Anda bekerja sebagai dokter di IGD sebuah rumah sakit. Pada suatu sore hari datang
seorang laki-laki berusia 45 tahun membawa anak perempuannya yang berusia 14 tahun
menyatakan bahwa anaknya tersebut baru saja pulang “dibawa lari” oleh teman laki-laki
yang berusia 18 tahun selama 3 hari keluar kota. Sang ayah takut apabila telah terjadi
sesuatu pada diri sang putrinya. Ia juga bimbang apa akan diperbuatnya bila sang anak
telah “disetubuhi” laki-laki tersebut dan akan merasa senang apabila anda dapat
menjelaskan berbagai hal tentang aspek medikolegal dan hukum kasus anaknya.
BAB I
PENDAHULUAN
Salah satu praktek seks yang dinilai menyimpang adalah bentuk kekerasan seksual.
Artinya praktek hubungan seksual yang dilakukan dengan cara-cara kekerasan,
bertentangan dengan ajaran dan nilai-nilai agama serta melanggar hukum yang berlaku.
Kekerasan ditunjukkan untuk membuktikan bahwa pelakunya memiliki kekuatan, baik
fisik maupun nonfisik. Dan kekuatannya dapat dijadikan alat untuk melakukan usaha-
usaha jahatnya itu.
Menurut Resna dan Darmawan, tindakan penganiayaan seksual dapat dibagi atas tiga
kategori yaitu perkosaan, incest, dan eksploitasi. Pada eksploitasi termasuk prostitusi dan
pornografi. Untuk lebih jelasnya dapat diuraikan sebagai berikut. (a) Perkosaan Pelaku
tindakan perkosaan biasanya pria. Perkosaan biasanya terjadi pada suatu saat dimana
pelaku (biasanya) lebih dulu mengancam dengan memperlihatkan kekuatannya kepada
anak. Jika anak diperiksa dengan segera setelah perkosaan, maka bukti fisik dapat
ditemukan seperti air mata, darah, dan luka memar yang merupakan penemuan yang
mengejutkan dari penemuan suatu akibat penganiayaan. Apabila terdapat kasus
pemerkosaan dengan kekerasan pada anak, akan merupakan suatu resiko terbesar karena
penganiayaan sering berdampak emosi tidak stabil. Khusus untuk anak ini dilindungi dan
tidak dikembalikan kepada situasi di mana terjadi tempat perkosaan, pemerkosa harus
dijauhkan dari anak. (b) Incest, didefinisikan sebagai hubungan seksual atau aktivitas
seksual lainnya antara individu yang mempunyai hubungan dekat, yang perkawinan di
antara mereka dilarang oleh hukum maupun kultur. Incest biasnya terjadi dalam waktu
yang lama dan sering menyangkut suatu proses terkondisi. (c)Eksploitasi, Eksploitasi
seksual meliputi prostitusi dan pornografi, dan hal ini cukup unik karena sering meliputi
suatu kelompok secara berpartisipasi. Hal ini dapat terjadi sebagai sebuah keluarga atau
di luar rumah bersama beberapa orang dewasa dan tidak berhubungan dengan anak-anak
dan merupakan suatu lingkungan seksual. Pada beberapa kasus ini meliputi keluarga-
keluarga, seluruh keluarga ibu, ayah, dan anak-anak dapat terlibat dan anak-anak harus
dilindungi dan dipindahkan dari situasi rumah. Hal ini merupakan situasi patologi di
mana kedua orangtua sering terlibat kegiatan seksual dengan anak-anaknya dan
mempergunakan anak-anak untuk prostitusi atau untuk pornografi. Eksploitasi anak-anak
membutuhkan intervensi dan penanganan yang banyak secara psikiatri.
BAB II
Pasal KUHP yang mengatur mengenai pencabulan ada dalam pasal 289-296.
Orang yang cukup umur yang melakukan perbuatan cabul dengan ornag lain sama
kelamin, yang diketahui atau sepatutnya harus diduga bahwa belum cukup umur,
diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun.
Pasal 293 KUHP
Pada UU Perlindungan Anak yang mengatur mengenai pencabulan terdapat pada pasal 82
dan 88.
Pasal 82
Setiap orang yang dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan,
memaksa, melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk anak untuk
melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul, dipidana dengan penjara paling
lama 15 tahun dan paling singkat 3 tahun dan denda paling banyak 300 juta rupiah dan
paling sedikit 60 juta rupiah.
Pasal 88
Setiap orang yang mengeksploitasi ekonomi atau seksual anak dengan maksud untuk
menguntungkan diri sendiri atau orang lain, dipindana dengan pidana penjara paling lama
10 tahun dan atau denda paling banyak 200 juta rupiah.
Dapat terlihat disini perbedaan antara hukuman yang diberikan oleh KUHP, UU
Perlindungan anak dan UU anti KDRT. Undang-undang Perlindungan Anak dapat
memberikan perlindungan yang lebih baik dibandingkan dengan KUHP. Misalnya, ada
sanksi cukup tinggi berupa hukuman pidana penjara maksimal 15 tahun dan minimal 3
tahun dengan denda maksimal Rp 300 juta dan minimal 60 juta tindakan yang
berhubungan dengan perkosaan dan pencabulan terhadap anak yang diatur di dalam
KUHP.
Sebenarnya sejak tahun 1979 pemerintah telah menetapkan sebuah peraturan untuk
meletakkan anak-anak dalam sebuah lembaga proteksi yang cukup aman, yaitu UU No 4
tentang Kesejahteraan Anak yang dengan tegas merumuskan, setiap anak berhak atas
pemeliharaan dan perlindungan sejak dalam kandungan sampai dengan sesudah
dilahirkan. Dalam koridor tersebut, terhadap anak tidak dibenarkan adanya perbuatan
yang dapat menghambat pertumbuhan dan perkembangan. Seorang anak yang tidak dapat
diasuh dengan baik oleh orang tuanya dapat mengakibatkan pembatalan hak asuh orang
tua. Langkah pemerintah selanjutnya adalah menetapkan UU Pengadilan Anak (UU No 3
Tahun 1997) yang diharapkan dapat membantu anak yang berada dalam proses hukum
tetap untuk mendapatkan hak-haknya.Terakhir, pemerintah menetapkan pula UU No 23
Tahun 2003 tentang Perlindungan Anak yang secara tegas pula menggariskan bahwa
anak adalah penerus generasi bangsa yang harus dijamin perlindungannya dari segala
bentuk kekerasan dan diskriminasi
Contoh lain kasus anak yang dapat menggambarkan bahwa betapa KUHP dinilai kurang
adekuat dalam memberikan hukuman adalah dalam kasus perdagangan anak-anak, yang
tidak dianggap sebagai sebuah kejahatan besar di Indonesia.
Pasal 297 KUHP yang mengatur masalah ini hanya mengancam dengan vonis maksimal
4 tahun. Padahal di sejumlah negara termasuk Amerika Serikat kasus seperti ini dianggap
sebagai sebuah kejahatan besar dimana pelakunya bisa mendapat vonis penjara di atas 15
tahun. Bahkan berfantasi seksual dengan anak-anak pun dianggap sebagai sebuah
kejahatan.
4. Pemeriksaan Tersangka
Pasal 66 KUHAP
Tersangka atau terdakwa tidak dibebani kewajiban pembuktian
Pasal 37 KUHAP
(2) Pada waktu menangkap tersangka atau dalam hal tersangka sebagaimana
dimaksudkan dalam pasal (1) dibawa kepada penyidik, penyidik berwenang
menggeledah pakain dan atau menggeledah badan tersangka.
Pasal 53 UU Kesehatan
(3) Tenaga kesehatan, untuk kepentingan pembuktian, dapat melakukan tindakan
medis terhadap seseorang dengan memperhatikan kesehatan dan keselamatan
yang bersangkutan
5. Pembuat Visum et Repertum bagi Tersangka (misal: VeR Psikis)
Pasal 120 KUHAP
(1) Dalam hal penyidik menganggap perlu, ia dapat meminta pendapat orang ahli atau
orang yang memiliki keahlian khusus
6. Keterangan Ahli
Pasal 1 Butir 28 KUHAP
Keterangan Ahli adalah keterangan yang diberikan seorang yang memiliki
keahlian khusus tentang hal yang diperlukan untuk membuat terang suatu perkara
pidana guna kepentingan pemeriksaan agar dapat diajukan ke sidang pengadilan
sebagai upaya pembuktian, harus dikemas dalam bentuk ‘ALAT BUKTI SAH’
Artinya :
• Tidak semua polisi berpangkat pelda keatas adalah penyidik
• Tidak semua polisi berpangkat sersan adalah penyidik pembantu
• Setiap kapolsek adalah penyidik 1
Cara pemeriksaan: satu tetes lender vagina diletakkan pada kaca obyek, dilihat dengan
pembesaran 500x serta kondensor diturunkan. Perhatikan pergerakan sperma.
Bila sperma tidak ditemukan, belum tentu dalam vagina tidak ada ejakulat mengingat
kemungkinan azoospermia atau pasca vasektomi sehingga perlu dilakukan penentuan
cairan mani dalan cairan vagina.
Dengan pewarnaan
Dibuat sediaan apus dan difiksasi dengan melewatkan gelas sediaan apus tersebut pada
nyala api. Pulas dengan HE, Methylene Blue atau Malachite green. Cara pewarnaan yang
mudah dan baik untuk kepentingan forensik adalah dengan pulasan malachite green
dengan prosedur sebagai berikut:
Warnai dengan larutan Malachite green 1% selama 10-15 menit, lalu cuci dengan
air mengalir dan setelah itu lakukan counter stain dengan larutan Eosin Yellowish
1% selama 1 menit, terakhir cuci lagi dengan air.
Dengan menentukan secara kuantitatif aktifitas fosfatase asam per 2 cm2 bercak, dapat
ditentukan apakah bercak tersebut adalah bercak mani atau bukan. Aktifitas 25 U.K.A.
per 1 cc ekstrak yang diperoleh dari 1cm2 bercak dianggap spesifik sebagai bercak mani.
Reagens untuk pemeriksaan ini adalah:
Larutan A: Brentamin Fast Blue B 1 g (1)
Natrium acetat trihyrate 20 g (2)
Glacial acetat acid 10 ml (3)
Aquadest 100 ml (4)
(2) dan (3) dilarutkan dalam (4) untuk menghasilkan larutan penyangga dengan pH 5,
kemudian (1) dilarutkan dalam larutan peyangga tersebut.
Cara pemeriksaan :
Bahan yang dicurigai ditempelkan pada kertas saring yang terlebih dahulu dibasahi
dengan aquades selama beberapa menit. Kemudian kertas saring diangkat dan
disemprotkan / diteteskan dengan reagen. Ditentukan waktu reaksi dari saat
penyemprotan sampai timbul warna ungu, karena intensitas warna maksimal tercapai
secara berangsur-angsur.
Hasil :
Bercak yang tidak mengandung enzim fosfatase memberikan warna serentak dengan
intensitas tetap, sedangkan bercak yang mengandung enzim tersebut memberikan
intensitas warna secara berangsur-angsur.
Waktu reaksi 30 detik merupakan indikasi kuat adanya cairan mani. Bila 30 – 65 detik,
masih perlu dikuatkan dengan pemeriksaan elektroforesis. Waktu reaksi > 65 detik,
belum dapat menyatakan sepenuhnya tidak terdapat cairan mani karena pernah ditemukan
waktu reaksi > 65 detik tetapi spermatozoa positif. Enzim fosfatase asam yang terdapat di
dalam vagina memberikan waktu reaksi rata-rata 90 – 100 detik. Kehamilan, adanya
bakteri-bakteri dan jamur, dapat mempercepat waktu reaksi.
Reaksi Berberio
Reaksi ini dilakukan dan mempunyai arti bila mikroskopik tidak ditemukan spermatozoa.
Dasar reaksi :Menentukan adanya spermin dalam semen.
Reagen : Larutan asam pikrat jenuh.
Cara pemeriksaan (sama seperti pada reaksi Florence) :
Bercak diekstraksi dengan sedikit akuades. Ekstrak diletakkan pada kaca objek, biarkan
mengering, tutup dengan kaca penutup. Reagen dialirkan dengan pipet dibawah kaca
penutup.
Hasil :
Hasil positif bila, didapatkan kristal spermin pikrat kekuningan berbentuk jarum dengan
ujung tumpul. Kadang-kadang terdapat garis refraksi yang terletak longitudinal. Kristal
mungkin pula berbentuk ovoid.
Tabel 1. Gambaran substansi golongan darah dalam bahan pemeriksaan yang berasal dari
forniks posterior vagina.
Golongan Darah Wanita
O A B AB
Substansi ”sendiri”
A B
dalam sekret H A+B
A+H B+H
vagina
A
Substansi “asing” B A H*
B
berasal dari semen H* H* A+H
A+B
Hasil :
Adanya substansi ‘asing’ menunjukkan di dalam vagina wanita tersebut terdapat cairan
mani.
Cara lugol
Kaca objek ditempelkan dan ditekan pada glans penis, terutama pada bagian kolum,
korona serta frenulum, kemudian letakkan dengan spesimen menghadap kebawah diatas
tempat yang berisi larutan ligol dengan tujuan agar uap yodium akan mewarnai sediaan
tersebut. Hasil akan menunjukkan sel-sel epitel vagina dengan sitoplasma berwarna
coklat karena mengandung banyak glikogen.
Untuk memastikan bahwa sel epitel berasal dari seorang wanita, perlu ditentukan adanya
kromatin seks (barr bodies) pada inti. Dengan pembesaran besar, perhatikan inti sel epitel
yang ditemukan dan cari barr bodies. Ciri-cirinya adalah menempel erat pada permukaan
membran inti dengan diameter kira-kira 1 µ yang berbatas jelas dengan tepi tajam dan
terletak pada satu dataran fokus dengan inti.
Kelemahan pemeriksaan ini adalah bila persetubuhan tersebut telah berlangsung lama
atau telah dilakukan pencucian pada alat kelamin pria, maka pemeriksaan ini tidak akan
berguna lagi.
Pada dasarnya pemeriksaan laboratorium forensik pada korban wanita dewasa dan anak-
anak adalah sama, yang membedakan adalah pendekatan terhadap korban. Pengumpulan
barang bukti harus dilakukan jika hubungan seksual terjadi dalam 72 jam sebelum
pemeriksaan fisik.
Pada pemerikasaan akan diketahui umur korban. Jika tidak ada akte kelahiran
maka umur korban yang pasti tidak diketahui. Dokter perlu menyimpulkan
apakah wajah dan bentuk badan korban sesuai dengan umur yang dikatakannya.
Keadaan perkembangan payudara dan pertumbuhan rambut kemaluan perlu
dikemukakan.
Tanner membagi tahapan yang terjadi selama pubertas. Tahapan ini dibagi
menjadi dari T1 sampai T5, di mana T1 identik dengan perkembangan masa anak-
anak dan T5 identik dengan maturitas penuh.
Beberapa istilah yang sering digunakan dalam tanda-tanda seks sekunder pada
wanita antara lain :
i. telarche, yaitu pembesaran payudara,
ii. pubarche, yaitu tumbuhnya rambut pubis,
iii. menarche, yaitu menstruasi yang pertama kali terjadi, dan
iv. adrenarche, yaitu tumbuhnya rambut aksila sebagai akibat peningkatan
androgen dari adrenal.
Untuk mempermudah pemahaman mengenai perubahan fisik yang terjadi selama
pubertas pada wanita, Tanner menggolongkannya menjadi beberapa tahapan yang
ditandai dengan dari T1 (Tanner 1) sampai T5.
2. Tanda-tanda persetubuhan
Robekan Hymen
Variasi anatomi dari keadaan yang hymen imperforata sampai keadaan dimana
hampir tidak terdapat hymen dapat ditemukan, tetapi pemeriksaan yang dilakukan
secara hati-hati akan selalu memperlihatkan unsur-unsur dari hymen. Laserasi
vaginal biasa timbul pada coitus normal ataupaun pada perkosaan. Biasanya
laserasi vaginal disebabkan karena coitus namun dapat juga disebabkan oleh
masturbasi, dengan memasukkan benda asing seperti tampon . Perlukaan vaginal
bukanlah hal yang jarang, dan derajatnya bervariasi dari perlukaan minor akibat
koitus normal hingga introital mayor atau minor dan robekan vaginal, dan
robekan dinding vagina. Trauma minor pada vagina biasanya disebabkan oleh
koitus normal. Hymen dan introitus ditahan pada bagian anterior dimana daerah
ini jarang terkena luka. Hymen yang kresentik merupakan penampakan yang
sering ditemukan pada wanita yang masih perawan. Trauma atau luka sering
diharapkan terjadi pada bagian posterior dimana pada bagian ini terdapat daerah
jaringan tanpa penyokong yang luas. Trauma vaginal pada saat koitus biasanya
terdapat pada bagian bawah, posterior , bagian dari introitus, termasuk bagian
bawah hymen dan fourchette posterior. Robekan hymen biasanya terdapat pada
bagian posterior (63% antara posisi jam 5 dan jam 7, dengan posisi pasien
supinasi). Robekan yang lebih parah lagi terdapat pada perluasan laserasi hymen
ke dinding vagina atau corpus penineum dan rektum dan disertai dengan
perdarahan nyata.
Cairan semen
3. Tanda-tanda kekerasan
• Goresan berbentuk garis pada perut dan lengan bawah memberikan kesan
bahwa korban terseret pada permukaan yang kasar. Partikel-partikel dari kotoran
mungkin membantu dalam mengidentifikasi tempat penyerangan.
• Luka-luka lainnya yang masih berhubungan dengan penyerangan
termasuk memar pada daerah ruas jari, daerah perbatasan ulnar pada sikut atau
pada daerah betis.
Pelebaran anus (notch atau cleft) selaput dara di daerah posterior, mencapai dekat dasar
(sering merupakan artefak pada posisi pemeriksaan tertentu, tetapi bila konsisten pada
beberapa posisi, maka mungkin akibat kekerasan tumpul atau penetrasi sebelumnya)
• Lecet akut, laserasi atau memar labia, jaringan sekitar selaput dara atau perineum
• Jejak gigitan atau hisapan di genitalia atau paha bagian dalam
• Jaringan parut atau laserasi baru daerah posterior fourchette tanpa mengenai
selaput dara
• Jaringan parut perianal (jarang, mungkin akibat keadaan medis lain seperti
chron’s disease atau akibat tindakan medis sebelumnya)
• Eritema (kemerahan/memar) vestibulum atau jaringan sekitar anus (dapat akibat
zat iritan, infeksi atau iritan)
• Adesi labia (mungkin akibat iritasi atau rabaan)
• Friabilitas (retak) daerah posterior fourchette (akibat iritasi, infeksi atau traksi
labia mayor pada pemeriksaan)
• Penebalan selaput dara (mungkin akibat estrogen, terlipatnya tepi selaput,
bengkak karena infeksi atau trauma)
• Kulit genital semu
• Fisura ani (biasanya iritasi perianal)
• Pendataran lipat anus (akibat relaksasi sfingter aksterna)
• Pelebaran anus dengan adanya tinja (refleks normal)
• Perdarahan pervaginam (mungkin berasal dari sumber lain, seperti uretra, atau
mungkin akibat infeksi vagina, benda asing atau trauma yang aksidental
Untuk dapat memeriksa korban wanita tersebut, selain adanya surat permintaan visum et
repertum, dokter sebaiknya juga mempersiapkan si korban atau orang tuanya bila ia
masih belum cukup umur, agar dapat dilakukan pemeriksaan serta saksi atau pendamping
perawat wanita dan pemeriksaan sebaiknya dilakukan dalam ruang tertutup yang tenang.
FAKTOR INTERN
Faktor intern adalah faktor-faktor yang terdapat pada diri individu. Faktor ini khusus
dilihat dari individu serta dicari hal-hal yang mempunyai hubungan dengan kejahatan
perkosaan. Hal ini dapat ditinjau dari:
(a) Faktor Kejiwaan, yakni kondisi kejiwaan atau keadaan diri yang tidak normal dari
seseorang dapat juga mendorong seseorang melakukan kejahatan. Misalnya, nafsu seks
yang abnormal, sehingga melakukan perkosaan terhadap korban wanita yang tidak
menyadari keadaan diri si penjahat, yakni sakit jiwa, psycho patologi dan aspek
psikologis dari instink-seksuil.
Dalam keadaan sakit jiwa, si penderita memiliki kelainan mental yang didapat baik
dari faktor keturunan maupun dari sikap kelebihan dalam pribadi orang tersebut, sehingga
pada akhirnya ia sulit menetralisir rangsangan seksual yang tumbuh dalam dirinya dan
rangsangan seksual sebagai energi psikis tersebut bila tidak diarahkan akan menimbulkan
hubungan-hubungan yang menyimpang dan dapat menimbulkan korban pada pihak lain.
Dalam keadaan seperti ini sering dijumpai dalam perbuatan manusia itu terdapat
kesilapan-kesilapan tanpa disadari. Jika terdapatnya perbuatan-perbuatan tidak sadar
yang muncul dapat menimbulkan perbuatan yang menyimpang maupun cenderung pada
perbuatan kejahatan.
Sedangkan aspek psikologis sebagai salah satu aspek dari hubungan seksual adalah
aspek yang mendasari puas atau tidak puasnya dalam melakukan hubungan seksual
dengan segala eksesnya. Jadi bukanlah berarti dalam mengadakan setiap hubungan
seksual dapat memberikan kepuasan, oleh karena itu pula kemungkinan ekses-ekses
tertentu yang merupakan aspek psikologis tersebut akan muncul akibat ketidakpuasan
dalam melakukan hubungan seks. Dan aspek inilah yang dapat merupakan penyimpangan
hubungan seksual terhadap pihak lain yang menjadi korbannya. Orang yang mengidap
kelainan jiwa, dalam hal melakukan perkosaan cenderung melakukan dengan sadis,
sadisme ini terkadang juga termasuk misalnya melakukan di hadapan orang lain atau
melakukan bersama-sama dengan orang lain. Kemudian disamping itu, zat-zat tertentu
seperti alkohol dan penggunaan narkotika dapat juga membuat seseorang yang normal
melakukan perbuatan yang tidak normal. Seseorang yang sudah mabuk akibat meminum
minuman keras akan berani melakukan tindakan yang brutal. Dalam kondisi jiwanya
yang tidak stabil ia akan mudah terangsang oleh hal-hal yang buruk termasuk kejahatan
seksual.
(b) Faktor Moral. Moral merupakan faktor penting untuk menentukan timbulnya
kejahatan. Moral sering disebut sebagai filter terhadap munculnya perilaku yang
menyimpang, sebab moral itu adalah ajaran tingkah laku tentang kebaikan-kebaikan dan
merupakan hal yang vital dalam menentukan tingkah laku. Dengan bermoralnya
seseorang maka dengan sendirinya dia akan terhindar dari segala perbuatan yang tercela.
Sedangkan orang yang tidak bermoral cenderung untuk melakukan kejahatan.
Pada kenyataannya, moral bukan sesuatu yang tidak bisa berubah, melainkan ada
pasang surutnya, baik dalam diri individu maupun masyarakat. Timbulnya kasus-kasus
perkosaan, disebabkan moral pelakunya yang sangat rendah. Dari kasus-kasus tersebut
banyak diantaranya terjadi, korbannya bukanlah orang asing lagi baginya bahkan saudara
dan anak kandung sendiri. Kasus-kasus tersebut memberi kesan kepada kita bahwa
pelakunya adalah orang-orang yang tidak bermoral sehingga dengan teganya melakukan
perbuatan yang terkutuk itu terhadap putri kandungnya sendiri. Di lain kasus melakukan
perbuatan yang tidak manusiawi itu secara bersama-sama dan di hadapan teman-
temannya tanpa adanya rasa malu.
Salah satu hal yang mempengaruhi merosotnya moral seseorang dipengaruhi oleh
kurangnya pendidikan agama. Agama merupakan unsur pokok dalam kehidupan manusia
yang merupakan kebutuhan spiritual yang sama. Norma-norma yang terdapat di
dalamnya mempunyai nilai yang tertinggi dalam hidup manusia. Sebab norma-norma
tersebut adalah norma-norma ketuhanan dan segala sesuatu yang digariskan oleh agama
adalah baik dan membimbing ke arah yang jalan yang baik dan benar, sehingga bila
manusia benar-benar mendalami dan mengerti isi agama, pastilah ia akan menjadi
manusia yang baik dan tidak akan berbuat hal-hal yang merugikan atau kejahatan
walaupun menghadapi banyak godaan.
FAKTOR EKSTERN
Faktor ekstern adalah faktor-faktor yang berada di luar diri si pelaku. Faktor ekstern ini
berpangkal pokok pada individu. Dicari hal-hal yang mempunyai hubungan dengan
kejahatan kesusilaan. Hal ini dapat ditinjau dari:
(a) Faktor Sosial Budaya, meningkatnya kasus-kasus kejahatan kesusilaan atau perkosaan
terkait erat dengan aspek sosial budaya. Karena aspek sosial budaya yang berkembang di
tengah-tengah masyarakat itu sendiri sangat mempengaruhi naik turunnya moralitas
seseorang. Suatu kenyataan yang terjadi dewasa ini, sebagai akibat pesatnya kemajuan
ilmu pengetahuan dan teknologi, maka tidak dapat dihindarkan timbulnya dampak negatif
terhadap kehidupan manusia. Akibat modernisasi tersebut, berkembanglah budaya yang
semakin terbuka pergaulan yang semakin bebas, cara berpakaian kaum hawa yang
semakin merangsang, dan kadang-kadang dan berbagai perhiasan yang mahal, kebiasaan
bepergian jauh sendirian, adalah faktorfaktor dominan yang mempengaruhi tingginya
frekuensi kasus perkosaan.
Forensik Klinik adalah bagian dari ilmu kedokteran forensik yang mencakup
pemeriksaan forensik terhadap korban hidup dan investigasinya, kemudian aspek
medikolegal, juga psikopatologinya, dengan kata lain forensik klinik merupakan area
praktek medis yang mengintegrasikan antara peranan medis dan hukum terutama dalam
kasus-kasus berkaitan kejahatan susila. Namun, Untuk menyelesaikan permasalahan
kasus kejahatan seksual, tidak hanya membutuhkan intervensi medis semata-mata tapi,
menuntut diambilnya langkah penanganan yang holistik dan komprehensif termasuk
dukungan psikososial yang secara otomatis membutuhkan dukungan optimal dari
keluarga dan masyarakat. Tugas dokter tidak hanya menjalankan fungsi maksimal dalam
bidang kesehatan, namun dokter tersebut dituntut untuk memanfaatkan ilmu pengetahuan
kedokteran seoptimal mungkin dan mematuhi tuntutan undang-undang terhadapnya
terutama dalam kasus-kasus yang melibatkan proses hukum.
DAFTAR PUSTAKA
1. Pengantar Medikolegal. Diunduh dari http://www.scribd.com/doc/40442614/01-
Pengantar-medikolegal
2. Aspek Hukum Bagi Pedofilia di Indonesia. Diunduh dari
http://pedophiliasexabuse.wordpress.com/2009/05/28/aspek-hukum-bagi-
pedofilia-di-indonesia/, 28 Mei 2009
3. http://eprints.undip.ac.id/17750/1/Ira_Dwiati_Tesis.pdf
4. Peranan Forensik Klinik Dalam Kasus Kekerasan Terhadap Anak dan Perempuan.
Diunduh dari http://reproduksiumj.blogspot.com/2009/12/peranan-forensik-
klinik-dalam-kasus.html, 25 Disember 2009 (pemeriksaan medik)
5. Dampak Sosial Psikologis Perkosaan. Diunduh dari
http://fatur.staff.ugm.ac.id/file/JURNAL%20-%20Dampak%20Sosial-Psikologis
%20Perkosaan.pdf, Juni 2002 (dampak psikososial)
6. Bentuk-bentuk Kekerasan Seksual Terhadap Anak Di Bawah Umur. Diunduh dari
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/18417/1/equ-feb2008-
13%20(2).pdf, 1 Ferbruari 2008 (faktor psikososial)
7. Kekerasan Pada Anak. Diunduh dari
http://eprints.ums.ac.id/337/1/6._SUDARYONO.pdf, 1 Maret 2007 (peran LSM)