangguan Afterload (Stenosis Aorta/ Hipertensi Sistemik) stenosis menghalangi aliran darah
dari ventrikel kiri keaorta pada waktu sistolik ventrikel, yang menyebabkan beban ventrikel
meningkat dan akibatnya ventrikel kiri hipertropi yang mengurangi daya renggang dinding
ventrikel dan dinding relative menjadi kaku dan pada akhirnya dapat mengurangi volume
sekuncup dan menyebabkan gagal jantung, katub AV, peningkatan mendadak afterload akibat
meningkatnya tekanana darah sistemik dapat menyebabkan gagal jantung tidak ada hipotrofi
miokardial.
h. Factor sistemik, yang berperan dalam perkembangan dan beratnya gagal jantung seperti
meningkatnya laju metabolisme (misalnya demam, tiroktositas) hipoksia, dan anemia juga dapat
menurunkan suplai oksigen kejantung. Asidosis (respiratorik atau metabolik) dan abnormalitas
plektrolit dapat menurunkan kontraktilitas jantung.
4. Patofisiologi
Mekanisme yang mendasari gagal jantung meliputi gangguan kemampuan kontraktilitas jantung
yang menyebabkan curah jantung normal. Konsep curah jantung paling baik dijelaskan dengan
persamaan CO= HR x SV dimana curah jantung ( CO = Cardiak Output ) adalah fungsi frekuensi
jantung, Heart x Volume sekuncup ( SV = Stroke Volume ).
Frekuensi jantung adalah fungsi saraf otonom. Bila curah jantung berkurang system saraf
simpatis akan mempercepat frekuensi jantung untuk mempertahankan curah jantung. Bila
mekanisme kompensasi ini gagal untuk mempertahankan fungsi jaringan yang memadai, maka
volume sekuncup jantunglah yang harus menyesuaikan diri untuk mempertahankan curah
jantung.
Tetapi pada gagal jantung dengan masalah utama kerusakan dan kekuatan serabtu otot jantung,
volume sekuncup berkurang dan curah jantung normal masih dapat dipertahankan.
Volume sekuncup adalah jumlah darah yang dipompakan pada setiap kontraksi tergantung pada
tiga factor: preload, kontraktilitas dan afterload.
• Preload adalah jumlah darah yang mengisi jantung berbanding dengan tekanan yang
ditimbulkan oleh panjangnya renggangan serabut jantung.
• Kontraktilitas mengacu pada perubahan kekuatan kontraksi yang terjadi pada tingkat sel dan
berhubungan dengan perubahan panjang serabut jantung dan kadar kalsium.
• Afterload, bergantung pada besarnya tekanan ventrikel yang harus dihasilkan utnuk memompa
darah melawan perbedaan tekanan yang ditimbulkan oleh tekanan afterload. Pada gagal jantung,
jika satu atau lebih dari ketiga factor tersebut terganggu mengakibatkan curah jantung berkurang
mengakibatkan curah jantung berkurang
5. Manifestasi klinis
1) Edema pada tungkai
2) Hepatomegali dan nyeri tekan pada kuadran kanan atas abdomen terjadi akibat pembesaran
vena hepar.
3) Asites
Jika pembesaran vena dihepar berkembang, maka tekanan dalam pembuluh portal meningkat
sehingga cairan terdorong keluar rongga abdomen. Pengumpulan cairan dalam rongga abdomen
ini dapat menyebabkan tekanan pada diafragma dan distress pernapasan.
4) Anoreksia dan mual
Terjadi akibat pembesaran vena dan stasis vena didalam rongga abdomen.
5) Nokturia
Terjadi karena perfusi renal didukung oleh posisi penderita pada saat berbaring, karena curah
jantung akan membaik dengan istirahat
6) Lemah
Karena menurunnya curah jantung, gangguan sirkulasi, dan pembuangan produk sampah,
katabolisme yang tidak adekuat dari jaringan.
(Smeltzer & Bare, 2001, hal. 807-808)
6. Pemeriksaan Diagnostik
a. EKG : Hipertropi arterial dan ventrikuler, penyimpangan aksis, iskemia.
b. Scan jantung : Tindakan penyuntikan fraksi dan memperkirakan gerakan dinding.
c. Sonogram : Dapat menunjukkan dimensi pembesaran bilik, perubahan dalam fungsi atau
struktur katub dan area penurunan kontraktilitas ventrikuler.
d. Kateterisasi jantung : tekanan abnormal merupakan indikasi dan membantu membedakan
gagal jantung sisi kanan versus sisi kiri, stenosis katub atau insufisiensi, juga mengkaji potensi
arteri koroner.
e. Rontgen dada : Dapat menunjukkan pembesaran jantung, bayangan mencerminkan dilatasi/
hipertropi bilik, atau perubahan dalam pembuluh darah mencerminkan peningkatan tekanan
pulmonal.
f. USG jantung : Menggunakan ultra sonograpi untuk melihat keadaan jantung.
g. Oksimetri nadi : Saturasi O2 mungkin rendah, terutama gagal jantung kongestif akut
memperburuk PPOM.
7. Penatalaksanaan
Tujuan dasar penatalaksanaan pasien dengan gagal jantung adalah sebagai berikut:
Dukung istirahat untuk mengurangi beban kerja jantung.
Meningkatkan kekuatan dan efisiensi kontraksi jantung dengan tambahan bahan-bahan
farmakologis.
Menghilangkan penimbunan cairan tubuh berlebnihan dengan terapi diuretic, diet dan
istirahat.
Adapun penatalaksanaan yang diberikan adalah:
a. Penatalaksanaan farmakologis
1) Digitalis/ Digoxin
Peningkatan kekuatan kontraksi jantung dan memperlambat frekuensi jantung, efek yang
dihasilkannya peningkatan curah jantung, penurunan tekanan vena dan volume darah,
peningkatan diuresis.
2) Diuretik/ Lasix
Memacu ekskresi natrium dan air melalui ginjal, efeknya dapat mendilatasi venula, sehingga
meningkatkan kapasitas vena yang akhirnya mengurangi preload (darah vena yang kembali
kejantung).
3) Vasodilator/ Natrium Nitroprusida/ Nitrogliserin
Digunakan untuk mengurangi impedansi (tekanan) terhadap penyemburan darah oleh ventrikel,
yang dapat memperbaiki pengosongan ventrikel dan peningkatan kapasitas vena, sehingga
tekanan pengisian ventrikel kiri dapat ditirunkan dan dapat dicapai penurunan dramatis kongesti
paru dengan cepat.
b. Penatalaksanaan lain
1) Meningkatkan oksigen dengan pemberian oksigen dan menurunkan konsumsi oksigen melalui
istirahat dan pembatasan aktivitas.
2) Diet, klien dianjurkan untuk diet pantang garam dan pantang cairan.
8. Komplikasi
a. Syok kardiogenik
Terjadi bila ventrikel kiri mengalami kerusakan luas.
b. Episode tromboembolik:
Disebabkan kurangnya mobilitas pasien penderita jantung dan adanya gangguan sirkulasi yang
menyertai kelainan ini berperan dalam pembentukan thrombus intrakardial dan intravaskuler.
c. Efusi perikardial dan tamponade jantung
Masuknya cairan kedalam kantung perikardium dan efusi ini menyebabkan penurunan curah
jantung serta aliran balik vena kejantung dan hasil akhir proses ini adalah tamponade jantung.
B. Konsep dasar keperawatan
Proses keperawatan terdiri dari lima langkah penting yang harus dilakukan secara berurutan
yaitu: pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi dan evaluasi.
1. Pengkajian
pengkajian merupakan langkah awal yang sangat menentukan keberhasilan dari proses
keperawatan tersebut. Pengkajian harus dilakukan secara teliti sehingga didapatkan informasi
yang tepat. Adapun hal-hal yang dikaji dalam kasus ini antara lain:
a. Identitas klien
b. Riwayat kesehatan klien
1) Riwayat kesehatan masa lalu seperti penyakit yang pernah diderita, riwayat pembedahan,
penyakit keturunan, kelainan pembekuan darah, riwayat alergi dan riwayat trauma
2) Riwayat kesehatan sekarang: meliputi alasan masuk rumah sakit
c. Pemeriksaan fisik
1) Aktivitas atau istirahat
Gejala: lemah, letih, sulit bergerak, kram otot, tonus menurun, gangguan tidur atau istirahat.
Tanda: takikardia dan takipnea pada keadaan istirahat atau dengan aktivitas letargi/ disorientasi,
koma,penurunan kekuatan otot.
2) Sirkulasi
Gejala: adanya riwayat hipertensi, MI akut, klaudikasi kebas dan kesemutan pada
ekstremitas,ulkus pada kaki, penyembuhan yang lama.
Tanda: takikardi, perubahan tekanan daerah postural, hipertensi, nadi yang menurun atau tidak
ada (disritmia), kulit panas, kering, kemerahan dan bola mata cekung.
3) Integritas ego
Gejala: stres, tergantung pada orang lain, masalah finansial yang berhubungan dengan kondisi
klien.
Tanda: ansietas dan peka rangsang
4) Eliminasi
Gejala: perubahan pola berkemih (poliuria,nokturia, kesulitan berkemih/ infeksi nyeri tekan
abdomen, diare)
Tanda: urine encer, pucat, kuning, poliuria(dapat berkembang oligouria/ anuria jika terjadi
hipovolemia berat), urine berkabut, bau busuk/ infeksi, abdomen keras, adanya asites, bising
usus lemah dan menurun, hiperaktif/ diare)
5) Makanan atau cairan
Gejala: hilang nafsu makan, mual, muntah, tidak mengikuti diet, peningkatan masukan glukosa
atau karbohidrat, penurunan berat badan lebih dari periode beberapa hari atau minggu
Tanda: kulit kering dan bersisik, turgor kulit jelek, kekakuan dan distensi abdomen, muntah,
pembesaran tiroid (peningkatan kebutuhan metabolik dengan peningkatan glukosa darah)
halitosis atau bau manis, bau buah (nafas aseton)
6) Neurosensorik
Gejala: pusing, sakit kepala, kesemutan,kebas atau kelemahan pada otot, parestesia, gangguan
penglihatan.
Tanda: disorientasi, mengantuk, letargi, stupor/ koma (tahap lanjut), gangguan memori (baru,
masa lalu), kacau mental, reflek tendon dalam menurun, aktivitas kejang (tahap lanjut dari
ketoasidosis)
7) Nyeri atau kenyamanan
Gejala: abdomen yang tegang atau nyeri
Tanda: wajah meringis, sangat hati-hati
8) Pernafasan
Gejala: merasa kekurangan oksigen, batuk dengan atau tanpa sputum purulen (tergantung adanya
infeksi atau tidak).
Tanda: lapar udara, batuk dengan atau tanpa sputum purulen (infeksi)
9) Keamanan:
Gejala: kulit kering, gatal, ulkus kulit.
Tanda: demam, diforesis kulit rusak, lesi atau ulserasi, menurunnya kekuatan umum atau rentang
gerak, parestesia atau parolisis otot termasuk otot-otot pernafasan (jika kadar kalium menurun
dengan cukup tajam)
10) Seksualitas
Gejala: Rabas vagina (cenderung infeksi) masalah impoten pada pria, kesulitan orgasme pada
wanita (Doenges,1999,hal : 726-728)
2. Diagnosa keperawatan
Memberikan dasar-dasar memilih intervensi untuk mencapai hasil yang menjadi tanggung jawab
dan tanggung gugat perawat.
Adapun diagnosa keperawatan yang muncul pada klien dengan diabetes melitus secara teoritis
sebagai berikut:
a. Kurang volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotik dari hiperglikemia
b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dngan ketidak seimbangan
insulin.
c. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan kadar glukosa tinggi, penurunan fungsi leukosit dan
perubahan pada sirkulasi.
d. Perubahan persepsi perseptual: penurunan ketajaman penglihatan dan penurunan sensasi taktil
berhubungan dengan penurunan produksi metabolik.
e. Ketidakberdayaan berhubungan dengan penyakit jangka panjang atau progresif yang tidak
dapat diobati
f. Kurang pengetahuan mengenai penyakit, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan
dngan kurang mengingat dan kurang informasi.
3. Perencanaan keperawatan
Setelah merumuskan diagnosa keperawatan langkah berikutnya adalah menentukan perencanaan
keperawatan yang meliputi pengembangan strategi desain untuk mencegah, mengurangi
(Nursalam, 2001)
Tahapan dalam perencanaan meliputi penentuan prioritas masalah, tujuan, kriteria hasil,
menentukan rencana dan tindakan pelimpahan (medis dan tim kesehatan lainnya) dan program
perintah medis.
Pada dasarnya pembuatan prioritas masalah dibuat berdasarkan kebutuhan dasar manusia.
Menurut Abraham Maslow, meletakkan kebutuhan fisiologis sebagai kebutuhan yang paling
dasar, rasa aman, mencintai dan dicintai, harga diri dan aktualisasi diri.
Berikut ini disajikan rencana keperawatan berdasarkan masing-masing diagnosa (Doenges,
et.all,1999):
a. Kurang volume cairan b/d diuresis osmotik dari hiperglikemia.
Tujuan : Volume cairan dalam batas normal.
Kriteria hasil :
- TTV Stabil
- Turgor kulit dan pengisian kapiler baik
- Kadar elektrolit DBN
- Haluaran urine tepat secara individu
Intervensi:
1) Pantau TTV, catat adanya perubahan TD.
R/ : hipovolemia dapat dimanifestasikan oleh hipotensi dan takikardia. (Doenges, 1999, hal :
729)
2) Pola nafas seperti adanya pernafasan kusmaul atau pernafasan yang berbau keton
R/ : paru-paru mengeluarkan asam karbonat melalui prnafasan yang menghasilkan kompensasi
alkoholis respiratoris terhadap keadaan ketoasidosis. (Doenges, 1999, hal : 729)
3) Kaji nadi perifer, pengisian kapiler, turgor kulit dan membran mukosa
R/ : merupakan indikator dari tingkat dehidrasi atau volume sirkulasi yang adekuat. (Doenges,
1999, hal : 729)
4) Ukur berat badan setiap hari.
R/ : memberikan hasil pengkajian yang terbaik dari status cairan yang sedang berlangsung dan
selanjutnya dalam memberikan cairan pengganti (Doenges, 1999, hal : 729)
b. Perubahan nutrisi kutang dari kebutuhan tubuh b/d ketidakseimbangan insulin.
Tujuan : Kebutuhan nutrisi terpenuhi
Kriteria Hasil :
- Berat badan meningkat dalam 1bulan
- Nafsu makan meningkat
Intervensi:
1) Timbang berat badan setiap hari.
R/ : mengkaji pemasukan makanan yang adekuat (Doenges, 1999, hal : 732)
2) Tentukan program diet dan pola makan serta bandingkan dengan makanan yang dapat
dihabiskan klien.
R/ : mengidentifikasi kekurangan dan penyimpanan dari kebutuhan terapeutik (Doenges, 1999m,
hal : 732)
3) Auskultasi bising usus, catat adanya keluhan
R/ : hiperglikemia dan gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit yang akan mempengaruhi
intervensi (Doenges, 1999, hal : 732)
4) Identifikasi makanan yang disukai dan tidak disukai.
R/ : jika makanan yang disukai klien dimasukkan dalamperencanaan makan, kerjasama ini dapat
diupayakan setelah pulang (Doenges, 1999, hal : 732)
5) Libatkan keluarga pada perencanaan makanan
R/ : memberikan informasi kepada keluarga untuk memahami kebutuhan nutrisi klien (Doenges,
1999, hal : 732)
c. Resiko tinggi infeksi b/d kadar glukosa tinggi, penurunan fungsi leukosit dan perubahan pada
sirkulasi.
Tujuan : infeksi tidak terjadi
Kriteria hasil :
- tidak terjadi demam
- mendemonstrasikanperubahan gaya hidup untuk mencegah terjadinya infeksi (misalnya: cuci
tangan).
Intervensi:
1) Observasi tanda-tanda infeksi dan peradangan seperti demam, kemerahan, pus pada luka,
sputum purulen.
R/ : klien masuk mungkin dengan infeksi yang biasanya telah mencetuskan keadaan ketoasidosis
atau dapat mengalami infeksi nosokomial (Doenges, 1999, hal : 734)
2) Tingkatkan upaya pencegahan dengan melakukan cuci tangan yang baik pada semua orang
yang b/d klien termasuk kliennya sendiri.
R/ : mencegah timbulnya infeksi silang nosokomial (Doenges, 1999, hal : 734)
3) Berikan perawatan kulit dengan masase daerah tulang yang tertekan, jaga kulit tetap kering
dan linen kering/ tidak berkerut
R/ : sirkulasi perifer bisa terganggu yang menempatkan klien pada peningkatan resiko terjadinya
aspirasi (Doenges, 1999, hal : 735)
4) Posisikan klien pada posisi semi fowler.
R/ : memberikan kemudahan bagi paru untuk mengembang, menurunkan resiko terjadinya
aspirasi (Doenges, 1999, hal : 735)
5) Bantu klien untuk melakukan higiene oral
R/ : menurunkan resiko terjadinya penyakit mulut/ gusi (Doenges, 1999, hal : 735)
6) Berikan antibiotik yang sesuai
R/ : penanganan awal dapat mencegah timbulnya sepsis ( Doenges, 1999, hal : 735)
7) Pantau pemeriksaan lab seperti gula darah.
R/ : mendeteksi penggantian cairan dan terapi insulin (Doenges, 1999, hal : 735)
8) Berikan pengobatan insulin secara teratur.
R/ : membantu memindahkan glukosa kedalam sel sehingga merupakan gula darah
(Doenges,1999, hal : 735)
d. Perubahan sensori perseptual: penurunan ketajaman penglihatan dan penurunan sensasi taktil
b/d ketidakseimbangan glukosa insulin dan elektrolit
Tujuan : kerusakan sensori perseptual tidak terjadi/ minimal
Kriteria Hasil :
-klien mempertahankan tingkat mental biasanya (tidak terjadi disorientasi orang, tempat dan
waktu)
- mengenali adanya
- mengenali adanya kerusakan sensori, contohnya: penurunan ketajaman penglihatan
Intervensi:
1) Pantau TTV dan status mental
R/ : dasar untuk membandingkan temuan abnormal seperti suhu yang meningkat dapat
mempengaruhi fungsi mental ( Doenges, 1999, hal : 736)
2) Panggil klien dengan nama, orientasi kembali sesuai dengan kebutuhannya
R/ : menurunnya kebingungan dan membantu untuk mempertahankan kontak dengan realita
(Doenges, 1999, hal : 736)