Oleh:
Halaman Sampul
Kata Pengantar i
Daftar Isi ii
Bab 1 Pendahuluan 1
1.1 Latar Belakang Masalah 1
1.2 Rumusan Masalah 4
1.3 Tujuan Penelitian 4
1.4 Metode Penelitian 5
Bab 2 Kajian Pustaka 7
2.1 Penelitian Sebelumnya yang Relevan 7
2.2 Pengertian Solidaritas 8
2.3 Proses Solidaritas 9
2.4 Bentuk-bentuk Solidaritas 12
2.5 Sebab dan Akibat Solidaritas 14
Bab 3 Hasil Penelitian dan Bahasan 16
3.1 Deskripsi Terjadinya Solidaritas Pedagang Angkringan 16
3.2 Faktor-Faktor Penyebab Solidaritas Pedagang Angkringan 20
3.3 Dampak Solidaritas Sosial Pedagang Angkringan 24
Bab 4 Simpulan 28
Referensi 31
Lampiran: 32
Bab 1
PENDAHULUAN
Bab 2
KAJIAN PUSTAKA
Bab 3
HASIL PENELITIAN DAN BAHASAN
Bab 4
SIMPULAN
Simpulan harus memberikan jawaban terhadap rumusan masalah yang
telah dibahas dalam Bab 3. Contohnya sebagai berikut:
Hasil penelitian telah menunjukkan bahwa jalinan solidaritas kelompok
pedagang Warung Angkringan di Kota Ponorogo tidak hanya terjadi di antara
ketua kelompok dengan anggota kelompok tetapi juga terjadi di antara sesama
anggota kelompok dan bahkan antara kelompok yang satu dengan kelompok
yang lain. Adanya jalinan solidaritas kelompok tersebut terbukti mampu
mempengaruhi perkembangan kelompok pedagang Warung Angkringan di Kota
Ponorogo.
Solidaritas antara ketua dengan para anggota kelompok pedagang Warung
Angkringan terjadi baik pada saat ketua kelompok memberikan informasi
peluang usaha dan perkembangan Warung Angkringan di Kota Ponorogo kepada
teman, saudara, atau tetangga di daerah asalnya dan sekaligus mengajak mereka
untuk membuka usaha Warung Angkringan di Kota Ponorogo, maupun
membantu anggota kelompok yang baru tersebut mencarikan tempat usaha yang
strategis, membantu permodalan, penyediaan jajanan dan makanan, dan
menyediakan tempat tinggal. Kesediaan pedagang Warung Angkringan yang
baru untuk menjadi anggota kelompok harus secara rela mematuhi aturan
pembagian kerja yang ada di dalam kelompok tersebut.
Pembagian kerja dalam kelompok pedagang Warung Angkringan di Kota
Ponorogo merupakan komitmen bersama antara ketua dan anggota kelompok.
Pedagang Warung Angkringan golongan mandiri secara otomatis menjadi ketua
kelompok dan mempunyai anggota sebanyak empat sampai dengan delapan
pedagang Warung Angkringan golongan semi mandiri dan atau non mandiri.
Ketua kelompok mempunyai wewenang untuk membuat jajanan dan makanan
yang akan dijual sendiri maupun akan dijualkan oleh anggota kelompoknya.
Besarnya keuntungan yang akan diambil dari hasil penjualan jajanan dan
makanan oleh para anggota kelompok biasanya diserahkan sepenuhnya
berdasarkan kesepakatan yang telah dibuat oleh para anggota. Selain membantu
dalam penyediaan jajanan dan makanan tersebut, ketua kelompok juga akan
membantu para anggotanya untuk mencari lokasi usaha yang strategis dan
sekaligus ijinnya, membuatkan gerobak Angkringan bagi anggota yang tidak
mempunyai dana untuk membuat sendiri, menyediakan tempat tinggal bagi
anggota yang tidak mampu sewa rumah atau kost sendiri.
Solidaritas di antara anggota kelompok pedagang warung Angkringan
dalam bentuk saling membantu jika ada yang mempunyai masalah keuangan,
membantu dalam setiap acara hajatan seorang anggota kelompok, dan saling
mematuhi kesepakatan yang telah dibuat bersama terkait besarnya keuntungan
yang akan diambil dalam penjualan jajanan dan makanan. Solidaritas di antara
kelompok pedagang Warung Angkringan yang satu dengan kelompok yang lain
terjadi dalam bentuk saling menghormati dalam pemilihan lokasi usaha yang
strategis yang diusahakan tidak saling berdekatan, kesepakatan pengambilan
jajanan dan makanan dari ketua kelompok yang lain pada saat ketua kelompok
tidak berjualan, dan saling membantu dan sekaligus menghadiri hajatan yang
dilaksanakan oleh pedagang Warung Angkringan dari kelompok yang lain.
Berdasarkan uraian di atas, jalinan solidaritas yang ada dalam kelompok
pedagang Warung Angkringan di Kota Ponorogo berbentuk upaya saling
memberikan informasi tentang peluang usaha, membantu pemilihan lokasi usaha
yang strategis, membantu permodalan, penyediaan jajanan dan makanan,
membantu penyediaan tempat tinggal, saling menjalin hubungan kekeluargaan,
dan saling menghormati dan mematuhi kesepakatan yang telah dibuat bersama.
Fenomena tersebut sesuai dengan hasil penelitian dari Granovetter pada
tahun 1974 (Damsar, 1997: 48), yang menjelaskan bahwa kuatnya suatu ikatan
jaringan memudahkan seseorang untuk mengetahui ketersediaan pekerjaan.
Dalam hal ini, jaringan sosial juga memainkan peranan penting dalam
berimigrasi dan kewiraswastaan imigran. Jaringan tersebut merupakan ikatan
antar pribadi yang mengikat para migran melalui kekerabatan dan persahabatan
komunitas asal yang sama. Selain itu, kebanyakan kewiraswastaan yang terjadi
pada komunitas migran dimudahkan oleh jaringan dari ikatan dalam saling
tolong menolong, sirkulasi modal, bantuan dalam hubungan dengan birokrasi.
REFERENSI
Johnson, Doyle Paul. 1994. Teori Sosiologi Klasik dan Modern (Terjemahan
Robert M. Z. Lawan). Jakarta: Penerbit PT. Gramadia Pustaka Utama.
Setiawan, Bobi B.. 2004. Ruang Publik dan Modal Sosial: Privatisasi Ruang di
Kampung.Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada
LAMPIRAN