Anda di halaman 1dari 39

PENDAHULUAN

Anemia adalah suatu keadaan dimana kadar haemoglobin (protein


pembawa oksigen) menurun sehingga tubuh akan mengalami hipoksia sebagai
akibat kemampuan kapasitas pengangkutan oksigen dari darah berkurang.
Sumber yang lain mengatakan bahwa anemia adalah pengurangan jumlah
sel darah merah, kuantitas hemoglobin, dan volume pada sel darah merah
(hematokrit) per 100 ml darah.
Dokter spesialis anak Djajadiman Gatot dari Divisi Hematologi Onkologi,
Ilmu Kesehatan Anak FKUI, menyebutkan berkurangnya produksi sel darah
merah karena kurang zat besi, asam folat dan vit B12, perdarahan dan
penghancuran sel darah merah (hemolisis) sebagai penyebab terbanyak terjadinya
anemia pada anak.
Menurut kriteria Badan Kesehatan Dunia (WHO), seseorang sudah
mengalami anemia bila kadar Hb kurang dari 11 g/dl pada usia kurang dari enam
tahun dan kadar Hb kurang dari 12 g/dl pada usia lebih dari enam tahun.
Menurut Direktur Bina Kesehatan Anak Departemen Kesehatan, Rachmi
Untoro, penyebab langsung timbulnya anemia adalah asupan makanan yang tidak
cukup dan infeksi penyakit seperti cacingan dan malaria. "Penyebab tidak
langsung adalah ketimpangan gender, sehingga tidak ada ketersediaan pangan
keluarga untuk ibu dan anak," katanya.
Survey yang dilakukan oleh Hellen Keller International di kawasan kumuh
beberapa kota besar di Indonesia menunjukkan bahwa 65% balita yang ada
menderita anemia gizi besi (HKI, 1999). Menurut Kodiyat (1995), prevalensi
anemia gizi besi pada ibu hamil di Indonesia sebesar 63,5%, balita (55,5%), anak
usia sekolah (20 -40%), wanita dewasa (30 - 40%), pekerja berpenghasilan rendah
(30 - 40%) dan pria dewasa (20 - 30%). Jelas dapat diamati bahwa anemia
(khususnya gizi besi) masih merupakan "PR" besar yang harus diselesaikan oleh
bangsa Indonesia.
ANEMIA

Pengertian
Anemia secara garis besar merupakan gangguan pada komponen darah,
hemoglobin (protein pembawa oksigen), dimana kadar hemoglobin (Hb) tersebut
menurun sehingga tubuh mengalami hipoksia sebagai akibat kemampuan
kapasitas pengangkutan oksigen dari darah berkurang.
Penilaian anemia ini tergantung pada usia dan jenis kelamin setiap
individu. Adapun kriteria penilaian maximum konsentrasi hemoglobin.
Sex/Age, Years Hemoglobin, < g/dL
Males and Females
1 to less than 2 11.0
2 to < 5 11.1
5 to < 8 11.5
8 to < 12 11.9
Males
12 to <15 12.5
15 to < 18 13.3
≥ 18 13.5
Females
12 to < 15 11.8
15 to < 18 12.0
≥ 18 12.0
Menurut Dacie nilai rujukan hemoglobin tergantung pada umur, jenis
kelamin, ras, letak geografis, metode pemeriksaan dengan nilai rujukan yang
berbeda pula. Kriteria maksimum hemoglobin menurut Dacie :
• BBL : 18 ± 4 g%
• 3-6 bl : 12,6 ± 1,5 g%
• 1 th : 12,6 ± 1,5 g%
• 2-6 th : 12,5 ± 1,5 g%
• 6-12 th : 13,5 ± 2 g %
• Dewasa wanita : 13,5 ± 1,5 g%
• Dewasa pria : 15 ± 2 g%
Klasifikasi
Anemia dapat diklasifikasikan berdasarkan morfologi dan etiologinya.
Pada klasifikasi anemia menurut morfologi dikenal tiga klasifikasi besar dengan
memperhatikan kandungan MCV dan MCHC dalam darah itu sendiri.
1. Anemia normositik normokrom
Pada anemia jenis ini ukuran dan bentuk sel-sel darah merah normal
serta mengandung hemoglobin dalam jumlah normal (MCV dan
MCHC normal atau normal rendah) tetapi individu menderita anemia.
Penyebab anemia jenis ini adalah kehilangan darah akut, hemolisis,
penyakit kronik termasuk infeksi, gangguan endokrin, gangguan ginjal,
kegagalan sumsum dan penyakit-penyakit infiltratif metastatik pada
sumsum tulang.
2. Anemia makrositik normokrom
Makrositik berarti ukuran sel-sel darah merah lebih besar dari normal
tetapi normokrom karena konsentrasi hemoglobinnya normal (MCV
meningkat; MCHC normal). Hal ini diakibatkan oleh gangguan atau
terhentinya sintesis asam nukleat DNA seperti yang ditemukan pada
defisiensi B12 dan atau asam folat.
3. Anemia mikrositik hipokrom
Mikrositik berarti kecil, hipokrom berarti mengandung hemoglobin
dalam jumlah yang kurang dari normal (MCV rendah; MCHC rendah).
Hal ini umumnya menggambarkan insufisiensi sintesis hem (besi),
seperti pada anemia defisiensi besi, keadaan sideroblastik dan
kehilangan darah kronik, atau gangguan sintesis globin, seperti pada
talasemia (penyakit hemoglobin abnormal congenital).

Sedangkan klasifikasi anemia menurut etiologinya adalah :


1. Anemia Pasca Perdarahan (Post Hemorrhagic)
Anemia Karena Perdarahan Hebat adalah berkurangnya jumlah sel
darah merah atau jumlah hemoglobin (protein pengangkut oksigen) yang
disebabkan oleh perdarahan hebat.
Jika kehilangan darah, tubuh dengan segera menarik cairan dari
jaringan diluar pembuluh darah sebagai usaha untuk menjaga agar
pembuluh darah tetap terisi. Akibatnya darah menjadi lebih encer dan
persentase sel darah merah berkurang. Pada akhirnya, peningkatan
pembentukan sel darah merah akan memperbaiki anemia. Tetapi pada
awalnya anemia bisa sangat berat, terutama jika timbul dengan segera
karena kehilangan darah yang tiba-tiba, seperti yang terjadi pada :
∗ Kecelakaan
∗ Pembedahan
∗ Persalinan
∗ Pecahnya pembuluh darah.
Yang lebih sering terjadi adalah perdarahan menahun (terus menerus
atau berulang-ulang), yang bisa terjadi pada berbagai bagian tubuh:
∗ Perdarahan hidung dan wasir : jelas terlihat
∗ Perdarahan pada tukak lambung dan usus kecil atau polip dan
kanker usus besar) : mungkin tidak terlihat dengan jelas karena
jumlah darahnya sedikit dan tidak tampak sebagai darah yang
merah di dalam tinja; jenis perdarahan ini disebut perdarahan
tersembunyi
∗ Perdarahan karena tumor ginjal atau kandung kemih ; bisa
menyebabkan ditemukannya darah dalam air kemih
∗ Perdarahan menstruasi yang sangat banyak.
Gejala
Hilangnya sejumlah besar darah secara mendadak dapat
menyebabkan 2 masalah:
a. Tekanan darah menurun karena jumlah cairan di dalam pembuluh
darah berkurang
b. Pasokan oksigen tubuh menurun karena jumlah sel darah merah yang
mengangkut oksigen berkurang.
Kedua masalah tersebut bisa menyebabkan serangan jantung, stroke
atau kematian. Anemia yang disebabkan oleh perdarahan bisa bersifat
ringan sampai berat, dan gejalanya bervariasi. Anemia bisa tidak
menimbulkan gejala atau bisa menyebabkan:
∗ Pingsan
∗ Pusing
∗ Haus
∗ Berkeringat
∗ Denyut nadi yang lemah dan cepat
∗ Pernafasan yang cepat
Penderita sering mengalami pusing ketika duduk atau berdiri
(hipotensi ortostatik). Anemia juga bisa menyebabkan kelelahan yang luar
biasa, sesak nafas, nyeri dada dan jika sangat berat bias menyebabkan
kematian. Berat ringannya gejala ditentukan oleh kecepatan hilangnya
darah dari tubuh. Jika darah hilang dalam waktu yang singkat (dalam
beberapa jam atau kurang), kehilangan sepertiga dari volume darah tubuh
bisa berakibat fatal. Jika darah hilang lebih lambat (dalam beberapa hari,
minggu atau lebih lama lagi), kehilangan sampai dua pertiga dari volume
darah tubuh bisa hanya menyebabkan kelelahan dan kelemahan atau tanpa
gejala sama sekali.
Penatalaksanaan
Pengobatan tergantung kepada kecepatan hilangnya darah dan
beratnya anemia yang terjadi. Satu-satunya pengobatan untuk kehilangan
darah dalam waktu yang singkat atau anemia yang berat adalah transfusi
sel darah merah. Selain itu, sumber perdarahan harus ditemukan dan
perdarahan harus dihentikan. Jika darah hilang dalam waktu yang lebih
lama atau anemia tidak terlalu berat, tubuh bisa menghasilkan sejumlah sel
darah merah yang cukup untuk memperbaiki anemia tanpa harus menjalani
transfusi. Zat besi yang diperlukan untuk pembentukan sel darah merah
juga hilang selama perdarahan. Karena itu sebagian besar penderita
anemia juga mendapatkan tambahan zat besi, biasanya dalam bentuk
tablet.
2. Anemia Hemolitik
Anemia Hemolitik adalah anemia yang terjadi karena meningkatnya
penghancuran sel darah merah. Dalam keadaan normal, sel darah merah
mempunyai waktu hidup 120 hari. Jika menjadi tua, sel pemakan dalam
sumsum tulang, limpa dan hati dapat mengetahuinya dan merusaknya. Jika
suatu penyakit menghancurkan sel darah merah sebelum waktunya
(hemolisis), sumsum tulang berusaha menggantinya dengan mempercepat
pembentukan sel darah merah yang baru, sampai 10 kali kecepatan
normal. Jika penghancuran sel darah merah melebihi pembentukannya,
maka akan terjadi anemia hemolitik.
Beberapa etiologi dari anemia hemolitik meliputi:
Pembesaran Limpa
Ketika terjadi pembesaran, limpa cenderung menangkap dan
menghancurkan sel darah merah; membentuk suatu lingkaran setan, yaitu
semakin banyak sel yang terjebak, limpa semakin membesar dan semakin
membesar limpa, semakin banyak sel yang terjebak. Anemia yang
disebabkan oleh pembesaran limpa biasanya berkembang secara perlahan
dan gejalanya cenderung ringan.
Pembesaran limpa juga seringkali menyebabkan berkurangnya
jumlah trombosit dan sel darah putih. Pengobatan biasanya ditujukan
kepada penyakit yang menyebabkan limpa membesar. Kadang anemianya
cukup berat sehingga perlu dilakukan pengangkatan limpa (splenektomi).
Kerusakan Mekanik Sel Darah Merah
Dalam keadaan normal, sel darah merah berjalan di sepanjang
pembuluh darah tanpa mengalami gangguan. Tetapi secara mekanik sel
darah merah bisa mengalami kerusakan karena adanya kelainan pada
pembuluh darah (misalnya suatu aneurisma), katup jantung buatan atau
karena tekanan darah yang sangat tinggi. Kelainan tersebut bisa
menghancurkan sel darah merah dan menyebabkan sel darah merah
mengeluarkan isinya ke dalam darah. Pada akhirnya ginjal akan menyaring
bahan-bahan tersebut keluar dari darah, tetapi mungkin saja ginjal
mengalami kerusakan oleh bahan-bahan tersebut.
Jika sejumlah sel darah merah mengalami kerusakan, maka akan
terjadi anemia hemolitik mikroangiopati. Diagnosis ditegakkan bila
ditemukan pecahan dari sel darah merah pada pemeriksaan contoh darah
dibawah mikroskop. Penyebab dari kerusakan ini dicari dan jika mungkin,
diobati.
Reaksi Autoimun
Jika suatu reaksi autoimun ditujukan kepada sel darah merah, akan
terjadi anemia hemolitik autoimun. Anemia hemolitik autoimun memiliki
banyak penyebab, tetapi sebagian besar penyebabnya tidak diketahui
(idiopatik). Diagnosis ditegakkan jika pada pemeriksaan laboratorium
ditemukan antibodi (autoantibodi) dalam darah, yang terikat dan bereaksi
terhadap sel darah merah sendiri. Anemia hemolitik autoimun dibedakan
dalam dua jenis utama, yaitu anemia hemolitik antibodi hangat (paling
sering terjadi) dan anemia hemolitik antibodi dingin.
a. Anemia Hemolitik Antibodi Hangat
Anemia hemolitik antibodi hangat adalah suatu keadaan dimana
tubuh membentuk autoantibodi yang bereaksi terhadap sel darah merah
pada suhu tubuh. Autoantibodi ini melapisi sel darah merah, yang
kemudian dikenalinya sebagai benda asing dan dihancurkan oleh sel
perusak dalam limpa atau kadang dalam hati dan sumsum tulang.
Penyakit ini lebih sering terjadi pada wanita. Sepertiga penderita
anemia jenis ini menderita suatu penyakit tertentu (misalnya limfoma,
leukemia atau penyakit jaringan ikat, terutama lupus eritematosus
sistemik) atau telah mendapatkan obat tertentu, terutama metildopa.
Gejalanya seringkali lebih buruk daripada yang diperkirakan,
mungkin karena anemianya berkembang sangat cepat. Limpa biasanya
membesar, sehingga bagian perut atas sebelah kiri bisa terasa nyeri atau
tidak nyaman.
Pengobatan tergantung dari penyebabnya. Jika penyebabnya tidak
diketahui, diberikan kortikosteroid (misalnya prednison) dosis tinggi,
awalnya melalui intravena, selanjutnya peroral. Sekitar sepertiga penderita
memberikan respon yang baik terhadap pengaobatan tersebut. Penderita
lainnya mungkin memerlukan pembedahan untuk mengangkat limpa, agar
limpa berhenti menghancurkan sel darah merah yang terbungkus oleh
autoantibodi.
Pengangkatan limpa berhasil mengendalikan anemia pada sekitar
50% penderita. Jika pengobatan ini gagal, diberikan obat yang menekan
sistem kekebalan (misalnya siklosporin dan siklofosfamid). Transfusi
darah dapat menyebabkan masalah pada penderita anemia hemolitik
autoimun.
b. Anemia Hemolitik Antibodi Dingin
Anemia hemolitik antibodi dingin adalah suatu keadaan dimana
tubuh membentuk autoantibodi yang bereaksi terhadap sel darah merah
dalam suhu ruangan atau dalam suhu yang dingin. Anemia jenis ini dapat
berbentuk akut atau kronik.
Bentuk yang akut sering terjadi pada penderita infeksi akut, terutama
pneumonia tertentu atau mononukleosis infeksiosa. Bentuk akut biasanya
tidak berlangsung lama, relatif ringan dan menghilang tanpa pengobatan.
Bentuk yang kronik lebih sering terjadi pada wanita, terutama penderita
reumatik atau artritis yang berusia diatas 40 tahun.
Bentuk yang kronik biasanya menetap sepanjang hidup penderita,
tetapi sifatnya ringan dan kalaupun ada, hanya menimbulan sedikit gejala.
Cuaca dingin akan meningkatkan penghancuran sel darah merah,
memperburuk nyeri sendi dan bisa menyebabkan kelelahan dan sianosis
(tampak kebiruan) pada tangan dan lengan.
Penderita yang tinggal di daerah bercuaca dingin memiliki gejala
yang lebih berat dibandingkan dengan penderita yang tinggal di iklim
hangat.
Diagnosis ditegakkan jika pada pemeriksaan laboratorium ditemukan
antibodi pada permukaan sel darah merah yang lebih aktif pada suhu yang
lebih rendah dari suhu tubuh.
Tidak ada pengobatan khusus, pengobatan ditujukan untuk
mengurangi gejala-gejalanya. Bentuk akut yang berhubungan dengan
infeksi akan membaik degnan sendirinya dan jarang menyebabkan gejala
yang serius. Menghindari cuaca dingin bisa mengendalikan bentuk yang
kronik.
Hemoglobinuria Paroksismal Nokturnal.
Hemoglobinuria paroksismal nokturnal adalah anemia hemolitik
yang jarang terjadi, yang menyebabkan serangan mendadak dan berulang
dari penghancuran sel darah merah oleh sistem kekebalan.
Penghancuran sejumlah besar sel darah merah yang terjadi secara
mendadak (paroksismal), bisa terjadi kapan saja, tidak hanya pada malam
hari (nokturnal), menyebabkan hemoglobin tumpah ke dalam darah. Ginjal
menyaring hemoglobin, sehingga air kemih berwarna gelap
(hemoglobinuria).
Anemia ini lebih sering terjadi pada pria muda, tetapi bisa terjadi
kapan saja dan pada jenis kelamin apa saja. Penyebabnya masih belum
diketahui. Penyakit ini bisa menyebabkan kram perut atau nyeri punggung
yang hebat dan pembentukan bekuan darah dalam vena besar dari perut
dan tungkai. Diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan laboratorium yang
bisa menemukan adanya sel darah merah yang abnormal, khas untuk
penyakit ini. Untuk meringankan gejala diberikan kortikosteroid (misalnya
prednison).
Penderita yang memiliki bekuan darah mungkin memerlukan
antikoagulan (obat yang mengurangi kecenderungan darah untuk
membeku, misalnya warfarin). Transplantasi sumsum tulang bisa
dipertimbangkan pada penderita yang menunjukkan anemia yang sangat
berat.
Gejala
Gejala dari anemia hemolitik mirip dengan anemia yang lainnya.
Kadang-kadang hemolisis terjadi secara tiba-tiba dan berat, menyebabkan
krisis hemolitik, yang ditandai dengan:
∗ Demam
∗ Menggigil
∗ Nyeri punggung dan nyeri lambung
∗ Perasaan melayang
∗ Penurunan tekanan darah yang berarti.
∗ Sakit kuning (jaundice) dan air kemih yang berwarna gelap
Hal ini bisa terjadi karena bagian dari sel darah merah yang hancur
masuk ke dalam darah. Limpa membesar karena menyaring sejumlah
besar sel darah merah yang hancur, kadang menyebabkan nyeri
perut. Hemolisis yang berkelanjutan bisa menyebabkan batu empedu
yang berpigmen, dimana batu empedu berwarna gelap yang berasal
dari pecahan sel darah merah.
Sferositosis Herediter
Sferositosis Herediter adalah penyakit keturunan dimana sel darah
merah berbentuk bulat. Sel darah merah yang bentuknya berubah dan kaku
terperangkap dan dihancurkan dalam limpa menyebabkan anemia dan
pembesaran limpa. Anemia biasanya ringan, tetapi bisasemakin berat jika
terjadi infeksi.
∗ Jika penyakit ini berat, bisa terjadi:
∗ sakit kuning (jaundice)
∗ anemia
∗ pembesaran hati
∗ pembentukan batu empedu.
Pada dewasa muda, penyakit ini sering dikelirukan sebagai hepatitis.
Bisa terjadi kelainan bentuk tulang, seperti tulang tengkorak yang
berbentuk seperti mnara dan kelebihan jari tangan dan kaki. Biasanya tidak
diperlukan pengobatan, tetapi anemia yang berat mungkin memerlukan
tindakan pengangkatan limpa. Tindakan ini tidak memperbaiki bentuk sel
darah merah, tetapi mengurangi jumlah sel yang dihancurkan dan karena
itu memperbaiki anemia.
Eliptositosis Herediter
Eliptositosis Herediter adalah penyakit yang jarang terjadi, dimana
sel darah merah berbentuk oval atau elips. Penyaki ini kadang
menyebabkan anemia ringan, tetapi tidak memerlukan pengobatan. Pada
anemia yang berat mungkin perlu dilakukan pengangkatan limpa.
Defisiensi G6PD
Kekurangan G6PD adalah suatu penyakit dimana enzim G6PD
(glukosa 6 fosfat dehidrogenase) hilang dari selaput sel darah merah.
Enzim G6PD membantu mengolah glukosa (gula sederhana yang
merupakan sumber energi utama untuk sel darah merah) dan membantu
menghasilkan glutation (mencegah pecahnya sel). Penyakit keturunan ini
hampir selalu menyerang pria. Beberapa penderita yang mengalami
kekurangan enzim G6PD tidak pernah menderita anemia.
∗ Hal-hal yang bisa memicu penghancuran sel darah merah,
yaitu:
∗ Demam
∗ infeksi virus atau bakteri
∗ krisis diabetes
∗ bahan tertentu (misalnya aspirin, vitamin K dan
kacang merah) bisa menyebabkan anemia.
Anemia bisa dicegah dengan menghindari hal-hal tersebut. Tidak ada
pengobatan yang dapat menyembuhkan kekurangan G6PD.

THALASSEMIA
Thalassemia adalah sekelompok penyakit keturunan yang merupakan
akibat dari ketidakseimbangan pembuatan salah satu dari keempat rantai
asam amino yang membentuk hemoglobin.
Etiologi
Ketidakseimbangan dalam rantai protein globin alfa dan beta, yang
diperlukan dalam pembentukan hemoglobin, disebabkan oleh sebuah gen
cacat yang diturunkan. Untuk menderita penyakit ini, seseorang harus
memiliki 2 gen dari kedua orang tuanya. Jika hanya 1 gen yang
diturunkan, maka orang tersebut hanya menjadi pembawa tetapi tidak
menunjukkan gejala-gejala dari penyakit ini.
Thalasemia digolongkan bedasarkan rantai asam amino yang terkena.
2 jenis yang utama adalah Alfa-thalassemia (melibatkan rantai alfa) dan
Beta-thalassemia (melibatkan rantai beta). Thalassemia juga digolongkan
berdasarkan apakah seseorang memiliki 1 gen cacat (Thalassemia minor)
atau 2 gen cacat (Thalassemia mayor). Alfa-thalassemia paling sering
ditemukan pada orang kulit hitam (25% minimal membawa 1 gen), dan
beta-thalassemia pada orang di daerah Mediterania dan Asia Tenggara. 1
gen untuk beta-thalassemia menyebabkan anemia ringan sampai sedang
tanpa menimbulkan gejala; 2 gen menyebabkan anemia berat disertai
gejala-gejala. Sekitar 10% orang yang memiliki paling tidak 1 gen untuk
alfa-thalassemia juga menderita anemia ringan.
Gejala
Semua thalassemia memiliki gejala yang mirip, tetapi beratnya
bervariasi. Sebagian besar penderita mengalami anemia yang ringan. Pada
bentuk yang lebih berat, misalnya beta-thalassemia mayor, bisa terjadi
sakit kuning (jaundice), luka terbuka di kulit (ulkus, borok), batu empedu
dan pembesaran limpa. Sumsum tulang yang terlalu aktif bisa
menyebabkan penebalan dan pembesaran tulang, terutama tulang kepala
dan wajah. Tulang-tulang panjang menjadi lemah dan mudah patah. Anak-
anak yang menderita thalassemia akan tumbuh lebih lambat dan mencapai
masa pubertas lebih lambat dibandingkan anak lainnya yang normal.
Karena penyerapan zat besi meningkat dan seringnya menjalani transfusi,
maka kelebihan zat besi bisa terkumpul dan mengendap dalam otot
jantung, yang pada akhirnya bisa menyebabkan gagal jantung.
Diagnosa
Thalassemia lebih sulit didiagnosis dibandingkan penyakit
hemoglobin lainnya. Hitung jenis darah komplit menunjukkan adanya
anemia dan rendahnya MCV (mean corpuscular volume). Elektroforesa
bisa membantu, tetapi tidak pasti, terutama untuk alfa-thalassemia. Karena
itu diagnosis biasanya berdasarkan kepada pola herediter dan pemeriksaan
hemoglobin khusus.
Terapi
Pada thalassemia yang berat diperlukan transfusi darah rutin dan
pemberian tambahan asam folat. Penderita yang menjalani transfusi, harus
menghindari tambahan zat besi dan obat-obat yang bersifat oksidatif
(misalnya sulfonamid), karena zat besi yang berlebihan bisa menyebabkan
keracunan. Pada bentuk yang sangat berat, mungkin diperlukan
pencangkokan sumsum tulang. Terapi genetik masih dalam tahap
penelitian.
Pencegahan
Pada keluarga dengan riwayat thalassemia perlu dilakukan
penyuluhan genetik untuk menentukan resiko memiliki anak yang
menderita thalassemia.
Beberapa hal yang menyebabkan penghancuran tersebut secara garis
besar dapat diklasifikasikan menjadi :
∗ Faktor intrasel
Misal talassemia, hemoglobinopatia (talassemia HbE, sickle cell
anemia), sferositos congenital, defisiensi enzim eritrosit (G-6PD,
piruvat kinase, glutation reduktase).
∗ Faktor ekstrasel
Misal intoksikasi, infeksi (malaria), imunologis (inkompabilitas
golongan darah, reaksi hemolitik pada transfusi darah).
3. Anemia Defisiensi
Anemia defisiensi adalah suatu keadaan dimana jumlah sel darah
merah kekurangan faktor pematangan eritrosit (besi, asam folat, vitamin
B12, protein, piridoksin, eritropoetin, dan sebagainya).
ANEMIA DEFISIENSI BESI
Tanpa zat gizi dan hormon pematangan darah, pembentukan sel
darah merah akan berjalan lambat dan tidak mencukupi, dan selnya bisa
memiliki kelainan bentuk dan tidak mampu mengangkut oksigen
sebagaimana mestinya.
Penyakit kronik juga bisa menyebabkan berkurangnya pembentukan
sel darah merah. Asupan normal zat besi biasanya tidak dapat
menggantikan kehilangan zat besi karena perdarahan kronik dan tubuh
hanya memiliki sejumlah kecil cadangan zat besi. Sebagai akibatnya,
kehilangan zat besi harus digantikan dengan tambahan zat besi.
Janin yang sedang berkembang menggunakan zat besi, karena itu
wanita hamil juga memerlukan tambahan zat besi. Makanan rata-rata
mengandung sekitar 6 mgram zat besi setiap 1.000 kalori, sehingga rata-
rata orang mengkonsumsi zat besi sekitar 10-12 mgram/hari. Sumber yang
paling baik adalah daging. Serat sayuran, fosfat, kulit padi (bekatul) dan
antasid mengurangi penyerapan zat besi dengan cara mengikatnya.
Vitamin C merupakan satu-satunya unsur makanan yang dapat
meningkatkan penyerapan zat besi. Tubuh menyerap sekitar 1-2 mgram
zat besi dari makanan setiap harinya, yang secara kasar sama dengan
jumlah zat besi yang dibuang dari tubuh setiap harinya. Terjadinya anemia
karena kekurangan zat besi. Anemia karena kekurangan zat besi biasanya
terjadi secara bertahap, melalui beberapa stadium.
a. Stadium 1
Kehilangan zat besi melebihi asupannya, sehingga menghabiskan
cadangan dalam tubuh, terutama di sumsum tulang. Kadar ferritin
(protein yang menampung zat besi) dalam darah berkurang secara
progresif.
b. Stadium 2.
Cadangan besi yang telah berkurang tidak dapat memenuhi
kebutuhan untuk pembentukan se darah merah, sehingga sel darah
merah yang dihasilkan jumlahnya lebih sedikit.
c. Stadium 3.
Mulai terjadi anemia. Pada awal stadium ini, sel darah merah
tampak normal, tetapi jumlahnya lebih sedikit. Kadar hemoglogin
dan hematokrit menurun.
d. Stadium 4.
Sumsum tulang berusaha untuk menggantikan kekurangan zat besi
dengan mempercepat pembelahan sel dan menghasilkan sel darah
merah dengan ukuran yang sangat kecil (mikrositik), yang khas
untuk anemia karena kekurangan zat besi.

e. Stadium 5.
Dengan semakin memburuknya kekurangan zat besi dan anemia,
maka akan timbul gejala-gejala karena kekurangan zat besi dan
gejala-gejala karena anemia semakin memburuk.
Etiologi
Tubuh mendaur ulang zat besi, yaitu ketika sel darah merah mati, zat
besi di dalamnya dikembalikan ke sumsum tulang untuk digunakan
kembali oleh sel darah merah yang baru. Tubuh kehilangan sejumlah besar
zat besi hanya ketika sel darah merah hilang karena perdarahan dan
menyebabkan kekurangan zat besi seperti epistaksis, hematemesis,
ankilostomiasis
Makanan yang mengandung sedikit zat besi bisa menyebabkan
kekurangan pada bayi dan anak kecil, yang memerlukan lebih banyak zat
besi untuk pertumbuhannya. Pada pria dan wanita pasca menopause,
kekurangan zat besi biasanya menunjukkan adanya perdarahan pada
saluran pencernaan. Pada wanita pre-menopause, kekurangan zat besi bisa
disebabkan oleh perdarahan menstruasi bulanan.
Gejala
Anemia pada akhirnya menyebabkan kelelahan, sesak nafas, kurang
tenaga dan gejala lainnya. Kekurangan zat besi memiliki gejala sendiri,
yaitu:
∗ Pika : suatu keinginan memakan zat yang bukan makanan seperti
es batu, kotoran atau kanji
∗ Glositis : iritasi lidah
∗ Keilosis : bibir pecah-pecah
∗ Koilonikia : kuku jari tangan pecah-pecah dan bentuknya seperti
sendok.
Anamnesis
1. Riwayat faktor predisposisi dan etiologi :
∗ Kebutuhan meningkat secara fisiologis
a. masa pertumbuhan yang cepat
b. menstruasi
c. infeksi kronis
a. Kurangnya besi yang diserap
i.asupan besi dari makanan tidak
adekuat
ii.malabsorpsi besi
1. Perdarahan
a. Perdar
ahan
saluran
cerna
(tukak
lambun
g,
penyak
it
Crohn,
colitis
ulserati
va)
2. Pucat, lemah, lesu, gejala pika
Diagnosis
Kadar zat besi dan transferin (protein pengangkut zat besi yang
berada di luar sel darah merah) diukur dan dibandingkan. Jika kurang dari
10% transferin yang terisi dengan zat besi, maka kemungkinan terjadi
kekurangan zat besi. Tetapi pemeriksaan yang paling sensitif untuk
kekurangan zat besi adalah pengukuran kadar ferritin (protein yang
menampung zat besi).
Kadar ferritin yang rendah menunjukkan kekurangan zat besi. Tetapi
kadang kadar ferritin normal atau tinggi walaupun terdapat kekurangan zat
besi karena feritin kadarnya bisa meningkat pada kerusakan hati,
peradangan, infeksi atau kanker. Kadang diperlukan pemeriksaan yang
lebih memuaskan untuk menegakkan diagnosis. Pemeriksan yang paling
khusus adalah pemeriksaan sumsum tulang, dimana contoh dari sel
diperiksa dibawah mikroskop untuk menentukan kandungan zat besinya.
Pada pemeriksaan laboratorium Kadar Hb<10 g%, MCV<79Cm,
MHCV<32%, mikrositik, hipokromik, poikilositosis, sel target. Kurve
price jones bergeser ke kiri. Leukosit dan trombisit normal. Pemeriksaan
sumsum tulang menunnjukan sistem eritropoetik hiperaktiv dengan sel
normoblas polikromatofil yang predominan. Dengan demikian terjadi
maturation arrest pada tingkat normoblas polikromatofil. Dengan
pewarnaan khusus dapat di buktikan tidak terdapat besi dalam sumsum
tulang.
Serum iron (SSI) merendah dan iron binding capacity (IBC)
meningkat (kecuali pada MEP, SI, IBC rendah.
Diagnosa Banding
Anemia hipokromik mikrositik :
• Thalasemia (khususnya thallasemia minor) :
• Hb A2 meningkat

• Feritin serum dan timbunan Fe tidak turun


• Anemia karena infeksi menahun :
• biasanya anemia normokromik normositik. Kadang-kadang
terjadi anemia hipokromik mikrositik
• Feritin serum dan timbunan Fe tidak turun
• Keracunan timah hitam (Pb)
• terdapat gejala lain keracunan P

• Anemia sideroblastik :
• terdapat ring sideroblastik pada pemeriksaan sumsum tulang
Terapi
Langkah pertama adalah menentukan sumber dan menghentikan
perdarahan, karena perdarahan merupakan penyebab paling sering dari
kekurangan zat besi. Mungkin diperlukan obat-obatan atau pembedahan
untuk:
∗ Mengendalikan perdarahan menstruasi yang sangat banyak
∗ Memperbaiki tukak yang mengalami perdarahan
∗ Mengangkat polip dari usus besar
∗ Mengatasi perdarahan dari ginjal.
Biasanya juga diberikan tambahan zat besi. Sebagian besar tablet
zat besi mengandung ferosulfat, besi glukonat atau suatu polisakarida.
Tablet besi akan diserap dengan maksimal jika diminum 30 menit sebelum
makan. Biasanya cukup diberikan 1 tablet/hari, kadang diperlukan 2 tablet.
Kemampuan usus untuk menyerap zat besi adalah terbatas, karena itu
pemberian zat besi dalam dosis yang lebih besar adalah sia-sia dan
kemungkinan akan menyebabkan gangguan pencernaan dan sembelit. Zat
besi hampir selalu menyebabkan tinja menjadi berwarna hitam, dan ini
adalah efek samping yang normal dan tidak berbahaya. Biasanya
diperlukan waktu 3-6 minggu untuk memperbaiki anemia karena
kekurangan zat besi, meskipun perdarahan telah berhenti. Jika anemia
sudah berhasil diperbaiki, penderita harus melanjutkan minum tablet besi
selama 6 bulan untuk mengembalikan cadangan tubuh.
Pemeriksaan darah biasanya dilakukan secara rutin untuk
meyakinkan bahwa pasokan zat besi mencukupi dan perdarahan telah
berhenti. Kadang zat besi harus diberikan melalui suntikan. Hal ini
dilakukan pada penderita yang tidak dapat mentoleransi tablet besi atau
penderita yang terus menerus kehilangan sejumlah besar darah karena
perdarahan yang berkelanjutan. Waktu penyembuhan dari anemia yang
diobati dengan tablet besi maupun suntikan adalah sama.
Pencegahan
Lebih banyak mengkonsumsi daging, hati dan kuning telur; juga
tepung, roti dan gandum yang telah diperkaya dengan zat besi. Jika
makanan sehari-hari sedikit mengandung zat besi, maka harus diberikan
tablet besi.
Pemeriksaan Fisis
a. Anemis, tidak disertai ikterus, organomegali dan limphadenopati
b. Stomatitis angularis, atrofi papil lidah
c. Takikardi, murmur sistolik dengan atau tanpa pembesaran
jantung
Pemeriksaan Penunjang
1. Hemoglobin, Hct dan indeks eritrosit (MCV, MCH, MCHC)
menurun
2. Hapus darah tepi menunjukkan hipokromik mikrositik
3. Kadar besi serum (SI) menurun dan TIBC meningkat, saturasi
menurun
4. Kadar feritin menurun dan kadar Free Erythrocyte Porphyrin (FEP)
meningkat
5. Sumsum tulang : aktifitas eritropoitik meningkat
PENATALAKSANAAN
Medikamentosa
Pemberian preparat besi (ferosulfat/ferofumarat/feroglukonat) dosis
4-6 mg besi elemental/kg BB/hari dibagi dalam 3 dosis, diberikan di antara
waktu makan. Preparat besi ini diberikan sampai 2-3 bulan setelah kadar
hemoglobin normal. Asam askorbat 100 mg/15 mg besi elemental (untuk
meningkatkan absorbsi besi).
Bedah
Untuk penyebab yang memerlukan intervensi bedah seperti
perdarahan karena diverticulum Meckel.
Suportif
Makanan gizi seimbang terutama yang mengandung kadar besi tinggi
yang bersumber dari hewani (limfa, hati, daging) dan nabati (bayam,
kacang-kacangan)
Lain-lain (rujukan subspesialis, rujukan spesialisasi lainnya )
Ke sub bagian terkait dengan etiologi dan komplikasi (Gizi, Infeksi,
Pulmonologi, Gastro-Hepatologi, Kardiologi )
PEMANTAUAN
Terapi
1. Periksa kadar hemoglobin setiap 2 minggu
2. Kepatuhan orang tua dalam memberikan obat
3. Gejala sampingan pemberian zat besi yang bisa
berupa gejala gangguan gastro-intestinal
misalnya konstipasi, diare, rasa terbakar di ulu
hati, nyeri abdomen dan mual. Gejala lain dapat
berupa pewarnaan gigi yang bersifat sementara.
Tumbuh Kembang
1. Penimbangan berat badan setiap bulan
2. Perubahan tingkah laku
3. Daya konsentrasi dan kemampuan belajar pada
anak usia sekolah dengan konsultasi ke ahli
psikologi
4. Aktifitas motorik
Langkah Promotif/Preventif
Upaya penanggulangan diprioritaskan pada kelompok rawan yaitu
balita, anak usia sekolah, ibu hamil dan menyusui, wanita usia subur
termasuk remaja putri dan pekerja wanita. Upaya pencegahan efektif untuk
menanggulangi adalah dengan pola hidup sehat dan upaya-upaya
pengendalian faktor penyebab dan predisposisi terjadinya yaitu berupa
penyuluhan kesehatan, memenuhi kebutuhan zat besi pada masa
pertumbuhan cepat, infeksi kronis/berulang pemberantasan penyakit
cacing dan fortifikasi besi.
ANEMIA DEFISIENSI VITAMIN B12
Anemia Defisiensi Vitamin B12 (anemia pernisiosa) adalah anemia
megaloblastik yang disebabkan oleh kekurangan vitamin B12. Selain zat
besi, sumsum tulang memerlukan vitamin B12 dan asam folat untuk
menghasilkan sel darah merah. Jika kekurangan salah satu darinya, bisa
terjadi anemia megaloblastik.
Pada anemia jenis ini, sumsum tulang menghasilkan sel darah merah
yang besar dan abnormal (megaloblas). Sel darah putih dan trombosit juga
biasanya abnormal. Anemia megaloblastik paling sering disebabkan oleh
kekurangan vitamin B12 dan asam folat dalam makanan atau
ketidakmampuan untuk menyerap vitamin tersebut. Kadang anemia ini
disebabkan oleh obat-obat tertentu yang digunakan untuk mengobati
kanker (misalnya metotreksat, hidroksiurea, fluorourasil dan sitarabin)
Etiologi
Penyerapan yang tidak adekuat dari vitamin B12 (kobalamin)
menyebabkan anemia pernisiosa. Vitamin B12 banyak terdapat di dalam
daging dan dalam keadaan normal telah diserap di bagian akhir usus halus
yang menuju ke usus besar (ilium). Supaya dapat diserap, vitamin B12
harus bergabung dengan faktor intrinsik (suatu protein yang dibuat di
lambung), yang kemudian mengangkut vitamin ini ke ilium, menembus
dindingnya dan masuk ke dalam aliran darah. Tanpa faktor intrinsik,
vitamin B12 akan tetap berada dalam usus dan dibuang melalui tinja.
Pada anemia pernisiosa, lambung tidak dapat membentuk faktor
intrinsik, sehingga vitamin B12 tidak dapat diserap dan terjadilah anemia,
meskipun sejumlah besar vitamin dikonsumsi dalam makanan sehari-hari.
Tetapi karena hati menyimpan sejumlah besar vitamin B12, maka anemia
biasanya tidak akan muncul sampai sekitar 2-4 tahun setelah tubuh
berhenti menyerap vitamin B12. Selain karena kekurangan faktor intrinsik,
penyebab lainnya dari kekurangan vitamin B12 adalah :
a. Pertumbuhan bakteri abnormal dalam usus
halus yang menghalangi penyerapan vitamin
B12
b. Penyakit tertentu (misalnya penyakit Crohn)
c. Pengangkatan lambung atau sebagian dari
usus halus dimana vitamin B12 diserap
d. Vegetarian.
Gejala
Selain mengurangi jumlah pembentukan sel darah merah,
kekurangan vitamin B12 juga mempengaruhi sistem saraf dan
menyebabkan:
a. Kesemutan di tangan dan kaki
b. Hilangnya rasa di tungkai, kaki dan tangan
c. Pergerakan yang kaku.
d. Buta warna tertentu, termasuk warna kuning dan biru
e. Luka terbuka di lidah atau lidah seperti terbakar
f. Penurunan berat badan
g. Warna kulit menjadi lebih gelap
h. Linglung
i. Depresi
j. Penurunan fungsi intelektual.
Diagnosa
Biasanya, kekurangan vitamin B12 terdiagnosis pada pemeriksaan
darah rutin untuk anemia. Pada contoh darah yang diperiksa dibawah
mikroskop, tampak megaloblas (sel darah merah berukuran besar). Juga
dapat dilihat perubahan sel darah putih dan trombosit, terutama jika
penderita telah menderita anemia dalam jangka waktu yang lama. Jika
diduga terjadi kekurangan, maka dilakukan pengukuran kadar vitamin B12
dalam darah. Jika sudah pasti terjadi kekurangan vitamin B12, bisa
dilakukan pemeriksaan untuk menentukan penyebabnya.
Biasanya pemeriksaan dipusatkan kepada faktor intrinsik :
Contoh darah diambil untuk memeriksa adanya antibodi terhadap
faktor intrinsik. Biasanya antibodi ini ditemukan pada 60-90% penderita
anemia pernisiosa.
Pemeriksaan yang lebih spesifik, yaitu analisa lambung.
Dimasukkan sebuah selang kecil (selang nasogastrik) melalui hidung,
melewati tenggorokan dan masuk ke dalam lambung. Lalu disuntikkan
pentagastrin (hormon yang merangasang pelepasan faktor intrinsik) ke
dalam sebuah vena. Selanjutnya diambil contoh cairan lambung dan
diperiksa untuk menemukan adanya faktor intrinsik.
Jika penyebabnya masih belum pasti, bisa dilakukan tes Schilling.
Diberikan sejumlah kecil vitamin B12 radioaktif per-oral (ditelan) dan
diukur penyerapannya. Kemudian diberikan faktor intrinsik dan vitamin
B12, lalu penyerapannya diukur kembali. Jika vitamin B12 diserap dengan
faktor intrinsik, tetapi tidak diserap tanpa faktor intrinsik, maka
diagnosisnya pasti anemia pernisiosa.
Terapi
Pengobatan kekurangan vitamin B12 atau anemia pernisiosa adalah
pemberian vitamin B12. Sebagian besar penderita tidak dapat menyerap
vitamin B12 per-oral (ditelan), karena itu diberikan melalui suntikan. Pada
awalnya suntikan diberikan setiap hari atau setiap minggu, selama
beberapa minggu sampai kadar vitamin B12 dalam darah kembali normal.
Selanjutnya suntikan diberikan 1 kali/bulan. Penderita harus
mengkonsumsi tambahan vitamin B12 sepanjang hidupnya.
Pencegahan
Jika penyebabnya adalah asupan yang kurang, maka anemia ini bisa
dicegah melalui pola makanan yang seimbang.
ANEMIA DEFISIENSI ASAM FOLAT
Anemia Defisiensi Asam Folat adalah suatu anemia megaloblastik
yang disebabkan kekurangan asam folat. Asam folat adalah vitamin yang
terdapat pada sayuran mentah, buah segar dan daging; tetapi proses
memasak biasanya dapat merusak vitamin ini. Karena tubuh hanya
menyimpan asam folat dalam jumlah kecil, maka suatu makanan yang
sedikit mengandung asam folat, akan menyebabkan kekurangan asam folat
dalam waktu beberapa bulan.
Etiologi
Kekurangan asam folat lebih sering terjadi dunia Barat dibandingkan
dengan kekurangan vitamin B12, karena disana orang tidak cukup
memakan sayuran berdaun yang mentah.
a. Penderita penyakit usus halus tertentu,
terutama penyakit Crohn dan sprue, karena
terjadi gangguan penyerapan asam folat.
b. Obat anti-kejang tertentu dan pil KB, karena
mengurangi penyerapan asam folat
c. Wanita hamil dan wanita menyusui, serta
penderita penyakit ginjal yang menjalani
hemodialisa, karena kebutuhan akan asam
folat meningkat
d. Peminum alkohol, karena alkohol
mempengaruhi penyerapan dan metabolisme
asam folat
Gejala
Orang yang mengalami kekurangan asam folat akan menderita
anemia. Bayi, tetapi bukan orang dewasa, bisa memiliki kelainan
neurologis. Kekurangan asam folat pada wanita hamil bisa menyebabkan
terjadinya cacat tulang belakang (korda spinalis) dan kelainan bentuk
lainnya pada janin.
Diagnosa
Pada pemeriksaan apus darah tepi dibawah mikroskop akan
ditemukan megaloblas (sel darah merah berukuran besar). Jika ditemukan
megaloblas (sel darah merah berukuran besar) pada seorang penderita
anemia, maka dilakukan pengukuran kadar asam folat dalam darah.
Pada pemeriksaan laboratorium kadar hemoglobin rendah dan
gambaran darah tepi makrositik (MCV lebih dari 96 Cm), serta terdapat
hipersegmentasi neutrofil. Aktivitas asam folat dalam serum rendah
( normal 2,1-2,8 ng/ml) dan bila aktivitas asam folat lebih rendah dari 3
ng/ml, maka pemeriksaan FIGLU dalam urine akan positif. Gambaran
sumsum tulang memperlihatkan eritropoetik yang megaloblastik,
granulopoetik, dan trombopoetik menunjukkan hipersegmentasi dan sel
raksasa.

Terapi
Diberikan tablet asam folat 1 kali/hari. Penderita yang mengalami
gangguan penyerapan asam folat, harus mengkonsumsi tablet asam folat
sepanjang hidupnya.
Pencegahan
Menambah asupan makanan yang banyak mengandung asam folat.
Untuk mencegah kekurangan asam folat pada kehamilan, maka wanita
hamil dianjurkan untuk mengkonsumsi tablet asam folat.
ANEMIA KARENA PENYAKIT KRONIS
Penyakit kronik sering menyebabkan anemia, terutama pada
penderita usia lanjut. Keadaan-keadaan seperti infeksi, peradangan dan
kanker, menekan pembentukan sel darah merah di sumsum tulang. Karena
cadangan zat besi di dalam tulang tidak dapat digunakan oleh sel darah
merah yang baru, maka anemia ini sering disebut anemia anemia
penggunaan ulang zat besi.
Etiologi
Pada semua penderita, infeksi (bahkan infeksi yang ringan) dan
peradangan (misalnya artritis dan tendinitis) menghambat pembentukan sel
darah merah dalam sumsum tulang, sehingga jumlah sel darah merah
berkurang. Tetapi keadaan tersebut baru akan menimbulkan anemia jika
sifatnya berat atau berlangsung dalam waktu yang lama (kronik).
Gejala
Karena anemia jenis ini berkembang secara perlahan dan biasanya
ringan, anemia ini biasanya tidak menimbulkan gejala. Kalaupun timbul
gejala, biasanya merupakan akibat dari penyakit kroniknya, bukan karena
anemianya.
Diagnosa
Pemeriksaan laboratorium bisa menentukan bahwa penyebab dari
anemia adalah penyakit kronik, tetapi hal ini tidak dapat memperkuat
diagnosis. Karena itu yang pertama kali dilakukan adalah menyingkirkan
penyebab anemia lainnya, seperti perdarahan hebat atau kekurangan zat
besi. Semakin berat penyakitnya, maka akan semakin berat anemia yang
terjadi; tetapi anemia karena penyakit kronik jarang yang menjadi sangat
berat :
a. Hematokrit (persentase sel darah merah dalam darah) jarang
sampai dibawah 25% (pada pria normal 45-52%, pada wanita
normal 37-48%)
b. Hemoglobin (jumlah protein pengangkut oksigen dalam sel darah
merah) jarang sampai dibawah 8 gram/dL (normal 13-18 gram/dL).
Terapi
Tidak ada pengobatan khusus untuk anemia jenis ini, sehingga
pengobatan ditujukan kepada penyakit kronik penyebabnya.
Mengkonsumsi tambahan zat besi tidak banyak membantu. Jika anemia
menjadi berat, mungkin diperlukan transfusi atau eritropoietin (hormon
yang merangsang pembentukan sel darah merah di sumsum tulang).

Pencegahan
Dengan mengobati penyakit kroniknya, maka bisa dicegah
terjadinya anemia. Penyakit Crohn sulit diobati, sehingga penderitanya
bisa mengalami anemia yang hilang timbul, tergantung keadaan penderita.
4. Anemia Aplastik
Anemia aplastik terjadi bila sel yang memproduksi butir darah
merah (terletak pada sumsum tulang belakang) tidak dapat menjalankan
tugasnya. Hal ini dapat terjadi karena infeksi virus, radiasi, kemoterapi
atau obat tertentu.
Patofisiologi
1. Defek sel induk hematopoetik
2. Defek lingkungan mikro sumsum tulang
3. Proses imunologi
Anemia aplastik merupakan suatu gangguan yang mengancam jiwa
pada sel induk di sumsum tulang, yang sel darahnya diproduksi dalam
jumlah yang tidak mencukupi. Anemia aplastik dapat kongenital idiopatik
(penyebabnya tidak diketahui) atau sekunder akibat penyebab-penyebab
industri atau virus. Individu dengan anemia aplastik mengalami
pensitopenia atau kekurangan semua jenis sel-sel darah.
Secara morfologis sel darah merah terlihat rendah atau tidak ada,
dan biopsi sumsum tulang menunjukkan keadaan yang disebut pungsi
kering dengan hipoplasi nyata dan penggantian dengan jaringan lemak.
Pada sumsum tulang tidak dijumpai sel-sel abnormal. kompleks gejala
anemia aplastik disebabkan oleh derajat pansitopenia. tanda dan gejala
meliputi anemia disertai dengan kelelahan, kelemahan, napas pendek saat
latihan fisik.
Tanda-tanda dan gejala lain diakibatkan oleh defisiensi trombosit
dan sel-sel darah putih. Defisiensi trombosit dapat menyebabkan ekimosis
dan petekie (perdarahan di dalam kulit), epistaksis (perdarahan hidung),
perdarahan saluran cerna, perdarahan saluran kemih dan kelamin,
perdarahan sistem saraf pusat. Defisiensi sel darah putih meningkatkan
kerentanan dan keparahan infeksi, termasuk infeksi bakteri, virus, dan
jamur. Aplasia berat disertai penurunan atau tidak adanya retikulosit,
jumlah granulosit kurang dari 500/mm3 dan jumlah trombosit kurang dari
20.000 menyebabkan kematian akibat infeksi.
Pengaruh obat-obat pada sumsum tulang diduga sebagai berikut :
a. Penekanan bergantung dosis obat, reversible dan dapat diduga
sebelumnya (obat-obat anti tumor)
b. Penekanan bergantung dosis, reversible, tetapi tidak dapat diduga
sebelumnya.
c. Penekanan tidak bergantung dosis obat (idiosinkrasi)
Microenvironment :
Kelainan microenvironmet memegang peranan terjadinya anemia
aplastik. Akibat radiasi, pemakaian kemoterapi yang lama atau dosis
tinggi, dapat menyebabkan microarchitecture mengalami sembab yang
fibrinus dan infiltrasi sel. Faktor humoral misalnya eritropoitin, ternyata
tidak mengalami penurunan.
Cell Inhibitors :
Pada beberapa penderita anemia aplastik, dapat dibuktikan adanya
T-limfosit yang menghambat pertumbuhan sel-sel sumsum tulang pada
biakan.
Gejala Klinis
Gejala-gejala timbul sebagai akibat dari :
a. Anemia : pucat, lemah, mudah lelah, dan berdebar-debar.
b. Leukopenia ataupun granulositopenia : infeksi bakteri,
virus, jamur, dan kuman patogen lain.
c. Trombositopenia : perdarahan seperti petekia, ekimosa,
epistaksis, perdarahan gusi dan lain-lain.
Hepatosplenomegali dan limfadenopati tidak lazim ditemukan pada
anemia aplastik.
Pemeriksaan dan Diagnosis
Kriteria anemia aplastik yang berat
Darah tepi :
Granulosit < 500/mm3
Trombosit < 20.000/mm3
Retikulosit < 1,0%
Sumsum tulang :
Hiposeluler < 25%
Diagnosis Banding
a. Leukemia akut
b. Sindroma Fanconi : anemia aplastik konstitusional
dengan anomali kongenital.
c. Anemia Ekstren-Damashek : anemia aplastik
konstitusional tanpa anomali kongenital
d. Anemia aplastik konstitusional tipe II
e. Diskeratosis kongenital
Penatalaksanaan
1. Hindari infeksi eksogen maupun endogen, seperti :
a. Pemeriksaan rektal
b. Pengukuran suhu rektal
c. Tindakan dokter gigi
Pada tindakan-tindakan di atas, resiko infeksi bakteri meningkat
i.Simtomatik
ii.Anemia : transfusi sel darah merah padat (PRC)
iii.Perdarahan profus atau trombosit < 10.000/mm3 : transfusi
trombosit (tiap unit/10 kgBB dapat meningkatkan jumlah
trombosit  50.000/mm3)
iv.Transfusi trombosit untuk profilaksis tidak dianjurkan.
v.Transfusi leukosit (PMN)
vi.Efek samping : panas badan, takipnea, hipoksia, sembab
paru (karena timbul anti PMN leukoaglutinin)

vii.Kortikosteroid
Prednison 2 mg/kgBB/24 jam, untuk mengurangi fragilitas
pembuluh kapiler, diberikan selama 4-6 minggu.
viii.Steroid anabolik
ix.Nandrolon dekanoat : 1-2 mg/kg/minggu IM (diberikan
selama 8 -12 minggu)
x.Oksimetolon : 3-5 mg/kg/hari per oral
xi.Testosteron enantat : 4-7 mg/kg/minggu IM
xii.Testosteron propionat : ½ -2 mg/kg/hari sublingual
d. Efek samping :
i.Virilisme, hirsutisme, akne hebat, perubahan suara
(revesibel sebagian bila obat dihentikan).
ii.Pemberian jangka panjang dapat menimbulkan adenoma
karsinoma hati, kolestasis.
iii.Hepatotoksik pada pemberian sublingual
iv.Transplantasi sumsum tulang :
Transplantasi sumsum tulang merupakan pilihan utama bagi anak-anak
dan dewasa muda dengan anemia aplastik berat. Hindari transfusi darah
yang berasal dari donor keluarga sendiri pada calon transplantasi
sumsum tulang.
Komplikasi
a. Anemia dan akibat-akibatnya (karena
pembentukannya berkurang)
b. Infeksi
c. Perdarahan
prognosis
a. Anemia aplastik ± 80% meninggal (karena
perdarahan atas infeksi). Separuhnya meninggal
dalam waktu 3-4 bulan setelah diagnosis.
b. Anemia aplastik ringan ± 50% sembuh
sempurna atau parsial. Kematian terjadi dalam
waktu yang lama.
Manifestasi Klinis
Beberapa faktor dalam manifestasi klinis ini dipengaruhi oleh hal-hal
berikut:
1. Penurunan kapasitas daya angkut oksigen dari darah serta kecepatan dari
penurunannya
2. Derajat serta kecepatan perubahan dari volume darah;
3. Penyakit dasar penyebab anemianya;
4. Kapasitas kompensasi sistem kardiopulmonal.
Rendahnya kadar hemoglobin dari seorang penderita anemia bukanlah
satu-satunya faktor yang menentukan ada atau tidaknya keluhan dan gejala
anemia. Ketika kadar hemoglobin cukup rendah namun tidak terdapatnya penyakit
lain dari sistem kardiopulmonal maka biasanya tidak akan ada keluhan tetapi
apabila ada kelainan koroner maka akan timbul keluhan angina pectoris akibat
hipoksianya.
Apabila turunnya kadar hemoglobin terjadi secara lambat-laun lalu akan
terjadi kompensasi dari sistem kardiopulmonal sehingga kadar hemoglobin yang
tidak terlalu rendah biasanya tidak menimbulkan keluhan.
Apabila penurunan kadar hemoglobin terjadi secara cepat seperti yang
terjadi akibat suatu perdarahan masif, keluhan bisa terjadi mendadak berupa suatu
renjatan apabila perdarahannya masif, atau hanya berupa hipotensi bahkan bisa
tanpa gejala tergantung berat ringannya perdarahan yang terjadi.
Penurunan kadar hemoglobin secara cepat akibat destruksi eritrosit
(hemolisis) tentu disamping keluhan kardiopulmonal akan disertai dengan tanda-
tanda hemolisis seperti ikterus, hemoglobinemi, hemoglobinuria dan lain-lain.
Anemia jenis apapun yang diderita, gejala yang menandainya sama, yaitu
keletihan. Gejala lain yang mungkin juga muncul adalah warna kekuning-
kuningan pada kulit dan bagian putih mata, atau rasa sakit pada tulang.
Kekurangan zat besi menimbulkan beberapa gejala yang tidak terlalu
kelihatan jelas, seperti mudah lelah, cepat capai bila berolahraga, sulit konsentrasi
atau mudah lupa. Mengingat hal ini juga biasa dialami oleh orang sibuk yang
sehat dan tidak kekurangan zat besi sekalipun, maka gejala-gejala seperti ini
sering luput dari perhatian. Pada umumnya orang mulai curiga akan adanya
anemia bila keadaan sudah makin parah sehingga kelihatannya lebih jelas, seperti
kulit pucat, jantung berdebar-debar, pusing, mudah kehabisan nafas ketika naik
tangga atau olahraga (karena jantung harus bekerja lebih keras untuk memompa
oksigen ke seluruh tubuh).
Anemia tidak menular, tetapi tetap berbahaya. Remaja berisiko tinggi
menderita anemia, khususnya kurang zat besi karena remaja mengalami
pertumbuhan yang sangat cepat. Dalam pertumbuhan, tubuh membutuhkan nutrisi
dalam jumlah banyak, dan di antaranya adalah zat besi. Bila zat besi yang dipakai
untuk pertumbuhan kurang dari yang diproduksi tubuh, maka terjadilah anemia.
Penderita mengeluh lemah, sakit kepala, telinga mendenging, penglihatan
berkunang-kunang, merasa cepat letih, sempoyongan, mudah tersinggung,
menstruasi berhenti, libido berkurang, gangguan saluran cerna, sclera ikterik,
organ limpa membesar, sesak nafas (mula-mula nafas dalam, lama-kelamaan
nafas menjadi dangkal akhirnya payah jantung sampai syok), nadi lemah dan
cepat, hipotensi ortostatik serta tekanan darah sedikit naik sebagai akibat refleks
penyempitan pembuluh darah arteriola. Jika anemia bertambah berat, bisa
menyebabkan stroke atau serangan jantung.
Komplikasi
Biasanya jarang terjadi komplikasi, tetapi anemia kekurangan besi sering
kambuh kembali, sehingga pemantauan yang teratur diperlukan. Anak dengan
anemia kekurangan besi lebih mudah mengalami penyakit infeksi
1. Merasa cepat lelah saat bekerja se1 hingga produktivitas juga
menurun.
2. Karena jantung harus bekerja lebih keras untuk mengkompensasi
kekurangan oksigen di dalam darah akibat anemia, pada akhirnya
dapat menyebabkan serangan jantung.
3. Jika anemia terjadi akibat defisiensi B12, secara bersamaan juga
bias terjadi kerusakan syaraf dan gangguan fungsi otak. Karena
vitamin B12 juga dibutuhkan untuk kesehatan saraf dan fungsi
otak.
4. Bisa terjadi gangguan kosentrasi, daya ingat rendah, kapasitas
pemecahan masalah dan kecerdasan intelektual (IQ) yang rendah,
serta gangguan perilaku.
5. Anemia dapat juga menyebabkan beban kerja jantung meningkat
sehingga terjadi penebalan jantung sebelah kiri (LVH atau left
ventricular hypertrophy) yang dapat berlanjut menjadi gagal
jantung.
Tatalaksana
Penderita baru dengan anemia tidak perlu dirawat inap bilamana tidak ada
indikasi antara lain :
a. Keadaan umum jelek, gagal jantung (mengancam), dan ada perdarahan
b. Anemia berat : Hb < 7 gr %
c. Ada tanda-tanda keganasan atau penyakit lain dengan indikasi perlu
perawatan
d. Diagnosis belum jelas dan perlu pemeriksaan intensif, khususnya untuk
menemukan etiologi atau penyakit primer
e. Perlu pemeriksaan dengan persiapan khusus
Tatalaksana penderita rawat inap tergantung pada jenis anemia dan
etiologinya. Pasien dengan anemia harus ditransfusi yaitu pada keadaan :
1. Sebelum operasi segera, jika Hb <
10 gr%
2. Pendarahan aktif
3. Tampaknya tidak ada terapi
spesifik yang efektif
4. Selama terapi supresif sumsum
tulang (missal kemoterapi)
5. Jika ada defek yang berkaitan
dalam transfer oksigen (missal
dekompensasi jantung atau
dekompensasi pernafasan)
6. Jika ada peningkatan kebutuhan
oksigen
Pasien dengan anemia tidak boleh ditransfusi pada keadaan :
1. Anemia
ringan pada
pasien
muda
2. Jika anemia
dapat pulih
kembali
dalam
waktu
singkat
3. Sebagai
“persiapan
utama”
preoperatif
untuk
operasi
efektif, jika
tersedia
terapi
definitive
(misalnya
defisiensi
besi)
4. Jika efek
hemodilusi
dari anemia
mungkin
menguntun
gkan
(misalnya
kehamilan
anemia
pada
penyakit
kronis,
penyakit
vaskular).
Tatalaksana penderita rawat jalan pada prinsipnya serupa dengan penderita
rawat inap, yaitu :
1. Medikamentosa tergantung dari
jenis anemianya
2. Pengawasan keadaan klinis dan
laboratories, dengan
kemungkinan perlu dirawat inap
atas berbagai indikasi.

Asuhan Keperawatan Anak dengan Masalah Anemia


Pengkajian Keperawatan
Pada pengkajian anak dengan anemia pada umumnya didapati tanda dan
gejala seperti adanya kelemahan otot, mudah lelah seperti sering beristirahat,
napas pendek, kulit pucat, pika, kemudian adanya gangguan pada system saraf
seperti adanya sakit kepala, pusing, kunang-kunang, peka terhadap rangsang,
menurunnya lapang pandang (kabur), apatis, apabila sudah berat terjadi perfusi
perifer yang buruk, kulit lembab dan dingin, menurunnya tekanan darah serta
adanya peningkatan frekuensi jantung.
Pengkajian terhadap faktor penyebab didapati adanya riwayat diet yang
salah (kurang kadar Fe), makan pasta, makan tanah, dan lain-lain atau kurangnya
komposisi makanan seperti banyak makanan sayuran akan tetapi kurang daging;
adanya faktor pertumbuhan yang cepat tidak diimbangi dengan kebutuhan Fe
yang banyak, adanya gangguan penyerapan Fe akibat berbagai penyakit seperti
penyakit usus; kemudian akibat pendarahan yang hebat yang menyebabkan
kehilangan sel darah merah atau kadar Hb akan menurun; dan lain hal sehingga
memicu terganggunya kadar Fe dalam darah.
Pada pemeriksaan fisik, didapati adanya penurunan perfusi perifer,
penurunan tekanan darah, dan frekuensi jantung. Pada pemeriksaan laboratorium
didapatkan kadar Hb dan jumlah eritrosit menurun, kadar MCV, MCH dan
MCHC menurun, kadar besi serum menurun, feritin serum darah menurun atau
rendah kurag dari 10-12 µg/L dan free erythroce porphyrin meningkat.

Diagnosa/Masalah Keperawatan
Diagnosis atau masalah keperawatan yang terjadi pada anak dengan anemia
kurang besi adalah sebagai berikut:
1. Intoleransi aktivitas
2. Kurang nutrisi (kurang dari kebutuhan)
3. Ansietas/cemas
Rencana Tindakan Keperawatan
a. Intoleransi Aktivitas
Masalah intoleransi aktivitas disebabkan oleh adanya kelemahan secara
umum dan adanya penurunan pengiriman kadar oksigen ke dalam jaringan. Untuk
mengatasi masalah tersebut maka rencana yang yang dilakukan adalah
mempertahankan aktivitas atau memberikan istirahat yang cukup dan
memperlancar pengiriman oksigen ke jaringan sehingga aktivitas dapat
ditoleransi, sehingga harapannya kondisi pernapasan cukup normal.
Tindakan:
a. Monitor tanda fisik seperti adanya takikardi, palpitasi,
takipneu, dispneu, pusing, perubahan warna kulit, dan lain-
lain.
b. Bantu aktivitas dalam batas toleransi.
c. Berikan aktivitas bermain, pengalihan untuk mencegah
kebosanan dan meningkatkan istirahat.
d. Pertahankan posisi fowler dan berikan oksigen suplemen.
e. Monitor tanda vital dalm keadaan istirahat.
b. Kurang Nutrisi (Kurang dari Kebutuhan)
Masalah kekurangan nutrisi dapat disebabkan karena adanya
ketidakadekuatan masukan kadar Fe atau kurang pengetahuan keluarga tentang
pentingnya kebuthan kadar Fe dan juga dapat disebabkan karena gangguan
penyakit atau pertumbuhan.
Tindakan:
a. Berikan nutrisi yang kaya zat besi (Fe) seperti makanan daging,
kacang, gandum, sereal kering yang diperkaya besi.
b. Berikan susu suplemen setelah makan padat.
c. Berikan preparat bei peroral seperti fero sulfat, fero fumarat, fero
sukinat, fero glukonat, dan berikan antara waktu makan untuk
meningkatkan absorpsi berikan bersama jus buah.
d. Ajarkan cara mencegah perubahan warna gigi akibat minum atau
makan zat besi dengan cara berkumur setelah minum obat, minum
preparat dengan air atau jus jeruk.
e. Berikan multivitamin.
f. Jangan berikan preparat Fe bersama susu.
g. Kaji feses karena pemberian yang cukup akan mengubah fese menjadi
hijau gelap.
h. monitor kadar Hb atau tanda klinis lain.
i. Anjurkan malanan beserta air untuk mengurangi konstipasi.
j. Tingkatkan asupan daging dan tambahkan padi-padian serta sayuran
hijau dalam diet.
c. Ansietas/Cemas
Masalah ansietas atau kecemasan pada anak sering terjadi akibat kondisi
tubuhnya, karena adanya prosedur diagnosis atau juga tindakan transfusi, untuk
itu diperlukan keterlibatan keluarga dalam menurunkan stress emosional.
Tindakan:
1. Libatkan orang tua bersama anak dalam persiapan
prosedur diagnosis.
2. Jelaskan tujuan pemberian komponen darah.
3. Antisipasi peka rangsang anak, kerewelan dengan
membantu aktivitas anak.
4. Dorong anak untuk mengekspresikan perasaan.
5. Berikan darah, sel darah atau trombosit sesuai
dengan ketentuan, dengan harapan anak mau
menerima.

REFERENSI

Anna.2007.Jangan Remehkan Anemia pada Anak.Terdapat dalam:


kompas.com/ver1/Kesehatan/0705/01/145600.htm
Anonim. 2007. Anemia Pada Anak (On-Line).Terdapat pada:
medlinux.blogspot.com/2007/09/anemia-pada-anak.html
Anonim. 2006. Anemia (On-Line). Terdapat pada: library.usu.ac.id/download/fk/
penydalam-ida%20nensi.pdf
Anonim.2007.Atasi Anemia.Terdapat dalam://familiedyka.multiply.com/journal/
item/ 96/Tulisan.
Drosalina.2007.Oral Health is Key Through Body Health.Terdapat dalam:
drosalina.blogspot.com/2006/11/oral-health-is-key-through-body-health.
Drupadi, 2007. Anemia defisiensi besi.Terdapat dalam: 202.155.15.208/koran_
detail.asp?id=288725&kat_id=123
Hidayat, Aziz A.2006. Pengantar ilmu keperawatan anak. Penerbit Salemba
Medika: Jakarta.
Price, Syilvia A. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.
Jakarta:EGC.
Salma.2007.Anemia.Terdapat dalam: ummusalma.wordpress.com/2007/01/24/
anemia-defisiensi-besi/
Sari,Arlinda Wahyuni.2004. Anemia Defisien Besi pada Balita. USU digital
libraryLSumatra Utara.

Stoppard, Miriam. Panduan Penjagaan Kanak-kanak. Tropical Press, 1998. ms


52.Terdapat dalam: ww.sabah.org.my/bm/nasihat/artikel_kesihatan/an…
Wikipedia.2007. Anemia. terdapat dalam: http://id.wikipedia.org/wiki/Anemia
Lampiran

Anda mungkin juga menyukai