Anda di halaman 1dari 39

Hakikat Semantik

• Semantik berasal dari bahasa Yunani sema (kata benda)


yang berarti tanda atau lambang. Kata kerjanya semaino
yang berarti menandai atau melambangkan.
• Kata semantik ini kemudian disepakati sebagai istilah yang
digunakan di bidang linguistik yang mempelajari hubungan
antara tanda sengan hal yang ditandai.
• Selain istilah semantik, di dalam sejarah linguistik, ada pula
istilah semiotika, semiologi, semasiologi, sememik, dan
semik yang mempelajari makna atau arti dari suatu tanda
atau lambang. Namun, istilah semantik lebih umum
digunakan dalam studi linguistik karena istilah-istilah lainnya
memiliki objek yang cukup luas, yakni mencakup makna
tanda atau lambang pada umumnya, seperti makna tanda
lalu lintas, kode mors,tanda-tanda dalam ilmu matematika,
sedangkan cakupan semantik hanya berkanaan dengan
bahasa sebagai alat komunikasi verbal.
MAKNA, INFORMASI, MAKSUD

• Menurut Ferdinand de Saussure, setiap tanda linguistik


memiliki dua unsur, yakni yang diartikan (signifie) dan yang
mengartikan (signifiant).
• Signifie merupakan konsep atau makna dari suatu tanda,
sedangkan signifiant merupakan bunyi-bunyi yang terbentuk
dari fonem-fonem bahasa yang bersangkutan.
• Apakah semua kata memiliki referen? Kata-kata berkelas
verba, adjektiva, dan nomina memang selalu memiliki referen,
tetapi preposisi, konjungsi.
• Dengan demikian, kata-kata yang memiliki referen
disebut sebagai kata yang bermakna referensial,
sedangkan kata yang tidak memiliki referen disebut
sebagai kata yang tidak bermakna referensial.
• Bagaimana dengan referen kata kaki dalam kaki
gunung, kaki meja? Verhaar mengungkapkan bahwa
referen kata kaki tetap kaki sebagai anggota tubuh.
• Pada kata kaki gunung, kata kaki digunakan untuk
merujuk pada sesuatu yang lain secara metaforis
(secara perbandingan). Dengan demikian, referen
sebuah kata selalu bersifat tetap atau tidak berubah.
• Pada dasarnya, antara makna dan informasi
merupakan dua hal yang berbeda. Makna
merupakan gejala dalam ujaran (utterance-
internal phenomenon), sedangkan informasi
merupakan gejala dalam ujaran (utterance-
external phenomenon), misalnya kata ayah
dan bapak yang keduanya memiliki informasi
yang sama, yakni ’orang tua laki-laki’ tetapi
maknanya jelas berbeda. Bandingkan makna
antara kata bapak presiden dengan # ayah
presiden.
• Selain informasi sebagai bagian dari gejala luar
ujaran, maksud pun pada dasarnya
merupakan gejala luar ujaran. Kalau informasi
dilihat dari objeknya, maksud dilihat segi
konteks pembicaraan, misalnya bagus sekali
nilaimu nak!
TIGA PANDANGAN FILOSOFIS
Realisme beranggapan bahwa manusia selalu memiliki jalan
pikiran tersendiri terhadap duania luar dan menusia selalu
memberi gagasan tertentu terhadap dunia luar sehingga
antara makna dan wujud dimaknai memiliki hubungan yang
hakiki.
Konseptualis beranggapan bahwa makna dan kata dapat
dilepaskan dari dunia luar karena pemakaian sepenuhnya
ditentukan oleh adanya asosiasi (gambaran dalam angan-
angan) dan konseptualisasi pemakainya.
Nominalis berangggapan bahwa makna dan kata dengan
dunia semata-mata bersifat arbitrer. Meskipun demikian
penentuan hubungan oleh para penutur harus dilatari oleh
adanya konvensi.
Aspek Makna

Aspek makna dalam hal ini dibedakan dengan aspek sebagai kategori
gramatikal sebuah verba yang biasanya mengungkapkan lama dan
jenis kegiatan. Oleh karena itu, aspek makna yang dimaksud di sini
lebih cederung mengarah kepada aspek makna tertentu dalam
hubungannya dengan pemakaian bahasa pada konteks situasi dan
sosial tertentu.
Dilihat dari fungsinya, aspek semantik kata, kelompok kata, frasa,
klausa, dan kalimat dibedakan menjadi empat macam, yakni: (1)
Aspek makna pengertian (Sense), (2) Aspek makna perasaan
(Feeling), (3) Aspek makna nada (Tone), dan (4) Aspek makna tujuan
(Intension). Keempat aspek makna tersebut akan dipaparkan di
bawah ini.
• Aspek makna pengertian disebut juga tema karena ketika seseorang
berbicara menggunakan kata-kata yang mengandung ide atau pesan
tertentu. Perhatikan contoh berikut:
Hari ini hujan
Hari ini mendung
Ketika komunikasi berjalan dengan tema di atas, tentu terdapat
unsur pembicara dan pendengan dalam ragam lisan, unsur penulis dan
pembaca pada ragam tulisan yang memiliki pengetahuan atau
pengertian yang sama terhadap satuan-satuan: hari, ini, hujan, dan
mendung. Pada perinsipnya, aspek makna pengertian dalam hal ini
baru bisa tercapai apabila pembicara dan pendengar, penulis dan
pembaca memiliki bahasa yang sama dalam arti saling memahami
tentang apa yang disampaikan melalui bahasa yang digunakan.
• Aspek makna perasaan berhubungan dengan sikap pembicara
terhadap situasi pembicaraan, misalnya perasaan sedih, gembira,
panas, dingin, dan lain-lain. Pernyataan dalam bentuk bahasa yang
sesuai untuk megungkapkan situasi-situasi seperti itu disebut
mengandung makna aspek perasan.
• Aspek makna nada merupakan aspek makna yang mengungkapkan
sikap pembicara terhadap mitra wicara dalam komunikasi lisan atau
sikap penyair/penulis terhadap pembaca dalam komunikasi tulisan.
Aspek makna nada dalam sebuah proses komunikasi melibatkan
pembicara untuk memilih kata-kata yang sesuai dengan pembicara dan
mitra wicara. Kata-kata yang dipilih sesuai dengan nada-nada yang
dianggap sesuai setelah memperhitungkan siapa yang bicara, siapa
mitra wicara, dalam situasi sosial budaya seperti apa (usia yang sama
atau berbeda, daerah yang sama atau berbeda, status sosial yang sama
atau berbeda, dan lain-lain.
Aspek makna nada ini berhubungan dengan aspek makna
perasaan, karena jika kita jengkel terhadap seseorang maka sikap
kita akan berlainan dan hal itu mempengaruhi pula pilihan kata
yang sesuai dengan nadanya.
• Aspek makna tujuan menekankan bahwa apa yang kita
ungkapkan dalam bentuk tuturan itu mengandung tujuan
tertentu, misalnya dengan mengatakan penipu kau bertujuan
agar mitra wicara merubah kelakuannya yang tidak diinginkan
tadi.
Ada beberapa jenis sifat-sifat pernyataan yang bisa digunakan
dalam mengungkapkan aspek makna tujuan ini, antara lain:
#deklaratif > Pemeliharaan kesehatan dapat menunjang program
pemerintah di dalam memelihara lingkungan dan
meningkatkan taraf kehidupan bangsa
#persuasif/membujuk> Dengan pola makan empat sehat lima
sempurna di tiap kampung akan menjamin kesehatan
masyarakat
# Imperatif > Halaman-halaman rumah di tiap tempat agar
ditanami dengan apotek hidup
# Naratif > Manusia hidup panjang dengan memelihara
kesehatan dan memeperhatikan sikap pemerintah dalam
meningkatkan taraf hidup sehat
# Politis > Rakyat bersatu, negara maju
# Paedagogis > Membina hidup sehat supaya kita selamat
JENIS-JENIS SEMANTIK
• Bagian-bagian dari tataran analisis yang mengandung
makna menurut Verhaar (1978) sebagai berikut:
Semantik bahasa=> 1. tatabahasa gramatikal = a.
sintaksis= fungsi kosong dari arti, katagori dan peran
semantik gramatikal; b. morfologi=semantik
gramatikal. 2. fonemik(tidak ada semantik tetapi
setiap fonem membedakan makna, fonetik (tidak ada
semantik). 3. leksikon=semantik leksikal.
• Kalau yang menjadi objek kajiannya adalah leksikon,
jenis semantiknya adalah semantik leksikal.
• Dalam semantik leksikal ini diselidiki makna yang ada
dari masing-masing leksem bahasa tersebut. Oleh
karena itu, makna yang ada pada leksem-leksem
disebut makna leksikal.
• Leksem adalah istilah yang lazim digunakan dalam
studi semantik untuk menyebut satuan-satuan
bermakna.
• Istilah leksem kurang lebih dapat dipadankan dengan
istilah kata yang lazim
digunakan dalam studi morfologi dan sintaksis yang
lazim didefinisikan sebagai satuan gramatikal bebas
terkecil.
 Sebagai satuan semantik, leksem dapat berupa
sebuah kata dan juga berupa gabungan kata, seperti
meja hijau, bertekuk lutut.
 Dalam studi morfologi, sering diartikan sebagai
satuan abstrak yang setelah melalui proses morfologi
akan membentuk kata, misalnya ANGKAT
=>mengangkat, angkati, angkatkan (Lihat Lyons, 1975
dan Matthews, 1974).
 Tataran garamatikal digolongkan menjadi dua, yakni
morfologi dan sintaksis. Satuan-satuan morfologi
meliputi kata dan morfem, sedangkan satuan-satuan
kalimat meliputi frasa, kalausa, dan kalimat.
Keseluruhan satuan-satuan tersebut seluruhnya
mengandung makna.
 Secara tersendiri, terdapat pula istilah semantik
sintaktikal yang sasarannya tertumpuh pada hal-hal
yang berkaitan dengan sintaksis.
 Di dalam sintaksis, ada pula tataran bawaan berupa
fungsi gramatikal,
katagori gramatikal, dan peran gramatikal.
 Fungsi gramtikal berupa kotak-kotak kosong yang
diberi nama subjek, predikat, objek, keterangan,
pelengkap yang keseluruhannya tidak bermakna
karena berupa kotak kosong atau tempat yang
kosong.
 Yang memiliki makna adalah pengisi kotak-kotak itu
yang disebut katagori, seperti nomina, verba,
adjektiva, dan sebagainya.
 Katagori-katagori inilah yang sesungguhnya telah
memiliki makna
Leksikal dan memiliki peran gramatikal, seperti peran
agentif, pasien, objek, benefaktif, lokatif, instrumental,
dan sebagainya.
 Adapun masalah-masalah yang terkait dengan
semantik dan bukan termasuk semantik gramatikal,
seperti topikalisasi kalimat. Verhaar (1978:126)
memberi wadah sendiri yang disebut semantik
kalimat. Semantik kalimat menurut Verhaar belum
mendapat perhatian para ahli bahasa.
 Ada juga satu jenis semantik yang lain, yakni
semantik maksud. Semantik ini berkenaan dengan
pemakaian bentuk-bentuk gaya bahasa, seperti
metafora, ironi, litotes, dan sebagainya.
 Apakah seluruh maksud yang berbeda dengan
makna ujaran yang kita ungkap termasuk semantik
maksud?
 Menurut Verhaar, selama masih menyangkut
masalah lingual tentu dapat dijawab iya, misalnya
ketika ada orang bertanya dan kita tidak menjawab
dengan maksud memberitahukan bahwa
Pertanyaannya kasar. Hal itu tidak termasuk
semantik maksud.
 Semantik maksud yang diungkapkan Verhaar sama
dengan semantik pragmatik yang dikemukakan pakar
lain dan lazim diartikan sebagai bidang studi yang
mempelajari makna sesuai dengan konteksnya.
PENAMAAN DAN PENDIFINISIAN
Secara kontenporer kita dapat menelusuri sebab-sebab
atau hal-hal yang melatarbelakangi penamaan atau
penyebutan terhadap sejumlah kata yang ada dalam
leksikon bahasa Indonesia. Berikut akan dibicarakan
beberapa di antaranya.
1. Peniruan Bunyi (Anomatope)
Di dalam bahasa Indonesia, terdapat sejumlah kata
yang terbentuk dari hasil peniruan buyi, misalnya
cecak, tokek, meong, gukguk.
Selain itu, terdapat pula bentuk kata kerja atau nama
perbuatan dari tiruan bunyi itu, misalnya
menggonggong, berkotek, mendesis, meringkik, berdering,
mencicit, dan sebagainya.
2. Penyebutan Bagian
Dalam bidang Sastra terdapat istilah pars pro toto = gaya
bahasa yang menyebutkan bagian dari suatu benda atau
hal padahal yang dimaksud keseluruhan benda itu.
Adapun yang lain, yakni totem pro parte = keseluruhan
untuk sebagian.
3. Penyebutan Sifat Khas
Di dalam bahasa Indonesia terdapat kata-kata yang diberi
nama sesuai dengan sifat khasnya, seperti si kikir, si
botak, si gendut, golongan kiri, si hitam, dan sebaginya.
4. Penemu dan Pembuat
Banyak nama yang lahir berdasarkan nama
penemu dan pembuatnya. Kata-kata yang
dimaksud, seperti kondom = Dr. Condom, mujair
yang mula-mula ditemukan oleh seorang petani
bernama Mujair di Kediri, Jawa Timur, volt dari
nama penciptanya seorang ahli fisika bangsa Italia,
bayangkara dari nama pasukan pengawal kerajaan
pada zaman Majapahit, laksamana nama seorang
tokoh dalam cerita Ramayana, boikot dari nama
seorang tuan tanah di Inggris yang memiliki
tindakan yang keras pada tahun 1880.
5. Tempat Asal
Magnet berasal dari nama suatu tempat yakni Magnesia,
burung kenari dari nama pulau Kenari di Aprika, sarden
dari nama pulau Sardenia di Italia.
6. Bahan
Kata goni berasal dari nama serat di dalam tumbuh-
tumbuhan, kaca adalah nama bahan. Benda lain yang
terbuat dari kaca disebut kaca, misalnya kaca mata, perak
sebagai nama bahan kemudian muncul uang perak.
7. Keserupaan
Kaki gunung, kaki meja, kaki kursi. Dalam hal ini, kata kaki
memiliki keserupaan makna yakni sebagai penopang
tubuh. Raja dangdut, raja makan, dsb.
8. Pemendekan
Abri dari Angkatan Bersenjata Republik Indonesia,
KONI = komite olahraga nasional Indonesia, dll.
9. Penamaan Baru
Pariwisata mengganti torisme, suku cadang
mengganti onderdil, darmawisata mengganti
piknik. Penggantinya lebih nasionalis.
10. Peristilahan
Tangan yang secara kedokteran terbagi menjadi
lengan dan tangan. Lengan dari ketiak sampai
pergelangan, tangan dari pergelangan sampai jari.
11. Pendifinisian
Difinisi yang dibuat oleh manusia digolongkan menurut
taraf kejelasannya. Taraf paling rendah disebut difinisi
sinonimis. Ketidakjelasan yang dimaksud dalam hal ini
karena difiinisi yang diberikan bersifat putar balik,
misalnya antara ayah dengan bapak. Kedua difinis
logis= adalah suatu difinisi yang dibuat secara tegas
sehingga objek tersebut berbeda secara nyata dengan
objek-objek lainnya, difinisi dalam bidang ilmu
tertentu. Ketiga difinisi ensiklopedi= difinisi ini lebih
jelas dari difinisi logis karena menerangkan secara
lengkap, jelas, dan cermat berkenaan dengan kata yang
didefinisikan.
Adapun difinisi lain, yakni difinisi
oprasional/batasan= difinisi ini digunakan untuk
membatasi konsep yang digunakan dalam suatu
tulisan atau pembicaraan, misalnya: 1) Yang
dimaksud dengan air dalam tulisan ini adalah
cairan untuk keperluan hidup sehari-hari; 2.
Yang dimaksud dengan air dalam tulisan ini
adalah segala zat cair yang terdapat dalam
tumbuh-tumbuhan baik yang terdapat di dalam
batang (seperti air tebu), maupun yang terdapat
di dalam buah.
Jenis Makna

Misalnya: kata amplop yang pada konstruksi tertentu


mengandung makna denotatif (kognitif), pada konstruksi
tertentu dapat mengandung makna konotatif. Perhatikan
contoh berikut:
Saya membeli amplop di warung.
Beri saja dia amplop, persoalannya akan beres.
Makna denotatif (kognitif) kita jumpai pada kalimat (1)
sedangkan makna denotatif kita jumpai pada kalimat (2).
• Semantik Leksikal merupakan bidang Semantik yang
meneliti makna leksikal menurut azas-azas dinamis
leksikologi. Makna leksikal dalam diskripsi Linguistik
lazimnya ditandai dengan tanda petik tunggal, misanya
kita mengatakan kata rumah memiliki makna ‘rumah’.
Oleh karena itu, makna leksikal sebenarnya merupakan
makna dari satuan terkecil sebuah leksikon.
Semantik leksikal secara leksikologis mencakup beberapa
segi, yakni: (a) makna dan referensi, (b) denotasi dan
konotasi, (c) analisis ekstensional dan analisis intensional,
(d) analisis komponensi, (e) makna dan pemakaiannya,
(f) senonim, (g) antonim, (h) homonim, (i) hiponim, dan
(j) polisemi.
• Makna refrensial lazimnya dipandang sebagai sifat kata.
Misalnya kata roti memiliki makna tertentu, akan tetapi
selain dari makna tersebut, kata roti memiliki sifat yang
namanya referensi, yaitu kemapuan kata roti untuk
mengacu pada benda tertentu atau referen.
Istilah referensi membawa dua arti yang agak berbeda,
yakni referensi ekstralingual seperti contoh di atas, karena
referen dari kata roti adalah sesuatu di luar bahasa dan
referensi intralingual, karena referensi tadi menujuk
sesuatu yang ada di dalam tuturan, misalnya Roti yang
kita beli kemarin, saya sudah memakannya. Kata ganti –
nya pada kata memakannya bereferensi pada kata roti
yang ditemukan pada sebagai kata pertama tuturan tadi
Selain penunjukan yang bersifat anaforis tadi, dijumpai
pula penunjukan yang bersifat kataforis yakni
penunjukan pada teks yang mengikutinya, misalnya kata
orang dalam klausa orang yang mendaptarkan diri harus
membawa kartu penduduk.
Ektoforis
(Ekstralingual)
(Semantik leksikal hampir seluruhnya)
Referensi
Endoforis
(Intralingual)
(Semantik gramatikal hampir seluruhnya)
• Makna denotasi adalah referensi pada suatu yang
ekstralingual menurut makna kata yang
bersangkutan.
• Makna konotasi adalah makna yang dapat muncul
pada penutur akibat penilaian afektif (perasaan) atau
emosional. Misalnya denotasi kata penjara adalah
kemampuan kata tersebut untuk mereferensi pada
sebuah penjara. Sedangkan konotasi kata penjara
adalah negatif untuk semua penutur karena
penghuni penjara sudah tidak memiliki kebebasan
lagi untuk hidup menurut kehendaknya sendiri
(sebagai alasan dari pandangan penutur).
• Makna Komponensial > makna suatu kata dalam
hubungannya dengan makna yang lain.
Misalnya penamaan seorang anak dengan kata anak
memiliki hubungan yang sestematis dengan kata-kata
bapak, ibu, adik, kakak, keluarga, dan lain-lain.
Katakanlah sistem kekerabatan yang sepsrti adik, kakak
di dalam bahasa Indonesia penamaannya berdasarkan
usia sedangkan penamaan brother, sister di dalam
bahasa Inggris berdasarkan jenis kelamin
• Makna Kontekstual > makna kata sesuai dengan
pemakaiannya. Misalnya: ketika kita memakai kata
mimbar dalam referensinya tehadap sebuah mimbar
sebagai makna harafiah dari kata tadi. Pada sisi lain kata
mimbar tadi dapat pula digunakan dalam makna kiasan
seperti tampak pada ungkapan kebebasan mimbar. Pada
contoh terakhir tadi kata mimbar tidak lagi bereferensi
terhadap sebuah mimbar akan tetapi lebih bereferensi
terhadap sebuah kebebasan berbicara di depan umum.
• Makna Gramatikal > makna sebuah kata yang ditentukan
oleh adanya pembentukan kata baru.
Relasi Makna
• Polisemi merupakan suatu bentuk bahasa yang mengandung makna
lebih dari satu, misalnya frasa orang tua yang dapat bermakna; (1)
Ayah dan Ibu, (2) orang yang sudah tua, dan (3) orang yang dituakan
atau dihormati.
Polisemi pada sebuah bahasa dapat ditimbulkan oleh beberapa faktor,
antara lain: (1) spesifikasi dalam ilmu, misalnya kata bentuk dalam
bidang bahasa berbeda maknanya dengan kata bentuk dalam bidang
seni rupa, dan bidang arsitektur, (2) spesialisai pemakaian dalam
kehidupan sosial masyarakat yang beraneka ragam, misalnya kata jalan
bagi seorang sopir angkot atau bus kota dapat berarti bekerja, bagi
seorang pedagang dapat berarti laris, atau dalam sebuah seminar
dapat berarti berlangsung dengan lancar, (3) adanya pemakaian dalam
kesastraan misalnya penggunaan kata kaki gunung, kaki langit, dan
kaki tangan.
•Homonim berasal dari bahasa Yunani Kuno anoma ‘nama’ dan homo
‘sama’.Secara Semantik, Verhaar (1978) mengungkapkan bahwa homonim
merupakan ungkapan (berupa kata, frasa, atau kalimat) yang bentuknya
sama dengan ungkapan lain (kata, frasa, atau kalimat) tetapi memiliki
makna yang tidak sama. Misalnya : antara kata bisa yang ‘racun’ dengan
bisa ‘dapat, baku ‘standar’ dengan baku ‘ saling’, bandar ‘pelabuhan’
dengan bandar ‘pemegang uang dalam perjudian’.

Homonim dengan polisemi memiliki perbedaan pada derajat kesamaan


makna.
Contoh polisemi:
Jangan berdiri di jalan masuk!
Jalanlah lebih dahulu, sebentar lagi saya menyusul!
Ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya
hominim, yakni : (1) kata-kata atau bentuk-bentuk
yang berhomonim tadi berasal dari dialek atau bahasa
yang berlainan, misalnya kata bisa ‘racun’ berasal dari
bahasa Melayu, sedangkan kata bisa ‘sanggup’ berasal
dari bahasa Jawa, (2) kata-kata yang berhomonim tadi
muncul karena adanya proses morfologi, misalnya :
kata mengukur ‘memarut’ dengan mengukur
‘menghitung’.
Homonim selain terjadi dalam tataran kata juga terjadi dalam tataran
frasa maupun kalimat, misalnya : cinta anak ‘cinta terhadap anak’
dengan cinta anak ‘cinta anak terhadap…’, isteri lurah yang baru itu
cantik ‘isteri lurah yang baru diangkat itu cantik’, isteri lurah yang baru
itu cantik ‘isteri baru dari lurah itu cantik’.

Secara garis besar, homonim dibedakan menjadi dua macam, yakni: (1)
homofon dan (2) homograf. Homofon adalah dua kata yang memiliki
makna dan bentuk penulisan yang berbeda akan tetapi dilafalkan
dengan bunyi yang sama, misalnya anatara sah dan syah, syarat dan
sarat, antara bang dan bank.

Pada sisi lain, homograf merupakan dua kata yang memiliki perbedaan
makna dan cara pelafalan akan tetapi memiliki kesamaan dalam cara
penulisan, misalnya antara tahu ‘sesuatu makanan’ dengan tahu
‘mengerti’, antara teras ‘bagian rumah’ dengan teras ‘inti’.
• Hiponim berasal dari bahasa Yunani Kuno anoma ‘nama’ dan hypo
‘di bawah. Verhaar, (1993) mengungkapkan bahwa secara semantis,
hiponim merupakan ungkapan (kata, frasa, atau kalimat) yang
meknanya dianggap merupakan bagian dari ungkapan lain.
Ungkapan yang maknanya menjadi bagian dari ungkapan lain
disebut hiponim sedangkan ungkapan yang membawahi makna
hiponim tadi disebut superordinat. Perhatikan contoh berikut.
Warna

hijau kuning merah ungu putih biru

merah jambu merah hati merah muda


Dari bagan di atas, dapat dijelaskan bahwa kata-kata
hijau, kuning, merah, ungu, putih, dan biru berhiponim
terhadap kata warna. Dengan demikian, maka hubungan
antara hiponim terhadap superordinatnya bersifat
searah. Akan tetapi, perlu dicatat bahwa kata yang
menjadi hiponim dari sebuah kata yang superordinat
dapat pula menjadi superordinat bagi semua hiponim di
bawahnya.

Anda mungkin juga menyukai