Anda di halaman 1dari 11

halaman 150 – 157

Beberapa pasien memilikipengalaman masa lalu yang tidak mudah untuk menerima
hubungan professional. Tapi dalam banyak kasus, jika seorang psikolog klinis memelihara
perannya secara baik dan memiliki perilaku mengormati pasien dengan asumsi bahwa mereka
meminta pengertian dari sang pasien, maka hubungan akan berkembang ke arah yang baik.
Kesalahan yang sering dibuat oleh interviewer diawal sesi wawancara adalah untuk
mengucapkan hal-hal sep[rti “jadi, jadi, jangan khawatir. Saya tahu bagaimana perasaan anda
saat ini”. Komentar seperti ini meyakinkan klien bahwa sebenarnya interviewer tidak merasakan
bagaimana sesungguhnya perasaan klien. Bagaimana mungkin orang asing ini mengetahui
bagaimana perasaan saya saat ini? Dari sinilah rapport dengan klien mulai terbentuk.

Komunikasi

Dalam wawancara, dipatikan terdapat komunikasi didalamnya. Baik wawancara itu untuk
menolong orang yang sedang mengalami stress atau membantu pasien untuk memahami potensi
mereka, komunikasi merupakan kendaraan kita. Masalah yang nyata adalah untuk
mengidentifikasi kkemampuan atau tekhnik yang mampu untuk memaksimalkan komunikasi.

Memulai sesi. Biasanya untuk memulai sebuah asesmen akan diwali oleh percakapan. Sedikit
komentar atau pertanyaan tentang kesulitan dalam mencari lahan parker atau komentar mengenai
cuaca hari itu biasa digunakan oleh psikolog klinis sebagai pembuka jalan agar klien juga
mengganggapnya sebagai manusia yang sama dengan klien tersebut. Walaupun begitu
percakapan awal juga bisa digunakan untuk membuat pasien rileks sebelum memuali pertanyaan
yang berkenaan dengan alasan pasien dating, biasanya hal ini akan memudahkan percakapan
yang berkenaan dengan wawancara.

Bahasa. Kita harus menggunakan bahsa yang dimengerti oleh pasien. Pada walanya kita bisa
memprediksi l;atar belakang pasien, tingkat pendidikan, atau pengalaman secara umum. Bahasa
yuang digunakan bisa digunakan sebagai refleksi dari penilaian-penilaian tersebut. Jika kita
berbicara dengan seorang perempuan berusia 40 tahun dengan gelar master dalam sejarah dengan
menggunakan bahasa seperti pada anak Sekolah Menengah Pertama, itu seperti menyinggung.
Jangan sekali-kali mendeskreditkan seseorang yang meminta bantuan;bukan berarti orang yang
meminta bantuan tidak memiliki kapasitas untuk mengerti dengan bahasa ynag kita gunakan.
Pada saat yang sama, dimungkinkan untuk meninggalkan istilah istilah psikologis untuk
bisa lebih dimengerti oleh pasien. Kemungkinan kedalaman atas pengertian kita akan
dipertanyakan jika kita tidak bisa berkomunikasi dengan menggunakan 4 silabel kata. Jika kita
menggunakan bahasa ‘dewa’ agar mendapatkan kekaguman dari pasien, maka terdapat kesalahan
didalamnya. Hal ini sama dengan jika seorang psikolog klinis menggunakan bahasa ‘remaja’
ketika melakukan wawancara pada anak usia 15 tahun, hal ini bukan saja terlihat aneh bagi sang
klien tapi juga tampak terlihat bodoh. Jika kita ingin menghargai pasien secara utuh, maka kita
sebaiknya jangan menggunakan teknik yang dangkal.

Masih dalam hal yang sama, sangat penting untuk menggunakan kata-kata yang akan
dipersepsikan oleh pasien sesuai dengan maksud kita. Seringkali terjadi, misalnya, menanyakan
seorang Ibu bagaimana perilaku anaknya, pertanyaan ini mendorong pada jawaban seperti “Oh,
dia anak yang baik—dia melakukan segala hal yang saya beritahukan kepadanya”. Terkadang
psikolog menjadi sangat focus pada konsep seperti halnya perilaku, yang kita lupa bahwa kata-
katra itu (perilaku) berkesan ‘jahat’ bagi kebanyakan orang.

Selain itu sangat penting untuk melakukan klarifikasi maksud dari kata yang digunakan
oleh klien jika terdapat ambiguitas. Misalnya, seorang psikolog klinis jangan langsung berasumsi
jika ada pasien yang mengatakan ‘dia kejam’. Hal ini bisa mengindikasikan

Penggunaan pertanyaan. Maloney dan Ward (1976) melakukan observasi tentang pertanyaan
yang diajukan psikolog klinis yang ketika proses wawancara berlangsung akan semakin
progresif dan semakin terstruktuir. Mereka mengelompokan antara beberapa tipe pertanyaan,
termasuk memulai-mengakhiri, fasilitatif, klarifikasi, konfrontasi, dan pertanyaan langsung.
Serta kegunaan dan tujuan dari penggunaan pertanyaan-pertanyaan tersebut.

Kesunyian. Mungkin tidak ada yang lebih mengganggu bagi pewawancara pemulas selain
kesunyian (silence). Walaupun begitu, diam bisa memiliki banyak makna. Hal yang terpenting
adalah untuk mengukur makna dan fungsi dari diam itu sendiri dalam konteks wawancara.
Respon klinikan pada diam haruslah beralasan dan responsive pada tujuan dari wawancara
daripada kebutuhan personal atas perasaan ketidakamanan. Mungkin saja klien diam karena
sedang memikirkan dan memutuskan topic selanjutnya yang akan dibicarakan. Kemungkinan
juga diam bisa berarti indikasi atas perlawanan. Tapi juga tidak tepat jika kita selalu memecah
diam dari klien dengan banyak berbicara tanpa melihat keadaan klien itu sendiri, dengan tidak
mengiudahkan panjang dari diam tersebut. Apakah klinikan mengakhiri kesunyian dengan
sebuah komentar tentang kesunyian tersebut atau memutuskan untuk memulai percakapan baru
yang bermaksud menyelidiki alasan atas kesunyian tersebut, respon yang terjadi haruslah
memfasilitasi komunikasi dan pengertian dan bukanlah solusi putus asa yang mengarah pada
sebuah situasi canggung dengan klien.

Mendengarkan. Jika kita berkomunikasi secara efektif dalam kapasitas sebagai klinikan,
komunikasi kita haruslah mencerminkan pengertian dan penerimaan. Kita tidak bisa
mnegharapkan ini terjadi jika kita tidak mendengarkan. Untuk itu mendengarkan kita menjadi
lebih menghargai informasi dan emosi yang disampaikan oleh pasien. Jika kita focus terhadap
memberikan impresi pada klien, jika kita merasa tidak aman dengan peran yang kita jalani, jika
kita dipandu oleh motivasi dan bukan dengan kebutuhan untuk mengerti dan menerima, maka
kita bukanlah pendengar yang efektif.

Banyak orang, contohnya, ketika dikenalkan pada seseorang, tidak bisa mengingat nama
orang tersebut 2 menit kemudian. Alasannya adalah karena kebanyakan orang gagal dalam
mendengarkan. Mereka terganggu oleh terlalu keasikan dengan tampilan diri mereka sendiri
sehingga mereka sebenarnya tidak pernah benar-benar mendengarkan naman orang terserbut.
Terkadang terapis sangat yakin akan impresi mereka tentang pasien mereka, sehingga mereka
berhenti mendengarkan dan mengabaikan data-data baru. Klinikan yang memiliki kemampuan
yang baik adalah yang mampu belajar ketika menjadi pendengar yang aktif.

Gratification to self. Ketika melakukan wawancara, seorang klinikan tidak diperkenankan


memyelesaikan masalah yangh sedang mereka miliki saat itu. Terkadang klinikan secara
professional merasa tidak aman danb tidak berpengalaman. Terkadang masalah pasien,
pemgalaman, atau percakapan dalam wawancara akan mengingatkan mereka akan masalah yang
mereka miliki atau mengancam nilai, sikap[, atau penyesuaian diri yang mereka punya.Tapi
disisi lain klinikan harus melawan godaan akan focus terhadap dirinya sendiri. Mereka harus
tetap focus terhadap pasien. Hal ini jelas sangat sulit. Karena kita tidak bisa mngontrol pikiran
kita, walaupun kita sebenarnya bisa berkonsentrasi. Tapi, yang jelas jangan sampai kita lupa
akan peran klinikan dan pasien.

Misalnya, pasien akan menanyakan hal-hal personal pada klinikan. Secara umum,
klinikal haruslah menghindar amelakukan diskusi mengenai kehidupan pribadi mereka atau
pendapat. Walaupun begitu, masukan ini haruslah dibarengi dengan kesadaran akan alasan dari
pertanyaan tersebut. Lalu, pertanyaan pembuka yang bersifat basa-basi dari pasien seperti
“menurutnya bagaimana pertandingan bola basket tadi malam” tidak sama dengan pertanyaan
“menurutmu apakah freud benar dalam pengukurannya mengenai pentingnya penis envy pada
perempaun”. Jika pertanyaannya cenderung berhubungan dengan masalah pasien, ada baiknya
kita menggunakan pertanyaan tersebut sebagai pertanyaan balik pada pasien sehingga bisa
membuat kita membuat hipotesa. Tapi jka pertanyannya berupa trivia, lugu atau tidak
berdasarkan apapaun, maka menjawabnya secara langsung akan diterima sebagai penghindaran
yang buruk.

The impact of the clinician. Berdasarkan dua terapis yang bekerja pada klinik yang sama. Satu
terapis berusia 50 tahun-an, psikiatris yang keibuan dengan tanda afinitas pada pakaiannya yang
memakai paian rumahan. Klinikan yang satunya lagi adalah seorang pria, dengan tampilan yang
muda, cukup kurus, dengan pakaian yang rapih, dan tampaknya tidak yakin dengan dirinya
sendiri. Tanpa terelakan lagi kedua terapis ini akan dipersepsikan berbeda oleh pasien. Masing-
masing dari kita memiliki karakteristik yang akan mempengaruhi orang lain, baik secara social
atau professional. Sebagai hasilnya, perilaku yang sama antara klinikan yang berbeda tidak akan
membaut pasien memberikan respons yang sama. Tinggi, berortot, terapis yang atletis mungkin
akan mengintimidasi beberpa pasien. Pewawancara wanita feminin akan mendapatkan respon
yang berbeda dari beberpa pasien pria. Oleh sebab itu penting utnuk seorang klinikan menanam
tingkat dari self-insight atau setidaknya mental set untuk mempertimbangkan kemungkinan
akibat dari pengaruh mereeka sendiri sebelum melekatkan arti dari perilaku dari pasien mereka
sendiri.

The clinician’s values and background. Hampir semua orang mjenerima bahwa nilai, latar
belakang, bias akan mempengaruhi persepsi. Untunya, terkadang kitamemiliki kemampuan
untuk melakukan validasi atas hal ini kepada orang lain dibandingkan pada diri sendiri. Lalu,
klinikan harus menilai pengalaman merekan dan mencarei dasar atas asumsi mereksa sebelum
membuat clinical judgement pada pasien. Hal tersebut bisa dijadikan bukti atau patologi
terkadang merupakan refleksi dari kebudayaan pasien. Contohnya adalah seperti ini :

Seorang perempuan dengan etnik china yang berusia 48 tahun telah menerima obat
antipsychotic dan antidepresan untuk depresi psikotik. Oleh karena itu ia telah kehilangan
banyak berat badan dan harapan karena ia jarang bergerak. Elemen kritis dalam diagnosis
psikosis ini adalah perempaun ini percaya bahwa ibunya yang telah meninggal, muncul di
mimpinya dan dating dari akhirat dan berniat membawanya bersamanya. Simtom ini
diinterpretasikan bukan sebagai sebuah delusi tapi sebagai efek budaya .. Pasein kemudia
bisa memberikan respon yang baik setelah pemberhentian obat anti-psychotic dan
pengurangan dosis anti-depresan (westermeyer, 1987, pp.471472)
Kasus ini menunjukan bahwa bagaimana perilaku yang biasanya memiliki arti khusus
dalan klinis bisa memiliki arti yang berbeda ketika diaplikasikan pada budaya yang berbeda. Kita
mulai menyadari bahwa kemampuan klinikan untuk merasakan verbalisasi pasien tergantung
pada latar belakangnya.

Contohnya, beberapa klinikan barat tengah mendengarkan seorang pasien Asian


American maka kemungkinan mereka akan merasakan bahwa mereka kekurangan referensi.
Dalam kasus lain, perbedaan gender hampir sapat mengakibatkan efek yang sama. Faktor-gender
berhubungan dengan nilai dan latara belakang yang dimiliki klinikan. Jadi segala hal yang
berhubungan dengan mengabaikan stereotype gender akan mengurangi validitas dari wawancara
tersebut. Bagaimana kita bisa lebih sadar gender? Pakar dalam masalah gender telah membuat
sugesti seperti dibawah ini :

Klinikan yang mencari kesadaran gender mungkin focus pada tiga area—pengetahuan
mereka, sikap, dan perilaku. Pengethuan biasanya bisa bertambah dengan membaca (seperti
penelitian dan artikel konseptual dan buku). Sikap bisa didapatkan melalui pengalaman dengan
individu yang memegang kosnepsi tentang gender yang berbeda dari yang alinnya. (seperti orang
yang berasala dari kebudayaan lain, agama, atau orientasi seksual), yang akan menyajikan
pengertian yang lebih luas mengenai permasalahan gender. Perilaku bisa ditingkatkan dengan
latihan dan umpan balik (dengan supervise yang ahli dalam permasalahn gender) (G. Good,
personal communication)
The Patient’s Frame of Reference

Jika klinikan menginginkan keefektifan dalam mencapai tujuan dalam wawancara, sangat
penting baginya untuk mengetahui pandangan pasien mengenai pertemuan pertama mereka.
Hanya dengan kesadaran ini kita bisa mengetahui verbalisasi dan perilaku pasien sesuai dengan
konsteks yang seharusnya. Dengan token yang sama, penmbuatan rapport akan menjadi lebih
sulit untuk klinikan jika tidak sensitif atas persepsi dan pengharapan pasien Pasien mungkin saja
malu hanya untuk dating ke klinik meminta bantuan. Terkadang pasien memiliki tekanan ketika
memutuskan untuk meminta bantuan. Beberapa pasien menunjukan dirinya pada klinik yang
memiliki pegawai yang ramah dan menenangngkan dirinya. Apapun alasannya, tidak akan
terelakan bagaimana warnas alami dari perilaku wawancara.

Untuk banyak individu, menemui psikolog klinis dapat membangkitkan perasaaan tidak
adekuat mereka. Beberapa individu akan merespon hal ini dengan cara ‘menenenangkan diri’ .
sedangkan yang lainnya akan menunjukan keberanian mereka dengan mengatakan ‘lihat, sya
tidak lemah sama sekali!’. Serta beberpa orang lainnya akan menjadi kompetitif. Hal ini kontras
jika dibandingkan dengan beberapa orang yang menganggap klinikan sebagai penyelamat.
Walaupun sering kali klinikan dianggap miracle worker atau great healer, ingatlah bahwa pada
akhirnya pasien yang akan melakukan evaluasi atas dirinya sendiri. Contohnya, seorang pasien
yang dirawat di rumah sakit dengan diagnosa borderline personality disorder menginformasikan
pada pasien-pasien lain bahwa terapis tersebut merupakan terapis terbaik di rumah sakit, bahkan
salah satu yang terbaik dari para psikolog klinis. Namun bayangkan, ketika 4 hari kemudia ia
(terapis) kecewa karena pasien tersebut mengatakan bahwa terapis tersebut buruk dan
mempermalukan profesinya.

The clinician’s Frame of reference

Dalam merasakan dictum umum, kita harus berusaha seperti kata “bersiaplah!”. Hal ini
mengimplikasikan bahwa klinikan harus hati-hati melewati catatan pasien sebelumnya,
mengecek informasi yang disediakan oleh orang yang mengatur pertemuan, dan lain lain. Seperti
postur yang akan memastikan bahwa klinikan tau sama banyaknya dengan hal yang diketahui
pasien. Persiapa akan meminimalisasi menghabiskan waktu wawancara yang sebenrnya
materinytabisa didapatkan dari staf klinik lainnya.
Sebagai tambahan, klinikan seharusnya mengetahui dengan jelastujuan wawancara.
Pakah untuk mengevalusai pasien? Pakah untukkkkkk pencarian informasi mengenai pasien?Jika
wawancara didasari oleh referral dari orang lain, klinikan harus yakin bahwa kita mengerti
informasi apa yang diminta orang yang melakukan referral kepada kita. Terkadang hal ini
membingungkan, sebagai klinikan anda busa salah melakukan interpretasi tujuan wawancra.

Melewati semuanya, klinikan harus tetap focus. Walaupun begitu objetifitas jangan
mengimplikasikan kedinginan aau penjauhan diri. Justru hal ii bisa digunakan klinikan sebagai
sugesti bahwa klinikan harus yakin untuk memelihara ketenangan dan tidak kehilangan arah
tujuan wawancara. Contohnya, jika klien seharusnya menjadi sangat marah pada klinikan dan
menyerang kemampuan, pelatihan, atau niat baik klinikan, maka harus diingat bahwa obligasi
pertama yang harus dimiliki klinikan adalah pengertian. Klinikan seharusnya cukup yakin untujk
memisahkan antara realitas dan kekuatan yang mendorong pasien.

Tergantung pada tujuan wawacara klinikan seharusnya bersiap untuk menyediakan kedekatan
untuk klian pada kesimpulan wawancara. Lalu dengan berjalannya wawancara, klinikan akan
mulai membuat hipotesis dan rekomendasi.

Varieties of Interviews

Hingga pada titik ini, kita sudah membahas berbagai hal pentig dan teknik wawancara yang
relevas dengan proses wawancara, terlepas dari tipe awancaranya. Dalam seksi ini kita akan
mendiskusiakan beberapa tipe wawancxara yang biasan digunkan psikolog klinis. Sangat penting
untuk mengetahui bahwa banyak jenis wawancara yang bisa digunakan pada pasien atau klien.
Contohnya, pasien yang sama mungkin akanmenyelesaikan admisi ketika diakui oleh rumah
sakit. Sejarah kasus mental status examination interview pada unit rumah sakit dan structured
diagnostic ointerview oleh klinikan. Dengan pikiran inikita bisa mengetahui giliran untuk
melakukan survey yang biasa digunakan dalam jenis wawancara

Terdapat banyak jenis wawancara, namun secara garis besar wawancara terbagi menjadi
dua katagori utama. Pertama, wawancara dibedakan berdasarkan tujuannya apakah unu
mengevaluasi klien.
Hal yang kedua adalah memisahkan wawncara antara yang terstruktuk dan tak rterstruktur.
Dalam wawancara tak terstruktur, klinikan bebas untuk bertanya tentang pertanyaan yang
terlintas dalam pikiran. Kontras dengan wawancara terstruktur yang membutuhkan klinikan
melakukan wawancara yang terstrsruktur, verbatim, set pertanyaan standar, dengan klsud-
m,aksud tertentu. Kemampuan yang dibutruhkan oleh segala jenisa wawancara adalah
membangun rapport, kemampuan berkomunikasi, memilih pertanyaan yang sesuai, dan
kemampuan observasi yang baik.

The Intake-admission Interview

Intake interview secara umum memiliki dua tujuan : a) untuk menentukan mengapa pasien dating
ke klinik atau rumah sakit dan b) untuk menilai apakah fasilita agensi, aturan, dan pelayanan
akan menemui kebutuhan dan harapan pasien. Banyak psikiatris pekerja social yang
menggunakan wawancara jenis ini. Seringnya, percakapan ini berupa tatap muka, tapi
bertambahnya tendensi untuk menggunakan telepon untuk melakukan wawancarta ini.

Kemampuan, denan wawancara melalui telepon kita bisa menjaring infromasi yang
biasanya didapatkan dengan tatap muka di klinik. Dibawah kondisi tertentu atau pada klinik
tertentu, Intake interview mungkin dilakukan oleh orang yang sama yang akan melakukan
wawancara diagnostic nantinya. Kelebihan dari prosedur ini adalah pasien tidak terdorong pada
hubungan setelah mereka membuat satu tahap dari satui tipe wawancara pada tipe yang lainnya.

Fungsi lainnya dari permulaan wawancara adalah untuk meberikan informasi pada pasien
tentang fungsi klinik, pembayaran, aturan, prosedur dan personel. Pasiuen adalah konsumen
yang memiliki hak atas informasi yang berkaitan dengan pelayanan dan pembayaran. Detail yang
kongkret ini bisa mempengaruhi motivasi pasien utnuk melakukan terapi dan terkadang
menghilangkan beberapa mitos yang mungkin mengurangi harapan mereka atas bantuan.

The case-history Interview


Dalam case-history interview, sebagai personal dan sjarah social kemungkinan akan diambil.
Klinikan tertarik pada baik fakta, tanggal, dan kejadian dan perasaan pasien tentang hal terseut.
Penting untuk mengetahui bahwa terkadang tanggal atau nama bisa mengahasilkan data yang
penting dan membaut pasien untuk merespon pada hal-hal yang kongkret. Mental set ini
terkadang akan progresif seiring berjalannya wawancara.

Dpada darnya, tujuan dari case-history interview adalah utnuk menyediakan latar
belakang yang luas dan konteks bagaimana oasien dan masalahnya bisa diletakan. Teknologi
Diagnostic dan terapi yang kta miliki belum secanggih pada perilaku yang spesifik, masalah
atau pikiran yang bisa dimengerti sesuai dengan yang setiap orang pikirkan. Hal ini merupakan
sesuatu yang penting dalam permasalahan klien yang ditempatkan pada historical-development
context yang sesuai sehingga diagnostic mereka akan signifikan dan implikasi terapi mereka bisa
lebih reliable.

Jangkauan dari materi yang menutupi personal-social historis itu cukup luas. Hal ini
mencakup masa kecil dan masa dewasa, dan termasuk pendidikan, seksual, kesehatan,
lingkungan orangtua, religious, dan psikopatologi. Walaupun, seperti yang telah diungkapkan
sebelumnya, banyak dari materi ini bersifast fakta, sangat penting untuk bagaiamana pasien
mengunggkanpak meteri-materi ini- bagaimana mereka membicarakan tentang hal ini, reaksi
emosiaonal pada meteri, keterbukaaan, dan lainnya.

Walaupun kebanyakan pasien, mrupakan seorang dewasa, menyediakan personal-social


history mereka sendiri, dewasa lainnya yang berpengatahuan terkadang memberikan data yang
tidak valid. Seorang pekerja, guru, bisa menjadi sumber ysng klsys informsdi. Klinikan
terkadang tidak bia mendapatkan banyak tambahan informasi sesuai keinginan mereka, karena
hal tersebut akan memakan banyak waktu dan biaya.

Tetap, diluar vsumber yang biasanya menyediakan gambaran pasien tidak bisa diterima
dengan jalan yang lain. Pada kasus anak=anak, seseorang yang mengalami keterbatasan kogniti,
dan orang yang inkompeten, tentunya kita akan sedikit menemukan sumber.

The Mental status examination Interview


Mental status examination Interview adalah tipikal yang biasa digunakan untuk mengukur
kehadiran permasalahan kognisi , emosional dan perilaku. Secara umum area yang mencakup
dalam wawancara ini adalah sama seperti sampel report pada table 6.3 pada halaman 159.

Keterbatrasan utama dari Mental status examination Interview adalah tidsk realiabel karena
biasnya sangatidak terstruktur pada eksekusinya. Untuk mengatasi masalah ini, struktur Mental
status examination Interview telah ditemukan. Pertanyaan yang spesifik yang ditanyakan aakan
mengukur perilaku dari area yang berbeda. Seperti yang diungkapkan Richards Roger (1995),
sangat penting untuk spikolog klinis untuk familiar degan Mental status examination Interview
karena wawancara ini adalah salah satu dari model utama pengukuran klinis untuk bermacam-
macam profesi kesehatan mental (termasuk psikiater)

The crisis Interview

Dengan bertambahnya klinikan yang berfungsi dalam setting novel, termasuk klinik dan telepon
hotline spesialisasi untuk memberikan pendapat atau menenangkan pengguna obat-obatan
terlarang, hingga ketakuta Orangtua menyiksa anaknya sendiri, atau orang yang kesepian.
Banyak dari ‘aturan’ yang biasa dari wawacra atau katagori biasa dari wawancara menjadi samar
dalam hal ini. Tapi prinsip utamanaya tetap digunakan. Contohnya seorang ibu, yang dalam
ketidakharidaran suamiya menjadi ketakutan jika ia mungkin menyiksa anak nya. Berikutr
cuplikan percakapan telepon :

Mother : Tuhan, tolonglah sayaini tempatnya…yang..maksud saya, saya butuh seseorang.. tolong
bheritahu saya

Volunteer : Ya, anda benar. Beritahu saya ada apa? Silakan berbicara

Mother : saya sangat gugup. Saya merasa saya akan meledak. Danny meanangis dan suami saya
tidak ada disin dan saya harus mengehtikan dia. Saya tidak bisa bertahan lebih lama lagi.

Volunteer : baiklah saya mengerti, apakah anda sendirian?

Mother : iya, tapi saya tidak bisa mengatasi ini


Volunteer : saya tahu. Anda sangat marah. Tapi menurut saya kita bisa membicarakan hal ini.
Dimana anda saat ini? Alamat anda dimana?

Mother : saya di rumah di park place 308. Saya harap John bisa pulang, saya merasa lebih baik
ketika dia ada disini. Saya hanya tidak bisa mengatasi ini. Tidak ada yang berpikir saya
seharusnya menikah.

Anda mungkin juga menyukai