Anda di halaman 1dari 22

Options

Disable

Get Free Shots


  

CHILDREN ALLERGY CENTER


INFORMASI DAN EDUKASI ALERGI PADA ANAK : Atasi alergi bukan dengan obat tapi
identifikasi dan hindari penyebabnya. 

 Current Issues
 Journal
 Links
 Parenting
 Professional
 Supported by

Posted by: klinikpediatri | August 31, 2009

Anafilaksis
Beberapa gangguan dan kondisi   yang termasuk penyakit atopik antara lain adalah
anafilaksis, rinokonyungitivitis alergik, urtikaria dan angioedema, asma bronkial, alergi
makanan, dermatitis atopik. Yang akan dibahas berikut ini adalah tentang anafilaksis.

Anafilaksis adalah suatu respons klinis hipersensitivitas yang akut, berat dan menyerang
berbagai macam organ. Reaksi hipersensitivitas ini merupakan suatu reaksi hipersensitivitas
tipe cepat (reaksi hipersensitivitas tipe I), yaitu reaksi antara antigen spesifik dan antibodi
spesifik (IgE) yang terikat pada sel mast. Sel mast dan basofil akan mengeluarkan mediator
yang mempunyai efek farmakologik terhadap berbagai macam organ tersebut. Selain itu
dikenal pula istilah reaksi anafilaktoid yang secara klinis sama dengan anafilaksis, akan tetapi
tidak disebabkan oleh interaksi antara antigen dan antibodi. Reaksi anafilaktoid disebabkan
oleh zat yang bekerja langsung pada sel mast dan basofil sehingga menyebabkan terlepasnya
mediator

Rangsangan sel mast yang menyebabkan pelepasan mediator.


SEL MAST DAN BASOFIL

REAKSI HIPERSENSITIVITAS TIPE CEPAT

Sensitisasi dan reaksi atopik

Hipersensitivitas tipe cepat terdiri dari serangkaian mekanisme efektor tubuh yang dijalankan
oleh IgE (lihat juga bab tentang reaksi hipersensitivitas). Secara ringkas reaksi berantai
tersebut terdiri dari sensitisasi atopik (Gambar 18-2) dan reaksi atopik

Alergen

Imunogen adalah zat yang mampu menimbulkan respons imun spesifik berupa pembentukan
antibodi atau kekebalan selular, atau keduanya. Antigen adalah zat yang mampu bereaksi
dengan antibodi atau sel T yang sudah sensitif. Imunogen selalu bersifat antigenik tetapi
antigen tidak perlu imunogenik, misalnya hapten, kecuali kalau bergabung dengan protein.
Alergen adalah antigen khusus yang menginduksi reaksi hipersensitivitas tipe cepat dan dapat
dibagi dalam 2 kelompok, yaitu alergen protein lengkap dan alergen dengan sel molekul
rendah (hapten).  

Rangkaian reaksi hipersensitivitas tipe cepat

Sensitisasi atopik1. Pajanan Reaksi atopik


antigen (alergen)2. Respons
pembentukan IgE 1. Terpapar ulang dengan antigen yang
sama
3. Terikatnya IgE pada sel mast 2. Interaksi antigen-IgE spesifik di sel
mast
3. Pelepasan mediator oleh sel mast
4. Efek mediator pada berbagai organ
  

Alergen protein lengkap

Alergen yang terdiri dari protein lengkap mampu merangsang pembentukan IgE tanpa
bantuan zat lain karena mempunyai determinan antigen yang dikenal sel B dan gugus karier
yang merangsang makrofag dan sel T untuk mengembangkan aktivasi sel B (lihat Gambar
18-4). Yang termasuk kelompok ini misalnya serbuk sari, bulu binatang, ATS (serum
antitetanus) dan ADS (serum antidifteri).

Alergen dengan berat molekul rendah

Kelompok ini tidak dapat menimbulkan respons antibodi berupa IgE karena hanya berfungsi
sebagai hapten. Biasanya hapten harus berikatan dengan protein jaringan atau protein serum
in vivo membentuk kompleks hapten-karier untuk dapat menimbulkan respons antibodi IgE.
Yang termasuk kelompok ini misalnya adalah obat-obatan. 

Antibodi

Produksi antibodi IgE spesifik memerlukan kerja sama aktif antara makrofag, sel T dan sel B.
Alergen yang masuk melalui traktus respiratorius, traktus gastrointestinalis atau kulit akan
difagosit oleh makrofag untuk diproses dan dipresentasikan kepada sel T. Sel T yang
tersensitisasi akan merangsang sel B berkembang menjadi sel plasma yang mensintesis dan
mensekresi IgE spesifik.

Sel plasma yang memproduksi IgE terutama terdapat dalam lamina propria traktus
respiratorius dan traktus gastrointestinalis serta jaringan limfoid bersangkutan. Kadar total
IgE serum adalah jumlah IgE yang dihasilkan oleh ketiga organ tersebut, yang secara pasif
berdi£usi ke dalam kompartemen vaskular. IgE mempunyai sifat biologik unik, yaitu dapat
terikat pada sel mast untuk jangka waktu yang panjang (6 minggu). 

Pengikatan IgE oleh sel mast mempunyai konsekuensi penting. Karena IgE serum terikat
pada sel mast di seluruh tubuh maka sel mast di bawah kulit lengan bawah juga sensitif
terhadap alergen yang masuk melalui traktus gastrointestinalis atau traktus respiratorius. Di
samping itu mungkin sebagian besar sel mast telah sensitif terhadap alergen tertentu,
sehingga pajanan terhadap alergen tersebut dapat memacu sel mast secara sistemik yang akan
melibatkan banyak sistem dan akan menimbulkan syok anafilaktik. Pengikatan oleh sel mast
menyebabkan IgE merupakan suatu fraksi dengan waktu paruh yang lebih panjang.
Diperkirakan waktu paruh IgE adalah 2-3 hari. Walaupun mempunyai waktu paruh yang
lama, IgE tidak dapat melewati plasenta sehingga hipersensitivitas ibu tidak dapat ditransfer
secara pasif kepada fetus.

Aktivasi penting lainnya adalah bila IgE berikatan dengan alergen. Hal ini dapat
mengaktifkan sistem komplemen melalui jalur alternatif sehingga dihasilkan anafilaktoksin
(C3 dan C5a) dan zat kemotaktik lain yang penting pada respons inflamasi.
Sel mast

Yang termasuk sel mediator adalah sel mast, basofil dan trombosit. Sel mast diselimuti oleh
IgE yang terikat pada reseptor spesifik untuk bagian Fc rantai epsilon. Setiap sel mast dapat
mengikat bermacam IgE spesifik sehingga sel mast dapat bereaksi dengan berbagai macam
antigen. Jumlah IgE pada satu sel basofil sangat bervariasi, dan diperkirakan berkisar di
antara 5.000-500.000 molekul per sel basofil.

Walaupun penderita alergi mempunyai molekul IgE yang tinggi pada basofilnya bila
dibandingkan dengan orang-orang yang tidak alergi, terdapat suatu overlapping yang luas
dalam jumlah IgE yang terdapat pada kedua goIongan tersebut. Jumlah IgE yang terikat pada
sel merupakan refleksi kadar IgE dalam serum, akan tetapi banyaknya molekul IgE pada satu
sel tidak berhubungan dengan derajat sensitivitas. Faktor yang menentukan perbedaan besar
sensitivitas seseorang sampai sekarang belum diketahui dengan pasti.

Sel mast dan basofil mengandung mediator kimia yang poten untuk reaksi hipersensitivitas
tipe cepat. Mediator tersebut adalah histamin, SRS-A, ECF-A, PAF, dan heparin. Beberapa
mediator disimpan dalam lisosom (heparin, histamin) yang berada dalam sitoplasma sel mast,
dan dilepaskan bila terdapat rangsangan yang cukup. Rangsangan alergi dimulai dengan
cross-linking dua atau lebih IgE yang terikat pada sel mast atau basofil dengan alergen (lihat
Gambar 18-5). Rangsang ini meneruskan sinyal untuk mengaktifkan sistem nukleotida siklik
yang meninggikan rasio cGMP terhadap cAMP dan masuknya ion Ca++ ke dalam sel.
Peristiwa ini akan menyebabkan pelepasan mediator lain.

Degranulasi sel mast dapat diatur oleh sejumlah zat. Zat yang menurunkan cAMP atau
menaikkan cGMP seperti adrenergik α, zat kolinergik atau prostagladin F2a, memperhebat
degranulasi sel mast. Sebaliknya zat yang meningkatkan cAMP, seperti epinefrin, teofilin dan
prostaglandin E1 dan E2 menghalangi degranulasi sel.
 

ETIOLOGI

Penyebab anafilaksis sangat beragam, diantaranya adalah antibiotik, ekstrak alergen, serum
kuda, zat diagnostik, bisa (venom), produk darah, anestetikum lokal, makanan, enzim,
hormon, dan lain-lain. Antibiotik dapat berupa penisilin dan derivatnya, basitrasin, neomisin,
terasiklin, streptomisin, sulfonamid, dan lain-lain. Ekstrak alergen biasanya berupa rumput-
rumputan atau jamur, atau serum ATS, ADS dan anti bisa ular.

Beberapa bahan yang sering dipergunakan untuk prosedur diagnosis dan dapat menimbulkan
anafilaksis misalnya adalah zat radioopak, bromsulfalein, benzilpenisiloil-polilisin. Demikian
pula dengan anestetikum lokal seperti prokain atau lidokain. Bisa yang dapat menimbulkan
anafilasik misalnya bisa ular, semut, dan sengatan lebah. Darah lengkap atau produk darah
seperti gamaglobulin dan kriopresipitat dapat pula menyebabkan anafilaksis. Makanan yang
telah dikenal sebagai penyebab anafilaksis seperti misalnya susu sapi, kerang, kacang-
kacangan, ikan, telur dan udang.

 
PATOFISIOLOGI

Patofisiologi anafilaksis akan lebih jelas kalau kita lihat pengaruh mediator pada organ target
seperti sistem kardiovaskular, traktus respiratorius, traktus gastrointestinalis, dan kulit.

Mediator anafilaksis

Rangsangan alergen pada sel mast menyebabkan dilepaskannya mediator kimia yang sangat
kuat yang memacu sel peristiwa fisiologik yang menghasilkan gejala anafilaksis (lihat bab
tentang reaksi hipersensitivitas).

Histamin

Aksi histidin dekarboksilase pada histidin akan menghasilkan histamin. Dalam tubuh kita sel
yang mengandung histamin dalam jumlah besar adalah sel gaster, trombosit, sel mast, dan
basofil. Pada sel mast dan basofil, histamin disimpan dalam lisosom dan dilepaskan melalui
degranulasi setelah perangsang yang cukup. Pengaruh histamin biasanya berlangsung selama
l0 menit dan inaktivasi histamin in vivo oleh histaminase terjadi sangat cepat.

Histamin bereaksi pada banyak organ target melalui reseptor H1 dan H2. Reseptor H1
terdapat terutama pada sel otot polos bronkioli dan vaskular, sedangkan reseptor H2 terdapat
pada sel parietal gaster. Beberapa tipe antihistamin menyukai reseptor H1 (misalnya
klorfeniramin) dan antistamin lain menyukai reseptor H2 (misalnya simetidin). Reseptor
histamin terdapat pada beberapa limfosit (terutama Ts) dan basofil.

Pengaruh fisiologik histamin pada manusia dapat dilihat pada berbagai organ. Histamin dapat
menyebabkan kontraksi otot polos bronkus yang menyebabkan bronkokonstriksi. Pada sistem
vaskular menyebabkan dilatasi venula kecil, sel dangkan pada pembuluh darah yang lebih
besar menyebabkan konstriksi karena kontraksi otot polos. Selanjutnya histamin meninggikan
permeabilitas kapiler dan venula pasca kapiler. Perubahan vaskular ini menyebabkan respons
wheal-flare (triple respons dari Lewis), dan bila terjadi sel sistemik dapat menimbulkan
hipotensi, urtikaria, dan angioedema. Pada traktus gastrointestinalis histamin meninggikan
sekresi mukosa lambung, dan bila pelepasan histamin terjadi sistemik maka aktivitas polos
usus dapat meningkat menyebabkan diare dan hipermotilitas.

SRS-A

Berbeda dengan histamin, heparin dan ECF-A, SRS-A tidak ditemukan sebelumnya dalam
granula sel mast. Rangsangan degranulasi sel mast memulai sintesis SRS-A, yang kemudian
muncul dalam lisosom sel mast dan selanjutnya dalam cairan paru sehingga terjadi kontraksi
otot bronkioli yang hebat dan lama. Pengaruh SRS-A tidak dijalankan melalui reseptor
histamin dan tidak dihambat oleh histamin. Epinefrin dapat menghalangi dan mengembalikan
kontraksi yang disebabkan oleh SRS-A.

ECF-A
ECF-A telah terbentuk sebelumnya dalam granula sel mast dan dilepaskan segera waktu
degranulasi. ECF-A menarik eosinofil ke daerah tempat reaksi anafilaksis. Pada daerah
tersebut eosinofil dapat memecah kompleks antigen-antibodi yang ada dan menghalangi aksi
SRS-A dan histamin.

PAF

PAF menyebabkan bronkokonstriksi dan meninggikan permeabilitas pembuluh darah. PAF


juga mengaktifkan faktor XII dan faktor XII yang telah diaktifkan akan menginduksi
pembuatan bradikinin.

Bradikinin

Bradikinin tidak ditemukan dalam sel mast manusia, aktivitasnya dapat menyebabkan
kontraksi otot bronkus dan vaskular sel lambat, lama dan hebat. Bradikinin juga
menyebabkan peningkatan permeabilitas kapiler dan venula pasca kapiler yang menyebabkan
timbulnya edema jaringan, serta merangsang serabut saraf dan menyebabkan rasa nyeri.
Selain itu bradikinin juga merangsang peningkatan produksi mukus dalam traktus
respiratorius dan lambung. Bradikinin menjalankan pengaruhnya melalui reseptor pada sel
yang berbeda dengan reseptor histamin atau SRS-A

Serotonin

Serotonin tidak ditemukan dalam sel mast manusia tetapi dalam trombosit dan dilepaskan
waktu agregasi trombosit atau melalui mekanisme lain. Serotonin juga menyebabkan
kontraksi otot bronkus tetapi pengaruhnya hanya sebentar. Serotonin tidak begitu penting
pada anafilaksis.

Prostaglandin

Prostaglandin memainkan peranan aktif pada anafilaksis melebihi pengaruh nukleotida siklik
sel mast. Prostaglandin A dan F menyebabkan kontraksi otot polos dan juga meningkatkan
permeabilitas kapiler, sedangkan prostaglandin E1 dan E2 secara langsung menyebabkan
dilatasi otot polos bronkus.

Kalikrein

Kalikrein basofil menghasilkan kinin yang mempengaruhi permeabilitas pembuluh darah dan
tekanan darah.

KLASIFIKASI

Secara imunopatologik reaksi anafilaksis dan reaksi anafilaktoid dibagi menjadi 1) reaksi
anafilaksis yang diperankan oleh IgE atau IgG, 2) reaksi anafilaktoid karena lepasnya
mediator secara langsung misalnya oleh obat, makanan, agregasi kompleks imun seperti
reaksi terhadap globulin γ, IgG antiIgA, 3) reaksi transfusi karena pembentukan antibodi
terhadap eritrosit atau leukosit, dan 4) reaksi yang diinduksi prostaglandin oleh pengaruh
aspirin atau obat lain.

GAMBARAN KLINIS
Secara klinis gejala anafilaksis dapat berupa reaksi lokal dan reaksi sistemik. Reaksi lokal
terdiri dari urtikaria dan angioedema pada daerah yang kontak dengan antigen. Reaksi lokal
dapat berat tetapi jarang sekali fatal. Reaksi sistemik terjadi pada oragan target seperti traktus
respiratorius, sistem kardiovaskular, traktus gastrointestinalis, dan kulit. Reaksi ini biasanya
terjadi dalam waktu 30 menit sesudah kontak dengan penyebab.

Reaksi sistemik

Reaksi sistemik ringan

Gejala awal reaksi sistemik ringan adalah rasa gatal dan panas di bagian perifer tubuh,
biasanya disertai perasaan penuh dalam mulut dan tenggorokan. Gejala permulaan ini dapat
disertai dengan hidung tersumbat dan pembengkakan peri orbita. Dapat juga disertai rasa
gatal pada membran mukosa, keluarnya air mata, dan bersin. Gejala ini biasanya timbul
dalam 2 jam sesudah kontak dengan antigen. Lamanya gejala bergantung pada pengobatan,
umumnya berjalan 1-2 hari atau lebih pada kasus kronik.
 

Gambaran klinis anafilaksis

Sistem Gejala dan Mediator


tanda
Umum Malaise, lemah, -
(prodromal)KulitMukosa rasa HistaminHistamin
sakitUrtikaria,
  eritemaEdema  
periorbita,
Pernapasan hidung  
tersumbat dan
   Jalan napas atas gatal, Histamin
angioedema,
   pucat, sianosis  

   Jalan napas bawah   SRS-A, histamin,


lain-lain?
  Bersin, pilek,
dispnu, edema  
Gastrointestinal laring, serak,
edema lidah Tidak diketahui
  dan faring,
stridor  
Susunan saraf pusat
Dispnu, Tidak diketahui
emfisema akut,
asma,
bronkospasme,
bronkorea

Peningkatan
peristaltik,
muntah,
disfagia, mual,
kejang perut,
diare

Gelisah, kejang

Reaksi sistemik sedang

Reaksi sistemik sedang mencakup semua gejala dan tanda yang ditemukan pada reaksi
sistemik ringan ditambah dengan bronkospasme dan atau edema jalan napas, dispnu, batuk
dan mengi. Dapat juga terjadi angioedema, urtikaria umum, mual dan muntah. Biasanya
penderita mengeluh gatal menyeluruh, merasa panas, dan gelisah. Masa awitan dan lamanya
reaksi sistemik sedang hampir sama dengan reaksi sistemik ringan.

Reaksi sistemik berat


Masa awitan biasanya pendek, timbul mendadak dengan tanda dan gejala seperti reaksi
sistemik ringan dan reaksi sistemik sedang, kemudian dengan cepat dalam beberapa menit
(terkadang tanpa gejala permulaan) timbul bronkospasme hebat dan edema laring disertai
serak, stridor, dispnu berat, sianosis, dan kadangkala terjadi henti napas. Edema faring,
gastrointestinal dan hipermotilitas menyebabkan disfagia, kejang perut hebat, diare dan
muntah. Kejang umum dapat terjadi, dapat disebabkan oleh rangsangan sistem saraf pusat
atau karena hipoksia. Kolaps kardiovaskular menyebabkan hipotensi, aritmia jantung, syok
dan koma.

Rangkaian peristiwa yang menyebabkan gagal napas dan kolaps kardiovaskular sering sangat
cepat dan mungkin merupakan gejala objektif pertama pada anafilaksis. Beratnya reaksi
berhubungan langsung dengan cepatnya masa awitan. Reaksi fatal umumnya terjadi pada
orang dewasa. Pada anak penyebab kematian paling sering adalah edema laring.

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan penunjang dapat menolong untuk membedakan kasus yang luar biasa atau
menilai penatalaksanaan yang sedang dikerjakan. Pemeriksaan darah lengkap dapat
menemukan hematokrit yang meningkat akibat hemokonsentrasi. Bila terjadi kerusakan
miokard maka pada pemeriksaan kimia darah dapat ditemukan peninggian enzim SGOT,
CPK (fosfokinase kreatin) dan LDH (dehidrogenase laktat).

Foto toraks mungkin memperlihatkan emfisema (hiperinflasi) dengan atau tanpa atelektasis.
Pada beberapa kasus dapat terlihat edema paru. Pada pemeriksaan elektrokardiografi (EKG)
bila tidak terjadi infark miokard maka perubahan EKG biasanya bersifat sementara berupa
depresi gelombang S-T, bundle branch block, fibrilasi atrium dan berbagai aritmia
ventrikular.

DIAGNOSIS DAN DIAGNOSIS BANDING

Diagnosis anafilaksis ditegakkan secara klinis. Perlu dicari riwayat penggunaan obat,
makanan, gigitan binatang atau tranfusi. Pada beberapa keadaan dapat timbul keraguan
terhadap penyebab lain sehingga perlu dipikirkan diagnosis banding. Pada reaksi sistemik
ringan dan sedang diagnosis bandingnya adalah diagnosis banding urtikaria dan angioedema
Bila ditemukan reaksi sistemik berat harus dipertimbangkan semua penyebab distres
pernapasan, kolaps kardiovaskular dan hilangnya kesadaran, antara lain adalah reaksi
vasovagal dan serangan sinkop, infark miokard, reaksi insulin, atau reaksi histeris.

Reaksi vasovagal dan serangan sinkop sering terjadi sesudah penyuntikan. Pada keadaan ini
nadi teraba lambat dan biasanya tidak terjadi sianosis. Walau tekanan darah menurun
biasanya masih dapat diukur. Pucat dan diaforesis merupakan hal yang sering ditemukan.

Infark miokard disertai gejala yang menonjol seperti sakit dada dengan atau tanpa penjalaran.
Kesukaran bernapas terjadi lebih lambat dan tanpa emfisema atau sumbatan bronkial. Tidak
terdapat edema atau sumbatan jalan napas atas.

Reaksi insulin yang karakteristik adalah lemah, pucat, diaforesis dan tidak sadar. Tidak
terjadi sumbatan jalan napas ataupun distres pernapasan. Tekanan darah biasanya sedikit
menurun. Reaksi histeris tidak disertai bukti distres pernapasan, hipotensi atau sianosis.
Parestesia lebih sering dari pada pruritus. Sinkop dapat terjadi tetapi kesadaran cepat kembali.
PENATALAKSANAAN

Yang terpenting pada penatalaksanaan anafilaksis adalah tindakan segera untuk membantu
fungsi vital, melawan pengaruh mediator, dan mencegah lepasnya mediator selanjutnya.
Tindakan tersebut mencakup evaluasi segera, pemberian adrenalin, pemasangan turniket,
pemberian oksigen, cairan intravena, difenhidramin, aminofilin, vasopresor, intubasi dan
trakeostomi, kortikosteroid, serta pengobatan suportif. Berikut merupakan gambar tatalaksana
anafilaksis secara umum
Evaluasi segera

Yang penting dievaluasi adalah keadaan jalan napas dan jantung. Kalau pasien mengalami
henti jantung-paru harus dilakukan resusitasi kardiopulmoner

Adrenalin

Larutan adrenalin (epinefrin) 1/1000 dalam air sebanyak 0,01 ml/kgBB, maksimum 0,5 ml
(larutan 1:1000), diberikan secara intramuskular atau subkutan pada lengan atas atau paha.
Kalau anafilaksis terjadi karena suntikan, berikan suntikan adrenalin kedua 0,1-0,3 ml
(larutan 1:1000) secara subkutan pada daerah suntikan untuk mengurangi absorbsi antigen.
Dosis adrenalin pertama dapat diulangi dengan jarak waktu 15- 20 menit bila diperlukan.
Kalau terdapat syok atau kolaps vaskular atau tidak berespons dengan medikasi
intramuskular, dapat diberikan adrenalin 0,1 ml/kgBB  dalam 10 ml NaCl fisiologik (larutan
1:10.000) secara intravena dengan kecepatan lambat (1-2 menit) serta dapat diulang dalam 5-
10 menit.

Intubasi dan trakeostomi

Intubasi atau trakeostomi perlu dikerjakan kalau terdapat sumbatan jalan napas bagian atas
oleh edema. Prosedur ini tidak boleh ditunda kalau sudah terindikasi.

Turniket

Kalau anafilaksis terjadi karena suntikan pada ekstremitas atau sengatan/gigitan hewan
berbisa maka dipasang turniket proksimal dari daerah suntikan atau tempat gigitan tersebut.
Setiap 10 menit turniket ini dilonggarkan selama 1-2 menit.

Oksigen

Oksigen harus diberikan kepada penderita penderita yang menplami sianosis, dispneu yang
jelas atau penderita dengan mengi. Oksigen dengan aliran sedang-tinggi (5-10 liter/menit)
diberikan melalui masker atau kateter hidung. 

Difenhidramin

Difenhidramin dapat diberikan secara intravena (kecepatan lambat selama 5 – 10 menit),


intramuskular atau oral (1-2 mg/kgBB) sampai maksimum 50 mg sebagai dosis tunggal,
tergantung dari beratnya reaksi. Yang perlu diingat adalah bahwa difenhidramin bukanlah
merupakan substitusi adrenalin. Difenhidramin diteruskan secara oral setiap 6 jam selama 24
jam untuk mencegah reaksi berulang, terutama pada urtikaria dan angioedema.
Kalau penderita tidak memberikan respons dengan tindakan di atas, jadi penderita masih
tetap hipotensif atau tetap dengan kesukaran bernapas, maka penderita perlu dirawat di unit
perawatan intensif dan pengobatan diteruskan dengan langkah berikut.

Cairan intravena

Untuk mengatasi syok pada anak dapat diberikan cairan NaCl fisiologis dan glukosa 5%
dengan perbandingan 1 : 4 sebanyak 30 ml/kgBB selama 1-2 jam pertama atau sampai syok
teratasi. Bila syok sudah teratasi, cairan tersebut diteruskan dengan dosis sesuai dengan berat
badan dan umur anak.

Aminofilin

Apabila bronkospasme menetap, diberikan aminofilin intravena 4-7 mg/kgBB yang


dilarutkan dalam cairan intravena (dekstrosa 5%) dengan jumlah paling sedikit sama.
Campuran ini diberikan intravena secara lambat (15-20 menit). Tergantung dari tingkat
bronkospasme, aminofilin dapat diteruskan melalui infus dengan kecepatan 0,2-1,2 mg/kgBB
atau 4-5 mg/kgBB intravena selama 20-30 menit setiap 6 jam. Bila memungkinkan kadar
aminofilin serum harus dimonitor.

Vasopresor

Bila cairan intravena saja tidak dapat mengontrol tekanan darah, berikan metaraminol
bitartrat (Aramine) 0,0l mg/kgBB (maksimum 5 mg) sebagai suntikan tunggal secara lambat
dengan memonitor aritmia jantung, bila terjadi aritmia jantung, pengobatan dihentikan
segera. Dosis ini dapat diulangi bila diperlukan, untuk menjaga tekanan darah. Dapat juga
diberikan vasopresor lain seperti levaterenol bitartrat (Levophed) 1 mg (1 ml) dalam 250 ml
cairan intravena dengan kecepatan 0,5 ml/menit atau dopamin (Intropine) yang diberikan
bersama infus, dengan kecepatan 0,3-1,2 mg/kgBB/jam.

Kortikosteroid

Kortikosteroid tidak menolong pada pelaksanaan akut suatu reaksi anafilaksis. Pada reaksi
anafilaksis sedang dan berat kortikosteroid harus diberikan Kortikosteroid bergunan untuk
mencegah gejala yang lama atau rekuren. Mula-mula diberikan hidrokortison intravena 7-10
mg/kgBB lalu diteruskan dengan 5 mg/kgBB setiap 6 jam dengan bolus infus. Pengobatan
biasanya dapat dihentikan sesudah 2-3 hari.

Pengobatan suportif

Sesudah keadaan stabil, penderita harus tetap mendapat pengobatan suportif dengan obat dan
cairan selama diperlukan untuk membantu memperbaiki fungsi vital. Tergantung dari
beratnya reaksi, pengobatan suportif ini dapat diberikan beberapa jam sampai beberapa hari.

PENCEGAHAN

Pencegahan merupakan aspek yang terpenting pada penatalaksanaan anafilaksis.

Anamnesis teliti
Anamnesis mengenai kemungkinan terdapatnya reaksi terhadap antigen yang dicurigai, yang
mungkin terjadi diwaktu yang lalu, harus dikerjakan sebelum kita memberikan setiap obat,
terutama obat suntikan. Edukasi juga dapat diberikan pada pasien, antara lain membaca label
obat dengan teliti dan mempunyai catatan mengenai jenis obat yang dicurigai menimbulkan
gejala alergi.

Penggunaan antibiotik

Penggunaan antibiotik atau obat lainnya harus dengan indikasi khusus, dan pemberian per
oral lebih baik, bila hal ini memungkinkan.

Uji kulit dan konjungtiva

Uji kulit dan konjungtiva terhadap beberapa antitoksin yang berasal dari serum hewan,
dianjurkan untuk dikerjakan sebelum diberikan. Jika diperlukan anti serum, sebisa mungkin
diberikan preparat serum manusia. Di negara maju, setiap saat dapat diperoleh informasi dari
badan tertentu yang mempunyai catatan lengkap mengenai penderita yang telah pemah
mengalami reaksi anafilaksis.

Provided by
children’s ALLERGY CLINIC

JL TAMAN BENDUNGAN ASAHAN 5 JAKARTA PUSAT, JAKARTA INDONESIA


10210

PHONE : (021) 70081995 – 5703646

htpp://www.childrenallergyclinic.wordpress.com/ 

Clinical and Editor in Chief :

WIDODO JUDARWANTO 

email : judarwanto@gmail.com,

Information on this web site is provided for informational purposes only and is not a
substitute for professional medical advice. You should not use the information on this web
site for diagnosing or treating a medical or health condition. You should carefully read all
product packaging. If you have or suspect you have a medical problem, promptly contact
your professional healthcare provider. 
Copyright © 2009, Children Allergy Clinic Information Education Network. All rights
reserved.

Posted in imunologi dasar | Tags: Anafilaksis LERGI SYOK JANTUNG PARU


EMERGENSI DARURAT SESAK JANTUNG PARU

« SUSU FORMULA KHUSUS ALERGI YANG BEREDAR DI INDONESIA


AUTO IMUNITAS »

Leave a response

1113 0

Name*
reza

Email*
rezajaja@ymail.com

Website

Your response:

Submit Comment 1113

1261415499

Notify me of follow-up comments via email.

Categories
 00.disease-condition
 01.children allergy club
 02.konsultasi online
 03.commercial sites
 04.news-update
 05.photo-images-atlas
 06.professional resources
 07.parenting resources
 08.basic immunology
 09.research
 10.journal watch
 11.diagnosis-assessment
 12.prevention
 13.treatment
 14.cause-etiology
 15.Allergy Quiz
 alergi & kegemukan
 alergi gangguan tidur
 alergi hidung-THT
 alergi kehamilan-bayi
 alergi kulit
 alergi makanan
 alergi mata
 alergi obat
 alergi otot-tulang
 alergi pada dewasa
 alergi pembuluh darah-jantung
 alergi saluran-cerna
 alergi susu sapi
 alergi-batuk-asma-tbc
 alergi-gangguan otak
 alergi-gangguan perilaku
 alergi-prevalensi
 imunologi dasar
 imunologi klinis
 komplikasi
 kontroversi
 obat-terapi
 pencegahan
 penyebab dan pencetus
 perjalanan alergi sesuai usia (allergy march)
 resep – menu makanan
 seminar
 tanda dan gejala
 tes alergi-diagnosis
 Uncategorized
Special Links
 American Academy of Allergy, Asthma and Immunology
 Fight Against Aids, Save Indonesian Children
 World Allergy Organization

link
Internal Resources
 Children Autism Clinic
 Children Celiac Clinic
 Children Speech Clinic
 Children Speech Clinic
 Clinic for Children
 Clinical Pediatric Allergy
 Clinical Pediatric Asthma
 Clinical Pediatric Food Allergy
 Clinical Pediatric Online
 Koran Anak indonesia
 Koran Demokrasi Indonesia
 Koran Indonesia Sehat
 Picky Eaters Clinic – Klinik Khusus Kesulitan Makan Pada Anak

Favorite Links
 Indonesian Breastfeeding Network
 Poems and Songs For Children
 Save Indonesian Child From Pedophilia and sexual Abuse
 Save Our Children
 Save Our Children from Smoke
Blog at WordPress.com. | Theme: Ocean Mist by Ed Merritt

Anda mungkin juga menyukai