Anda di halaman 1dari 3

Belajar Manajemen Bencana dari Jepang

***
“Sepintar-pintarnya manusia, mereka tak dapat menolak datangnya bencana. Tapi,
selemah-lemahnya mereka, selalu ada cara untuk meminimasi jumlah
korban jiwa.” (Surani N.)

***
INDONESIA tidak Jauh berbeda dengan Jepang, sama-sama ‘supermarket’ bencana.
Kita memang tidak boleh mengandai-andai keburukan, tetapi tentu akan lain ceritanya
jika saja yang dilanda gempa 8,9 skala ritcter plus tsunami adalah Indonesia bukan
Jepang, saya perkirakan tingkat kerusakan dan korban jiwa akan mencapai 100x lipat.

Sebenarnya, bencana (hazard) tidak harus menjadi malapetaka (disaster) selama


kapasitas teknis maupun manusia didalamnya cukup untuk mengantisipasinya. Curah
hujan yang tinggi tidak akan menjadi malapetaka bila sistem drainase bagus. Longsor dan
Gunung Meletus dapat dihindari dengan mengevakuasi atau memindahkan permukiman
secara permanen ke daerah aman. Gempa bisa dihadapi dengan bangunan tahan gempa.
Tsunami bisa diantisipasi dengan sistem peringatan dini dan pelatihan (tsunami drill)
yang teratur.

Ada banyak perbedaan signifikan antara manajemen bencana ala Jepang dengan yang ada
di negeri ini. Di Jepang semakin sering bencana, semakin terlatih dan semakin baik pola
penanganan bencana. Berbeda dengan di Indonesia, meski sering dilanda bencana, akan
tetapi kapasitas bangsa ini dalam menanggulangi bencana nyaris belum banyak berubah.

Memang upaya penanggulangan bencana adalah juga tanggungjawab masyarakat –dalam


bentuk edukasi dan gotong royong-, namun tetap saja tanggung jawab terbesar ada di
pundak pemerintah. Pemerintah memiliki organisasi yang paling besar dengan jutaan
PNS dan lebih dari setengah juta anggota TNI dan POLRI. Pemerintah juga memiliki
APBN dalam orde Trilyun. Selain karena potensi-potensi tersebut, tentu juga karena
pemerintah dibentuk untuk tujuan mengurusi dan melindungi Masyarakat.

Jika kita mengamati manajemen penanggulangan bencana Gampa dan Tsunami di Jepang
saat ini, maka setidaknya kita bisa belajar tentang 3 (tiga) poin penting terkait dengan
manajemen bencana;

Pertama, tentang FOKUS.


Jepang memiliki Fokus yang besar dalam hal penanganan bencana. Walaupun yang
namanya (penanganan) bencana tidak bisa direncanakan secara detail seperti pesta
pernikahan, namun karena fokus, maka jepang memiliki pola organisasi dan anggaran
yang jelas dan terarah. Berbeda dengan di negeri ini. Penanganan bencana, kesannya ‘ga
sabaran’ akibatnya banyak pihak hanya fokus dalam tanggap darurat saja. Padahal
penanggulangan bencana memiliki setidaknya tiga siklus: Pencegahan–Tanggap
Darurat–Pemulihan. Selama tidak ada kejadian yang memerlukan tanggap darurat,
seharusnya ada upaya-upaya permanen untuk pencegahan. Memeriksa secara teratur
sistem drainase, menguji kehandalan pencatat pasang surut, hingga melatih semua PNS,
pelajar dan mahasiswa secara teratur dan sistemik untuk tanggap darurat -sesuai tipe
bencana yang mungkin dihadapi di daerah itu- adalah contoh-contoh upaya pencegahan.

Kedua, terkait ORGANISASI


Jepang memiliki organisasi Penanggulangan bencana yang sangat profesional bernama
Japan Disaster Relief (JDR). Personilnya terlatih serta memiliki sertifikasi, dan tentu
didukung oleh tata kelola organisasi yang jelas dengan anggaran yang mencukupi.
Kondisi tersebut berbeda jauh dengan badan penanggulangan bencana di Indonesia
(BNPB dan BPBD) hanya diisi dengan personel dan peralatan ala kadarnya. Mereka lebih
mengandalkan pada personil yang dipinjam dari instansi lain seperti dari Kementerian
PU, Kementerian Kesehatan, Kementerian Sosial, bahkan hingga BPPT atau
Bakosurtanal dalam bentuk Tim Satuan Respon Cepat (SRC) atau Taruna Siaga Bencana
(TAGANA). Teorinya, personil pinjaman ini sudah sepakat siap dikerahkan sewaktu-
waktu ada bencana. Kenyataan di lapangan tidak semudah itu. Kadang-kadang anggota
SRC ataupun TAGANA sedang menghadapi tugas pokok sehari-hari di instansinya. Dan
tidak selalu mudah untuk setiap saat meninggalkan tugas pokoknya tersebut dan
dikerahkan ke daerah bencana.

Ketiga, terkait ANGGARAN.


Kemampuan dan perhatian pemerintah Jepang terhadap penganggaran penanggulangan
bencana sudah tidak diragukan lagi. Hal ini berbeda jauh dengan kondisi di negeri ini.
Contoh lucu misalnya tentang aturan Kementerian Keuangan yang mengharuskan tanggal
15 Desember sudah “saldo besi” artinya semua lembaga atau kementerian yang ada tidak
diperbolehkan lagi untuk mengotak-atik anggaran. Bagaimana bila bencana terjadi
setelah tanggal itu, seperti tsunami Aceh 26 Desember 2004 lalu misalnya? , ya tentu
BNPB dan BPBD menjadi ‘keki’ dan mati gaya. Mereka kesulitan menyiapkan dan
emndanai SRC dan TAGANA ketika bencana terjadi di penghujung tahun. Ini menjadi
lebih rumit ketika masih ada egoisme sektoral, sehingga banyak kantor BNPB / BPBD
yang hingga kini masih numpang dan juga di lokasi yang kurang nyaman untuk
didatangi.

***
Mudah-mudahan kita bisa belajar banyak dari bencana dan manajemen bencana yang saat
ini ada di Jepang. Lebih spesifik lagi, Semoga Pemerintah mau dan mampu untuk
mengelola dan meninjau kembali tentang Fokus-an, Organisasi, Anggaran, dan Egoisme
sektoral dalam penanganan bencana di negeri ini. Tetapi saya sangat sangsi pemerintah
memiliki I’tikad untuk itu manakala pemerintah kita masih saja berkiblat pada
Kapitalisme-Sekular. []

Allahu a’lam []
**
~ Kritik Terhadap Jepang ~

Ada 3 ‘semangat’ yang harus muncul dalam manajemen bencana;


- Semangat ilmiah
- Semangat spritual, serta
- Semangat emosional
Terkait dgn bagaimana semangat Ilmiyah dalam penanggulangan bencana, kemampuan
Bangsa Jepang sudah tidak diragukan lagi. Bahkan teknologi manajemen bencana mereka
adalah yg terbaik di dunia. Akan tetapi, menurut saya bangsa Jepang sangat minim
dengan semangat spritual dan emosional. Akbitanya, mereka ‘susah’ mengambil hikmah
dr bencana yang ada. Mrk tdk terpikirkan apakah bencana itu merupakan adzab ataukah
teguran dr Sang Pencipta. Yg mrk fahami bencana hanyalah sebuah fenomena alam. Mrk
juga minim smangat emosioanl. Akibatnya, sbagian dr mrk memiliki emosi yang sering
labil sehingga angka bunuh diri sangat tinggi.

Anda mungkin juga menyukai