Anda di halaman 1dari 10

POTENSI BATUBARA 

INDONESIA
Filed under: Sumberdaya — Urip Santoso @ 1:01 pm
Tags: batubara, energi alternatif

Oleh: Nopryani Linda Sari

Mahasiswi Program Pasca Sarjana Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan
Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu

ABSTRACT

Batubara adalah bahan galian strategis dan merupakan salah satu bahan baku energi nasional
yang mempunyai peranan besar dalam pembangunan nasional. Informasi  sumberdaya dan
cadangan batubara menjadi hal penting dalam merencanakan strategi kebijaksanaan bidang
energi nasional.

Pengentasan kemiskinan, menjaga keamanan pasokan energi, dan melindungi lingkungan hidup
adalah permasalahan terbsar yang sedang dihadapi dunia saat ini. Produksi dan penggunaan
batubara terkait dengan setiap permasalahan tersebut.

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Mengingat adanya kebijakan pemerintah, bahwasanya komoditi berbagai macam bahan baku
energi, mempunyai peran yang sangat strategis dalam pembangunan perekonomian Indonesia,
maka kualitas serta kuantitas akan keberadaannya semakin dicari dan sangat diperlukan
mengenai informasinya.

Untuk itu maka harus selalu diantisipasi dengan kegiatan pekerjaan yang menyangkut
inventarisasi dari berbagai macam bahan baku energi, baik melakukan kegiatan yang bersifat
lapangan maupun bersifat study literature. Mengingat akan pentingnya bahan baku energi
alternatif pengganti minyak bumi, yang salah satunya adalah batubara yang keberadaannya
cukup melimpah dan sangat potensial sebagai bahan bakar industri.

Kegiatan eksplorasi batubara di Indonesia semakin meningkat terutama sejak tahun 1985, baik
yang dilakukan oleh instansi pemerintah maupun swasta. Hal ini disebabkan karena semakin
meningkatnya kebutuhan batubara, baik kebutuhan dalam negeri maupun untuk diekspor.
Endapan batubara di Indonesia cukup melimpah terutama di Pulau Sumatera dan Kalimantan
serta sebagian kecil di Pulau Jawa, Papua dan Sulawesi.

Batubara di Indonesia berdasarkan data 2005, kalori rendah (24,36%), kalori sedang (61,42%),
kalori tinggi (13,08%) dan kalori sangat tinggi (1,14%) dengan jumlah sumberdaya sebesar
61.273,99 milyar ton. Sumber daya batubara tersebut tersebar di 19 propinsi.
Perkembangan produksi batubara nasional tersebut tentunya tidak terlepas dari permintaan dalam
negeri (domestik) dan luar negeri (ekspor) yang terus meningkat setiap tahunnya. Sebagian besar
produksi tersebut untuk memenuhi permintaan luar negeri yaitu rata-rata 72,11% dan sisanya
27,89% untuk memenuhi permintaan dalam negeri. Hal ini mengingat sumber daya batubara
Indonesia yang masih melimpah, dilain pihak harga BBM yang tetap tinggi, menuntut industri
yang selama ini berbahan bakar minyak untuk beralih menggunakan batubara.

Adanya rencana pembangunan PLTU baru di dalam dan luar Pulau Jawa dengan total kapasitas
10.000 MW, meningkatnya produksi semen setiap tahun, dan semakin berkembangnya industri-
industri lain, seperti industri kertas (pulp) dan industri tekstil merupakan indikasi permintaan
dalam negeri akan semakin meningkat. Demikian pula halnya dengan permintaan batubara dari
negara-negara pengimpor mengakibatkan produksi akan semakin meningkat pula.

Terkait dengan hal tersebut, pemerintah mengeluarkan Kebijakan Energi Nasional (KEN)
melalui PP Nomor 5 Tahun 2006 sebagai pembaruan Kebijakan Umum Bidang Energi (KUBE)
tahun 1998. KEN mempunyai tujuan utama untuk menciptakan keamanan pasokan energi
nasional secara berkelanjutan dan pemanfaatan energi secara efisien, serta terwujudnya bauran
energi (energy mix) yang optimal pada tahun 2025. Untuk itu ketergantungan terhadap satu jenis
sumber energi seperti BBM harus dikurangi dengan memanfaatkan sumber energi alternatif
diantaraanya batubara.

Maksud dan Tujuan

Dalam rangka untuk merealisasikan pemanfaatan batubara secara terpadu dan berkonseptual
guna menunjang kebijakan pemerintah, mengenai diversifikasi penggunaan energi yang lain
selain minyak bumi, maka maksud dari Batubara sebagai Sumber Energi Masa Depan Kita yaitu
untuk mengetahui peta zona sebaran endapan batubara diseluruh wilayah Indonesia, terutama di
Pulau Sumatera dan Pulau Kalimantan yang kiranya sangat berpotensi untuk dieksplorasi atau
eksploitasi lebih lanjut dan peta sebaran batubara berdasarkan kalori ini adalah untuk mengetahui
dan melengkapi data sumber daya, cadangan dan kualitas batubara Indonesia secara nasional
sehingga diharapkan dapat membantu  dalam menentukan kebijaksanaan di bidang energi
terutama energi batubara secara nasional.

Sebagai media informasi mengenai data sumber daya batubara yang dapat dipakai sebagai acuan
untuk mengembangkan potensi sumber daya batubara pada masing-masing daerah di wilayah
Indonesia.

BATUBARA DI INDONESIA

Penimbunan danau dan sedimen lainnya, bersama dengan pergeseran kerak bumi (dikenal
sebagai pergeseran tektonik) mengubur rawa dan gambut yang seringkali sampai ke kedalaman
yang sangat dalam. Dengan penimbunan tersebut, material tumbuhan tersebut terkena suhu dan
tekanan yang tinggi. Suhu dan tekanan yang tinggi tersebut menyebabkan tumbuhan tersebut
mengalami proses perubahan fisika dan kimiawi dan mengubah tumbuhan tersebut menjadi
gambut dan kemudian batubara.
Batubara merupakan batuan hidrokarbon padat yang terbentuk dari tetumbuhan dalam
lingkungan bebas oksigen, serta terkena pengaruh tekanan dan panas yang berlangsung sangat
lama.

Proses pembentukan batubara (coalification) dimulai sejak Carboniferous Period (Periode


Pembentukan Karbon atau Batubara) dikenal sebagai zaman batubara pertama yang berlangsung
antara 360 juta sampai 290 juta tahun yang lalu.

Mutu dari setiap endapan batubara ditentukan oleh suhu dan tekanan serta lama waktu
pembentukan, yang disebut sebagai ‘maturitas organik’. Proses awalnya gambut berubah
menjadi lignite (batubara muda) atau brown coal (batubara coklat). Ini adalah batubara dengan
jenis maturitas organik rendah dibandingkan dengan batubara jenis lainnya, batubara muda agak
lembut dan warnanya bervariasi dari hitam pekat sampai kecoklat-coklatan.

Mendapat pengaruh suhu dan tekanan yang terus menerus selama jutaan tahun, batubara muda
mengalami perubahan yang secara bertahap menambah maturitas organiknya dan mengubah
batubara muda menjadi batubara sub bitumen. Perubahan kimiawi dan fisika terus berlangsung
hingga batubara menjadi lebih keras dan warnanya lebih hitam dan membentuk bitumen atau
antrasit. Dalam kondisi yang tepat, peningkatan maturitas organik yang semakin tinggi terus
berlangsung hingga membentuk antrasit. Analisa unsur memberikan rumus formula empiris
seperti C137H97O9NS untuk bituminus dan C240H90O4NS untuk antrasit.

Di Indonesia, endapan batubara yang bernilai ekonomis terdapat di cekungan tersier, yang
terletak di bagian barat Paparan Sunda (termasuk Pulau Sumatera dan Kalimantan), pada
umumnya endapan batubara tersebut tergolong usia muda, yang dapat dikelompokkan sebagai
batubara berumur tersier bawah atau batubara berumur Eosen kira-kira 45 juta tahun yang lalu
dan tersier atas atau batubara Miosen kira-kira 20 juta tahun yang lalu menurut skala waktu
geologi. Dengan kata lain, kubah gambut terbentuk pada kondisi dimana mineral-mineral
anorganik yang terbawa air dapat masuk ke dalam sistem dan membentuk lapisan batubara yang
berkadar abu dan sulfur rendah dan menebal secara lokal. Hal ini sangat umum dijumpai pada
batubara miosen. Sebaliknya endapan batubara eosen umumnya lebih tipis, berkadar abu dan
sulfur tinggi. Potensi batubara Indonesia sangat melimpah, terutama di Pulau Kalimantan dan
Pulau Sumatera, sedangkan didaerah lainnya dapat dijumpai batubara walaupun dalam jumlah
kecil, seperti di Jawa Barat, Jawa Tengah, Papua dan Sulawesi.

Endapan Batubara Eosen

Endapan ini terbentuk pada tatanan tektonik ekstensional yang dimulai sekitar Tersier Bawah
atau Paleogen pada cekungan-cekungan sedimen di Sumatera dan Kalimantan.

Ekstensi berumur eosen ini terjadi sepanjang tepian Paparan Sunda, dari sebelah barat Sulawesi,
Kalimantan bagian timur, Laut Jawa hingga Sumatera. Dari batuan sedimen yang pernah
ditemukan dapat diketahui  bahwa pengendapan berlangsung mulai terjadi pada eosen tengah.
Pemekaran Tersier Bawah terjadi pada Paparan Sunda ini ditafsirkan berada di tatanan busur
dalam, yang disebabkan terutama oleh gerak penunjaman Lempeng Indo-Australia. Lingkungan
pengendapan mula-mula pada saat Paleogen itu non marin, terutama fluviatil, kipas aluvial dan
endapan danau dangkal.

Endapan betubara eosen yang telah umum dikenal terjadi pada cekungan berikut : Pasir dan
Asam-asam (Kalimantan Selatan dan Timur), Barito (Kalimantan Selatan), Kutai Atas
(Kalimantan Tengah dan Timur), Melawi dan Ketungau (Kalimantan Barat), Tarakan
(Kalimantan Timur), Ombilin (Sumatera Barat) dan Sumatera Tengah (Riau).

Endapan Batubara Eosen

Pada Miosen Awal, pemekaran regional tersier bawah – tengah pada Paparan Sunda telah
berakhir. Pada kala Oligosen hingga awal Miosen ini terjadi transgresi marin pada kawasan yang
luas dimana terendapkan sedimen marin klasik yang tebal dan perselingan sekuen batu gamping.
Pengangkatan dan kompresi adalah kenampakan yang umum pada tektonik Neogen di
Kalimantan maupun Sumatera. Endapan batubara miosen yang ekonomis terutama terdapat di
cekungan Kutai bagian bawah (Kalimantan Timur), cekungan Barito (Kalimantan Selatan) dan
cekungan Sumatera bagian Selatan. Batubara miosen juga secara ekonomis ditambang di
cekungan Bengkulu.

Batubara ini umumnya terdeposisi pada lingkungan fluvial, delta dan dataran pantai yang mirip
dengan daerah pembentukan gambut sat ini di Sumatera bagian timur. Ciri utama lainnya adalah
kadar abu dan belerang yang rendah. Namun kebanyakan sumberdaya batubara miosen ini
tergolong sub bituminus atau lignit sehingga kurang ekonomis kecuali sangat tebal atau lokasi
geografisnya menguntungkan. Namun batubara miosen di beberapa lokasi juga tergolong kelas
tinggi seperti pada Cebakan Pinang, endapan batubara disekitar hilir Sungai Mahakam,
Kalimantan Timur dan beberapa lokasi di dekat Tanjung Enim, Cekungan Sumatera bagian
Selatan.

MATERI PEMBENTUK BATUBARA

Hampir seluruh pembentuk batubara berasal dari tumbuhan. Jenis-jenis tumbuhan pembentuk
batubara dan umurnya menurut Diessel (1981) adalah sebagai berikut :

      Alga, dari Zaman Pre-Kambrium hingga Ordovisium dan bersel tunggal. Sangat sedikit
endapan batubara dari periode ini.

      Silofita, dari Zaman Silur hingga Devon Tengah, merupakan turunan dari alga. Sedikit
endapan batubara pada periode ini.

      Pteridofita, umur Devon Atas hingga Karbon Atas. Materi utama pembentuk batubara
berumur Karbon di Eropa dan Amerika Utara. Tetumbuhan tanpa bunga dan biji, berkembang
biak dengan spora dan tumbuh di iklim hangat.

      Gimnospermae, kurun waktu mulai Zaman Permian hingga Kapur Tengah. Tumbuhan
heteroseksual, biji terbungkus dalam buah, misal pinus, mengandung kadar getah (resin) tinggi.
Jenis Pteridospermae seperti gangamopteris dan glossopteris adalah penyusun utama batubara
Permian seperti di Australia, India dan Afrika.

      Angiospermae, dari Zaman Kapur Atas hingga kini. Jenis tumbuhan modern, buah yang
menutupi biji, jantan dan betina dalam satu bunga, kurang bergetah dibanding gimnospermae
sehingga secara umum kurang terawetkan.

KELAS DAN JENIS BATUBARA

Berdasarkan tingkat proses pembentukannya yang dikontrol oleh tekanan, panas dan waktu,
batubara umumnya dibagi dalam lima kelas yaitu antrasit, bituminus, sub bituminus, lignit dan
gambut. Tingkat perubahan yang dialami batubara dari gambut sampai menjadi antrasit disebut
sebagai pengarangan dan memiliki hubungan yang penting dan hubungan tersebut disebagai
‘tingkat mutu’ batubara.

      Antrasit adalah kelas batubara tertinggi, dengan warna hitam berkilauan (luster) metalik,
mengandung antara 86% – 98% unsur karbon (C) dengan kadar air kurang dari 8%. Batubara
jenis ini adalah batubara dengan mutu yang lebih tinggi umumnya lebih keras dan kuat dan
seringkali berwarna hitam cemerlang seperti kaca. Batubara jenis ini memiliki kandungan karbon
yang lebih banyak, tingkat kelembaban yang lebih rendah dan menghasilkan energi yang lebih
banyak.

      Bituminus mengandung 68% – 86% unsur karbon (C) dengan kadar air 8 – 10% dari
beratnya, Kelas batubara yang paling banyak ditambang di Australia.

      Sub Bituminus mengandung sedikit karbon dan banyak air. Oleh karenanya menjadi sumber
panas yang kurang efisien dibandingkan dengan bituminus.

      Lignit atau batubara muda coklat  adalah batubara yang sangat lunak dengan kadar air 35 –
75% dari beratnya. Batubara muda memiliki tingkat kelembaban yang tinggi an kandungan
karbon yang rendah sehingga kandungan energinya pun rendah.

      Gambut, berpori dan memiliki kadar air diatas 75% serta nilai kalori yang paling rendah.

Pembuatan neraca batubara dan gambut Indonesia, mengacu pada :

 US System (ASTM (ASA)


 International System (UN-ECE)
 Amandemen I-SNI 13-50414-1998
 Keppres No. 13 Tahun 2000 diperbaharui dengan PP No. 45 Tahun 2003 tentang tarif
atas jenis penerimaan negara bukan pajak yang berlaku pada Departemen Pertambangan
dan Energi bidang Pertambangan Umum.

Berdasarkan acuan tersebut dibuat dasar pembagian kualitas batubara Indonesia, yaitu :
Batubara Kalori Rendah adalah jenis batubara yang paling rendah peringkatnya, bersifat lunak-
keras, mudah diremas, mengandung kadar air tinggi (10 – 70%), memperlihatkan struktur kayu,
nilai kalorinya < 5100 kal/gr (adb).

Batubara Kalori Sedang adalah jenis batubara yang peringkatnya lebih tinggi, bersifat lebih
keras, mudah diremas – tidak bisa diremas, kadar air relatif lebih rendah, umumnya struktur kayu
masih tampak, nilai kalorinya 5100 – 6100 kal/gr (adb).

Batubara Kalori Tinggi adalah jenis batubara yang peringkatnya lebih tinggi, bersifat lebih
keras, tidak mudah diremas, kadar air relatif lebih rendah, umumnya struktur kayu tidak tampak,
nilai kalorinya 6100- 7100 kal/gr (adb).

Batubara Kalori Sanngat Tinggi adalah jenis batubara dengan peringkat paling tinggi, umumnya
dipengaruhi intrusi ataupun struktur lainnya, kadar air dangat rendah, nilai kalorinya >7100
kal/gr (adb). Kualitas ini dibuat untuk membatasi batubara kalori tinggi.

SUMBERDAYA BATUBARA

Potensi sumberdaya batubara di Indonesia  sangat melimpah terutama di Pulau Kalimantan dan
Pulau Sumatera, sedangkan di daerah lainnya dapat dijumpai batubara walaupun dalam jumlah
kecil dan belum dapat ditentukan keekonomisannya, seperti di Jawa Barat, Jawa Tengah, Papua
dan Sulawesi.

Di Indonesia, batubara merupakan bahan bakar utama selain solar (diesel fuel) yang telah umum
digunakan pada banyak industri, dari segi ekonomis batubara jauh lebih hemat dibandingkan
solar. Dari segi kuantitas batubara termasuk cadangan energi fosil terpenting bagi Indonesia.
Jumlahnya sangat berlimpah mencapai puluhan milyar ton. Jumlah ini sebenarnya cukup untuk
memasok kebutuhan energi listrik hingga ratusan tahun ke depan. Sayangnya, Indonesia tidak
mungkin membakar habis batubara dan mengubahnya menjadi energi listrik melalui PLTU.
Selain mengotori lingkungan melalui polutan CO2, SO2, NOx dan CxHy cara ini dinilai kurang
efisien dan kurang memberi nilai tambah tinggi.

Batubara sebaiknya tidak langsung dibakar, akan lebih bermakna dan efisien jika dikonversikan
menjadi migas sintetis, atau bahan petrokimia lain yang bernilai ekonomi tinggi. Dua cara yang
dipertimbangkan dalam hal ini adalah likuifikasi dan gasifikasi batubara.

Sumberdaya batubara (coal resources) adalah bagian dari endapan batubara yang diharapkan
dapat dimanfaatkan. Sumberdaya batubara ini dibagi dalam kelas-kelas sumberdaya berdasarkan
tingkat keyakinan geologi yang ditentukan secara kualitatif oleh kondisi geologi / tingkat
kompleksitas dan secara kuantitatif oleh jarak titik informasi. Sumberdaya ini dapat meningkat
menjadi cadangan apabila setelah dilakukan kajian kelayakan dinyatakan layak.

Cadangan batubara (coal reserves) adalah bagian dari sumberdaya batubara yang telah diketahui
dimensi, sebaran kuantitas dan kualitasnya, yang pada saat pengkajian kelayakan dinyatakan
layak untuk ditambang.
Klasifikasi sumberdaya dan cadangan batubara didasarkan pada tingkat keyakinan geologi dan
kajian kelayakan. Pengelompokan tersebut mengandung dua aspek, yaitu aspek geologi dan
aspek ekonomi.

Kelas Sumberdaya

1. 1.       Sumberdaya Batubara Hipotetik (Hypothetical Coal Resource)

Sumberdaya batubara hipotetik adalah batubara di daerah penyelidikan atau bagian dari daerah
penyelidikan, yang dihitung berdasarkan data yang memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan
untuk tahap penyelidikan survei tinjau.

Sejumlah kelas sumberdaya yang belum ditemukan yang sama dengan cadangan batubara yang
diharapkan mungkin ada di daerah atau wilayah batubara yang sama dibawah kondisi geologi
atau perluasan dari sumberdaya batubara tereka. Pada umumnya, sumberdaya berada pada
daerah dimana titik-titik sampling dan pengukuran serat bukti untuk ketebalan dan keberadaan
batubara diambil dari distant outcrops, pertambangan, lubang-lubang galian, serta sumur-sumur.
Jika eksplorasi menyatakan bahwa kebenaran dari hipotetis sumberdaya dan mengungkapkan
informasi yang cukup tentang kualitasnya, jumlah serta rank, maka mereka akan diklasifikasikan
kembali sebagai sumberdaya teridentifikasi (identified resources)

1. 2.       Sumberdaya Batubara Tereka (Inferred Coal Resource)

Sumberdaya batubara tereka adalah jumlah batubara di daerah penyelidikan atau bagian dari
daerah penyelidikan, yang dihitung berdasarkan data yang memenuhi syarat-syarat yang
ditetapkan untuk tahap penyelidikan prospeksi.

Titik pengamatan mempunyai jarak yang cukup jauh sehingga penilaian dari sumberdaya tidak
dapat diandalkan. Daerah sumberdaya ini ditentukan dari proyeksi ketebalan dan tanah penutup,
rank, dan kualitas data dari titik pengukuran dan sampling berdasarkan bukti geologi dalam
daerah antara 1,2 km – 4,8 km, termasuk antrasit dan bituminus dengan ketebalan 35 cm atau
lebih, sub bituminus dengan ketebalan 75 cm atau lebih, lignit dengan ketebalan 150 cm atau
lebih.

1. 3.       Sumberdaya Batubara Tertunjuk (Indicated Coal Resource)

Sumberdaya batubara tertunjuk adalah jumlah batubara di daerah penyelidikan atau bagian dari
daerah penyelidikan, yang dihitung berdasarkan data yang memenuhi syarat-syarat yang
ditetapkan untuk tahap eksplorasi pendahuluan.

Densitas dan kualitas titik pengamatan cukup untuk melakukan penafsiran secara relistik dari
ketebalan, kualitas, kedalaman, dan jumlah insitu batubara dan dengan alasan sumberdaya yang
ditafsir tidak akan mempunyai variasi yang cukup besar jika ekplorasi yang lebih detail
dilakukan. Daerah sumberdaya ini ditentukan dari proyeksi ketebalan dan tanah penutup, rank,
dan kualitas data dari titik pengukuran dan sampling berdasarkan bukti geologi dalam daerah
antara 0,4 km – 1,2 km, termasuk antrasit dan bituminus dengan ketebalan 35 cm atau lebih, sub
bituminus dengan ketebalan 75 cm atau lebih, lignit dengan ketebalan 150 cm.

1. 4.       Sumberdaya Batubara Terukur (Measured Coal Resource)

Sumberdaya batubara terukur adalah jumlah batubara didaerah penyelidikan atau bagian dari
daerah penyelidikan, yang dihitung berdasarkan data yang memenuhi syarat-syarat yang
ditetapkan untuk tahap eksplorasi rinci.

Densitas dan kualitas titik pengamatan cukup untuk diandalkan untuk melakukan penafsiran
ketebalan batubara, kualitas, kedalaman, dan jumlah batubara insitu. Daerah sumberdaya ini
ditentukan dari proyeksi ketebalan dan tanah penutup, rank, dan kualitas data dari titik
pengukuran dan sampling berdasarkan bukti geologi dalam radius 0,4 km. Termasuk antrasit dan
bituminus dengan ketebalan 35 cm atau lebih, sub bituminus dengan ketebalan 75 cm atau lebih,
lignit dengan ketebalan 150 cm.

BATUBARA SEBAGAI PEMASOK KEBUTUHAN ENERGI DUNIA

DI MASA DEPAN

Sistem energi global menghadapi berbagai masalah di abad ini. Hatus terus memasok energi
yang aman dan terjangkau untuk menghadapi kebutuhan yang terus tumbuh. Pada saat yang
bersamaan masyarakat mengharapkan energi yang lebih bersih dan polusi yang rendah dengan
meningkatkan penekanan pada ketahanan lingkungan hidup.

Dalam waktu 30 tahun ke depan, diperkirakan bahwa kebutuhan energi global akan meningkat
sebesar hampir 60%. Dua pertiga dari kenaikan tersebut akan berasal dari negara-negara
berkembang. Pada tahun 2030 negara-negara tersebut akan berjumlah hampir setengah dari
seluruh kebutuhan energi.

Energi vital bagi pembangunan manusia. Tidak mungkin menjalankan pabrik, menjalankan toko,
menyerahkan barang ke konsumen atau bercocok tanam, misalnya tanpa adanya energi. Sebagai
bahan bakar yang paling penting untuk membangkitkan listrik dan masukan vital dalam prouksi
baja, batubara akan memainkan peran penting dalam memenuhi kebutuhan energi masa depan.
Batubara akan terus memainkan peran vital dalam membangkitkan listrik dunia. Sementara
batubara memasok 39% dari listrik dunia, angka ini hanya akan turun satu angka persentase
dalam waktu tiga dekade ke depan.

Demikian halnya dengan produksi batubara Indonesia di masa mendatang, diperkirakan akan
terus meningkat. Tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri (domestik), tetapi juga
untuk memenuhi permintaan luar negeri (ekspor). Hal ini mengingat sumberdaya batubara
Indonesia yang masih melimpah, di lain pihak harga BBM yang tetap tinggi, menuntut inustri
yang selama ini berbahan bakar minyak untuk beralih menggunakan batubara.

Produksi batubara nasional terus mengalami perkembangan yang sangat signifikan. Pada tahun
1992 tercatat sebesar 22,951 juta ton, naik menjadi 151,594 juta ton pada tahun 2005, atau naik
rata-rata 15,68% pertahun. Jika diasumsikan proyeksi untuk tahun-tahun mendatang mengikuti
kecenderungan (trend) tersebut diatas, maka kondisi pada tahun 2025, produksi akan meningkat
menjadi sekitar 628 juta ton.

Dari sisi konsumsi, hingga saat ini segmen pasar batubara di dalam negeri meliputi PLTU,
industri semen, industri menengah hingga industri kecil dan rumah tangga. Dalam kurun waktu
1998-2005, konsumsi batubara di dalam negeri berkembang 13,29%. Kondisi saat ini (2005)
konsumsi batubara tercatat 35,342 juta ton, diantaranya 71,11% dikonsumsi PLTU, 16,48%
dikonsumsi industri semen, dan 6.43% dikonsumsi industri kertas.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil gambaran tend supply-demand batubara nasional dari seluruh laporan yang
terkumpul dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Produksi batubara nasional terus mengalami perkembangan yang sangat signifikan. Pada
tahun 1992 tercatat sebesar 22,951 juta ton, naik menjadi 151,594 juta ton pada tahun
2005, atau naik rata-rata 15,68% pertahun. Jika diasumsikan proyeksi untuk tahun-tahun
mendatang mengikuti kecenderungan (trend) tersebut diatas, maka kondisi pada tahun
2025, produksi akan meningkat menjadi sekitar 628 juta ton.
2. Batubara di Indonesia berdasarkan data 2005, kalori rendah (24,36%), kalori sedang
(61,42%), kalori tinggi (13,08%) dan kalori sangat tinggi (1,14%) dengan jumlah
sumberdaya sebesar 61.273,99 milyar ton. Sumber daya batubara tersebut tersebar di 19
propinsi.

DAFTAR PUSTAKA

1. Sumaatmadja, Eddy.R., 2006. Penyusunan Neraca Batubara dan Gambut.


2. Arifin, Human., 2007. Penambangan Batubara dan Kesehatan Lingkungan.
3. Tirasonjaya, Fariz., 2007. Pengertian Sumber Daya dan Cadangan Batubara.
4. Batubara Indonesia, 2005. Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral dan
Batubara.
5. Statistik Batubara Indonesia, 2005. Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi
Mineral dan Batubara.
6. Batubara, 2009. Wikipedia Bahasa Indonesia, Ensiklopedia Bebas.
7. Pengertian Batubara, 2009. Sumberdaya Batubara : Tinjauan Lengkap Mengenai
Batubara.
8. Pemenuhan Kebutuhan Energi Di Masa Depan, 2009. Sumberdaya Batubara : Tinjauan
Lengkap Mengenai Batubara.
9. Tambang Batubara, 2009. Sumberdaya Batubara : Tinjauan Lengkap Mengenai Batubara.
10. Batubara dan Lingkungan Hidup, 2009. Sumberdaya Batubara : Tinjauan Lengkap
Mengenai Batubara.
11. Batubara dan Lingkungan Hidup, 2009. World Coal Institute.
12. Clean Coal-Building a Future Through Technology, 2004. World Coal Institute.
13. Setiawan, Bambang,. 2006. Kebijakan Umum Pemanfaatan Batubara & RUU Mineral &
Batubara.
14. Sule, Djamhur,. 2006. Optimalisasi Pemanfaatan Batubara Indonesia dengan Konsep
‘Custom Plant’.
15. Dampak Pemanfaatan Batubara Terhadap Kesehatan. Dit. Penyehatan Lingkungan
Departemen Kesehatan.

Anda mungkin juga menyukai