Anda di halaman 1dari 5

Al-Ghazali Lihat Ekonomi

Jan11

In the philosophical discourse of Islam and Sufism, is no doubt that Hujjat


al-Islam al-Imam al-Ghazali (450 H/505 H) is one of the Islamic thinker
who is very popular. Dalam wacana filsafat Islam dan tasawuf, tidak
diragukan lagi bahwa Hujjat al-Islam al-Imam al-Ghazali (450 H/505 H)
merupakan salah satu pemikir Islam yang sangat populer. He is not only
famous in the Islamic world, but also in the intellectual history of mankind
in general. Ia tidak hanya terkenal di dunia Islam, tetapi juga dalam
sejarah intelektual umat manusia pada umumnya. Al-Ghazali's thinking is
not only true in his day, but in certain contexts, and respond to penetrate
the various issues of contemporary humanity. -Pemikiran Al Ghazali ini
tidak hanya berlaku pada zamannya, namun dalam konteks tertentu, dan
menanggapi menembus berbagai isu kemanusiaan kontemporer. Among
Muslims, he was better known as Sufism and philosophical character. Di
antara umat Islam, ia lebih dikenal sebagai tasawuf dan karakter filosofis.

This fact is not surprising given the lighthouse top of his thinking, as we
can see from some of his writing, is at this study area. Fakta ini tidak
mengherankan mengingat puncak mercusuar pemikirannya, sebagaimana
dapat kita lihat dari beberapa tulisannya, adalah di daerah penelitian ini.
However, the actual claim of Al-Ghazali's ideas penetrated widely into a
variety of other scientific branches, such as fiqh, usul fiqh, kalam, ethics,
and even economics. Namun, sebenarnya klaim ide Al-Ghazali merambah
luas ke berbagai cabang ilmiah lainnya, seperti fiqh, ushul fiqh, kalam,
etika, dan bahkan ekonomi. Thus, al-Ghazali is not only good at talking
about Islamic philosophy and mysticism, but he was also an expert review
of economic questions, particularly about the ethics of Islamic finance.
Dengan demikian, al-Ghazali tidak hanya pandai bicara tentang filsafat
Islam dan mistisisme, tapi ia juga kajian pakar pertanyaan ekonomi,
terutama tentang etika keuangan Islam.

Nejatullah Muhammad Siddiqi in his book Reading in Islamic Economic


Though entering the name of al-Ghazali to the rows of the Islamic
economic thinkers second phase together with Ibn Taymiyya, Ibn Khaldun
and other figures. Muhammad Nejatullah Siddiqi dalam bukunya Reading
di Ekonomi Islam Meskipun memasukkan nama al-Ghazali untuk baris
dari pemikir ekonomi Islam fase kedua bersama-sama dengan Ibnu
Taimiyah, Ibn Khaldun dan tokoh lainnya. In the second phase of this
discourse of Islamic economic thought has developed an intensive and are
characterized by changes in the power structure of Islam is increasingly
widespread. Pada fase kedua ini wacana pemikiran ekonomi Islam telah
mengembangkan intensif dan ditandai dengan perubahan dalam struktur
kekuasaan Islam semakin meluas.
The style of Islamic economic thought during this time is more focused on
micro-economic analysis and the functions of money. Gaya pemikiran
ekonomi Islam selama ini adalah lebih fokus pada analisis ekonomi mikro
dan fungsi uang. Al-Ghazali, for example, a lot of money mentioned,
function, and evolution of its use. Al-Ghazali, misalnya, banyak uang yang
disebutkan, fungsi, dan evolusi penggunaannya. He also explained the
problem prohibition of usury and its impact on the economy of a nation.
Dia juga menjelaskan masalah larangan riba dan dampaknya terhadap
perekonomian suatu bangsa.

Indirectly, he discussed the problem scales, price controls (at-tas'is or


intervention), the determination of tax in certain circumstances or
emergencies. Secara tidak langsung, ia membahas masalah timbangan,
harga kontrol (at-tas'is atau intervensi), penentuan pajak dalam kondisi
tertentu atau darurat. He also talked about how to overcome the impact
of price increases, whether the market mechanism or government
intervention, and others. Dia juga berbicara tentang bagaimana
mengatasi dampak kenaikan harga, apakah mekanisme pasar atau
intervensi pemerintah, dan lain-lain.

Bernand Lewis (1993) asserted that the concept of Al-Ghazali's finances


shows the typical character, given the philosophical nuances kentalnya
base due to the influence of mystical science. Bernand Lewis (1993)
menegaskan bahwa konsep keuangan Al-Ghazali menunjukkan karakter
yang khas, diberi alas kentalnya nuansa filosofis akibat pengaruh ilmu
mistik. However, the interesting part of the financial outlook is that Al-
Ghazali was not trapped in a philosophical plateau, but shows a
harmonious mix between This real condition that occurs in people with
philosophical values are accompanied by a logical argument and clear.
Namun, yang menarik dari pandangan keuangan adalah bahwa Al-Ghazali
itu tidak terjebak pada dataran filosofis, melainkan menunjukkan
perpaduan harmonis antara ini kondisi riil yang terjadi pada orang dengan
nilai-nilai filosofis tersebut disertai dengan argumen yang logis dan jelas.

Therefore, for the financial outlook of Al-Ghazali's neat that it becomes an


established concept, this short article to describe fully the financial
outlook around him to then be reviewed in the perspective of the Islamic
economic system. Oleh karena itu, untuk pandangan keuangan Al-Ghazali
rapi sehingga menjadi konsep yang mapan, tulisan singkat ini untuk
menggambarkan sepenuhnya pandangan keuangan di sekitarnya untuk
kemudian dikaji dalam perspektif sistem ekonomi Islam.

The concept of money Konsep uang


In his landmark work, Ihya 'Ulum ad-Din, al-Ghazali defines that money is
the goods or objects that serve as a means to obtain other goods. Dalam
karya monumentalnya, Ihya 'Ulum ad-Din, al-Ghazali mendefinisikan
bahwa uang adalah barang atau benda yang berfungsi sebagai sarana
untuk memperoleh barang-barang lain. The body is regarded not as an
item value (intrinsic value). Tubuh dianggap bukan sebagai nilai barang
(nilai intrinsik). Therefore, he likens the money as a mirror that does not
have their own color, but can reflect all kinds of colors. Karena itu, ia
mengibaratkan uang sebagai cermin yang tidak memiliki warna sendiri,
tetapi dapat merefleksikan semua jenis warna.

Refer to these criteria, in terms of defining the money, he not only


emphasizes the aspects of the functions of money. Lihat kriteria tersebut,
dalam hal mendefinisikan uang, dia tidak hanya menekankan pada aspek
fungsi uang. Such a definition is more perfect than the limits set out most
of the more conventional economists define money was limited to the
functions inherent in money itself. Definisi yang demikian lebih sempurna
daripada batas yang ditetapkan maksimal dari para ekonom yang lebih
konvensional mendefinisikan uang hanya sebatas fungsi yang melekat
pada uang itu sendiri.

Because the money according to Al-Ghazali only as a standard price of


goods or things then money has no intrinsic value. Karena uang menurut
Al-Ghazali hanya sebagai standar harga barang atau hal-hal maka uang
tidak memiliki nilai intrinsik. Or more precisely the intrinsic value of a
currency that is shown by his real existence, there has never been
considered. Atau lebih tepatnya nilai intrinsik suatu mata uang yang
ditunjukkan oleh keberadaan yang sebenarnya, tidak pernah
dipertimbangkan. Al-Ghazali's assumption that money has no intrinsic
value is ultimately related to the issues surrounding the demand for
money, usury, and selling currencies. Asumsi Al-Ghazali bahwa uang tidak
memiliki nilai intrinsik ini pada akhirnya terkait dengan isu seputar
permintaan terhadap uang, riba, dan menjual mata uang.

First, the ban hoarding money (hoarding money). Pertama, larangan


menimbun uang (uang penimbunan). In the Islamic concept, money is
the public body which has a significant role in the economy. Dalam
konsep Islam, uang adalah badan publik yang memiliki peran penting
dalam perekonomian. Therefore, when the money withdrawn from
circulation, will lose an important function in it. Oleh karena itu, ketika
uang ditarik dari peredaran, akan kehilangan fungsi penting di dalamnya.
For that, the practice of hoarding money is strictly prohibited in Islam
because the instability will affect the economy of a society. Untuk itu,
praktik menimbun uang adalah sangat dilarang dalam Islam karena
ketidakstabilan akan mempengaruhi perekonomian suatu masyarakat.

According to Al-Ghazali's basic reason for the prohibition of hoarding cash


because such action would eliminate the inherent function of money.
Menurut alasan dasar Al-Ghazali untuk larangan penimbunan uang tunai
karena tindakan tersebut akan menghilangkan fungsi yang melekat pada
uang. As mentioned, the purpose is to make money circulating in the
community as a means of transaction and not to be monopolized by
certain groups. Seperti disebutkan, tujuannya adalah untuk membuat
uang yang beredar di masyarakat sebagai sarana transaksi dan bukan
untuk dimonopoli oleh kelompok tertentu. In fact, the worst effects of the
practice of hoarding money is inflation. Bahkan, dampak terburuk dari
praktik menimbun uang adalah inflasi.

In this case economic theory explains that the amount of money in


circulation and the amount of goods available at the same time close
relations inversely. Dalam hal ini teori ekonomi menjelaskan bahwa
jumlah uang yang beredar dan jumlah barang yang tersedia pada waktu
yang sama hubungan erat terbalik. If the money supply exceeds the
amount of goods available, there will be inflation. Jika jumlah uang
beredar melebihi jumlah barang yang tersedia, akan ada inflasi.

Conversely, if the money supply less than the goods that are available
there will be deflation. Sebaliknya, jika jumlah uang beredar kurang dari
barang yang tersedia akan ada deflasi. Both the economic disease that
must be avoided so that between the money supply of available goods in
the market balance. Baik penyakit ekonomi yang harus dihindari sehingga
antara jumlah uang beredar barang yang tersedia dalam neraca pasar.

Second, the problem of usury. Kedua, masalah riba. In a simple addition


of riba is the subject of capital obtained by way of falsehood. Dalam
penambahan sederhana riba adalah subyek dari modal yang diperoleh
dengan cara kepalsuan. Explicit prohibition of usury in the Qur'an Surat
Al-Baqarah verse 275, 278-279, Ar-Rum 29, An-Nisa '160-161, and Ali
Imran 130. Eksplisit larangan riba dalam ayat Al Qur'an Surat Al-Baqarah
275 278-279, Ar-Rum 29, An-Nisa '160-161, dan Ali Imran 130.
Fundamental reason Al-Ghazali in the forbidden usury related to money is
based on the motifs printed money itself, that is, only as a medium of
exchange and standard of value of goods only, not as a commodity.
Alasan mendasar Al-Ghazali dalam riba dilarang berkaitan dengan uang
adalah didasarkan pada motif cetak uang itu sendiri, yaitu, hanya sebagai
alat tukar dan standar nilai barang saja, bukan sebagai komoditas.
Therefore, the act of riba by way of exchange of the kind of money is the
action that came out of the original purpose of creation of money and
prohibited by religion. Oleh karena itu, tindakan riba dengan cara tukar
jenis uang adalah tindakan yang keluar dari tujuan awal penciptaan uang
dan dilarang oleh agama.

Third, buying and selling currencies. Ketiga, membeli dan menjual mata
uang. One of the things that belong in the category of riba is the buying
and selling currencies. Salah satu hal yang termasuk dalam kategori riba
adalah jual beli mata uang. In this case, Al-Ghazali thus prohibiting this
practice. Dalam hal ini, Al-Ghazali yang melarang praktek ini. For him, if
the practice of currency trading is allowed the same as letting someone
else make money hoarding practices will result in a scarcity of money in
society. Baginya, jika praktek perdagangan mata uang diperbolehkan
sama dengan membiarkan orang lain membuat uang praktek penimbunan
akan berakibat pada kelangkaan uang dalam masyarakat. Since the sale,
the money will only be circulated in certain circles, namely the rich. Sejak
penjualan, uang hanya akan beredar di kalangan tertentu, yaitu kaya.
This action is very unjust. Tindakan ini sangat tidak adil.

So a bit of the financial outlook of Al-Ghazali is filled with the spirit of


universal humanity and the Islamic business ethics. Jadi sedikit
pandangan keuangan Al-Ghazali diisi dengan semangat kemanusiaan
universal dan etika bisnis Islami. However to become an established
concept and perfect, the thought of Al-Ghazali's finances are still
scattered They require hard work from his heirs for later re reconstruct
systematically and logically. Namun untuk menjadi konsep yang mapan
dan sempurna, pemikiran keuangan Al-Ghazali masih berserakan Mereka
membutuhkan kerja keras dari ahli warisnya untuk kemudian
merekonstruksi ulang secara sistematis dan logis.

Anda mungkin juga menyukai