Anda di halaman 1dari 5

TINDAK KORUPSI

A. Uraian

Korupsi dalam bahasa latin yaitu corruptio dari kata kerja corrumpere yang bermakna
busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik, menyogok. Secara harfiah, korupsi adalah
perilaku pejabat publik, baik politikus/politisi maupun pegawai negeri, yang secara tidak
wajar dan tidak legal memperkaya diri atau memperkaya mereka yang dekat dengannya,
dengan menyalahgunakan kekuasaan publik yang dipercayakan kepada mereka.

Dalam arti yang luas, korupsi atau korupsi politis adalah penyalahgunaan jabatan resmi
untuk keuntungan pribadi. Semua bentuk pemerintah/pemerintahan rentan korupsi dalam
prakteknya. Beratnya korupsi berbeda-beda, dari yang paling ringan dalam bentuk
penggunaan pengaruh dan dukungan untuk memberi dan menerima pertolongan, sampai
dengan korupsi berat yang diresmikan, dan sebagainya. Titik ujung korupsi adalah
kleptokrasi, yang arti harafiahnya pemerintahan oleh para pencuri, dimana pura-pura
bertindak jujur pun tidak ada sama sekali.

Korupsi yang muncul di bidang politik dan birokrasi bisa berbentuk sepele atau berat,
terorganisasi atau tidak. Walau korupsi sering memudahkan kegiatan kriminal lainnya
seperti penjualan narkotika, pencucian uang, dan prostitusi, korupsi itu sendiri tidak
terbatas dalam hal-hal ini saja. Korupsi ini muncul sebagai akibat dari:

 Konsentrasi kekuasan dipengambil keputusan yang tidak bertanggung jawab


langsung kepada rakyat, seperti yang sering terlihat di rezim-rezim yang bukan
demokratik.
 Kurangnya trnsparansi dipengambilan keputusan pemerintah
 Kampanye-kampanye politik yang mahal, dengan pengeluaran lebih besar dari
pendanaan politik yang normal.
 Proyek yang melibatkan uang rakyat dalam jumlah besar.
 Lingkungan tertutup yang mementingkan diri sendiri dan jaringan "teman lama".
 Lemahnya ketertiban hukum
 Lemahnya profesi hukum
 Kurangnya kebebasan berpendapat dimedia massa
 Gaji pegawai pemerintah yang sangat kecil.
 Keadaan perekonomian yang buruk

Korupsi juga mempersulit pembangunan ekonomi dengan membuat distorsi dan ketidak
efisienan yang tinggi. Dalam sektor privat, korupsi meningkatkan ongkos niaga karena
kerugian dari pembayaran ilegal, ongkos manajemen dalam negosiasi dengan pejabat korup,
dan risiko pembatalan perjanjian atau karena penyelidikan. Walaupun ada yang menyatakan
bahwa korupsi mengurangi ongkos (niaga) dengan mempermudah birokrasi, konsensus yang
baru muncul berkesimpulan bahwa ketersediaan sogokan menyebabkan pejabat untuk
membuat aturan-aturan baru dan hambatan baru. Dimana korupsi menyebabkan inflasi
ongkos niaga, korupsi juga mengacaukan "lapangan perniagaan". Perusahaan yang memiliki
koneksi dilindungi dari persaingan dan sebagai hasilnya mempertahankan perusahaan-
perusahaan yang tidak efisien.Korupsi menimbulkan distorsi (kekacauan) di dalam sektor
publik dengan mengalihkan investasi publik ke proyek-proyek masyarakat yang mana
sogokan dan upah tersedia lebih banyak. Pejabat mungkin menambah kompleksitas proyek
masyarakat untuk menyembunyikan praktek korupsi, yang akhirnya menghasilkan lebih
banyak kekacauan. Korupsi juga mengurangi pemenuhan syarat-syarat keamanan
bangunan, lingkungan hidup, atau aturan-aturan lain. Korupsi juga mengurangi kualitas
pelayanan pemerintahan dan infrastruktur; dan menambahkan tekanan-tekanan terhadap
anggaran pemerintah dan memberikan ancaman besar bagi warga negaranya.

B.UNSUR-UNSUR PIDANA

Dari sudut pandang hukum, tindak pidana korupsi secara garis besar mencakup unsur-unsur
sebagai berikut:

 perbuatan melawan hukum


 penyalahgunaan kewenangan, kesempatan, atau sarana;
 memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi;
 merugikan keuangan negara atau perekonomian negara;

Selain itu terdapat beberapa jenis tindak pidana korupsi yang lain, di antaranya:

 memberi atau menerima hadiah atau janji (penyuapan);


 penggelapan dalam jabatan;
 pemerasan dalam jabatan;
 ikut serta dalam pengadaan (bagi pegawai negeri/penyelenggara negara);
 menerima gratifikasi (bagi pegawai negeri/penyelenggara negara).

C. PERBANDINGAN DENGAN UU DAN KUHP

Menurut Nolte dalam Het Strafrecht en de Afzonderlijke Wetten, penyimpangan


dalam hukum pidana khusus terdiri dari dua macam, yaitu penyimpangan secara tegas
tersurat dalam undang-undang yang bersangkutan secaraexpr es s is ver bis dan
penyimpangan secara diam-diam.

Kekhususan dan penyimpangan antara lain seperti terdapat dalam beberapa pasal
UU No. 31 tahun 1999 dan UU No. 20 tahun 2001, yaitu:

a. Pemidanaan badan hukum atau korporasi dimungkinkan dalam perkara korupsi


sebagaimana diatur dalam pasal 1 ayat (3) UU No. 31 tahun 1999. Hal ini
menyimpang dari ketentuan pidana umum yang selalu menunjuk orang sebagai
subyek hukum. Hampir semua perumusan delik dalam KUHP dimulai dengan
katakata “barang siapa” atau dalam pasal 341 dan 342 KUHP yang dimulai dengan
katakata “seorang ibu” yang menunjuk manusia sebagai subyek hukum.
b. Dalam Pasal 15 UU No. 31 tahun 1999 disebutkan bahwa percobaan, pembantuan
(medepleger) maupun permufakatan jahat dipidana sama dengan pidana terhadap
tindak pidana korupsi. Hal ini menyimpang dari ketentuan dalam pasal 53 ayat (2)
dan pasal 57 ayat (1) KUHP yang menentukan hukuman maksimal bagi percobaan
dan pembantuan tindak pidana, yaitu hukuman maksimal tindak pidana yang
bersangkutan dikurangi sepertiganya.
c. Perumusan tindak pidana korupsi bersifat serba meluas dan serba meliputi (all
embracing and multy purpose act). Terdapat beberapa perbuatan yang sudah
terjaring dalam perumusan delik lain dalam KUHP maupun Undang- undang Tindak
Pidana Ekonomi dapat tercakup di dalam perumusan delik dalam Undang-undang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
d. Dalam pasal 16 UU No. 31 tahun 1999 disebutkan setiap orang yang berada di luar
wilayah Republik Indonesia yang memberikan bantuan, kesempatan, sarana atau
keterangan untuk terjadinya tindak pidana korupsi dipidana dengan pidana yang
sama sebagai pelaku tindak pidana korupsi. Ketentuan dalam pasal tersebut selain
menyimpang dari ketentuan dalam KUHP menyangkut hukuman terhadap turut serta
dalam tindak pidana (medepleger), juga memungkinkan untuk diberlakukannya
hukum pidana Indonesia di luar wilayah Indonesia. Menurut ketentuan dalam pasal 2
KUHP, hukum pidana Indonesia berlaku bagi setiap orang yang melakukan tindak
pidana diseluruh wilayah Indonesia Dengan pengecualian berlaku bagi setiap orang
di luar wilayah Indonesia yang berada dalam kapal
e. Adanya perluasan pengertian pegawai negeri yang diatur dalam pasal 1 ayat 1 UU
No. 31 tahun 1999, yaitu selain seperti yang dimaksud oleh Undang- undang tentang
Kepegawaian dan KUHP, juga termasuk orang yang menerima gaji atau upah dari
keuangan negara atau daerah atau dari suatu korporasi yang menerima bantuan dari
keuangan negara atau daerah dan orang yang menerima gaji dari korporasi lain yang
mempergunakan modal atau fasilitas dari negara atau masyarakat.
Tugas delik-delik diluar KUHP

Tindak korupsi

OLEH
ERIK PASORONGAN
B 111 08 448

UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2011

Anda mungkin juga menyukai