Anda di halaman 1dari 6

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kebijakan pembangunan pertanian di Indonesia senantiasa didasarkan

pada amanat yang telah dituliskan dalam Garis-garis Besar Halauan Negara.

Dalam pembangunan lima tahun, pembangunan pertanian di Indonesia

diarahkan untuk memenuhi tujuan yang ingin dicapai yaitu untuk mencapai

kesejahteraan masyarakat pertanian yang lebih merata. Tujuan pembangunan

pertanian dapat dilakukan dengan cara meningkatkan produksi, produktivitas

tenaga kerja, tanah dan modal kerja (Soekartawi, 2003).

Peranan perkebunan di Indonesia diarahkan kepada sasaran yang

dituangkan pemerintah di dalam Tri Dharma Perkebunan yaitu :

1. Perkebunan sebagai sumber devisa Negara.

2. Perkebunan sebagai lapangan kerja bagi masyarakat.

3. Perkebunan harus memelihara kesuburan dan pengawetan tanah.

Pemberdayaan masyarakat termasuk perkebunan mencakup

keberdayaan ekonomi, hokum, politik, sosial budaya dan seluruh aspek

kehidupan lainnya, Dalam perekonomian di Indonesia salah satu komoditi

eksport perkebunan yang cukup penting adalah karet ( Nazarudin, 1993).

Berdasarkan analisis bank dunia meramalkan bahwa periode 1990 sampai

dengan 2005 beberapa komoditas perkebunan mengalami kenaikan jumlah

eksport 2% per tahun.

1
2

Dalam mempelajari tentang karet, terlebih dahulu kita mengetahui apa

yang dimaksud dengan karet. Karet adalah suatu bahan hasil pertanian yang

didapat dari getah atau lateks yang dihasilkan oleh jenis-jenis tanaman

tertentu terutama karet ( Havea Brasilieusis ). Berdasarkan sifatnya maka

karet adalah suatu bahan yang mempunyai sifat elastis, tahan aus, tidak

menghantarkan arus listrik, dan tidak dapat dilewati oleh cairan dan gas.

Karet merupakan bahan yang penting sekali dan mempunyai sifat

yang bermacam-macam, sehingga kegunaannya sangat luas di dalam industri

terutama dalam bidang industri ban, sepatu, tekstil, mainan anak-anak, perabot

rumah tangga dan lain-lain.

Kebutuhan dunia akan karet dimulai pada awal abad ke-20 an dengan

mulai berkembangnya industri mobil. Saat itu perkebunan karet belum ada,

sehingga karet rimba banyak yang digunakan sejak sebelum perang dunia II

sampai tahun 1959. Indonesia merupakan negara penghasil karet alam terbesar

di dunia.

Mulai tahun 1959 Malaysia menduduki tempat nomor satu dan

Indonesia menduduki nomor dua. Hal ini disebabkan karena penanaman ulang

dengan klon-klon yang berproduksi tinggi, di Malaysia telah mulai

dilaksanakan secara besar-besaran sejak tahun 1950. Sedangkan di Indonesia

sampai tahun 1960 belum melaksanakan ( terutama di sektor karet rakyat )

Karet atau lateks mulai dihasilkan melalui penyadapan yaitu untuk

mengambil getah dari pohon dengan menggores ( mengiris 1 - 1,5 mm ) dari

kambium. Karena penyadapan sangat menentukan produksi lateks tahap


3

berikutnya, maka untuk para penyadap harus sangat diperhatikan, bahkan

untuk cara penaganannya perlu ditingkatkan lebih efektif lagi.

Di Indonesia karet merupakan komoditi yang penting. Hal ini

disebabkan karena selain potensi ekonominya, juga potensi alam/iklim yang

mendukungnya. Tambahan lagi areal untuk memperkebunkan tanaman ini

masih tersedia sangat luas. Selanjutnya, peningkatan permintaan karet dunia

masih cukup tinggi, yakni sekitar 4-5% per tahun. Sekalipun tampaknya

produksi karet sintesis dewasa ini mampu mendesak pasok produk karet alam.

Pada saat ini, produksi karet dunia sebesar 15 juta dengan produksi karet alam

sebesar 6 juta ton sedangkan produksi karet sintesis lebih besar yaitu 9 juta

ton (Anonim , 1991). Karet sintesis dibuat dari bahan baku minyak bumi,

sedangkan persediaan minyak bumi pasti akan mengalami defisit dalam kurun

waktu tertentu, dengan demikian kondisi perkaretan alam harus lebih

ditingkatkan. Industri perkaretan alam Indonesia selain berorientasi pada pasar

juga memperhitungkan keseimbangan lingkungan, pemanfaatan tenaga kerja

serta potensi sumberdaya petani.

Melihat kondisi semacam ini menunjukkan bahwa peluang

pengembangan komoditas karet masih cukup besar untuk masa-masa yang

akan datang dan merupakan suatu kewajaran apabila pengusaha perkebunan

berkeinginan untuk meningkatkan produksinya. Demikian pula dengan

perusahaan perkebunan yang ada di kabupaten Jepara yaitu PTP Nusantara IX

(Persero) Kabun Balong Afdeling Balong Baru yang memiliki beberapa

komposisi tanaman dan sistem pengambilan produksi dapat mendorong


4

pengembangan dan peningkatan produksi karet agar kebutuhan karet dapat

terpenuhi.

Aktivitas produksi merupakan salah satu kegiatan penting suatu

perusahaan, baik perusahaan perkebunan maupun pabrikasi. Salah satu faktor

yang berpengaruh terhadap kegiatan produksi adalah bahan baku serta harga

pokok suatu produksi yang akan dihasilkan. Tersedianya sumber daya dan

sarana belum berarti produktivitas yang diperoleh akan tinggi. Namun

bagaimana melakukan pengambilan suatu bahan yang efisien adalah upaya

yang sangat penting.

Yang menjadi persoalan disini adalah sumber daya atau faktor

produksi yang terbatas seperti lahan dan modal yang harus diusahakan

seefisien mungkin penggunaannya sehingga produktivitas yang diharapkan

dapat tercapai atau terus meningkat. Selain faktor produksi penggunaan pupuk

juga berpengaruh terhadap produktifitas lateks.

Penggunaan pupuk (pemupukan) pada dasarnya adalah tindakan untuk

mengembalikan unsur yang terambil dari dalam tanah ataupun juga

menambah kesuburan tanah. Hal ini dilakukan karena disadari bahwa setiap

pengambilan getah (lateks) terikut juga unsur hara dari dalam tanah. Untuk itu

maka keseimbangan unsur hara dalam tanah harus dikembalikan seperti

semula dengan pemupukan, baik pupuk organik maupun pupuk non organik.

(Nasution dan Sugiyanto, 1987).

Dalam rangka mengoptimalkan jumlah produksi tanaman karet,

perkebunan Afdeling Balong Baru PTP Nusantara IX (Persero) Kebun


5

Balong/Beji kabupaten Jepara mulai dikembangkan dengan penggunaan

pupuk organik dan pupuk an organik.

Pengunaan pupuk organik yang selama ini telah dilaksanakan maupun

penggunaan pupuk an organik yang akan diuji cobakan dalam penelitian ini,

memerlukan sejumlah biaya terutama yang berkenaan dengan bahan baku dan

tenaga kerja manusia.

Bertitik tolak dari hal diatas peneliti berusaha mengetahui apakah

penggunaan pupuk yang berbeda mampu memberikan hasil produksi yang

optimal dan biaya yang minimal. Berdasarkan hal tersebut maka dilakukan

penelitian perbandingan biaya dan produksi berdasarkan penggunaan pupuk

organik dan an organik pada usaha tanaman karet di Afdeling Balong Baru

PTP Nusantara IX (Persero) Balong/Beji Kabupaten Jepara.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas maka dapat

dirumuskan permasalahan sebagai berikut :

1. Berapa besar biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan dengan

menggunakan pupuk organik maupun an organik.

2. Berapa besar produksi yang dapat dihasilkan oleh perusahaan dengan

menggunakan pupuk organik maupun an organik..


6

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui besarnya biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan

dengan menggunakan pupuk organik maupun an organik.

2. Untuk mengetahui besarnya produksi yang dihasilkan oleh perusahaan

dengan menggunakan pupuk organik maupun an organik.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. bagi perusahaan, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi gambaran

sebagai dasar dalam penyusunan menentukan target produksi perusahaan

untuk masa yang akan datang berdasarkan dengan penggunaan pupuk

yang diberlakukan.

2. Bagi pihak lain, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi tambahan

informasi atau bahan pembanding pada permasalahan yang sama.

Anda mungkin juga menyukai