Anda di halaman 1dari 3

Tugas I Pengantar Ilmu Hubungan Internasional

Nama : Irfan Surya Asgani


NPM : 1006764151
Jurusan : Hubungan Internasional
Sumber : Luard, Evans (ed.), Basic Texts in International Relations (London:
Macmillan, 1992) hal. 132-135

Niccolo Machiavelli (1469 - 1527)

Niccolo Machiavelli adalah seorang politisi Florence dan seorang negarawan yang di
masanya mengabdi pada Republik Florentine sebagai diplomat sebelum penguasa Medici
kembali ke tampuk kekuasaan. Dia dikenal sebagai ahli teori dan merupakan orang yang sangat
terkenal di Eropa pada masa Renaissance karena bukunya The Prince yang mengungkapkan
tentang cara mendapatkan kekuasaan dan bagaimana cara untuk mempertahankannya. Buku
pendek itu pada awalnya hanya merupakan keinginan Machiavelli untuk memperbaiki keadaan
politik di Italia Utara, akan tetapi hingga saat ini buku tersebut malah menjadi salah satu dari
buku-buku penting yang menguraikan konsep power di ilmu Hubungan Internasional.

Kutipan kata-kata Machiavelli pada The Prince yang paling terkenal adalah “the end
justifies the means”, secara harafiah dapat diartikan sebagai “akhir membenarkan cara”. Akan
tetapi hal ini dapat diartikan lain secara ekstrim bahwa seorang pemimpin atau kepala negara
diperbolehkan melakukan hal apapun untuk kepentingan negaranya, mempertahankan
kekuasaan, dan mencapai tujuan sebuah negara. Inilah yang kemudian dijadikan sebagai sebuah
pembenaran terhadap tindak otoriter pemerintah dalam negara. Selain itu dikatakan juga bahwa
posisi pemimpin adalah melindungi rakyat dan mempertahankan negara merupakan tugas suci
dari Tuhan, maka dari itu pangeran bisa melakukan hal apapun selama masih dalam lingkup
tugasnya seperti menghilangkan beberapa rakyatnya agar tidak mengganggu pemerintahan.

Dalam bab lainnya pada buku yang sama, Machiavelli mengungkapkan kebutuhan
pemerintah (seorang pangeran dalam bukunya) untuk dicintai atau ditakuti. Ungkapnya adalah
“Orang selayaknya bisa ditakuti dan dicintai sekaligus. Tetapi lebih aman ditakuti daripada
dicintai, apabila kita harus pilih salah satu. Sebabnya, cinta itu diikat oleh kewajiban yang
membuat seseorang mementingkan dirinya sendiri, dan ikatan itu akan putus apabila berhadapan
dengan kepentingannya. Tetapi takut didorong oleh kecemasan kena hukuman, dan tidak pernah
meleset." Jelas sekali dalam pemaparan di atas bahwa para diktator rezim otoriter yang
melakukan teori ini tidak memikirkan sisi moral dalam tindakannya. Semua hanya didasarkan
pada kemajuan negara dan hasil akhirnya saja, tanpa melihat apakah hal tersebut melanggar hak
masyarakat atau tidak dalam prosesnya. Dengan kata lain jika hal tersebut dianggap baik untuk
pemerintah, maka hal tersebut juga dianggap baik untuk masyarakat.

Di lain sisi banyak juga pakar yang berpendapat bahwa teori ini sebenarnya sangat efektif
dalam membangun sebuah negara, apalagi jika negara tersebut adalah negara korup dan
mempunyai sistem yang bobrok.

Disebutkan pula oleh Machiavelli di bab lain bahwa untuk mencapai kepatuhan rakyat
dibutuhkan angkatan bersenjata dan penegak hukum yang kuat di dalam negara tersebut.
Kebutuhan akan penegak hukum yang kuat ini juga dalam rangka memberikan tekanan kepada
masyarakat agar mereka takut terhadap pemerintah. Di dalam bukunya yang lain yaitu The Art of
War, Machiavelli juga menyebutkan betapa pentingnya peran militer dalam kehidupan
bernegara. Sebegitu pentingnya kesiapan militer sebuah negara selalu disebutnya sebagai faktor
yang mempengaruhi kemenangan dari peperangan, maka dari itu meski pada saat damai pun
militer harus tetap dilatih.

Dalam buku yang sama ia memercikkan sebuah kontradiksi dimana dia menganggap
bahwa masyarakat pasti akan memperjuangkan kemerdekaan dan kebebasan mereka dari pihak
yang mengancam baik dari dalam maupun luar negara. Hal ini memberikan sebuah pertentangan
besar di teorinya, yaitu karena ketakutan dan tekanan yang diberikan oleh pemerintah justru akan
memberikan jalan kepada sebuah revolusi seperti yang terjadi di Perancis sekitar tahun 1789.

Pada bidang ilmu Hubungan Internasional teori ini dapat dibawa ke tingkat internasional.
Negara maju dan superpower seperti Amerika Serikat dapat memberikan tekanan terhadap
negara-negara yang lain karena kekuatan militer yang mereka miliki. Contoh yang dapat diambil
dari tindakan Amerika Serikat sebagai “Polisi Dunia” adalah ketika mereka mencanangkan
Perang Terhadap Terorisme setelah tragedi 11September terjadi. Seperti kata Machiavelli juga
masih pada buku yang sama bahwa “Anda tidak menghindari sebuah perang, anda hanya
menundanya, untuk kerugian anda sendiri.” Maka dengan itu dimulailah invasi Amerika Serikat
ke Afghanistan dan Iraq untuk melawan apa yang disebut dengan “teroris”, akan tetapi hal ini
tidak menutup kemungkinan bahwa sebenarnya hal tersebut bisa saja terjadi kepada negara
manapun dengan dalih yang sama. Masih dalam konteks ilmu yang sama, pemikiran dari
Machiavelli ini pada akhirnya akan membentuk sebuah pemikiran yang disebut realism.
Pandangan ini membeberkan bahwa sejatinya negara-negara di dunia ini akan berusaha sekuat
mungkin untuk mendapatkan power atau kekuatan atas negara lain. Masih kita ingat bahwa sejak
zaman dulu telah banyak terjadi penjajahan yang merupakan penguasaan sebuah negara atas
negara lain; ini adalah sebuah contoh nyata dari konsep tersebut. Meskipun saat ini
penjajahan/kolonialisme berupa pendudukan sebuah negara sudah tidak diperbolehkan,
kecenderungan negara-negara untuk menguasai satu sama lain akan tetap selalu ada dalam
bentuk-bentuk yang lain.

Anda mungkin juga menyukai