1. Definisi
Pembesaran Prostat Jinak (PPJ) disebut juga Benigna Prostate Hyperplasia (BPH)
adalah hiperplasia kelenjar periuretral prostat yang akan mendesak jaringan prostat yang
asli ke perifer dan menjadi simpai bedah.1
2. Anatomi Prostat
Prostat merupakan kelenjar berbentuk konus terbalik yang dilapisi oleh kapsul
fibromuskuler, yang terletak di sebelah inferior vesika urinaria, mengelilingi bagian
proksimal uretra (uretra pars prostatika) dan berada di sebelah anterior rektum. Bentuknya
sebesar buah kenari dengan berat normal pada orang dewasa kurang lebih 20 gram,
dengan jarak basis ke apex kurang lebih 3 cm, lebar yang paling jauh 4 cm dengan tebal
2,5 cm.2
Kelenjar prostat terbagi menjadi 5 lobus :
a. Lobus medius
b. Lobus lateralis (2 lobus)
c. Lobus anterior
d. Lobus posterior
Selama perkembangannya lobus medius, lobus anterior, lobus posterior akan menjadi
satu dan disebut lobus medius saja. Pada penampang, lobus medius kadang-kadang tak
tampak karena terlalu kecil dan lobus lain tampak homogen berwarna abu-abu, dengan
kista kecil berisi cairan seperti susu, kista ini disebut kelenjar prostat.3
Mc Neal (1976) membagi kelenjar prostat dalam beberapa zona, antara lain adalah:
zona perifer, zona sentral, zona transisional, zona fibromuskuler anterior, dan zona
periuretral. Sebagian besar hiperplasia prostat terdapat pada zona transisional yang
letaknya proksimal dari sfingter eksternus di kedua sisi dari verumontanum dan di zona
periuretral. Kedua zona tersebut hanya merupakan 2% dari seluruh volume prostat.
Sedangkan pertumbuhan karsinoma prostat berasal dari zona perifer.4,5
Pada potongan melintang kelenjar prostat terdiri dari :
a. Kapsul anatomis
3
Sebagai jaringan ikat yang mengandung otot polos yang membungkus kelenjar
prostat.
b. Jaringan stroma yang terdiri dari jaringan fibrosa dan jaringan muskuler
c. Jaringan kelenjar yang terbagi atas tiga kelompok bagian :
1) Bagian luar disebut glandula principalis atau kelenjar prostat sebenarnya yang
menghasilkan bahan baku sekret.
2) Bagian tengah disebut kelenjar submukosa, lapisan ini disebut juga sebagai
adenomatous zone.
3) Di sekitar uretra disebut periurethral gland atau glandula mukosa yang
merupakan bagian terkecil. Bagian ini serinng membesar atau mengalami
hipertrofi pada usia lanjut.
Pada BPH, kapsul pada prostat terdiri dari tiga lapis :
a. Kapsul anatomis
b. Kapsul chirurgicum, ini terjadi akibat terjepitnya kelenjar prostat yang sebenarnya
(outer zone) sehingga terbentuk kapsul
c. Kapsul yang terbentuk dari jaringan fibromuskuler antara bagian dalam (inner zone)
dan bagian luar (outer zone) dari kelenjar prostat.
BPH sering terjadi pada lobus lateralis dan lobus medialis karena mengandung
banyak jaringan kelenjar, tetapi tidak mengalami pembesaran pada bagian posterior
daripada lobus medius (lobus posterior) yang merupakan bagian tersering terjadinya
perkembangan suatu keganasan prostat. Sedangkan lobus anterior kurang mengalami
hiperplasi karena sedikit mengandung jaringan kelenjar.2,3
Vaskularisasi kelenjar prostat yanng utama berasal dari a. vesikalis inferior (cabang
dari a. iliaca interna), a. hemoroidalis media (cabang dari a. mesenterium inferior), dan a.
pudenda interna (cabang dari a. iliaca interna). Cabang-cabang dari arteri tersebut masuk
lewat basis prostat di Vesico Prostatic Junction. Penyebaran arteri di dalam prostat dibagi
menjadi 2 kelompok , yaitu:
a. Kelompok arteri uretra, menembus kapsul di postero lateral dari vesico prostatic
junction dan memberi perdarahan pada leher buli-buli dan kelompok kelenjar
periuretral.
b. Kelompok arteri kapsul, menembus sebelah lateral dan memberi beberapa cabang
yang memvaskularisasi kelenjar bagian perifer (kelompok kelenjar parauretral).6
4
Aliran limfe dari kelenjar prostat membentuk plexus di peri prostat yang kemudian
bersatu untuk membentuk beberapa pembuluh utama, yang menuju ke kelenjar limfe
iliaca interna , iliaca eksterna, obturatoria dan sakral. Sekresi dan motor yang mensarafi
prostat berasal dari plexus simpatikus dari Hipogastricus dan medula sakral III-IV dari
plexus sakralis.6
3. Fisiologi Prostat
Prostat adalah kelenjar sex sekunder pada laki-laki yang menghasilkan cairan dan
plasma seminalis, dengan perbandingan cairan prostat 13-32% dan cairan vesikula
seminalis 46-80% pada waktu ejakulasi. Kelenjar prostat dibawah pengaruh Androgen
Bodies dan dapat dihentikan dengan pemberian Stilbestrol.
4. Etiologi
Hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti penyebab terjadinya hiperplasia
prostat, tetapi beberapa hipotesis menyebutkan bahwa hiperplasia prostat erat kaitannya
dengan peningkatan kadar dehidrotestosteron (DHT) dan proses aging (menjadi tua).4
Beberapa teori atau hipotesis yang diduga sebagai penyebab timbulnya hiperplasia
prostat adalah:
a. Teori Hormonal
Dengan bertambahnya usia akan terjadi perubahan keseimbangan hormonal, yaitu
antara hormon testosteron dan hormon estrogen. Karena produksi testosteron menurun
dan terjadi konversi testosteron menjadi estrogen pada jaringan adiposa di perifer
dengan pertolongan enzim aromatase, dimana sifat estrogen ini akan merangsang
terjadinya hiperplasia pada stroma, sehingga timbul dugaan bahwa testosteron
diperlukan untuk inisiasi terjadinya proliferasi sel tetapi kemudian estrogenlah yang
berperan untuk perkembangan stroma. Kemungkinan lain ialah perubahan konsentrasi
relatif testosteron dan estrogen akan menyebabkan produksi dan potensiasi faktor
pertumbuhan lain yang dapat menyebabkan terjadinya pembesaran prostat.
Pada keadaan normal hormon gonadotropin hipofise akan menyebabkan produksi
hormon androgen testis yang akan mengontrol pertumbuhan prostat. Dengan makin
bertambahnya usia, akan terjadi penurunan dari fungsi testikuler (spermatogenesis)
yang akan menyebabkan penurunan yang progresif dari sekresi androgen. Hal ini
mengakibatkan hormon gonadotropin akan sangat merangsang produksi hormon
estrogen oleh sel sertoli. Dilihat dari fungsional histologis, prostat terdiri dari dua
5
bagian yaitu sentral sekitar uretra yang bereaksi terhadap estrogen dan bagian perifer
yang tidak bereaksi terhadap estrogen.
6
5. Patofisiologi
Pembesaran prostat menyebabkan penyempitan lumen uretra pars prostatika dan akan
menghambat aliran urine. Keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan intravesikal.
7
Untuk dapat mengeluarkan urin, buli-buli harus berkontraksi lebih kuat guna melawan
tahanan itu. Kontraksi yang terus-menerus ini menyebabkan perubahan anatomik dari
buli-buli berupa hipertrofi otot detrusor, trabekulasi, terbentuknya selula, sakula, dan
divertikel buli-buli. Fase penebalan otot detrusor ini disebut fase kompensasi.
Perubahan struktur pada buli-buli dirasakan oleh pasien sebagai keluhan pada saluran
kemih sebelah bawah atau lower urinary tract symptom (LUTS) yang dahulu dikenal
dengan gejala-gejala prostatismus.
Dengan semakin meningkatnya resistensi uretra, otot detrusor masuk ke dalam fase
dekompensasi dan akhirnya tidak mampu lagi untuk berkontraksi sehingga terjadi retensi
urin. Tekanan intravesikal yang semakin tinggi akan diteruskan ke seluruh bagian buli-
buli tidak terkecuali pada kedua muara ureter. Tekanan pada kedua muara ureter ini dapat
menimbulkan aliran balik urin dari buli-buli ke ureter atau terjadi refluks vesico-ureter.
Keadaan ini jika berlangsung terus akan mengakibatkan hidroureter, hidronefrosis,
bahkan akhirnya dapat jatuh ke dalam gagal ginjal.4
Gambar BPH
8
Pada BPH terdapat dua komponen yang berpengaruh untuk terjadinya gejala yaitu
komponen mekanik dan komponen dinamik. Komponen mekanik ini berhubungan
dengan adanya pembesaran kelenjar periuretra yang akan mendesak uretra pars prostatika
sehingga terjadi gangguan aliran urin (obstruksi infra vesikal) sedangkan komponen
dinamik meliputi tonus otot polos prostat dan kapsulnya, yang merupakan alpha
adrenergik reseptor. Stimulasi pada alpha adrenergik reseptor akan menghasilkan
kontraksi otot polos prostat ataupun kenaikan tonus. Komponen dinamik ini tergantung
dari stimulasi saraf simpatis, yang juga tergantung dari beratnya obstruksi oleh komponen
mekanik.3
6. Gambaran Klinis
Gejala hiperplasia prostat dapat menimbulkan keluhan pada saluran kemih maupun
keluhan di luar saluran kemih.
a. Gejala pada saluran kemih bagian bawah
Keluhan pada saluran kemih sebelah bawah terdiri atas gejala obstruktif dan
gejala iritatif. Gejala obstruktif disebabkan oleh karena penyempitan uretra pars
prostatika karena didesak oleh prostat yang membesar dan kegagalan otot detrusor
untuk berkontraksi cukup kuat dan atau cukup lama sehingga kontraksi terputus-
putus.
9
7. Diagnosis
a. Anamnesis : gejala obstruktif dan gejala iritatif
b. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan colok dubur dapat memberikan gambaran tentang keadaan tonus
sfingter ani, reflek bulbo cavernosus, mukosa rektum, adanya kelainan lain seperti
benjolan di dalam rektum dan tentu saja teraba prostat. Pada perabaan prostat harus
diperhatikan :
1) Konsistensi prostat (pada hiperplasia prostat konsistensinya kenyal)
2) Adakah asimetris
3) Adakah nodul pada prostat
4) Apakah batas atas dapat diraba
5) Sulcus medianus prostat
6) Adakah krepitasi
11
5) Pemeriksaan Sistografi
Dilakukan apabila pada anamnesis ditemukan hematuria atau pada pemeriksaan
urine ditemukan mikrohematuria. Sistografi dapat memberikan gambaran
kemungkinan tumor di dalam vesica urinaria atau sumber perdarahan dari atas bila
13
darah datang dari muara ureter, atau batu radiolusen di dalam vesica. Selain itu
juga memberi keterangan mengenai basar prostat dengan mengukur panjang uretra
pars prostatika dan melihat penonjolan prostat ke dalam uretra.
6) MRI atau CT
Digunakan untuk melihat pembesaran prostat dan dengan bermacam – macam
potongan.
e. Pemeriksaan Lain
1) Uroflowmetri
Untuk mengukur laju pancaran urin miksi. Laju pancaran urin ditentukan oleh :
a) Daya kontraksi otot detrusor
b) Tekanan intravesica
c) Resistensi uretra
Angka normal laju pancaran urin ialah 10-12 ml/detik dengan puncak laju
pancaran mendekati 20 ml/detik. Pada obstruksi ringan, laju pancaran melemah
menjadi 6 – 8 ml/detik dengan puncaknya sekitar 11 – 15 ml/detik. Semakin berat
derajat obstruksi semakin lemah pancaran urin yang dihasilkan.
2) Pemeriksaan Tekanan Pancaran (Pressure Flow Studies)
Pancaran urin melemah yang diperoleh atas dasar pemeriksaan uroflowmetri tidak
dapat membedakan apakah penyebabnya adalah obstruksi atau daya kontraksi otot
detrusor yang melemah. Untuk membedakan kedua hal tersebut dilakukan
pemeriksaan tekanan pancaran dengan menggunakan Abrams-Griffiths
Nomogram. Dengan cara ini maka sekaligus tekanan intravesica dan laju pancaran
urin dapat diukur.
3) Pemeriksaan Volume Residu Urin
Volume residu urin setelah miksi spontan dapat ditentukan dengan cara sangat
sederhana dengan memasang kateter uretra dan mengukur berapa volume urin
yang masih tinggal atau ditentukan dengan pemeriksaan ultrasonografi setelah
miksi, dapat pula dilakukan dengan membuat foto post voiding pada waktu
membuat IVP. Pada orang normal sisa urin biasanya kosong, sedang pada retensi
urin total sisa urin dapat melebihi kapasitas normal vesika. Sisa urin lebih dari 100
cc biasanya dianggap sebagai batas indikasi untuk melakukan intervensi pada
penderita prostat hipertrofi.1,3,5,7,8
14
9. Komplikasi
Dilihat dari sudut pandang perjalanan penyakitnya, hiperplasia prostat dapat
menimbulkan komplikasi sebagai berikut :
a. Inkontinensia Paradoks
b. Batu Kandung Kemih
c. Hematuria
d. Sistitis
e. Pielonefritis
f. Retensi Urin Akut Atau Kronik
g. Refluks Vesiko-Ureter
h. Hidroureter dan Hidronefrosis
i. Gagal Ginjal8
15
10. Penatalaksanaan
Hiperplasi prostat yang telah memberikan keluhan klinik biasanya akan menyebabkan
penderita datang kepada dokter. Derajat berat gejala klinik dibagi menjadi empat gradasi
berdasarkan penemuan pada colok dubur dan sisa volume urin, yaitu:
a. Derajat I, apabila ditemukan keluhan prostatismus, pada colok dubur ditemukan
penonjolan prostat, batas atas mudah diraba dan sisa urin kurang dari 50 ml.
b. Derajat II, apabila ditemukan tanda dan gejala sama seperti pada derajat satu, prostat
lebih menonjol, batas atas masih dapat teraba dan sisa urin lebih dari 50 ml tetapi
kurang dari 100 ml.
c. Derajat III, seperti derajat dua, hanya batas atas prostat tidak teraba lagi dan sisa urin
lebih dari 100 ml.
d. Derajat IV, apabila sudah terjadi retensi urin total.
Organisasi kesehatan dunia (WHO) menganjurkan klasifikasi untuk menentukan berat
gangguan miksi yang disebut WHO PSS (WHO Prostate Symptom Score). Skor ini
berdasarkan jawaban penderita atas delapan pertanyaan mengenai miksi. Terapi non
bedah dianjurkan bila WHO PSS tetap dibawah 15. Untuk itu dianjurkan melakukan
kontrol dengan menentukan WHO PSS. Terapi bedah dianjurkan bila WHO PSS 25 ke
atas atau bila timbul obstruksi.1,8
Pembagian derajat beratnya hiperplasia prostat derajat I-IV digunakan untuk
menentukan cara penanganan.
a. Derajat I biasanya belum memerlukan tindakan operatif, melainkan dapat diberikan
pengobatan secara konservatif.
b. Derajat II sebenarnya sudah ada indikasi untuk melakukan intervensi operatif, dan
yang sampai sekarang masih dianggap sebagai cara terpilih ialah trans uretral
resection (TUR). Kadang-kadang derajat dua penderita masih belum mau dilakukan
operasi, dalam keadaan seperti ini masih bisa dicoba dengan pengobatan konservatif.
c. Derajat III, TUR masih dapat dikerjakan oleh ahli urologi yang cukup berpengalaman
biasanya pada derajat tiga ini besar prostat sudah lebih dari 60 gram. Apabila
diperkirakan prostat sudah cukup besar sehingga reseksi tidak akan selesai dalam satu
jam maka sebaiknya dilakukan operasi terbuka.
d. Derajat IV tindakan pertama yang harus segera dikerjakan ialah membebaskan
penderita dari retensi urin total, dengan jalan memasang kateter atau memasang
sistostomi setelah itu baru dilakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk melengkapi
diagnostik, kemudian terapi definitif dapat dengan TURP atau operasi terbuka.1,8
16
Medikamentosa
Tujuan terapi medikamentosa adalah untuk:
a. Mengurangi resistensi leher buli-buli dengan obat-obatan golongan α blocker
(penghambat alfa adrenergik).
b. Menurunkan volume prostat dengan cara menurunkan kadar hormon
testosteron/dehidrotestosteron (DHT).
Terapi Operatif
Tindakan operasi ditujukan pada hiperplasi prostat yang sudah menimbulkan
penyulit tertentu, antara lain: retensi urin, batu saluran kemih, hematuri, infeksi
saluran kemih, kelainan pada saluran kemih bagian atas, atau keluhan LUTS yang
tidak menunjukkan perbaikan setelah menjalani pengobatan medikamentosa.
Tindakan operasi yang dilakukan adalah operasi terbuka atau operasi endourologi
transuretra.
a. Prostatektomi terbuka
1) Retropubic infravesica (Terence Millin)
Keuntungan :
• Tidak ada indikasi absolut, baik untuk adenoma yang besar pada
subservikal.
• Mortality rate rendah
• Langsung melihat fossa prostat
• Dapat untuk memperbaiki segala jenis obstruksi leher buli
• Perdarahan lebih mudah dirawat
18
Kerugian :
• Dapat memotong pleksus santorini
• Mudah berdarah
• Dapat terjadi osteitis pubis
• Tidak bisa untuk BPH dengan penyulit intravesikal
• Tidak dapat dipakai kalau diperlukan tindakan lain yang harus
dikerjakan dari dalam vesika.
Komplikasi : perdarahan, infeksi, osteitis pubis, trombosis
2) Suprapubic Transvesica/TVP (Freeyer)
Keuntungan :
• Baik untuk kelenjar besar
• Banyak dikerjakan untuk semua jenis pembesaran prostat
• Operasi banyak dipergunakan pada hiperplasia prostat dengan
penyulit : batu buli, batu ureter distal, divertikel, uretrokel, adanya sistostomi,
retropubik sulit karena kelainan os pubis, kerusakan sphingter eksterna
minimal.
Kerugian :
• Memerlukan pemakain kateter lebih lama sampai luka pada dinding vesica
sembuh
• Sulit pada orang gemuk
• Sulit untuk kontrol perdarahan
• Merusak mukosa kulit
• Mortality rate 1 -5 %
Komplikasi :
Striktura post operasi (uretra anterior 2 – 5 %, bladder neck stenosis 4%),
Inkontinensia (<1%), Perdarahan , Epididimo orchitis, Recurent (10 – 20%),
Carcinoma, Ejakulasi retrograde, Impotensi, Fimosis, Deep venous trombosis
3) Transperineal
Keuntungan :
• Dapat langssung pada fossa prostat
19
b. Prostatektomi Endourologi
1)Trans Urethral Resection of the Prostate (TURP)
Yaitu reseksi endoskopik malalui uretra. Jaringan yang direseksi hampir
seluruhnya terdiri dari jaringan kelenjar sentralis. Jaringan perifer ditinggalkan
bersama kapsulnya. Metode ini cukup aman, efektif dan berhasil guna, bisa terjadi
ejakulasi retrograd dan pada sebagaian kecil dapat mengalami impotensi. Hasil
terbaik diperoleh pasien yang sungguh membutuhkan tindakan bedah. Untuk
keperluan tersebut, evaluasi urodinamik sangat berguna untuk membedakan
pasien dengan obstruksi dari pasien non-obstruksi. Evaluasi ini berperan selektif
dalam penentuan perlu tidaknya dilakukan TURP.
Saat ini tindakan TURP merupakan tindakan operasi paling banyak dikerjakan di
seluruh dunia. Reseksi kelenjar prostat dilakukan trans-uretra dengan
mempergunakan cairan irigan (pembilas) agar supaya daerah yang akan direseksi
tetap terang dan tidak tertutup oleh darah. Cairan yang dipergunakan adalah
berupa larutan non ionik, yang dimaksudkan agar tidak terjadi hantaran listrik
pada saat operasi. Cairan yang sering dipakai dan harganya cukup murah adalah
H2O steril (aquades).
Salah satu kerugian dari aquades adalah sifatnya yang hipotonik sehingga cairan
ini dapat masuk ke sirkulasi sistemik melalui pembuluh darah vena yang terbuka
pada saat reseksi. Kelebihan air dapat menyebabkan terjadinya hiponatremia
relatif atau gejala intoksikasi air atau dikenal dengan sindroma TURP. Sindroma
ini ditandai dengan pasien yang mulai gelisah, kesadaran somnolen, tekanan darah
meningkat, dan terdapat bradikardi.
20
Jika tidak segera diatasi, pasien akan mengalami edema otak yang akhirnya jatuh
dalam keadaan koma dan meninggal. Angka mortalitas sindroma TURP ini adalah
sebesar 0,99%. Karena itu untuk mengurangi timbulnya sindroma TURP dipakai
cairan non ionik yang lain tetapi harganya lebih mahal daripada aquades, antara
lain adalah cairan glisin, membatasi jangka waktu operasi tidak melebihi 1 jam,
dan memasang sistostomi suprapubik untuk mengurangi tekanan air pada buli-buli
selama reseksi prostat.
Keuntungan :
• Luka incisi tidak ada
• Lama perawatan lebih pendek
• Morbiditas dan mortalitas rendah
• Prostat fibrous mudah diangkat
• Perdarahan mudah dilihat dan dikontrol
Kerugian :
• Teknik sulit
• Resiko merusak uretra
• Intoksikasi cairan
• Trauma sphingter eksterna dan trigonum
• Tidak dianjurkan untuk BPH yang besar
• Alat mahal
• Ketrampilan khusus
Komplikasi:
• Selama operasi : perdarahan, sindrom TURP, dan perforasi
• Pasca bedah dini : perdarahan, infeksi lokal atau sistemik
• Pasca bedah lanjut : inkontinensia, disfungsi ereksi, ejakulasi retrograd,
dan striktura uretra.
yangg dipakai pada TURP tetapi memakai alat pemotong yang menyerupai alat
penggaruk, sayatan dimulai dari dekat muara ureter sampai dekat ke
verumontanum dan harus cukup dalam sampai tampak kapsul prostat.
Kelebihan dari metode ini adalah lebih cepat daripada TURP dan menurunnya
kejadian ejakulasi retrograde dibandingkan dengan cara TURP.
22
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. HS
Umur : 55 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Pahonjean 04/10, Majenang, Cilacap
Agama : Islam
Pekerjaan : Tani
Masuk RSMS : 21 September 2010
II. Anamnesis
A. Keluhan Utama : Buang air kecil tidak lancar
B. Keluhan Tambahan : -
C. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke poli bedah Rumah Sakit Margono Soekarjo dengan keluhan
buang air kecil tidak lancar sejak tanggal 9 September 2010. Pasien harus
menunggu pada permulaan buang air kecil, mengedan pada saat buang air kecil,
alirannya terputus-putus, pancaran air kencing lemah dan menetes pada akhir
kencing. Pasien juga merasa tidak puas setelah buang air kecil. Selain itu, pasien
merasakan rasa nyeri pada ujung penis dan batang penis saat buang air kecil.
Selama ini buang air kecil pasien tidak pernah bercabang, tidak pernah
mengeluarkan batu saat kencing. Air kencing tidak pernah dikerumuni semut.
Pasien juga tidak pernah mengalami operasi sebelumnya. Pasien juga tidak pernah
mengeluarkan darah pada saat buang air kecil, nyeri punggung tidak ada, perasaan
baal/kesemutan tidak ada, kelemahan anggota gerak bawah tidak ada, buang air
besar lancar. Pasien sebelumnya sudah berobat di RS Majenang pada tanggal 9
September 2010 kemudian dipasang selang untuk mengeluarkan urin.
A. Status Generalisata
Kepala : Simetris, mesochepal
Mata : Reflek cahaya ada, konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik,
pupil isokor, diameter pupil 3 mm.
Hidung : Discharge tidak ada, deviasi septum tidak ada.
Mulut : Bibir tidak kering, lidah tidak kotor.
Telinga : Serumen kanan dan kiri ada, simetris, tidak ada kelainan bentuk
Thorak
Jantung :
Inspeksi : Iktus cordis tidak tampak
Palpasi : Iktus cordis tidak kuat angkat
Perkusi : Batas kiri atas ICS II LMC sinistra
Batas kanan atas ICS II LPS Dextra
Batas kiri bawah ICS V LMC sinistra
Batas kanan bawah ICS IV LPS Dextra
Auskultasi : S1 > S2 reguler, bising jantung tidak ada
Paru
Inspeksi : Dada kanan dan kiri simetris
24
B. Status Lokalis
Regio Suprapubik
Inspeksi : Datar, tidak tampak massa
Palpasi : Nyeri tekan (+) ada, tidak teraba massa
Perkusi : Timpani
Regio Anal
Inspeksi : Tidak tampak massa
Palpasi : Nyeri tekan tidak ada
Rectal taucher : Tonus sfingker ani cukup, ampula recti tidak kolaps, mukosa
rectum licin, Prostat : teraba membesar, pole atas tidak dapat
diraba, sulcus medianus mendatar, kenyal, permukaan licin.
Sarung tangan : Feses tidak ada, darah tidak ada, lendir tidak ada
25
- Resume
Anamnesa :
• Pasien laki-laki umur 55 tahun
• Sudah 13 hari buang air kecil tidak lancar
• Harus menunggu pada permulaan kencing, mengedan pada saat buang air kecil,
aliran terputus-putus, pancaran air kencing melemah, akhir kencing menetes, tidak
puas setelah buang air kecil dan merasa nyeri pada ujung dan batang penis saat
buang air kecil .
• Buang air kecil tidak pernah bercabang, tidak pernah mengeluarkan batu saat
kencing.
• Air kencing tidak pernah dikerumuni semut.
• Tidak pernah mengalami operasi sebelumnya dan tidak pernah mengeluarkan
darah pada saat buang air kecil, nyeri punggung tidak ada, perasaan baal/kesemutan
tidak ada, kelemahan anggota gerak bawah tidak ada, buang air besar lancar.
• Memiliki sakit darah tinggi.
• Riwayat sakit kencing manis disangkal.
• Riwayat sakit batu saluran kencing disangkal
• Riwayat infeksi saluran kemih disangkal.
• Riwayat kecelakaan satu tahun yang lalu.
Pemeriksaan Fisik
1. Status Generalis : dalam batas normal
2. Status Lokalis :
Regio Suprapubik
Inspeksi : Datar, tidak tampak massa
Palpasi : Nyeri tekan (+) ada, tidak teraba massa
Perkusi : Timpani
Regio Genitalia Eksterna
Inspeksi : Tidak tampak masa, tidak tampak pembesaran scrotum, terpasang
douwer cateter, produksinya ada, urin berwarna kuning jernih
Palpasi : Nyeri tekan tidak ada, tidak teraba masa, tidak teraba pengerasan
pada bagian ventral penis.
26
Regio Anal
Inspeksi : Tidak tampak massa
Palpasi : Nyeri tekan tidak ada
Rectal taucher : Tonus sfingker ani cukup, ampula recti tidak kolaps, mukosa
rectum licin, Prostat: teraba membesar, pole atas tidak dapat
diraba, sulcus medianus mendatar, kenyal, permukaan licin.
Sarung tangan : Feses tidak ada, darah tidak ada, lendir tidak ada
- Diagnosis Klinis
Disfungsi miksi e.c hiperplasia prostat
- Diagnosis Banding
1. Karsinoma prostat
2. Tumor buli
3. Vesicolithiasis
V. Usulan Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Radiologi
Cystografi
USG abdomen
Pielografi intravena (IVP)
Foto Thorak
2. Pemeriksaan Laboratorium
Darah : Hemoglobin, Hematokrit, Angka Leukosit, Angka Trombosit,
Angka Eritrosit, Hitung Jenis Leukosit, LED, Elektrolit Darah,
Faal Ginjal, Gula Darah.
Urine :
Makroskopik : Warna, Berat Jenis, pH
Mikroskopik : Eritrosit, Leukosit, Epitel, Kristal, Bakteri, Jamur
Pemeriksaan prostat spesifik antigen
1. Penatalaksanaan
1. NonMedikamentosa : Pasang cateter
2. Medikamentosa : antibiotik spektrum luas dan analgetik
3. Operatif : prostatectomy
2. Prognosis
Dubia ad bonam