Anda di halaman 1dari 4

Anto Prabowo – FISIP – HI – 1042500924

Revi ew bu ku 1 b ab 1
Sejarah Teori Hubungan Internasional
Studi hubungan internasional sebagai suatu disiplin ilmu di
mulai pada tahun 1939 oleh Edward H. Carr dalam bukunya
Twenty-Years Crisis dimana menurutnya munculnya hubungan
internasional sebagai bidang studi tersendiri adalah akibat dari
keinginan, terutama sesudah Perang Dunia I yaitu untuk memahami
sebab-sebab terjadinya konflik dan untuk membina dunia yang lebih
damai. 1 Pernyataan ini dipertegas dengan realis lain yaitu Hans J.
Morgenthau. Ia menolak asumsi-asumsi para ilmuwan hubungan
internasional sebelumnya dalam bukunya yang berjudul Politics
Among Nations yang pertama kali diterbitkan tahun 1948 dan terus
dicetak hingga 1980. 2 Teori Hans membuat merosotnya nilai
utopian kaum idealis dalam studi hubungan internasional.
Hans J. Morgenthau juga menjelaskan bahwa tujuan utama
studinya adalah menyederhanakan fakta-fakta yang terjadi dalam
hubungan internasional menjadi generalisasi yang spesifik. Karya
Morgenthau mendominasi kegiatan teorisasi realis setelah perang
dunia II, ia menekankan bahwa Power atau kekuasaan adalah
variabel yang paling mampu menjelaskan perilaku internasional. Ia
mendefinisikan kekuasaan sebagai “kemampuan seseorang untuk
mengendalikan pikiran dan tindakan orang lain” dimana ia
menjelaskan bahwa tujuan negara dalam politik internasional adalah
mencapai kepentingan nasional yang berbeda dengan kepentingan
sub-nasional dan supra-nasional. 3
Keduanya terdorong oleh keinginan untuk membenarkan apa
yang mereka lihat sebagai kekeliruan mendalam tentang sifat dasar

1
Edward H. Carr, Twenty-Years Crisis (MacMilan, 1965), hal. 1-5
2
Scott Burchill, dkk, Theories of International Relations, ed. Ketiga, NY Palgrave Macmillan,
hal. 2
3
Hans J. Morgenthau, Politics Among Nations (A. Knopf, 1978), hal. 29
politik internasional yang terpatri pada paham liberal. Di antara
mereka keyakinan akan struggle of power dapat dijinakkan dengan
hukum internasional dan pemahaman dari pengejaran kepentingan
diri dapat digantikan oleh jaminan keamanan bagi semua orang.
Masing-masing dari mereka mengembangkan suatu kerangka
analisis yang menyaring hakikat politik Internasional dari peristiwa
yang berbeda, dengan berusaha untuk memberi analisis masa depan
melalui alat-alat teoritis untuk memahami pola-pola umum yang
mendasari munculnya peristiwa-peristiwa unik, dan masing-masing
mencerminkan bentuk aksi politik yang paling sesuai dalam
kenyataan dimana perjuangan kekuasaan menjadi hal yang
menonjol. Bukan berarti Morgenthau dan Carr berpikir sistem
politik internasional dikutuk atas semua perjuangan yang tiada
henti untuk kekuasaan dan keamanan tetapi klaim utama mereka
yaitu semua usaha untuk mereformasi sistem internasional yang
mengabaikan struggle of power akan berakhir cepat dalam
kegagalan. Yang lebih mengkhawatirkan dari pandangan mereka
adalah bahaya yang mencoba untuk membawa perubahan mendasar
akan senyawa masalah hubungan internasional. Mereka tetap
bertahan pada asumsi bahwa pandangan internasionalis liberal
memiliki tanggung jawab yang besar atas krisis tahunan antar
perang.
Munculnya sarjana-sarjana yang lebih pragmatis di Amerika
Serikat pada 1960-an, percaya bahwa kerangka teori Morgenthau itu
terlalu bersifat impresionistis. Ilustrasi dari sejarah digunakan
untuk mendukung daripada menunjukkan dugaan cerdas tentang
pola-pola umum hubungan internasional. Maka dari itu, disiplin
tertinggal secara signifikan dibelakang studi ekonomi yang
menggunakan metodologi canggih yang diambil dari ilmu-ilmu alam
untuk menguji dugaan atau hipotesis tertentu, mengembangkan
hukum-hukum umum dan memprediksi perilaku manusia. Sedangkan
menurut Fred Sonderman (1968) salah satu cara studi hubungan
internasional pada masa itu adalah model analisa yang menekankan
ekonomi nasional dengan menggunakan variabel-variabel ekonomi
untuk menjelaskan terjadinya konflik dan perang internasional di
masa sebelumnya. 4
Para pendukung pendekatan ilmiah berusaha untuk membangun
suatu teori baru politik internasional, beberapa dipakai untuk
menjelaskan yang lebih baik dengan tingkat akurasi prediksi yang
lebih tinggi, sedangkan yang lain berkeyakinan bahwa ilmu
pengetahuan memegang kunci untuk memahami bagaimana
mengubah politik internasional menjadi lebih baik.
Perubahan ilmiah menyebabkan perdebatan disiplin besar di
tahun 1960-an dimana cendekiawan Hedley Bull berpendapat bahwa
politik internasional tidak rentan terhadap penyelidikan ilmiah
dimana pandangan yang luas bersama para analisis, berkomitmen
untuk proyek intelektual yang beragam.
Cendekiawan Radikal, Noam Chomsky menyatakan bahwa
dalam hubungan internasional kondisi sejarah terlalu bervariasi dan
kompleks untuk segala sesuatu yang rasional disebut “teori” untuk
diterapkan secara seragam. Hal yang umumnya dikenal sebagai
“post-positifisme” dalam hubungan internasional menolak
kemungkinan ilmu hubungan internasional yang menggunakan
standar bukti terkait dengan ilmu-ilmu fisik untuk mengembangkan
tingkat kesetaraan ketepatan penjelasan dan kepastian prediksi
(Smith, Booth, and Zalewski 1996). 5
Pada tahun 1990-an terjadi perdebatan besar di klaim
positifisme. Pertanyaan tentang jika ada “perbedaan dunia” antara
ilmu sosial dengan ilmu eksak merupakan suatu isu rumit, tetapi
yang tidak terlalu penting adalah perselisihan tentang sifat dan
tujuan teori. Perdebatan ini berpusat pada pengertian teori,
meskipun menuju sebuah objektifitas, teori-teori secara kuat
bersifat politis karena menghasilkan pandangan yang mendukung
4
Fred Sonderman, Changes in the Study of International Relations, (1968), hal . 105-107
5
Dikutip dalam op. cit., hal. 2
beberapa kepentingan politik dan merugikan yang lain. Sengketa ini
telah menghasilkan pertanyaan yang sangat sulit tentang teori apa
dan apa tujuan sebenarnya. Pertanyaan ini kini berpusat pada
disiplin lebih sentral ketimbang sebelumnya dalam sejarah.
Dengan demikian teori-teori realis terutama oleh Morgenthau
telah berhasil membuat lompatan besar dalam studi hubungan
internasional dari tradisi yang normatif dan utopian yaitu teori-teori
idealis dengan mendekatkan analisis kepada fenomena yang lebih
faktual. Aliran ini telah membuka jalan baru untuk menjelaskan
secara efektif fenomena yang dipelajari meskipun demikian realis
yang mengagung-agungkan “kekuasaan” bukanlah “ending” dari
perkembangan teori hubungan internasional yang kontemporer.
Kekuasaan atau dengan penggunaan kekuasaan sebagai suatu konsep
untuk menjelaskan perilaku politik tidak memenuhi beberapa
kelayakan bagi tradisi behavioral yang menekankan perumusan dan
pengujian hipotesis dan pembentukan teori berdasarkan dugaan-
dugaan atau hipotesa-hipotesa yang saling dikaitkan secara
rasional.
Namun kekurangan teoritis aliran behavioralis mengecewakan
banyak penganut ilmu ini. Di akhir 1960-an, sekelompok teoritisi
dari generasi yang lebih muda menunjukkan bahwa penegasan aliran
behavioralis pada masalah metodologis itu telah menjadi
berlebihan, sehingga membuat studi hubungan internasional
menjadi kurang relevan dengan kebutuhan manusia yang seharusnya
dipuaskan oleh ilmu ini. Jadi apapun alirannya, perspektif teoritis
yang dianut seseorang ilmuwan sosial bergantung pada nilai-nilai
yang dianutnya yang membuat keanekaragaman pola pikir atau
perspektif teoritis dalam studi hubungan internasional

Anda mungkin juga menyukai