Ajaran-ajaran normatif agama tentang perawatan di atas, tidak hanya sebatas dasar
teoritis, melainkan sudah pula dipraktikkan dalam realitas kehidupan di masa lalu. Di
masa-masa awal perkembangan Islam dikenal sejumlah wanita yang mengabdikan
dirinya di bidang keperawatan, di antaranya Rufaidah, ia berjasa mendirikan rumah
sakit pertama di zaman Nabi Muhammad Saw guna menampung dan merawat orang-
orang sakit, baik karena penyakit maupun terluka dalam peperangan Di Eropa dikenal
nama Jean Henry Dunant, dokter Swiss yang melalui Konferensi Jenewa l864 diakui
sebagai Bapak Palang Merah Interasional, diikuti oleh Florence Nightingale sebagai Ibu
Perawat Dunia pertama, maka Rufaidah-lah yang dianggap sebagai “Nightingale” dalam
Islam.
Siti Rufaidah pada jaman Nabi Muhammad S.A.W, yang selalu berusaha
memberikan pelayanan terbaiknya bagi yang membutuhkan tanpa membedakan apakah
kliennya kaya atau miskin (Elly Nurahmah, 2001). Ada pula yang mengenal sebagai
Rufaidah binti Sa'ad/Rufaidah Al-Asalmiya dimana dalam beberapa catatan publikasi
menyebutkan Rufaidah Al-Asalmiya, yang memulai praktek keperawatan dimasa Nabi
Muhammad SAW adalah perawat pertama muslim (Kasule, 2003; Mansour & Fikry,
1987). Sementara sejarah perawat di Eropa dan Amerika mengenal Florence
Nightingale sebagai pelopor keperawatan modern, Negara di timur tengah memberikan
status ini kepada Rufaidah, seorang perawat muslim (Jan, 1996). Talenta perjuangan
dan kepahlawanan Rufaidah secara verbal diteruskan turun temurun dari generasi ke
generasi di perawat Islam khususnya di Arab Saudi dan diteruskan ke generasi modern
perawat di Saudi dan Timur Tengah (Miller Rosser, 2006)
Islam menaruh perhatian yang besar sekali terhadap dunia kesehatan dan
keperawatan guna menolong orang yang sakit dan meningkatkan kesehatan. Kesehatan
merupakan modal utama untuk bekerja, beribadah dan melaksanakan aktivitas lainnya.
Ajaran Islam yang selalu menekankan agar setiap orang memakan makanan yang baik
dan halal menunjukkan apresiasi Islam terhadap kesehatan, sebab makanan merupakan
salah satu penentu sehat tidaknya seseorang. dalam dunia keperawatan penerapan teori
keislaman tersebut adalah peran perawat sebagai educator yang memberikan pendidikan
kesehatan kepada seorang klien untuk mengkonsumsi makanan yang halal dan baik.
Dalam pemberian makanan dalam islam, misalnya pemberian makanan berdaging,
seperti daging sapi atau daging kambing. Diwajibkan untuk perawat berkolaborasi
dengan ahli gizi untuk mencarikan makanan yang benar-benar halal, diantaranya
disembelih dengan menyebut nama Allah. Artinya perawat harus melihat sampai ke
arah sana, tidak hanya sebatas memberikan makanan dan menganjurkan untuk makan
saja, tetapi melihat latar belakang makanan tersebut. Saat ini tekhnologi penyembelihan
pun semakin berkembang, maka dari itu hukum pun semakin luas dalam penerapan ini,
sehingga setiap mesin penyembelih hewan, jika mengoperasikan tanpa menyebut nama
Allah, maka hewan tersebut dapat Haram hukumnya.
Allah berfirman: “dan sesungguhnya Dia hanya mengharamkan atasmu bangkai,
darah, daging babi, dan (daging) hewan yang disembelih dengan (menyebut nama)
selain Allah.” (QS. Al Baqarah: 173).
Kewajiban atau sebuah keharusan seorang ibu menyusui adalah sampai dengan
umur dua tahun, hal ini sesuai dengan firman Allah SWT “dan ibu-ibu hendaklah
menyusui anak-anaknya selama dua tahun penuh” (QS. Al Baqarah: 233). Peran
perawat di rumah sakit umum maupun di rumah sakit bersalin adalah memberikan
pengertian kepada si ibu terkait dengan pentingnya air susu ibu (ASI) untuk bayi.
Penyuluhan yang diberikan oleh seorang perawat muslim perlu adanya proses penalaran
rohani kemudian dilandasi (evidence based practice) berdasarkan teori. Artinya apa
yang diajarkan dalam dunia keperawatan modern harus dilakukan berdasarkan landasan
Al-Quran.
Dalam penerapan praktek keperawatan, perlu penerapan etika keperawatan
berdasarkan etika ke-Islaman pula. Dalam ke-Islaman terdapat tiga landasan utama bagi
pemeluk Islam itu sendiri yaitu Iman, Islam dan Ihsan. Sehingga jika kita melihat
sebuah literature sejarah, yang menjadi seorang perawat muslim pertama adalah Siti
Rifaidah, beliau adalah seorang perawat pada jaman Rasulullah yang menerapkan pola
tiga pilar tersebut, (Kasule, 2003; Mansour & Fikry, 1987). karena beliau berprinsip
tanpa membedakan status antara kaya dan miskin. (Elly Nurahmah, 2001). Namun pada
era modernisasi saat ini banyak perawat yang membedakan status klien dengan
penerapan system kelas, namun jika hal itu terjadi peran perawat mencoba menerapkan
setiap asuhan keperawatan tanpa membedakan status kelas tetapi dengan kemampuan
yang dimiliki perawat tersebut apalagi di rumah sakit ruangan kelas tiga, karena jika
seorang perawat di kelas tiga, jumlah perawat dan klien yang diberikan asuhan sangat
jauh berbeda sekali, sehingga waktu dan penerapan asuhannya tidak seimbang.
Essay
Disusun oleh :
109104000013
2011