FISIOLOGI PASCAPANEN
Disusun oleh :
Paskalista Kristiana A1M009038
A. Latar Belakang
Brokoli (Brassica oleracea L) merupakan bahan pangan yang berasal
dari pesisir Laut Mediterania yang kemudian tersebar di seluruh dunia
termasuk di Indonesia. Tanaman ini merupakan tanaman sayuran yang
termasuk dalam suku kubis-kubisan atau Brassicaceae.
Brokoli (Brassica oleracea L. var. botrytis L.) merupakan tanaman
sayuran sub tropik yang banyak dibudidayakan di Eropa dan Asia. Brokoli
merupakan tanaman yang termasuk dalam tanaman dwimusim (biennial),
yaitu pertumbuhan vegetatif terjadi pada fase pertama dan pertumbuhan
generatif (berbunga dan berbiji) pada fase berikutnya.
Tanaman brokoli termasuk cool season crop, sehingga cocok ditanam
pada daerah pegunungan (dataran tinggi), yang beriklim sejuk. Di Indonesia,
tanaman brokoli sebagai sayuran dibudidayakan secara luas pada daerah
tinggi seperti Bukit Tinggi (sumatera Barat), Karo (Sumatera Utara),
Pangalengan (Jawa Barat), dan Sumber Brantas (Jawa Timur).
Pada mulanya bunga brokoli dikenal sebagai sayuran daerah beriklim
dingin (sub tropis), sehingga di Indonesia cocok ditanam di dataran tinggi
antara 1.000 – 2.000 meter dari atas permukaan laut (dpl) yang suhu udaranya
dingin dan lembab. Kisaran temperatur optimum untuk pertumbuhan
produksi sayuran ini antara 15,5 - 18°C, dan maksimum 24°C. Setelah
beberapa Negara di kawasan Asia berhasil menciptakan varietas-varietas
unggul baru yang toleran terhadap temperatur tinggi (panas), maka brokoli
dapat ditanam di dataran menengah sampai tinggi (Rukmana, 1994).
Brokoli tidak hanya enak tetapi juga memiliki banyak kandungan gizi
di dalamnya. Brokoli mengandung kadar vitamin C yang sangat tinggi, folat,
kalsium, kaya flavonoid, beta karoten dan senyawa anti kanker yaitu
sulforaphane dan indoles.( Joseph dkk,2002)
Bahan pangan ini merupakan bahan pangan yang perisable atau mudah
rusak karena memiliki aktivitas air (AW) yang cukup tinggi. Brokoli yang
baru saja dipanen memiliki laju respirasi yang sangat tinggi, sehingga
menyebabkan perubahan-perubahan secara fisik maupun kimiawi. Perubahan
inilah yang menyebabkan umur simpan brokoli menjadi sangat pendek.
Penyimpanan yang kurang tepat menyebabkan brokoli mengalami susut
bobot dan juga penurunan kualitas dan kadar gizi. Perubahan secara fisik
yang dapat dilihat secara kasat mata adalah perubahan warna dari hijau
menjadi kuning, dan penurunan kadar vitamin pada brokoli yang berlangsung
secara cepat selama penyimpanan.
Untuk mengurangi hal-hal tersebut maka dilakukan penanganan pasca
panen pada brokoli. Penanganan pasca panen (postharvest) sering disebut
juga sebagai pengolahan primer (primary processing) merupakan istilah yang
digunakan untuk semua perlakuan dari mulai panen sampai komoditas dapat
dikonsumsi “segar” atau untuk persiapan pengolahan berikutnya. Umumnya
perlakuan tersebut tidak mengubah bentuk penampilan atau penampakan, ke
dalamnya termasuk berbagai aspek dari pemasaran dan distribusi.
Pada makalah ini akan dibahas mengenai perubahan-perubahan yang
terjadi pada brokoli selama penyimpanan dan penyimpanan yang benar untuk
mencegah kebusukan pada brokoli.
B. Tujuan
1. Mengetahui perubahan-perubahan fisik dan fisiologis brokoli yang terjadi
selama penyimpanan.
2. Penangan yang tepat untuk mempertahankan mutu brokoli selama
penyimpanan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Laju respirasi merupakan petunjuk yang baik untuk daya simpan buah dan
sayuran sesudah dipanen. Intensitas respirasi dianggap sebagai ukuran laju
jalannya metabolisme, dan oleh karena itu sering dianggap sebagai petunjuk
mengenai potensi daya simpan buah dan sayuran. Laju respirasi yang tinggi
biasanya disertai oleh umur simpan yang pendek. Hal itu juga merupakan
petunjuk laju kemunduran mutu dan nilainya sebagai bahan makanan. Faktor yang
sangat penting yang mempengaruhi respirasi dilihat dari segi penyimpanan adalah
suhu.
Tahap senescence brokoli pasca panen ditunjukan dengan adanya susut
bobot, degradasi klorofil dan aktifitas enzim peroksidase. Menurut Finger &
Vieira (1997), kecepatan susut bobot pada brokoli sangat dipengaruhi oleh suhu
dan kelembaban udara pada kamar penyimpanan. Semakin tinggi suhu dan
rendahnya kelembaban udara maka laju respirasi brokoli akan semakin tinggi
sehingga menurunkan bobot dari bahan tersebut. Dengan adanya peningkatan laju
respirasi maka akan terjadi degradasi klorofil.
Penelitian yang dilakukan oleh Finger, dkk (1999) pada brokoli dengan
perlakuan suhu 25oC dan kelembaban 96% pada kondisi gelap, penyimpanan
selama 48 jam akan mengalami susut bobot sebanyak 5%. Susut bobot brokoli
menyebabkan ketegaran bahan menjadi menurun dan menunjukan tanda-tanda
kelayuan. Selain itu, klorofil pada bunga brokoli akan mengalami degradasi yang
menyebabkan warna brokoli berubah menjadi kekuningan.
Aktifitas enzim peroksidase sangat mempengaruhi kecepatan penurunan
mutu pada brokoli selama masa penyimpanan. pada masa penyimpanan brokoli
mengindikasikan kehilangan ketegaran membran sel. Aktifitas enzim tersebut
menyebabkan beberapa reaksi degradasi selama kerusakan organel terjadi
termasuk reaksi sintesis hidrogen peroksida.
Selama masa penyimpanan selain terjadi susut bobot dan kerusakan fisik
lainnya, kandungan gizi pada brokoli juga mengalami penurunan. Brokoli
memiliki kandungan vitamin C yang sangat tinggi, namun vitamin ini sangat
mudah teroksidasi oleh udara panas selama penyimpanan. Menurut penelitian Sri
Haryati, 2007, Susut vitamin C pada brokoli dapat mencapai 50% hanya dalam
beberapa hari penyimpanan.
Untuk mengurangi penurunan mutu pada brokoli, maka dilakukan
penanganan pasca panen. Penanganan pasca panen brokoli dapat dilakukan
dengan berbagai cara antara lain, dengan pengaturan suhu, pengemasan dengan
modifikasi atmosfer (MAS) dan juga penggunaan plastik pengemas yang sesuai
dengan kondisi bahan.
Pendinginan dapat memperlambat kecepatan reaksi-reaksi metabolisme,
dimana pada umumnya setiap penurunan suhu 80C, kecepatan reaksi akan
berkurang menjadi kira-kira setengahnya. Karena itu penyimpanan dapat
memperpanjang masa hidup jaringan-jaringan dalam bahan pangan, karena
keaktifan respirasi menurun (Winarno dkk, l982).
Perubahan yang terjadi antara lain kenaikan kandungan gula, disusul
penurunannya. Hal ini terjadi akibat pemecahan polisakarida-polisakarida.
Perubahan keasaman dapat berbeda sesuai tingkat kemasakan dan tingginya suhu
penyimpanan. Pada umumnya turunnya asam askorbat lebih cepat pada suhu
penyimpanan tinggi. Asam-asam amino dengan cepat berkurang selama
penympanan suhu rendah yaitu antara 6-200C tetapi stabil pada suhu 20C.
Kegiatan enzim-enzim katalase, pektinesterase, selulase dan amilase
meningkat selama penyimpanan. Perubahan lain yaitu penurunan ketegaran dan
kepadatan, warna okasidasi lemak dan melunaknya jaringan-jaringan serta rasa
pada bahan pangan.
Brokoli merupakan sayuran yang tahan terhadap penyimpanan pada suhu
rendah. Suhu optimum yang disarankan untuk penyimpanan brokoli adalah 0 oC
dan kelembaban antara 90-100%. Pada suhu penyimpanan 0oC laju respirasi
brokoli menurun secara drastis, namun susut bobot brokoli terendah terjadi pada
suhu penyimpanan 5oC.
Setelah dipanen brokoli harus segera ditangani dengan baik karena
memiliki kadar air yang cukup tinggi. Untuk mencegah terjadinya proses
pematangan dan pembusukan, sebelum dikemas brokoli yang telah dipanen harus
disimpan dalam ruangan yang bersuhu rendah bila memungkinkan pada suhu 0oC.
Hal ini dapat dilakukan dengan cara hydrocooling atau dengan memasukkan
brokoli ke dalam kemasan peti yang diisi dengan potongan-potongan es.
Dijelaskan oleh Andarwulan dan Koswara (l992), bahwa stabilitas vitamin
C biasanya meningkat dengan penurunan suhu penyimpanan, akan tetapi selama
pembekuan terjadi kerusakan jaringan yang cukup besar pada bahan yang
disimpan, sehingga menyebabkan stabilitas vitamin C menurun.
Ashari (l995) menyatakan bahwa kerusakan hasil panen yang disebabkan
oleh suhu beku terjadi karena di dalam jaringan terbentuk lapisan es dan setiap
jenis hasil panen mempunyai daya toleransi yang berbeda terhadap kondisi suhu
beku ini. Kerusakan tersebut menyebabkan jaringan-jaringan mudah terpengaruh
oleh udara, sehingga memungkinkan vitamin C rusak karena teroksidasi menjadi
asam dehidroaskorbat.
Menurut Nishikawa, 2005, penanganan pasca panen dengan aplikasi gula
meningkatkan umur simpan beberapa komoditas hortikultura penting seperti
brokoli. Perlakuan penambahan sukrosa pada brokoli meningkatkan kualitas
bahan dengan mengubah metabolisme etilen, mempertahankan kadar klorofil pada
bunga, dan meningkatkan kadar asam askorbat.
Penanganan pasca panen brokoli selain dengan suhu rendah dan aplikasi
gula dapat juga dapat dilakukan dengan memodifikasi atmosfer pada kemasan.
Menurut penelitian Mulyadi Tubagus, disimpulkan bahwa penggunaan plastik
LDPE dengan kondisi gas mencapai 7% O2 dan 11% CO2 dapat memperpanjang
masa simpan brokoli.
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Tahap senescene pada brokoli ditandai dengan adanya susut bobot,
degradasi klorofil dan aktivasi enzim peroksidase.
2. Perubahan selama masa simpan antara lain susut bobot, kelayuan,
perubahan warna dan penurunan nilai nutrisi dalam brokoli.
3. Penanganan pasca panen brokoli dapat dilakukan dengan berbagai cara
antara lain pengaturan atmosfer kemasan penyimpanan pada suhu dingin.
B. Saran
1. Setelah pemanenan sebaiknya langsung disimpan pada suhu dingin untuk
mencegah kerusakan dan perubahan fisiologi brokoli.
2. Diperbanyak penelitian-penelitian mengenai perubahan sifat fisik dan
kimia brokoli selama masa simpan untuk menguatkan teori yang sudah
ada.
DAFTAR PUSTAKA