Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Kejang demam merupakan kejang yang terjadi pada saat seorang


bayi atau anak mengalami demam tanpa infeksi sistem saraf pusat. Kejang
demam biasanya terjadi pada awal demam. Anak akan terlihat aneh untuk
beberapa saat, kemudian kaku, kelojotan dan memutar matanya. Anak tidak
responsif untuk beberapa waktu, napas akan terganggu, dan kulit akan tampak
lebih gelap dari biasanya. Setelah kejang, anak akan segera normal kembali.
Kejang biasanya berakhir kurang dari 1 menit, tetapi walaupun jarang dapat
terjadi selama lebih dari 15 menit.

Anak merupakan hal yang penting artinya bagi sebuah keluarga. Selain
sebagai penerus keturunan, anak pada akhirnya juga sebagai generasi penerus
bangsa. Oleh karena itu tidak satupun orang tua yang menginginkan anaknya jatuh
sakit, lebih-lebih bila anaknya mengalami kejang demam.

Insiden terjadinya kejang demam terutama pada golongan anak umur 6


bulan sampai 4 tahun. Hampir 3 % dari anak yang berumur di bawah 5 tahun
pernah menderita kejang demam. Kejang demam lebih sering didapatkan pada
laki-laki daripada perempuan. Hal tersebut disebabkan karena pada wanita
didapatkan maturasi serebral yang lebih cepat dibandingkan laki-laki. (ME.
Sumijati, 2000;72-73)

Berdasarkan laporan dari daftar diagnosa dari Ilmu Kesehatan Anak


RSUD Dr. Soetomo Surabaya didapatkan data adanya peningkatan insiden kejang
demam. Pada tahun 1999 ditemukan pasien kejang demam sebanyak 83 orang dari
193 orang dan tidak didapatkan angka kematian (0 %). Pada tahun 2000
ditemukan pasien kejang demam 132 orang dari 236 orang dan tidak didapatkan
angka kematian (0 %). Dari data di atas menunjukkan adanya peningkatan insiden
kejadian sebesar 37%.

Bangkitan kejang berulang atau kejang yang lama akan mengakibatkan


kerusakan sel-sel otak kurang menyenangkan di kemudian hari, terutama adanya
cacat baik secara fisik, mental atau sosial yang mengganggu pertumbuhan dan
perkembangan anak. (Iskandar Wahidiyah, 1985 : 858) .

Kejang demam merupakan kedaruratan medis yang memerlukan


pertolongan segera. Diagnosa secara dini serta pengelolaan yang tepat sangat
diperlukan untuk menghindari cacat yang lebih parah, yang diakibatkan
bangkitan kejang yang sering. Untuk itu tenaga perawat/paramedis dituntut
untuk berperan aktif dalam mengatasi keadaan tersebut serta mampu
memberikan asuhan keperawatan kepada keluarga dan penderita, yang
meliputi aspek promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif secara terpadu dan
berkesinambungan serta memandang klien sebagai satu kesatuan yang utuh
secara bio-psiko-sosial-spiritual. Prioritas asuhan keperawatan pada kejang
demam adalah : Mencegah/mengendalikan aktivitas kejang, melindungi pasien
dari trauma, mempertahankan jalan napas, meningkatkan harga diri yang
positif, memberikan informasi kepada keluarga tentang proses penyakit,
prognosis dan kebutuhan penanganannya. (I Made Kariasa, 1999; 262).

Anak merupakan makhluk yang unik, karena anak memilki


karakteristik tersendiri sesuai tahapan usia anak. Kejang demam pada anak
diklasifikasikan berdasarkan usia anak. Kejang demam yang biasa dialami
anak ialah usia 6 bulan sampai 4 tahun. Jika kejang dialami oleh anak usia
lebih dari 6 tahun lebih dikategorikan sebagi kejang tanpa demam ( epilepsi ).

Berdasarkan hal tersebut kelompok tertarik untuk membahas tentang


penyakit kejang demam dan dapat mengaplikasikan dalam memberikan
asuhan keperawatan khususnya kepada anak.

B. Tujuan penulisan
1. Tujuan umum

Mahasiswa dapat memahami asuhan keperawatan anak pada klien dengan


gangguan sistem saraf yaitu kejang demam

2. Tujuan khusus

Mahasiswa dapat menjelaskan :

1. definisi penyakit kejang demam pada anak.

2. etiologi penyakit kejang demam pada anak.

3. manifestasi klinik penyakit kejang demam pada anak .

4. patofisiologi penyakit kejang demam pada anak.

5. komplikasi penyakit kejang demam pada anak.

6. pemeriksaan diagnostik penyakit kejang demam pada anak .

7. penatalaksanaan penyakit kejang demam pada anak.

8. asuhan keperawatan yang harus diberikan pada klien dengan


kejang demam.

BAB II

TINJAUAN TEORI

I. Konsep dasar Kejang Demam

A. Pengertian Kejang Demam


Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu
tubuh (suhu rektal lebih dari 380 C) yang disebabkan oleh suatu proses
ekstrakranium. (Arif Mansjoer. 2000)

Kejang demam (febrile convulsion) ialah bangkitan kejang yang terjadi


pada kenaikan suhu tubuh yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium.
(Taslim. 1989)

Kejang Demam (KD) adalah kejang yang terjadi pada suhu badan yang
tinggi. Suhu badan yang tinggi ini disebabkan oleh kelainan ekstrakranial.
(Livingston, 1954)

Kejang demam adalah terbebasnya sekelompok neuron secara tiba-tiba


yang mengakibatkan suatu kerusakan kesadaran, gerak, sensasi atau memori
yang bersifat sementara (Hudak and Gallo,1996).

Kejang demam adalah serangan pada anak yang terjadi dari kumpulan
gejala dengan demam (Walley and Wong’s edisi III,1996).

Kejang demam adalah bangkitan kejang terjadi pada kenaikan suhu tubuh
(suhu rektal di atas 38° c) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium.
Kejang demam sering juga disebut kejang demam tonik-klonik, sangat
sering dijumpai pada anak-anak usia di bawah 5 tahun. Kejang ini
disebabkan oleh adanya suatu awitan hypertermia yang timbul mendadak
pada infeksi bakteri atau virus. (Sylvia A. Price, Latraine M. Wikson, 1995).

Kejang demam adalah kejang yang terjadi pada saat seorang bayi atau
anak mengalami demam tanpa infeksi sistem saraf pusat (1,2). Hal ini dapat
terjadi pada 2-5 % populasi anak. Umumnya kejang demam ini terjadi pada
usia 6 bulan – 5 tahun dan jarang sekali terjadi untuk pertama kalinya pada
usia <> 3 tahun. (Nurul Itqiyah, 2008)
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan kejang demam adalah bangkitan
kejang yang terjadi karena peningkatan suhu tubuh yang sering di jumpai
pada usia anak dibawah lima tahun.

Kejang demam merupakan kelainan neurologis akut yang paling


sering dijumpai pada anak. Bangkitan kejang ini terjadi karena adanya
kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38oC) yang disebabkan oleh proses
ekstrakranium. Penyebab demam terbanyak adalah infeksi saluran pernapasan
bagian atas disusul infeksi saluran pencernaan. (Ngastiyah, 1997; 229).

B. Etiologi Kejang Demam

Penyebab kejang demam menurut Buku Kapita Selekta Kedokteran belum


diketahui dengan pasti, namun disebutkan penyebab utama kejang demam
ialah demam yag tinggi. Demam yang terjadi sering disebabkan oleh :

1. Infeksi Saluran Pernapasan Atas (ISPA)

2. Gangguan metabolik

3. Penyakit infeksi diluar susunan saraf misalnya tonsilitis, otitis media,


bronchitis.

4. Keracunan obat

5. Faktor herediter

6. Idiopatik.

(Arif Mansjoer. 2000)

C. Patofisiologi Kejang Demam


(klik aja biar keliatan)

D. Klasifikasi Kejang Demam

Menurut Livingston ( 1954) Kejang demam di bagi atas dua :

Kejang demam sederhana : Kejang demam yang berlangsung singkat.


Yang digolongkan kejang demma sederhana adalah

a. kejang umum

b. waktunya singkat

c. umur serangan kurang dari 6 tahun

d. frekuensi serangan 1-4 kali per tahun

e. EEG normal

Sedangkan menurut subbagian saraf anak FKUI, memodifikasi


criteria livingston untuk membuat diagnosis kejang demam sederhana
yaitu :

a. Umur anak ketika kejang antara 6 bulan sampai 4 tahun


b. Kejang berlangsung sebentar, tidak melebihi 15 menit.

c. Kejang bersifat umum.

d. Kejang timbul dalam 16 jam pertama

e. Pemeriksaan neurologist sebelum dan sesudah kejang


normal

f. Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya 1 minggu


setelah suhu normal tidak menunjukkan kelainan.

g. Frekuensi bangkitan kejang dalam 1 tahun tidak melebihi


4 kali.

(Taslim. 1989)

E. Manifestasi klinis

Gejala berupa

1. Suhu anak tinggi.

2. Anak pucat / diam saja

3. Mata terbelalak ke atas disertai kekakuan dan kelemahan.

4. Umumnya kejang demam berlangsung singkat.

5. Gerakan sentakan berulang tanpa didahului kekauan atau hanya


sentakan atau kekakuan fokal.

6. Serangan tonik klonik ( dapat berhenti sendiri )

7. Kejang dapat diikuti sementara berlangsung beberapa menit


8. Seringkali kejang berhenti sendiri.

(Arif Mansjoer. 2000)

F. Komplikasi

Menurut Taslim S. Soetomenggolo dapat mengakibatkan :

1. Kerusakan sel otak

2. Penurunan IQ pada kejang demam yang berlangsung lama lebih


dari 15 menit dan bersifat unilateral

3. Kelumpuhan (Lumbatobing,1989)

G. Pemeriksaan laboratorium

1. EEG

Untuk membuktikan jenis kejang fokal / gangguan difusi otak akibat lesi
organik, melalui pengukuran EEG ini dilakukan 1 minggu atau kurang
setelah kejang.

2. CT SCAN

Untuk mengidentifikasi lesi serebral, mis: infark, hematoma, edema


serebral, dan Abses.

3. Pungsi Lumbal

Pungsi lumbal adalah pemeriksaan cairan serebrospinal (cairan yang ada


di otak dan kanal tulang belakang) untuk meneliti kecurigaan meningitis

4. Laboratorium
Darah tepi, lengkap ( Hb, Ht, Leukosit, Trombosit ) mengetahui sejak
dini apabila ada komplikasi dan penyakit kejang demam.

(Suryati, 2008), ( Arif Mansyoer,2000),


(Lumbatobing,1989)

H. Penatalaksanaan Medis

Pada penatalaksanaan kejang demam ada 3 hal yang perlu dikerjakan


yaitu :

1. Pengobatan Fase Akut

Seringkali kejang berhenti sendiri. Pada waktu kejang pasien


dimiringkan untuk mencegah aspirasi ludah atau muntahan. Jalan
napas harus bebas agar oksigennisasi terjami. Perhatikan keadaan vital
seperti kesadaran, tekanan darah, suhu, pernapasan dan fungsi jantung.
Suhu tubuh tinggi diturunkan dengan kompres air dan pemberian
antipiretik.

Obat yang paling cepat menghentikan kejangadalah diazepam


yang diberikan intravena atau intrarektal. Dosis diazepam intravena
0,3-0,5 mg/kgBB/kali dengan kecepatan 1-2 mg/menit dengan dosis
maksimal 20 mg. bila kejang berhenti sebelum diazepam habis,
hentikan penyuntikan, tunggu sebentar, dan bila tidak timbul kejang
lagi jarum dicabut. Bila diazepam intravena tidak tersedia atau
pemberiannya sulit gunakan diazepam intrarektal 5 mg
(BB<10>10kg). bila kejang tidak berhenti dapat diulang selang 5 menit
kemudian. Bila tidak berhenti juga, berikan fenitoin dengan dosis awal
10-20 mg/kgBB secara intravena perlahan-lahan 1 mg/kgBb/menit.
Setelah pemberian fenitoin, harus dilakukan pembilasan dengan Nacl
fisiologis karena fenitoin bersifat basa dan menyebabkan iritasi vena.
Bila kejang berhenti dengan diazepam, lanjutkan dengan
fenobarbital diberikan langsung setelah kejang berhenti. Dosis awal
untuk bayi 1 bulan -1 tahun 50 mg dan umur 1 tahun ke atas 75 mg
secara intramuscular. Empat jama kemudian diberikan fenobarbital
dosis rumat. Untuk 2 hari pertama dengan dosis 8-10 mg/kgBB/hari
dibagi dalam 2 dosis, untuk hari-hari berikutnya dengan dosis 4-5
mg/kgBB/hari dibagi 2 dosis. Selama keadaan belum membaik, obat
diberikan secara suntikan dan setelah membaik per oral. Perhatikan
bahwa dosis total tidak melebihi 200mg/hari. Efek sampingnya adalah
hipotensi,penurunan kesadaran dan depresi pernapasan. Bila kejang
berhenti dengan fenitoin,lanjutkna fenitoin dengan dosis 4-
8mg/KgBB/hari, 12-24 jam setelah dosis awal.

2. Mencari dan mengobati penyebab

Pemeriksaan cairan serebrospinalis dilakukan untuk


menyingkirkan kemungkinan meningitis, terutama pada pasien kejang
demam yang pertama. Walaupun demikian kebanyakan dokter
melakukan pungsi lumbal hanya pada kasus yang dicurigai sebagai
meningitiss, misalnya bila ada gejala meningitis atau kejang demam
berlangsung lama.

3. Pengobatan profilaksis

Ada 2 cara profilaksis, yaitu (1) profilaksis intermiten saat


demam atau (2) profilaksis terus menerus dengan antikonvulsan setiap
hari. Untuk profilaksis intermiten diberian diazepam secara oral
dengan dosis 0,3-0,5 mg/kgBB/hari dibagi menjadi 3 dosis saat pasien
demam. Diazepam dapat diberikan pula secara intrarektal tiap 8 jam
sebanyak 5mg (BB<10kg)>10kg) setiap pasien menunjukkan suhu
lebih dari 38,5 0 C. efek samping diazepam adalah ataksia, mengantuk
dan hipotonia.
Profilaksis terus menerus berguna untuk mencegah
berulangnya kejang demam berat yang dapat menyebabkan kerusakan
otak tapi tidak dapat mencegah terjadinya epilepsy dikemudian hari.
Profilaksis terus menerus setiap hari dengan fenobarbital 4-
5mg.kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis. Obat lain yang dapat digunakan
adalah asam valproat dengan dosis 15-40 mg/kgBB/hari.
Antikonvulsan profilaksis selama 1-2 tahun setelah kejang terakhir dan
dihentikan bertahap selama 1-2 bulan

Profilaksis terus menerus dapat dipertimbangkan bila ada 2


kriteria (termasuk poin 1 atau 2) yaitu :

1. sebelum kejang demam yang pertama sudah ada kelainan


neurologist atau perkembangan (misalnya serebral palsi atau
mikrosefal)

2. Kejang demam lebih dari 15 menit, fokal, atau diikuti kelainan


neurologist sementara dan menetap.

3. Ada riwayat kejang tanpa demma pada orang tua atau saudara
kandung.

4. bila kejang demam terjadi pada bayi berumur kurang dari 12


bulan atau terjadi kejang multiple dalam satu episode demam.

Bila hanya mmenuhi satu criteria saja dan ingin memberikan


obat jangka panjang maka berikan profilaksis intermiten yaitu pada
waktu anak demam dengan diazepam oral atau rectal tuap 8 jam
disamping antipiretik.

( Arif Mansyoer,2000)

II. Konsep asuhan keperawatan


A. Pengkajian

Menurut Doenges (1993 ) dasar data pengkajian pasien adalah :


a. Aktifitas / Istirahat
Gejala : Keletihan, kelemahan umum
Keterbatasan dalam beraktifitas / bekerja yang ditimbulkan oleh diri
sendiri / orang terdekat / pemberi asuhan kesehatan atau orang lain.
Tanda : Perubahan tonus / kekuatan otot
Gerakan involunter / kontraksi otot ataupun sekelompok otot.

b. Sirkulasi
Gejala : Iktal : Hipertensi, peningkatan nadi sianosis
Posiktal : Tanda vital normal atau depresi dengan penurunan nadi
dan pernafasan.

c. Eliminasi
Gejala : Inkontinensia episodik.
Tanda : Iktal : Peningkatan tekanan kandung kemih dan
tonus sfingter.
Posiktal : Otot relaksasi yang menyebabkan inkontenensia ( baik
urine / fekal ).

d. Makanan dan cairan


Gejala : Sensitivitas terhadap makanan, mual / muntah yang
berhubungan dengan aktifitas kejang.

e. Neurosensori
Gejala : Riwayat sakit kepala, aktifitas kejang berulang, pingsan,
pusing. Riwayat trauma kepala, anoksia dan infeksi cerebral.

f. Nyeri / kenyaman
Gejala : Sakit kepala, nyeri otot / punggung pada periode posiktal.
Tanda : Sikap / tingkah laku yang berhati –hati.
Perubahan pada tonus otot.
Tingkah laku distraksi / gelisah.

g. Pernafasan
Gejala : Fase iktal : gigi mengatup, sianosis, pernafasan menurun /
cepat, peningkatan sekresi mukus.
Fase posiktal : apnea.

B. Pemeriksaan diagnostik

1. Periksa darah / lab : Hb. Ht, Leukosit, Trombosit

2. EEG

3. Lumbal punksi

4. CT-SCAN

C. Diagnosa keperawatan

1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual dan muntah

2. Tidak Efektinya Bersihan Jalan Nafas b.d Peningkatan Sekresi Mukus

3. Gangguan volume cairan kurang dari kebutuhann tubuh b.d


peningkatan suhu tubuh

4. Resiko tinggi kejang berulang b.d riwayat kejang

5. Perubahan Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake yang tidak
adekuat.

D. Intervensi keperawatan
1. Dx 1 Kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual dan
muntah

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan kebutuhan


cairan klien terpenuhi.

Kriteria hasil :

- TTV stabil

- Menunjukkan adanya keseimbangan cairan seperti output


urin adekuat.

-Turgor kulit baik

- membrane mukosa mulut lembab

Intervensi :

1. Ukur dan catat jumlah muntah yang dikleuarkan, warna,


konsistensi.

R/ : menentukan kehilangan dan kebutuhan cairan tubuh

2. Berikan makanan dan cairan

R/ : memnuhi kebutuhan makan dan minum

3. Berikan support verbal dalam pemberian cairan

R/ : meningkatkan konsumsi cairan klien

4. Kolaborasi berikan pengobatan seperti obat antimual.

R/ : menurunkan dan menghentikan muntah klien


5. Pantau Hasil Pemeriksaan Laboratorium

R/ Untuk mengetahui status cairan klien.

2. Dx 2 Tidak Efektinya Bersihan Jalan Nafas b.d Peningkatan Sekresi


Mukus

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan


bersihan jalan nafas efektif

Kriteria hasil :

-sekresi mukus berkurang

- tak kejang

- gigi tak menggigit

Intervensi :

1. Ukur Tanda-tanda vital klien.

R/ : untuk mengetahui status keadaan klien secara umum.

2. Lakukan penghisapan lendir

R/ : menurunkan resiko aspirasi

3. Letakan klien pada posisi miring dan permukaan datar

R/ : mencegah lidah jatuh kebelakang dan menyumbat jalan


nafas

4. Tanggalkan pakaian pada daerah leher atau dada dan


abdomen
R/ : untuk memfasilitasi usaha bernafas

3. Dx. 3 Gangguan volume cairan kurang dari kebutuhann tubuh b.d


peningkatan suhu tubuh

Tujuan : Keseimbangan cairan terpenuhi

1. Observasi TTV (suhu tubuh) tiap 4 jam

R/ peningkatan suhu tubuh dari yang normal membutuhkan


penambahan cairan.

2. Hitung Intak & Output setiap pergantian shift.

R/ Untuk mengetahui keseibangan cairan klien.

3. Anjurkan pemasukan/minum sesuai program.

R/ membantu mencagah kekurangan cairan.

4. Kolaborasi pemeriksaan lab : Ht, Na, K.

R/ mencerminkan tingkat / derajat dehidrasi.

4. Dx. 4 Resiko tinggi kejang berulang b.d riwayat kejang

Tujuan : Agar tidak terjadi kejang berulang

1. Observasi TTV (suhu tubuh) tiap 4 jam

R/ peningkatan suhu tubuh dapat mengakibatkan kejang berulang.

2. Observasi tanda-tanda kejang.

R/ untuk dapat menentukan intervensi dengan segera.


3. Kolaborasi pemberian obat anti kejang /konvulsi.

R/ menanggulangi kejang berulang.

5. Dx. 5 Perubahan Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake yang
tidak adekuat.

Tujuan : Peningkatan status nutrisi

1. Tingkatkan intake makanan dengan menjaga privasi klien,


mengurangi gangguan seperti bising/berisik, menjaga kebersihan
ruangan.

R/ cara khusus meningkatkan napsu makan.

2. Bantu klien makan

R/ membantu klien makan.

3. selingi makan dengan minum

R/ memudahkan makanan untuk masuk.

4. Monitor hasil lab seperti HB, Ht

R/ : Monitor status nutrisi klien

5. Atur posisi semifowler saat memberikan makanan.

R/ : Mengurangi regurtasi.

E. Evaluasi

1. Kekurangan volume cairan tidak terjadi

2. Bersihan Jalan Nafas kembali efektif


3. Keseimbangan kebutuhan cairan klien tercukupi.

4. Resiko tinggi kejang berulang tidak terjadi

5. kebutuhan Nutrisi klien dapat terpenuhi.

BAB III

CONTOH GAMBARAN KASUS

A. Gambaran kasus

Klien An. D umur 3 tahun 6 bulan dirawat di RSF dari tanggal 10 Juni
2008 dengan keluhan kejang demam selama dirumah 3 kali selama 24 jam,
kejang pertama ± 15 menit, kejang kedua ±10 menit, kejang ketiga ± 5 menit,
tangan dan kaki mengepal pada saat kejang, suhu klien 39,5O C. Keadaan
umum klien lemah,nadi 120x/menit, RR 26 kali/menit, Suhu 39,5O C, klien
terlihat gelisah, ubun-ubun besar cekung, mukosa mulut kering, BB saat
masuk RS IGD 9,5 kg,Berat badan saat ini 8,1 kg, Lingkar lengan atas 14 cm
(ideal 16 cm) ,Tb 75 cm, muntah sebanyak ½ aqua geas (120cc) berisi cairan
kuning kecoklatan, sebelum & saat dirawat klien tidak mau makan. Intake
klen minum sebanyak 300 cc & infuse 400 cc, total 700 cc, Output
BAK&BAB :340 cc, Iwl 110 cc, Total :450 cc, Balance : 250 cc Hasil
pemeriksaan laboratorium tanggal 10 Juni 2008 Hb: 11,6 g/dl (N:13,2-17,3
g/dl), Ht: 38% (N:31-59%), Leukosit : 13.500/ul, Trombosit: 81 ribu/ul,
Eritrosit: 3.51 juta/ul. Leukosit: 13.500/µL(N= 6.000 – 17.500/µL), Trombosit
: 400.000 /µL (N= 150.000 – 440.000/µL), Eritrosit : 5juta/µL(N= 3,60 – 5,20
juta/µL), Natrium : 131 mmol/L (N= 135 – 145 mmol/L), Kalium: 2,4 mmol/L
(N= 3,5 – 5,5 mmol/L), Clorida : 100 mmol/L (N= 98 – 105 mmol/L)

B. Diagnosa, Intervensi, Implementasi dan Evaluasi Keperawatan.

Dari data diatas penulis mengangkat tiga diagnosa keperawatan adalah


sebagai berikut :
Diagnosa 1 : Kekurangan Volume cairan b.d mual dan muntah.
Ditandai dengan : DS : -. DO : keadaan umum lemah, mucosa mulut
kering,konjungtiva anemis, capilarry refill 3 detik, muntah ± ½ aqua gelas
(120cc) berisi cairan kuning kecoklatan, Nadi :120x/menit, RR 26x/menit,
Suhu : 39,5º C, Hasil Lab 10 Juni 2008 Natrium: 131 mmol/L (N= 135 – 145
mmol/L), Kalium: 2,4 mmol/L (N= 3,5 – 5,5 mmol/L), Clorida : 100 mmol/L
(N= 98 – 105 mmol/L).

Perencanaan keperawatan : Tujuan : Setelah dilakukan tindakan


keperawatan selama 3 x 24 jam kebutuhan cairan klien terpenuhi. Kriteria
hasil : Tanda – tanda vital dalam batas normal :N : 60 – 80 x / mnt, S : 36º -
37ºC, RR : 16 – 20 x / mnt, mukosa mulut lembab, muntah
teratasi,konjungtiva tidak anemis, capilarry refill < style=""> hasil
laboratorium normal Natrium: 135 – 145 mmol/L, Kalium: 3,5 – 5,5 mmol/L,
Clorida : N= 98 – 105 mmol/L.

Intervensi : Ukur dan catat jumlah muntah yang dikleuarkan, warna,


konsistensi. Berikan makanan dan cairan, Berikan support verbal dalam
pemberian cairan, Kolaborasi berikan pengobatan seperti obat antimual,
Pantau Hasil Pemeriksaan Laboratorium

Implementasi : Ukur dan catat jumlah muntah yang dikleuarkan, warna,


konsistensi. Berikan makanan dan cairan, Berikan support verbal dalam
pemberian cairan, Kolaborasi berikan pengobatan seperti obat antimual,
Pantau Hasil Pemeriksaan Laboratorium

Evaluasi akhir : S : Klien mengatakan sudah dapat minum. O : Tanda –


tanda vital dalam batas normal :N : 60 – 80 x / mnt, S : 36º - 37ºC, RR : 16 –
20 x / mnt, mukosa mulut lembab, muntah teratasi, Lingkar lengan atas ideal
16 cm, hasil laboratorium normal Natrium: 135 – 145 mmol/L, Kalium: 3,5 –
5,5 mmol/L, Clorida : N= 98 – 105 mmol/L.. A: Masalah kekurangan cairan
dapat teratasi. P : hentikan intervenís
Diagnosa 2 : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake
yang tidak adekuat Ditandai dengan data – data sebagai berikut : DS: Ibu
klien mengatakan sebelum dan saat dirawat tidak napsu makan. DO: K.U:
lemah, BB awal mei 2008 9,5 kg saat masuk RS IGD 8,1 kg, muntah ½ gelas
Aqua(120cc), Lingkar lengan atas 14 cm ( ideal 16 cm), Hasil Laboratorium
tanggal 10 Juni 2008 Hb: 11,6 g/dl (N:13,2-17,3 g/dl), Ht: 38% (N:31-59%).

Perencanaan keperawatan, Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperwatan


3 x 24 jam nutrisi terpenuhi dan berat badan meningkat. Kriteria hasil : BB
naik 0.25kg(ideal 12kg), mual dan muntah klien dapat teratasi, napsu makan
bertambah, Hb&Ht dalam batas normal (Hb:10.8-15.6 g/dl & Ht: 35-43%).

Intervensi : Tingkatkan intake makanan dengan menjaga privasi klien,


mengurangi gangguan seperti bising/berisik, menjaga kebersihan ruangan.
Bantu klien makan, selingi makan dengan minum, Monitor hasil lab seperti
HB & Ht, Atur posisi semifowler saat memberikan makanan.

Implementasi : Tingkatkan intake makanan dengan menjaga privasi klien,


mengurangi gangguan seperti bising/berisik, menjaga kebersihan ruangan.
Bantu klien makan, selingi makan dengan minum, Monitor hasil lab seperti
HB & Ht, Atur posisi semifowler saat memberikan makanan. Evaluasi akhir :
S: ibu mengatakan susu diberikan sesuai jadwal. O : BB naik 0.3 Kg jadi
9.5kg Hb: 9.2g/dl, Ht: 30%, A : masalah kekurangan nutrisi belum teratasi. P :
lanjutkan intervensi Dx.2

Diagnosa 3 : Resiko injuri berhubungan dengan kejang berulang.


Ditandai dengan data – data sebagai berikut : DS : ibu klien bertanya
penanganan kejang. DO : penghalang tempat tidur tidak terpasang, S : 38.3ºC,
N: 124x/menit, RR:42X/menit

Perencanaan keperawatan : Tujuan : Setelah dilakukan tindakan


keperawatan selama 3 x 24 jam injuri tidak terjadi. Kriteria hasil : orang tua
dapat mengidentifikasi faktor yang dapat menimbulkan cidera, mampu
melakukan penanganan kejang, menunjukan koping positif.

Intervensi : berikan posisi yang aman, memasang pengaman tempat tidur,


memberikan penjelasan kepada orang tua tentang penanganan kejang.

Implementasi : observasi suhu(penyebab kejang), memberikan posisi yang


aman, memberikan penjelaan kepada orang tua tentang penanganan kejang..

Evaluasi akhir : S : ibu klien mengatakan sudah tidak terjadi kejang, sudah
memasang penghalang. O : S : 37,2ºC, N: 124x/menit, RR: 42X/menit. Klien
tidak kejang, pengaman tempat tidur sudah terpasang dengan baik A : masalah
resiko injuri tidak terjadi. P: Lanjutkan intervensi Dx.2

BAB IV

PENUTUP

Pada bab ini penulis akan membahas contoh asuhan keperawatan pada An.D yang
mengalami kejang demam yang telah divas pada bab III serta memberikan saran
untuk masalah keperawatan yang harus diintervensi serta berkesinambungan.

A. Kesimpulan

1. Dari hasil pengkajian pada An. D menurut contoh gambaran kasus diatas
mendapatkan hasil data yang sesuai dengan teori yaitu seperti adanya
kejang demam yang disebabkan demam yang tinggi yaitu dengan suhu
39,5º , tidak ada respon verbal, frekuensi pernapasan meningkat 26
x/menit.

2. Diagnosa keparawatan yang ditemukan pada klien sesuai gambaran


kasus diatas yaitu : Kekurangan Volume cairan b.d mual dan muntah,
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake yang tidak
adekuat, Resiko injuri berhubungan dengan kejang berulang.

3. Intervensi keperawatan pada An. D telah disusun sesuai dengan teori


atau konsep dasar asuhan keperawatan. Intervensi meliputi juga tindakan
yang dilakukan secara mandiri dan kolaborasi dengan tim kesehatan lain.

4. Implementsi keperawatan yang dilakukan sesuai dengan intervensi yang


dibuat dan disesuaikan dengan keadaan klien yang terjadi di rumah sakit.

5. Adapun evaluasi akhir dari keseluruhan asuhan keperawatan yang telah


diberikan. Evaluasi dilaksanakan secara sumatif yaitu dengan memberikan
kesimpulan dari hasil pelaksanaan asuhan keperawatan secara
keseluruhan.

B. Saran

Pada kesempatan ini penulis akan mengemukakan beberapa saran


sebagai bahan masukan yang bermanfaat bagi usaha peningkatan mutu
pelayanan asuhan keperawatan yang akan datang, diantaranya :

1. Dalam melakukan asuhan keperawatan, perawat mengetahui atau


mengerti tentang rencana keperawatan pada pasien dengan kejang demam,
pendokumentasian harus jelas dan dapat menjalin hubungan yang baik
dengan klien dan keluarga.

2. Dalam rangka mengatasi masalah resiko injuri pada klien dengan kejang
demam maka tugas perawat yang utama hádala sering memantau frekuensi
pernapsan anak, memperhatikan posisi anak, pengaman pada tempat tidur
anak.

3. Untuk keluarga diharapkan selalu membantu dan memotivasi klien


dalam proses penyembuhan.
DAFTAR PUSTAKA

Lumbantobing. 1989. Penatalaksanaan Mutakhir Kejang Pada


Anak.Jakarta : FKUI

Mansjoer, arif. 2001. Kapita Selekta Kedokteran Edisi III vol. 1.


Jakarta : Media Aesculapius.

Ngastiyah, 1997, Perawatan Anak Sakit, EGC, Jakarta

Ilmu Kesehatan Anak, Jilid 2, hal 847. Cetakan ke 9. 2000 bagian Ilmu
Kesehatan Anak FKUI

Doenges, E, Marilyn. 2002. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta :


EGC.

Lebih lengkap disini: KEJANG DEMAM | kumpulan askep askeb | download KTI
Skripsi | asuhan keperawatan kebidanan
http://terselubung.cz.cc/

Anda mungkin juga menyukai