Anda di halaman 1dari 18

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG MASALAH


Dalam beberapa dekade terakhir ini istilah malpraktik cukup terkenal dan banyak
dibicarakan masyarakat umum khususnya malpraktik dokter atau dokter gigi dalam
transaksi terapeutik antara dokter dan pasien. Jika kita flashback beberapa dekade ke
belakang khususnya di Indonesia anggapan banyak orang, dokter adalah profesional yang
kurang bisa disentuh dengan hukum atas profesi yang dia lakukan. Hal ini berbeda seratus
delapan puluh derajat saat sekarang banyak tuntutan hukum baik perdata, pidana maupun
administratif yang diajukan pasien atau keluarga pasien kepada dokter karena kurang
puas atas hasil perawatan atau pengobatan.Yang masih perlu dikaji dan didiskusikan
kembali adalah apakah sudah benar dasar penuntutan yang disampaikan kepada dokter
atau rumah sakit dengan dasar dokter atau rumah sakit bersangkutan telah melakukan
tindakan malpraktik jika kita tinjau dari kaca mata Undang – Undang Hukum Pidana,
Hukum Perdata dan Undang – Undang Praktek Kedokteran, KODEKI serta standar
profesi dokter dalam menjalankan profesinya. Transaksi terapeutik dapat dijelaskan
sebagai suatu bentuk perjanjian antara pasien dengan penyedia layanan dimana dasar dari
perjanjian itu adalah usaha maksimal untuk penyembuhan pasien yang dilakukan dengan
cermat dan hati-hati sehingga hubungan hukumnya disebut sebagai perikatan
usaha/ikhtiar. Agar dapat berlaku dengan sah, trasaksi tersebut harus memenuhi empat
syarat, pertama ada kata sepakat dari para pihak yang mengikatkan diri, kedua kecakapan
untuk membuat sesuatu, ketiga mengenai suatu hal atau obyek dan yang keempat karena
suatu causa yang sah. Transaksi atau perjanjian menurut hukum dengan transaksi yang
berkaitan dengan terapeutik tidaklah sama. Pada hakekatnya transaksi terapeutik terkait
dengan norma atau etika yang mengatur perilaku dokter dan oleh karena itu bersifat
menjelaskan, merinci ataupun menegaskan berlakunya suatu kode etik yang bertujuan
agar dapat memberikan perlindungan bagi dokter maupun pasien. Hubungan antara
transaksi terapeutik dengan perlindungan hak pasien dapat dilihat pada Undang-Undang
Nomer 29 tahun 2004 tentang praktek kedokteran diantaranya adalah hak mendapatkan
penjelasan secara lengkap tentang tindakan medis yang akan dilakukan, hak meminta
penjelasan pendapat dokter, hak mendapatkan pelayanan sesuai kebutuhan medis, hak
menolak tindakan medis dan hak untuk mendapatkan rekam medis. Kewajiban pasien
dalam menerima pelayanan kedokteran antara lain memberikan informasi yang lengkap

1
dan jujur tentang masalah kesehatannya, mematuhi nasehat atau petunjuk dokter,
mematuhi ketentuan yang berlaku di sarana pelayanan kesehatan dan memberikan
imbalan jasa atas pelayanan yang diterimanya. Menurut Leenen kewajiban yang harus
dilakukan dokter atau dokter gigi dalam memberikan pelayanan kesehatan adalah
melaksanakan suatu tindakan sesuai dengan standar profesi medik (SPM) yang pada
hakekatnya terdiri dari beberapa unsur diantaranya bekerja dengan teliti, hati-hati dan
seksama, sesuai dengan ukuran medik, sesuai dengan kemampuan rata-rata/sebanding
dengan dokter dalam kategori keahlian medik yang sama, dalam keadaan yang sebanding
dan dengan sarana dan upaya yang sebanding wajar dengan tujuan konkrit dari tindakan
medik tersebut. Perbedaan yang mendasar antara hukum pidana umum dengan hukum
pidana medik adalah sebagai berikut hukum pidana umum yang diperhatikan adalah
akibat dari peristiwa hukumnya sedangkan hukum pidana medik yang diperhatikan
adalah sebabnya. Jika akibat suatu perawatan medis hasil yang didapat tidak sesuai
dengan yang diharapkan atau pasien mengalami kerugian maka belum tentu dokter yang
merawat telah melakukan kesalahan. Harus diteliti terlebih dahulu apakah dalam
melakukan perawatan tersebut dokter telah menerapkan tindakannya sesuai dengan
standar profesi yang dibenarkan oleh hukum dan nilai-nilai kode etik profesi sebagaimana
yang tertuang dalam KODEKI. Karena menurut penulis ilmu kedokteran/kesehatan
merupakan paduan antara ilmu pengetahuan dan seni, 3 dikali 3 tidak harus 9 hal ini
disebabkan banyak faktor yang mempengaruhi hasil yang ingin dicapai seperti kondisi
tubuh pasien, cara penanganannya, komplikasi dan banyak faktor yang lain termasuk
tidak atau tersedianya peralatan kedokteran yang memadai. Sehingga tidak ada 2 kasus
yang diselesaikan dengan hasil yang sama.
1.2 TUJUAN
1. Memahami pengertian malpraktik.

2. Mengetahui jenis-jenis malpraktik.

3. Mengetahui dampak yang ditimbulkan dari malpraktik.

4. Dan lain-lain.

2
PEMBAHASAN
Malpraktek merupakan istilah yang sangat umum sifatnya dan tidak selalu
berkonotasi yuridis. Secara harfiah “mal” mempunyai arti “salah” sedangkan “praktek”
mempunyai arti “pelaksanaan” atau “tindakan”, sehingga malpraktek berarti “pelaksanaan
atau tindakan yang salah”. Meskipun arti harfiahnya demikian tetapi kebanyakan istilah
tersebut dipergunakan untuk menyatakan adanya tindakan yang salah dalam rangka
pelaksanaan suatu profesi.
Sedangkan definisi malpraktek profesi kesehatan adalah “kelalaian dari seseorang dokter atau
dokter gigi untuk mempergunakan tingkat kepandaian dan ilmu pengetahuan dalam
mengobati dan merawat pasien, yang lazim dipergunakan terhadap pasien atau orang yang
terluka menurut ukuran dilingkungan yang sama” (Valentin v. La Society de Bienfaisance
Mutuelle de Los Angelos, California, 1956).
Berlakunya norma etika dan norma hukum dalam profesi kesehatan. Di dalam setiap profesi
termasuk profesi tenaga dokter atau dokter gigi berlaku norma etika dan norma hukum. Oleh
sebab itu apabila timbul dugaan adanya kesalahan praktek sudah seharusnyalah diukur atau
dilihat dari sudut pandang kedua norma tersebut. Kesalahan dari sudut pandang etika disebut
ethical malpractice dan dari sudut pandang hukum disebut yuridical malpractice. Hal ini
perlu difahami mengingat dalam profesi tenaga dokter atau dokter gigi berlaku norma etika
dan norma hukum, sehingga apabila ada kesalahan praktek perlu dilihat domain apa yang
dilanggar. Karena antara etika dan hukum ada perbedaan-perbedaan yang mendasar
menyangkut substansi, otoritas, tujuan dan sangsi, maka ukuran normatif yang dipakai untuk
menentukan adanya ethical malpractice atau yuridical malpractice dengan sendirinya juga
berbeda. Yang jelas tidak setiap ethical malpractice merupakan yuridical malpractice akan
tetapi semua bentuk yuridical malpractice pasti merupakan ethical malpractice (Lord Chief
Justice, 1893).
KATA MALPRAKTIK TIDAK ADA DALAM PERATURAN PER-UU-AN DI INDONESIA
Pasal 55 ayat (1) UU No 23 tahun 1992 tentang Kesehatan : “setiap orang berhak atas ganti
rugi akibat kesalahan atau kelalaian yang dilakukan tenaga kesehatan”.
Menurut teori dan doktrin, sesuatu tindakan praktik kedokteran yang dilakukan oleh dokter
dan dokter gigi dapat dikategorikan sebagai perbuatan malpraktik dokter dilihat dari 3

3
aspek/hal:
1. Intensional Professional Misconduct, yaitu bahwa seorang dokter atau dokter gigi
dinyatakan bersalah/buruk berpraktik, bilamana dokter tersebut dalam berpraktik melakukan
pelanggaran-pelanggaran terhadap standar-standar dan dilakukan dengan sengaja. Dokter
yang berpraktik dengan tidak mengindahkan standar-standar dalam aturan yang ada dan tidak
ada unsur kealpaan/kelalaian. Misalnya seorang dokter atau dokter gigi sengaja membuat
keterangan palsu atau tidak sesuai dengan diagnosis ataupun memang sama sekali tidak
melakukan pemeriksaan. Seorang dokter membuka rahasia pasien dengan sengaja tanpa
persetujuan pasien ataupun tanpa permintaan penegak hukum sebagaimana diatur dalam
undang-undang. Seorang dokter melakukan aborsi tanpa indikasi medis (illegal).
2. Negligence atau tidak sengaja (kelalaian) yaitu seorang dokter atau dokter gigi yang karena
kelalaiannya (culpa) yang mana berakibat cacat atau meninggalnya pasien. Seorang dokter
atau dokter gigi lalai melakukan sesuatu yang seharusnya dilakukan sesuai dengan keilmuan
kedokteran, maka hal ini masuk dalam kategori malpraktik, namun juga hal ini sangat
tergantung terhadap kelalaian yang mana saja yang dapat dituntut atau dapat dihukum, hal ini
tergantung oleh hakim yang dapat melihat jenis kelalaian yang mana. Misalnya dokter
sebelum melakukan tindakan medis seharusnya melakukan sesuatu terlebih dahulu namun itu
tidak dilakukan atau melakukan sesuatu tapi tidak sempurna.
3. Lack of Skill yaitu seorang dokter atau dokter gigi yang melakukan tindakan medis tetapi
diluar kompetensinya atau kurang kompetensinya. Misalnya, dokter cardiofaskuler
melakukan operasi tulang. Ketiga hal tersebut diatas itulah berdasarkan teori masuk kategori
malpratik namun bagaimana secara yuridis atau aturan hukum positif kita. Dalam undang-
undang kesehatan maupun dalam undang-undang praktik kedokteran tidak ada satu kata pun
yang menyebut kata malpraktik. Pada undang-undang kesehatan menyebut
kesalahan/kelalaian yang dilakukan dokter atau doker gigi dan dalam undang-undang praktik
kedokteran menyebut kata kesalahan saja. Begitu pula dalam kitab undang-undang hukum
pidana maupun kitab undang-undang hukum perdata hanya menyebut kata kesalahan dan
kelalaian. Bilamana kita menelaah dan mengkaji tentang malpraktik dalam hukum positif
kita, maka dapatlah dikatakan bahwa malpraktik yang dimaksud itu adalah perbuatan-
perbuatan yang jelek atau buruk yang dilakukan oleh dokter atau dokter gigi yang
dikarenakan karena adanya kesalahan atau kelalaian oleh dokter atau dokter gigi yang
berakibat cacatnya pasien atau matinya pasien ataupun akibat lain terhadap pasien.

Pengelompokan malpraktik :

4
a. Gatra etikolegal malpraktik ; perilaku tidak etis/tidak bermoral atau perilaku menyimpang

atau perilaku melanggar kewajiban hukum atau praktik jahat profesi dokter.

b. Gatra ilmiah (yang sering dikonotasikan “gatra profesi”) malpraktik kedokteran yakni

kekurang-terampilan secara tak layak / tak pantas seorang dokter. Dalam hal ini secara teknis

medis kemampuan dokter kurang memadai.

MEMAHAMI TUGAS DOKTER


Tugas seorang “dokter” adalah meliputi hal-hal sebagai berikut:
A. Melakukan pemeriksaan pada pasien untuk mendiagnosa penyakit pasien secara cepat dan
memberikan terapi secara cepat dan tepat.
B. Memberikan terapi untuk kesembuhan penyakit pasien.
C. Memberikan pelayanan kedokteran secara aktif kepada pasien pada saat sehat dan sakit.
D. Menangani penyakit akut dan kronik.
E. Menyelenggarakan rekam medis yang memenuhi standar.
F. Melakukan tindakan tahap awal kasus berat agar siap dikirim ke RS.
G. Tetap bertanggung-jawab atas pasien yang dirujukan ke Dokter Spesialis atau dirawat di
RS dan memantau pasien yang telah dirujuk atau di konsultasikan.
H. Bertindak sebagai mitra, penasihat dan konsultan bagi pasiennya.
I. Memberikan nasihat untuk perawatan dan pemeliharaan sebagai pencegahan sakit.
J. Seiring dengan perkembangan ilmu kedokteran, pengobatan pasien sekarang harus
komprehensif, mencakup promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Dokter berhak dan
juga berkewajiban melakukan tindakan tersebut untuk kesehatan pasien. Tindakan promotif
misalnya memberikan ceramah, preventif misalnya melakukan vaksinasi, kuratif memberikan
obat/ tindakan operasi, rehabilitatif misalnya rehabilitasi medis.
K. Membina keluarga pasien untuk berpartisipasi dalam upaya peningkatan taraf kesehatan,
pencegahan penyakit, pengobatan dan rehabilitasi.
L. Mawas diri dan mengembangkan diri/ belajar sepanjang hayat dan melakukan penelitian
untuk mengembangkan ilmu kedokteran.
M. Tugas dan hak eksklusif dokter untuk memberikan Surat Keterangan Sakit dan Surat
Keterangan Berbadan Sehat setelah melakukan pemeriksaan pada pasien.

5
Malpraktek Di dokter atau dokter gigi Hukum
Untuk malpraktek hukum atau yuridical malpractice dibagi dalam 3 kategori sesuai dokter
atau dokter gigi hukum yang dilanggar, yakni Criminal malpractice, Civil malpractice dan
Administrative malpractice.
1. Criminal malpractice
Perbuatan seseorang dapat dimasukkan dalam kategori criminal malpractice manakala
perbuatan tersebut memenuhi rumusan delik pidana yakni :
a. Perbuatan tersebut (positive act maupun negative act) merupakan perbuatan tercela.
b. Dilakukan dengan sikap batin yang salah (mens rea) yang berupa kesengajaan
(intensional), kecerobohan (reklessness) atau kealpaan (negligence).
• Criminal malpractice yang bersifat sengaja (intensional) misalnya melakukan
euthanasia (pasal 344 KUHP), membuka rahasia jabatan (pasal 332 KUHP), membuat
surat keterangan palsu (pasal 263 KUHP), melakukan aborsi tanpa indikasi medis
pasal 299 KUHP).
• Criminal malpractice yang bersifat ceroboh (recklessness) misalnya melakukan
tindakan medis tanpa persetujuan pasien informed consent.
• Criminal malpractice yang bersifat negligence (lalai) misalnya kurang hati-hati
mengakibatkan luka, cacat atau meninggalnya pasien.
Pertanggung jawaban didepan hukum pada criminal malpractice adalah bersifat
individual/personal dan oleh sebab itu tidak dapat dialihkan kepada orang lain atau kepada
rumah sakit/sarana kesehatan.
2. Civil malpractice
Seorang tenaga kesehatan akan disebut melakukan civil malpractice apabila tidak
melaksanakan kewajiban atau tidak memberikan prestasinya sebagaimana yang telah
disepakati (ingkar janji).
Tindakan tenaga kesehatan yang dapat dikategorikan civil malpractice
antara lain:
a. Tidak melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib
dilakukan.
b. Melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan tetapi terlambat
melakukannya.

6
c. Melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan tetapi tidak sempurna.
d. Melakukan apa yang menurut kesepakatannya tidak seharusnya dilakukan.
Pertanggung jawaban civil malpractice dapat bersifat individual atau korporasi dan dapat
pula dialihkan pihak lain berdasarkan principle of vicarius liability. Dengan prinsip ini maka
rumah sakit/sarana kesehatan dapat bertanggung gugat atas kesalahan yang dilakukan
karyawannya (tenaga kesehatan) selama tenaga kesehatan tersebut dalam rangka
melaksanakan tugas kewajibannya.
3. Administrative malpractice
Tenaga kesehatan dikatakan telah melakukan administrative malpractice manakala tenaga
kesehatan tersebut telah melanggar hukum administrasi. Perlu diketahui bahwa dalam
melakukan police power, pemerintah mempunyai kewenangan menerbitkan berbagai
ketentuan di dokter atau dokter gigi, misalnya tentang persyaratan bagi dokter atau dokter
gigi untuk menjalankan profesinya (Surat Ijin Kerja, Surat Ijin Praktek), batas kewenangan
serta kewajiban dokter atau dokter gigi. Apabila aturan tersebut dilanggar maka tenaga
kesehatan yang bersangkutan dapat dipersalahkan melanggar hukum administrasi.
Kasus di atas adalah termasuk malpraktik jenis Criminal malpractice yang bersifat
negligence (lalai) misalnya kurang hati-hati mengakibatkan luka, cacat atau meninggalnya
pasien.
Pembuktian Malpraktek Di dokter atau dokter gigi Pelayanan Kesehatan
Dari definisi malpraktek “adalah kelalaian dari seseorang dokter atau dokter atau dokter gigi
untuk mempergunakan tingkat kepandaian dan ilmu pengetahuan dalam mengobati dan
merawat pasien, yang lazim dipergunakan terhadap pasien atau orang yang terluka menurut
ukuran dilingkungan yang sama”. (Valentin v. La Society de Bienfaisance Mutuelle de Los
Angelos, California, 1956).
Dari definisi tersebut malpraktek harus dibuktikan bahwa apakah benar telah terjadi kelalaian
tenaga kesehatan dalam menerapkan ilmu pengetahuan dan keterampilan yang ukurannya
adalah lazim dipergunakan diwilayah tersebut.
Andaikata akibat yang tidak diinginkan tersebut terjadi apakah bukan merupakan resiko yang
melekat terhadap suatu tindakan medis tersebut (risk of treatment) karena perikatan dalam
transaksi teraputik antara tenaga kesehatan dengan pasien adalah perikatan/perjanjian jenis
daya upaya (inspaning verbintenis) dan bukan perjanjian/perjanjian akan hasil (resultaat
verbintenis).

7
Apabila tenaga dokter atau dokter gigi didakwa telah melakukan kesalahan profesi, hal ini
bukanlah merupakan hal yang mudah bagi siapa saja yang tidak memahami profesi kesehatan
dalam membuktikan ada dan tidaknya kesalahan.
Dalam hal tenaga dokter atau dokter gigi didakwa telah melakukan ciminal malpractice,
harus dibuktikan apakah perbuatan tenaga dokter atau dokter gigi tersebut telah memenuhi
unsur tidak pidanya yakni :
a. Apakah perbuatan (positif act atau negatif act) merupakan perbuatan yang tercela
b. Apakah perbuatan tersebut dilakukan dengan sikap batin (mens rea) yang salah (sengaja,
ceroboh atau adanya kealpaan).
Selanjutnya apabila tenaga dokter atau dokter gigi dituduh telah melakukan kealpaan
sehingga mengakibatkan pasien meninggal dunia, menderita luka, maka yang harus
dibuktikan adalah adanya unsur perbuatan tercela (salah) yang dilakukan dengan sikap batin
berupa alpa atau kurang hati-hati ataupun kurang praduga.
Dalam kasus atau gugatan adanya civil malpractice pembuktianya dapat dilakukan dengan
dua cara yakni :
1. Cara langsung
Oleh Taylor membuktikan adanya kelalaian memakai tolok ukur adanya 4 D yakni :
a. Duty (kewajiban)
Dalam hubungan perjanjian tenaga dokter atau dokter gigi dengan pasien, tenaga dokter atau
dokter gigi haruslah bertindak berdasarkan
1) Adanya indikasi medis
2) Bertindak secara hati-hati dan teliti
3) Bekerja sesuai standar profesi
4) Sudah ada informed consent.
b. Dereliction of Duty (penyimpangan dari kewajiban)
Jika seorang tenaga dokter atau dokter gigi melakukan asuhan kedokter atau kedokter gigian
menyimpang dari apa yang seharusnya atau tidak melakukan apa yang seharusnya dilakukan
menurut standard profesinya, maka tenaga dokter atau dokter gigi tersebut dapat
dipersalahkan.
c. Direct Causation (penyebab langsung)
d. Damage (kerugian)

8
Tenaga dokter atau dokter gigi untuk dapat dipersalahkan haruslah ada hubungan kausal
(langsung) antara penyebab (causal) dan kerugian (damage) yang diderita oleh karenanya
dan tidak ada peristiwa atau tindakan sela diantaranya., dan hal ini haruslah dibuktikan
dengan jelas. Hasil (outcome) negatif tidak dapat sebagai dasar menyalahkan tenaga dokter
atau dokter gigi.
Sebagai adagium dalam ilmu pengetahuan hukum, maka pembuktiannya adanya kesalahan
dibebankan/harus diberikan oleh si penggugat (pasien).
2. Cara tidak langsung
Cara tidak langsung merupakan cara pembuktian yang mudah bagi pasien, yakni dengan
mengajukan fakta-fakta yang diderita olehnya sebagai hasil layanan dokter atau dokter gigi
(doktrin res ipsa loquitur).
Doktrin res ipsa loquitur dapat diterapkan apabila fakta-fakta yang ada memenuhi kriteria:
a. Fakta tidak mungkin ada/terjadi apabila tenaga dokter atau dokter gigi tidak lalai
b. Fakta itu terjadi memang berada dalam tanggung jawab tenaga dokter atau dokter gigi
c. Fakta itu terjadi tanpa ada kontribusi dari pasien dengan perkataan lain tidak ada
contributory negligence.
Malpraktek dalam asuhan kedokter atau dokter gigian adalah suatu kelalaian dari seseorang
dokter atau dokter gigi untuk mempergunakan tingkat kepandaian dan ilmu pengetahuan
dalam mengobati dan merawat pasien, yang lazim dipergunakan terhadap pasien atau orang
yang terluka menurut ukuran dilingkungan yang sama.
Tanggung Jawab Hukum
Seperti dikemukakan di depan bahwa tidak setiap upaya kesehatan selalu dapat memberikan
kepuasan kepada pasien baik berupa kecacatan atau bahkan kematian. Malapetaka seperti ini
tidak mungkin dapat dihindari sama sekali. Yang perlu dikaji apakah malapetaka tersebut
merupakan akibat kesalahan dokter atau dokter gigi atau merupakan resiko tindakan, untuk
selanjutnya siapa yang harus bertanggung gugat apabila kerugian tersebut merupakan akibat
kelalaian tenaga dokter atau dokter gigi.
Di dalam transaksi teraputik ada beberapa macam tanggung gugat, antara lain:
1. Contractual liability
Tanggung gugat ini timbul sebagai akibat tidak dipenuhinya kewajiban dari hubungan
kontraktual yang sudah disepakati. Di lapangan pengobatan, kewajiban yang harus
dilaksanakan adalah daya upaya maksimal, bukan keberhasilan, karena health care provider

9
baik tenaga kesehatan maupun rumah sakit hanya bertanggung jawab atas pelayanan
kesehatan yang tidak sesuai standar profesi/standar pelayanan.
2. Vicarius liability
Vicarius liability atau respondeat superior ialah tanggung gugat yang timbul atas kesalahan
yang dibuat oleh tenaga kesehatan yang ada dalam tanggung jawabnya (sub ordinate),
misalnya rumah sakit akan bertanggung gugat atas kerugian pasien yang diakibatkan
kelalaian dokter atau dokter gigi sebagai karyawannya.
3. Liability in tort
Liability in tort adalah tanggung gugat atas perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad).
Perbuatan melawan hukum tidak terbatas hanya perbuatan yang melawan hukum, kewajiban
hukum baik terhadap diri sendiri maupun terhadap orang lain, akan tetapi termasuk juga yang
berlawanan dengan kesusilaan atau berlawanan dengan ketelitian yang patut dilakukan dalam
pergaulan hidup terhadap orang lain atau benda orang lain (Hogeraad 31 Januari 1919).
Upaya Pencegahan Dan Menghadapi Tuntutan Malpraktek
1. Upaya pencegahan malpraktek dalam pelayanan kesehatan
Dengan adanya kecenderungan masyarakat untuk menggugat tenaga dokter atau dokter gigi
karena adanya mal praktek diharapkan para dokter atau dokter gigi dalam menjalankan
tugasnya selalu bertindak hati-hati, yakni:
a. Tidak menjanjikan atau memberi garansi akan keberhasilan upayanya, karena perjanjian
berbentuk daya upaya (inspaning verbintenis) bukan perjanjian akan berhasil (resultaat
verbintenis).
b. Sebelum melakukan intervensi agar selalu dilakukan informed consent.
c. Mencatat semua tindakan yang dilakukan dalam rekam medis.
d. Apabila terjadi keragu-raguan, konsultasikan kepada senior atau dokter.
e. Memperlakukan pasien secara manusiawi dengan memperhatikan segala kebutuhannya.
f. Menjalin komunikasi yang baik dengan pasien, keluarga dan masyarakat sekitarnya.
2. Upaya menghadapi tuntutan hukum
Apabila upaya kesehatan yang dilakukan kepada pasien tidak memuaskan sehingga dokter
atau dokter gigi menghadapi tuntutan hukum, maka tenaga dokter atau dokter gigi
seharusnyalah bersifat pasif dan pasien atau keluarganyalah yang aktif membuktikan
kelalaian dokter atau dokter gigi.

10
Apabila tuduhan kepada dokter/dokter gigi merupakan criminal malpractice, maka tenaga
dokter atau dokter gigi dapat melakukan :
a. Informal defence, dengan mengajukan bukti untuk menangkis/ menyangkal bahwa tuduhan
yang diajukan tidak berdasar atau tidak menunjuk pada doktrin-doktrin yang ada, misalnya
dokter atau dokter gigi mengajukan bukti bahwa yang terjadi bukan disengaja, akan tetapi
merupakan risiko medik (risk of treatment), atau mengajukan alasan bahwa dirinya tidak
mempunyai sikap batin (men rea) sebagaimana disyaratkan dalam perumusan delik yang
dituduhkan.
b. Formal/legal defence, yakni melakukan pembelaan dengan mengajukan atau menunjuk
pada doktrin-doktrin hukum, yakni dengan menyangkal tuntutan dengan cara menolak unsur-
unsur pertanggung jawaban atau melakukan pembelaan untuk membebaskan diri dari
pertanggung jawaban, dengan mengajukan bukti bahwa yang dilakukan adalah pengaruh
daya paksa.
Berbicara mengenai pembelaan, ada baiknya dokter atau dokter gigi menggunakan jasa
penasehat hukum, sehingga yang sifatnya teknis pembelaan diserahkan kepadanya.
Pada perkara perdata dalam tuduhan civil malpractice dimana dokter atau dokter gigi digugat
membayar ganti rugi sejumlah uang, yang dilakukan adalah mementahkan dalil-dalil
penggugat, karena dalam peradilan perdata, pihak yang mendalilkan harus membuktikan di
pengadilan, dengan perkataan lain pasien atau pengacaranya harus membuktikan dalil sebagai
dasar gugatan bahwa tergugat (dokter atau dokter gigi) bertanggung jawab atas derita
(damage) yang dialami penggugat.
Untuk membuktikan adanya civil malpractice tidaklah mudah, utamanya tidak
diketemukannya fakta yang dapat berbicara sendiri (res ipsa loquitur), apalagi untuk
membuktikan adanya tindakan menterlantarkan kewajiban (dereliction of duty) dan adanya
hubungan langsung antara menterlantarkan kewajiban dengan adanya rusaknya kesehatan
(damage), sedangkan yang harus membuktikan adalah orang-orang awam didokter atau
dokter gigi kesehatan dan hal inilah yang menguntungkan tenaga kedokter atau dokter gigian.
• Di Indonesia terdapat ketentuan informed consent yang diatur antara lain pada
peraturan pemerintah no 18 tahun 1981 yaitu:
1. Manusia dewasa sehat jasmani dan rohani berhak sepenuhnya menentukan apa yang
hendak dilakukan terhadap tubuhnya. Dokter tidak berhak melakukan tindakan medis yang
bertentangan dengan kemauan pasien, walaupun untuk kepentingan pasien sendiri.

11
2. Semua tindakan medis (diagnostic, terapuetik maupun paliatif) memerlukan informed
consent secara lisan maupun tertulis.
3. Setiap tindakan medis yang mempunyai resiko cukup besar, mengharuskan adanya
persetujuan tertulis yang ditandatangani pasien, setelah sebelumnya pasien memperoleh
informasi yang adekuat tentang perlunya tindakan medis yang bersangkutan serta resikonya.
4. Untuk tindakan yang tidak termasuk dalam butir 3, hanya dibutuhkan persetujuan lisan
atau sikap diam.
5. Informasi tentang tindakan medis harus diberikan kepada pasien, baik diminta maupun
tidak diminta oleh pasien. Menahan informasi tidak boleh, kecuali bila dokter atau dokter gigi
menilai bahwa informasi tersebut dapat merugikan kepentingan kesehatan pasien. Dalam hal
ini dokter dapat memberikan informasi kepada keluarga terdekat pasien. Dalam memberikan
informasi kepada keluarga terdekat dengan pasien, kehadiran seorang dokter atau dokter
gigi/paramedic lain sebagai saksi adalah penting.
6. Isi informasi mencakup keuntungan dan kerugian tindakan medis yang direncanakan, baik
diagnostic, terapuetik maupun paliatif. Informasi biasanya diberikan secara lisan, tetapi dapat
pula secara tertulis (berkaitan dengan informed consent).

Apa yang Dilakukan Bila Mengalami Tuntutan Malpraktik

Seorang dokter gigi bisa saja mengalami tuntutan malpraktik dari pihak pasien yang
dirawatnya, terlepas apakah ia memang melakukan malpraktik atau tidak. Tuntutan ganti rugi
terhadap malpraktik dapat diajukan sendiri oleh pasien atau melalui pengacaranya yang
bertindak sebagai kuasa hukum yang mewakilinya. Bila tuntutan malpraktik diadukan
sebagai perkara pidana maka pasien atau dengan pengacara yang mendampinginya akan
menyampaikan pengaduan pada polisi, kemudian polisi akan menghubungi dokter gigi yang
bersangkutan. Berikut ini beberapa tindakan yang perlu dilakukan dokter gigi bila mengalami
tuntutan malpraktik :

1. Bertindak dengan tenang.

Terhadap tuntutan malpraktik yang terpenting bagi seorang dokter gigi jangan kemudian
panik apalagi emosional, tapi hadapilah dengan tenang. Walaupun mungkin merasa was-was
sedapat mungkin jangan diperlihatkan. Bila panik, emosional, ataupun khawatir secara

12
berlebihan, mungkin saja dokter gigi dapat melakukan tindakan-tindakan yang keliru dan
semakin memperlemah posisinya.

2. Mengusahakan advokasi.

Bila mendapat tuntutan malpraktik, jangan langsung ditanggapi sendiri, melainkan terlebih
dahulu segera mencari bantuan advokasi dari penasehat hukum dan/atau menghubungi Badan
Pembelaan Anggota PDGI. Pendampingan oleh organisasi profesi dan/atau penasehat hukum
seringkali diperlukan terutama agar tidak melakukan kesalahan yang dapat melemahkan
posisi hukum dalam menghadapi tuntutan malpraktik.
3. Mempersiapkan rekam medis dan dokumentasi pasien.

Persiapkan rekam medis serta seluruh dokumentasi lainnya mengenai pasien seperti hasil
radiografis, catatan perjanjian kunjungan, surat persetujuan tindakan medis (informed
consent), surat rujukan, dsb. Perlu diperhatikan jangan sampai ada yang hilang atau
tertinggal. Semakin baik rekam medis dan pendokumentasian mengenai pasien, semakin kecil
resiko tuntutan hukum. Jangan sekali-kali mencoba untuk merubah rekam medis atau
dokumen mengenai pasien tersebut. Untuk pengurusan perkara sebaiknya dipersiapkan
fotokopi rekam medis dan dokumentasi pasien, sedangkan aslinya disimpan di tempat yang
aman.
4. Mempersiapkan catatan tentang pasien.

Berdasarkan rekam medik dan dokumentasi pasien, segera buat catatan serinci mungkin
tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan perawatan pasien. Segera lakukan pembuatan
catatan, jangan ketika diperlukan baru tergesa-gesa membuatnya. Usahakan jangan sampai
ada hal mengenai pasien yang tertinggal atau terlupa mengenai pasien tersebut. Catatan ini
akan sangat membantu dalam menyusun keterangan dan argumentasi yang dibutuhkan dalam
menanggapi gugatan hukum.

5. Hati-hati mengeluarkan pernyataan.

Pertimbangkan masak-masak terlebih dahulu setiap ucapan atau pernyataan yang akan
disampaikan. Jawaban terhadap pertanyaan yang diajukan harus dilakukan dengan tegas dan
jelas, dan jangan menunjukkan arogansi profesi. Dalam setiap pernyataan yang terpenting

13
harus senantiasa menyampaikan yang sebenarnya, meski tidak semua kebenaran perlu
disampaikan mengingat terdapat ketentuan mengenai rahasia kedokteran.

6. Hati-hati terhadap negosiasi dan tawaran damai.

Terhadap tuntutan malpraktik sebaiknya berperkara di pengadilan merupakan alternatif


terakhir, serta terdapat kemungkinan untuk diselesaikan tidak melalui pengadilan (out of
court settlement). Namun seorang dokter gigi setelah mendapat tuntutan malpraktik perlu
memepertimbangkan dengan hati-hati terhadap kemungkinan negosiasi maupun tawaran
untuk damai.

CONTOH KASUS

Kasa Tertinggal Berakibat Osteomyelitis

Mas Parjo datang ke Rumah Sakit Remen Waras karena fraktur di tulang femur. Dokter
Ndang Sun Tiken SpB menangani kasus ini adalah dokter bedah satu-satunya di kota Sarwo
Saras. Parjo dijadwalkan operasi, dengan melalui prosedur-prosedur rutin rumah sakit,
informed concent telah ditanda tangani oleh Parjo sendiri. Parjo sangat sadar dengan apa
yang ia tanda tangani. Sebelum mengoperasi Parjo pada jam 10.00, dr. Ndang Sun Tiken
sudah melakukan tiga operasi elektif satu operasi cito. Malam harinya dr. Ndang Sun Tiken
mengoperasi dua operasi cito. Operasi reposisi Parjo telah berhasil dengan baik, dari foto
rontgen pasca operasi, pen telah menancap pada tempat yang benar, kelurusan tulang telah
sesuai dengan yang diharapkan. Parjo setelah recovery dan perawatan di bangsal yang
memadai akhirnya bisa dipulangkan. Belum ada seminggu, di tempat luka operasi, setiap saat
selalu keluar nanah, hingga membuat pembalut luka selalu diganti.

Parjo bermaksud kontrol lagi ke Rumah Sakit Remen Waras, tetapi ia mendapati antrian
begitu panjang, dan sudah menunggu mulai dari jam 8.00 hingga 11.00 dokter Ndang Sun
Tiken tidak kunjung datang. Berkali-kali ia bertanya kepada perawat poliklinik, selalu saja
jawabannya masih melakukan operasi. Karena tidak nyaman dengan apa yang dialaminya,
serta tidak enak dengan pandangan-pandangan orang di sekitar yang tampaknya jijik melihat
kondisi pahanya. Parjo dan keluarga memutuskan untuk memeriksakan dirinya ke rumah
sakit Arto Wedi yang letaknya ratusan kilometer dari rumah tinggalnya.

14
Masuk rumah sakit arto wedi, dengan biaya yang lebih tinggi, Parjo langsung diperiksa oleh
dokter Hangabehi SpBO. FICS. Ahli ortopedi yang sudah terkenal hingga jauh di luar daerah.
Oleh dokter Hangabehi, Parjo segera dilakukan prosedur rutin, roentgen ulang dan segera
dijadwalkan operasi. Kembali dilakukan prosedur rutin, termasuk informed concent telah
ditanda tangani dan Parjo sadar betul dengan apa yang dilakukannya. Secara umum kondisi
Parjo menjelang operasi baik. Hanya dari luka operasi sebelumnya saja yang terus menerus
mengalir nanah

Akhirnya operasi debridement untuk mengatasi pus yang terus-menerus mengalir dari tulang
yang didiagnosis mengalami osteomielitis dilakukan. Selama debridement dilakukan betapa
mengejutkan yang dihadapi tim operasi dokter Hangabehi…. Mereka menemukan kassa
tertinggal di tulang yang telah direposisi. Masih syukur tulang mau menyatu.

Keluarga pasien ingin mengetahui mengapa terjadi “bencana” demikian pada Parjo. Dengan
terpaksa dokter Hangabehi SpBO FICS menjelaskan ini semua karena adanya kasa yang
tertinggal di ruang antara tulang dan otot. Mendengar penjelasan itu kontan keluarga Parjo
marah dan tidak terima dengan kinerja dokter Ndang Sun Tiken beserta timnya. Mereka
sepakat untuk melakukan somasi dengan melayangkan surat dugaan malpraktik kepada
dokter Ndang Sun Tiken beserta direktur Rumah Sakit Remen Waras lewat kuasa hukum
mereka Gawe Ribut SH. Mereka menuntut ganti rugi senilai 1 miliar rupiah atas kerugian
materiil dan imateriil yang dialami.

……………………………………………………..
Analisa hal yang terjadi

Yang ditimpa masalah adalah Rumah Sakit Remen Waras. Sedangkan rumah sakit Arto Wedi
tidak dalam posisi bermasalah. Rumah Sakit Arto Wedi dalam posisi “penemu” kesalahan
yang dilakukan oleh Rumah Sakit Remen Waras.

Dalam kasus ini diasumsikan tidak ada masalah administrasi pada dokter-dokter yang
berpraktik baik di Rumah Sakit Remen Waras maupun Rumah Sakit Arto Wedi.

Jadi tidak ada kasus perbuatan melanggar hukum. Permasalahannya adalah operasi yang
dilakukan oleh dokter Ndang Sun Tiken terdapat bukti kelalaian yaitu kasa tertinggal di ruang
antara otot dan tulang. Berdasarkan criteria 4 D jelas memenuhi criteria tersebut. Ada wan

15
prestasi (D1 & D2 ; duty dan dereliction of duty) yang dilakukan oleh dokter Ndang Sun
Tiken SpB; sudah ada kontrak hubungan terapetik dan ada bukti melalaikan kewajiban yaitu
kasa tertinggal.. Juga terdapat “damage” yaitu adanya osteomielitis dan akibat osteomielitis
ini berkaitan dengan tertinggalnya kasa yang berada di ruang antara otot dan tulang.

Skenario penyelesaian masalah etikolegalnya

Pembuktian

- Pembuktian yang dilakukan yaitu laporan operasi dokter Hangabehi SpBO yang
menyebutkan kasa tertinggal

- Pembuktian laporan operasi dari dokter Ndang Sun Tiken SpB


Bukti yang meringankan

- Dokter Ndang Sun Tiken SpB, sudah mengajukan penambahan dokter bedah di Kabupaten
Sarwo Saras karena dia merasa sudah overload secara tertulis kepada direktur. Dan direktur
RS juga menindak lanjutinya dengan pengajuan penambahan dokter bedah ke Departemen
Kesehatan pusat dua tahun yang lalu, dan hingga kasus Parjo muncul ke permukaan belum
terpenuhi permintaan tersebut.

Contoh kasus :

Kelingking tangan kanan Maureen (8 bulan) terputus dua ruas diduga akibat tindak
malpraktek di RS Awal Bros.

- Sebagaimana yang diberitakan sebelumnya, Maureen saat itu diduga mengalami


tindak malpraktik di Rumah Sakit Awal Bros yang dilakukan dokter berinisal RS.
Akibatnya, dua ruas jari kelingking tangan kanan Maureen putus dan nyaris seluruh
jari di tangan tersebut mengerucut.

16
- Sang ibu, Linda, awalnya tidak tahu-menahu kondisi jari anaknya karena saat pertama
dibawa ke rumah sakit, seusai Maureen mengalami kejang, Linda tak pernah
sekalipun diberitahu tindakan medis apa yang dilakukan.
- "Awalnya Maureen masuk UGD, tapi kondisinya terus memburuk. Di sana dia hanya
diberi infus dan tindakan lainnya. Sampai akhirnya dokter nyuruh untuk masuk ICU,"
Saat di UGD, Maureen diinfus di tangan sebelah kanan dan dibalut perban. Keluarga
pun tidak memerhatikan tindakan medis apa saja yang diberikan karena saat itu
keluarga tengah disibukkan urusan administrasi untuk masuk ruang ICU.
- "Pas di ruang ICU itu baru ketahuan sama dokter jaga ICU waktu dibuka perbannya,
tangannya sudah ungu, bernanah, dan bengkak-bengkak," ungkap Linda.
- Ia mengungkapkan, dokter jaga saat itu mengatakan bahwa buruknya kondisi jari
Maureen disebabkan cairan bicnat yang dimasukkan melalui infus. Cairan bicnat
menurut keterangan dokter adalah cairan keras yang biasa disuntikkan kepada orang
dewasa. Namun, soal penyuntikan cairan bicnat pun pihak keluarga tidak diberitahu.
- "Setelah dibuka perbannya, dokter itu bilang kalau kondisi anak saya seminggu lagi
sembuh karena dampaknya memang seperti terbakar begitu," ucapnya.
- Namun, lama-kelamaan kondisi jari Maureen tidak menunjukkan kesembuhan. Dokter
bedah plastik kemudian diturunkan. Pihak keluarga mulai curiga dengan keputusan
rumah sakit menurunkan dokter bedah plastik bagi Maureen. "Dari dokter Gwen yang
dokter bedah plastik itu bilang kalau pilihannya jari anak saya harus diamputasi kalau
enggak mau racunnya semakin menyebar.

17
KESIMPULAN

1. Resiko mengalami tuntutan malpraktik merupakan sesuatu yang tidak terpisahkan dari
praktik kedokteran gigi.
2. Manajemen resiko merupakan metode untuk mencegah atau mengurangi seminimal
mungkin resiko mengalami tuntutan malpraktik. Pelaksanaan manajemen resiko
meliputi identifikasi resiko, mengusahakan agar tidak mengalami resiko, serta
mengalihkan resiko melalui asuransi tanggung gugat.
3. Dalam menjalankan manajemen resiko perlu memperhatikan resiko kegagalan dan
kelalaian perawatan, hukum yang berlaku mengenai praktik, prosedur praktik, kontrak
terapeutik dan persetujuan tindakan medis, rekam medis, komunikasi dengan pasien,
serta asuransi tanggung gugat terhadap malpraktik.
4. Bila mengalami tuntutan malpraktik perlu bertindak secara tenang, mengusahakan
advokasi, persiapkan rekam medik dan dokumentasi pasien, membuat catatan tentang
perawatan pasien, berhati-hati dalam menyampaikan pernyataan, serta juga berhati-
hati terhadap negosiasi dan tawaran damai.
5. Dokter gigi dalam menjalankan praktiknya tetap perlu bekerja secara hati-hati dan
teliti sesuai dengan prosedur perawatan dan etika profesi.

18

Anda mungkin juga menyukai