Anda di halaman 1dari 25

A.

Judul Penelitian

Upaya Peningkatan Keaktifan Siswa dalam Pembelajaran Matematika Melalui

Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw II pada Siswa Kelas VII

SMP Negeri 2 Liliriaja Kabupaten Soppeng

B. Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan suatu kebutuhan yang harus dipenuhi dalam kehidupan

masyarakat, berbangsa dan bernegara. Maju mundurnya suatu bangsa ditentukan oleh

kreatifitas pendidikan bangsa itu sendiri dan kompleksnya masalah kehidupan

menuntut sumber daya manusia yang handal dan mampu berkompetisi, selain itu

pendidikan merupakan wadah kegiatan yang dapat dipandang sebagai pencetak SDM

yang bermutu tinggi.

Guru merupakan kunci dalam peningkatan mutu pendidikan dan mereka

berada pada titik sentral dari setiap usaha reformasi pendidikan yang diarahkan pada

perubahan kualitatif. Guru bertanggung jawab untuk mengatur, mengarahkan dan

menciptakan suasana yang mendorong siswa untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan

di kelas agar terlihat lebih aktif. Untuk menunjang tugas tersebut diperlukan

pemilihan metode yang tepat dan sesuai dengan materi atau konsep yang akan

diajarkan (pembenahan gaya mengajar guru). Model pembelajaran yang dipakai guru

akan berpengaruh pula terhadap cara belajar siswa, yang mana setiap siswa

mempunyai cara belajar yang berbeda-beda dengan siswa lainnya.


Seorang guru yang professional dituntut untuk dapat menampilkan

keahliannya sebagai guru di depan kelas. Komponen yang harus dikuasai adalah

menggunakan bermacam-macam model pembelajaran yang bervariasi yang dapat

menarik minat belajar siswa dan guru tidak hanya cukup dengan memberikan

ceramah di depan kelas. Hal ini tidak berarti bahwa metode ceramah tidak baik,

melainkan pada suatu saat siswa akan menjadi bosan apabila hanya guru sendiri

yang berbicara, sedangkan mereka duduk, diam dan mendengarkan. Kebosanan

dalam mendengarkan uraian guru dapat mematikan semangat belajar siswa.

Mendengar kata matematika, bagi kebanyakan siswa mengalami kesulitan

dalam mengaplikasikan matematika kedalam situasi kehidupan riil. Hal lain yang

menyebabkan sulitnya matematika karena kurang begitu bemakna. Bila anak belajar

matematika terpisah dari pengalaman sehari-hari maka anak akan cepat lupa dan

tidak dapat mengaplikasikan matematika.

Belajar matematika bisa menyenangkan asal tidak hanya dilakukan di

belakang meja saja, dimana anak biasanya harus menghadapi setumpuk buku dan

berbagai macam pekerjaan rumah. Matematika biasa dipelajari dengan suasana

menyenangkan bagi anak. Sistem pendidikan sekarang banyak mengalami perubahan

dimana kreatifitas anak diharapkan untuk dapat tumbuh dan berkembang sehingga

menjadi manusia yang dapat meningkatkan kualitas hidupnya serta inisiatif dan

kreatifitasnya akan berkembang.

Matematika merupakan salah satu bidang studi yang menduduki peranan

penting dalam pendidikan, hal ini dapat dilihat dari waktu jam pelajaran sekolah
lebih banyak dibanding pelajaran lain, pelajaran matematika dalam pelaksanaan

pendidikan diberikan kepada semua jenjang pendidikan mulai dari sekolah dasar

sampai jenjang perguruan tinggi, khususnya jurusan yang mempunyai mata kuliah

berhubungan dengan matematika. Oleh sebab itu pelajaran matematika hendaknya

diusahakan menjadi pelajaran yang menarik dan menyenangkan sejak siswa masih

duduk di bangku SD. Selain itu guru diharapkan dapat memberikan motivasi belajar

pada siswa, supaya lebih memahami materi yang diberikan.

Teori dan praktek pendidikan modern memperhatikan siswa bukan sebagai

penerima yang pasif yang banyak membutuhkan pengawasan itu, tetapi harus

diarahkan sebagai anak yang aktif bertindak, berfikir, merasa yang harus dibantu

untuk dapat merealisasikan segala potensi – potensi warisan yang ada padanya,

sehingga dapat melakukan pengendalian potensi yang ada padanya.

Berkaitan dengan hal di atas, perlu diupayakan suatu bentuk pembelajaran

yang tidak hanya mampu secara materi saja, tetapi juga mempunyai kemampuan

yang bersifat formal. Penggunaan secara efektif ketrampilan – ketrampilan kooperatif

menjadi semakin penting untuk mengembangkan sikap saling bekerja sama,

mempunyai rasa tanggung jawab dan mampu bersaing secara sehat. Sifat dan sikap

demikian tersebut akan membentuk pribadi yang berhasil dan menghadapi tantangan

pendidikan yang lebih tinggi yang berorientasi pada kelompok.

Penggunaan strategi tertentu dalam pembelajaran merupakan salah satu

usaha mengatasi masalah tersebut. Strategi pembelajaran yang dimaksud disini

tentu sebuah metode yang efektif dan mampu mendorong minat belajar siswa
khususnya, sehingga tercipta ketertarikan untuk belajar matematika. Mengingat

sistem pembelajaran yang digunakan di kelas VII B SMP Negeri 2 Liliriaja masih

terpusat pada guru dengan metode konvensial yang mengesampingkan daya cipta

kreasi dan potensi siswa untuk mampu mencari cara lain didalam pengajaran

soal-soal terapannya.

Salah satu model pembelajaran yang menarik dan dapat diterapkan dalam

proses pembelajaran adalah model pembelajaran kooperatif. Dimana model ini

bertujuan untuk melatih keaktifan, serta melatih siswa untuk dapat bekerja sama

dan mengakui perbedaan siswa satu dengan yang lain.

Lebih spesifik lagi, bahwa model pembelajaran kooperatif yang diberikan

adalah Jigsaw II. Pada pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw II, kelas dikondisikan

dalam bentuk kelompok-kelompok atau dibuat tim, dimana setiap anggota dalam

tim bertanggungjawab atas materi pembelajaran yang ditugaskan kepadanya.

Semua siswa dengan bagian materi pelajaran yang sama belajar bersama dalam

sebuah kelompok dan dikenal sebagai Kelompok Ahli (KA), kemudian

mengajarkan materi tersebut kepada teman sekelompoknya yang lain.

Dengan adanya penerapan model pembelajaran Jigsaw II diharapkan siswa

terlibat lebih jauh dengan kata lain aktif dalam proses belajar mengajar secara

efektif sehingga siswa terdorong untuk memahami setiap materi yang diajarkan

guru. Dengan kata lain model Jigsaw II dapat meningkatkan keaktifan siswa.

Berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang "

Upaya Peningkatan Keaktifan Siswa dalam Pembelajaran Matematika Melalui


Penerapan Model Pembelajaran Koperatif Tipe Jigsaw II pada Siswa Kelas VII B

Smp Negeri 2 Liliriaja Kab. Soppeng”.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas, maka rumusan

masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Apakah penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw II pada siswa

kelas VII B SMP Negeri 2 Liliriaja Kabupaten Soppeng dapat meningkatkan

keaktifan siswa dalam pembelajaran matematika?

D. Pemecahan Masalah

Cara pemecahan masalah yang akan digunakan dalam PTK ini yaitu metode

pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw II. Dengan metode ini diharapkan keaktifan

siswa dalam pembelajaran matematika.

E. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk:

Meningkatkan keaktifan siswa dalam pembelajaran matematika melalui model

pembelajaran koperatif tipe Jigsaw II pada siswa kelas VII B SMP Negeri 2

Liliriaja.

F. Manfaat Penelitian

Manfaat yang dapat diperoleh dari hasil penelitian adalah sebagai berikut:

a. Bagi siswa
Penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan acuan untuk meningkatkan

keaktifan siswa, motivasi siswa dalam belajar, mengembangkan jiwa kerja

sama saling menguntungkan, menghargai satu sama lain, membangun

kepercayaan diri dalam menyelesaikan masalah-masalah matematika serta

sebagai metode yang dapat meningkatkan hasil belajar siswa.

b. Bagi penulis

Penelitian ini dapat digunakan untuk Menambah pengetahuan dan

pengalaman. Serta dapat menerapkannya saat menjadi Guru.

c. Bagi guru

Penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam melakukan

pembelajaran di kelas.

G. Tinjauan Pustaka

1. Pengertian Belajar

Istilah belajar yang biasa digunakan menunjukkan bahwa kita telah

menemukan sesuatu yang baru tentang sesuatu hal, seseorang, atau kita

memperoleh pendirian baru.1

Belajar merupakan kegiatan mental yang tidak dapat disaksikan dari

luar. Apa yang sedang terjadi dalam diri seorang yang sedang belajar, tidak

dapat diketahui secara langsung hanya dengan mengamati orang itu.2

1
Sahabuddin, Mengajar dan Belajar (Cet III; Makassar: Badan Penerbit UNM, 2007), h. 78.
2
W.S. Winkel, Psikologi Pengajaran (Cet IX; Yogyakarta: Media Abadi, 2007), h. 58.
Menurut Gage:

Belajar adalah sebagai suatu proses dimana suatu organisme berubah

perilakunya sebagai akibat dari pengalaman.3

Menurut Skinner:

Belajar adalah suatu proses adaptasi atau penyesuaian tingkah laku yang

berlangsung secara progresif.4

Menurut Gagne:

Belajar terjadi apabila suatu situasi stimulus bersama dengan isi ingatan

mempengaruhi siswa sedemikian rupa sehingga perbuatannya berubah dari

waktu sebelum ia mengalami situasi itu ke waktu sesudah ia mengalami

situasi tadi.5

2. Pengertian Pembelajaran

Pembelajaran merupakan aspek kegiatan manusia yang kompleks, yang

tidak sepenuhnya dapat dijelaskan. Pembelajaran secara simpel dapat

diartikan sebagai produk interaksi berkelanjutan antara pengembangan dan

pengalaman hidup. Dalam makna yang lebih kompleks pembelajaran

hakikatnya adalah usaha sadar dari seorang guru untuk membelajarkan

siswanya (mengarahkan interaksi siswa dengan sumber belajar lainnya) dalam

rangka mencapai tujuan yang diharapkan. Dari makna ini jelas terlihat bahwa

pembelajarn merupakan interaksi dua arah dari seorang guru dan peserta
3
Syaiful Sagala, Konsep dan Makna Pembelajaran (Cet VIII; Bandung: Alfabeta, 2010), h. 13.
4
Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru (Cet 9; Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2004), h. 90
5
Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan (Cet XX; Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004), h. 84.
didik, di mana anatara keduanya terjadi komunikasi (transfer) yang intens dan

terarah menuju pada suatu target yang telah ditetapkan sebelumnya.6

Menurut Gagne, pembelajaran:

"An active process and suggests that teaching involves facilitating active

mental process by students", bahwa dalam proses pembelajaran siswa berada

dalam posisi proses mental yang aktif, dan guru berfungsi mengkondisikan

terjadinya pembelajaran.7

3. Keaktifan

Kecenderungan psikologi dewasa ini menganggap bahwa anak adalah

makhluk yang aktif. Anak mempunyai dorongan untuk berbuat sesuatu,

mempunyai kemauan dan aspirasinya sendiri. Belajar tidak bisa dipaksakan

oleh orang lain dan juga tidak bisa dilimpahkan kepada orang lain. Belajar

hanya mungkin terjadi apabila anak aktif mengalami sendiri.

Menurut John Dewey:

Belajar adalah menyangkut apa yang harus dikerjakan siswa untuk

dirinya sendiri, maka inisiatif harus datang dari siswa sendiri. Guru sekadar

pembimbing dan pengarah.8

Menurut teori kognitif, belajar menunjukkan adanya jiwa yang sangat

aktif, jiwa mengolah informasi yang kita terima, tidak sekadar menyimpannya

saja tanpa mengadakan transformasi. Menurut teori ini anak memiliki sifat
6
Trianto, Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif (Cet II; Jakarta: Kencana, 2010), h.
17.
7
Isjoni, Cooperative Learning (Cet. III; Bandung: Alfabeta, 2010), h. 50.
8
Dimyati, Belajar dan Pembelajaran (Cet II; Jakarta: Rineka Cipta, 2002), h. 44.
aktif, konstruktif, dan mampu merencanakan sesuatu. Anak mampu untuk

mencari, menemukan, dan menggunakan pengetahuan yang telah

diperolehnya. Dalam proses belajar-mengajar anak mampu mengidentifikasi,

merumuskan masalah, mencari dan menemukan fakta, menganalisis,

menafsirkan, dan menarik kesimpulan.

Menurut Thorndike:

Keaktifan siswa dalam belajar dengan hukum "law of exercise"-nya

yang menyatakan bahwa belajar memerlukan adanya latihan-latihan.9

Keaktifan anak dalam belajar merupakan persoalan penting dan

mendasar yang harus dipahami, disadari dan dikembangkan oleh setiap guru

di dalam proses pembelajaran. Individu merupakan manusia belajar yang aktif

dan selalu ingin tahu. Daya keaktifan yang dimiliki anak secara kodrati itu

akan dapat berkembang kearah yang positif bilamana lingkungannya

memberikan ruang yang baik untuk tumbuh suburnya keaktifan itu.10

Keaktifan belajar terdiri dari kata kreativitas dan kata belajar.

“Keaktifan memiliki kata dasar aktif yang berarti giat dalam belajar atau

berusaha”. Keaktifan belajar berarti suatu usaha atau kerja yang dilakukan

dengan giat dalam belajar.

Ada empat ciri keaktifan belajar siswa yaitu 1) Keinginan dan

keberanian menampilkan perasaan, 2) Keinginan dan keberanian serta

9
Ibid, h. 45
10
Aunurrahman, Belajar dan Pembelajaran (Cet III; Bandung: Alfabeta, 2009), h. 119.
kesempatan berprestasi dalam kegiatan baik persiapan, proses dan kelanjutan

belajar, 3) Penampilan berbagai usaha dan kreativitas belajar mengajar dalam

menjalani dan menyelesaikan kegiatan belajar mengajar sampai mencapai

keberhasilannya, 4) Kebebasan dan kekeluasaan melakukan hal tersebut di

atas tanpa tekanan guru atau pihak lain.11

Beberapa bentuk upaya yang dapat dilakukan guru dalam

mengembangkan keaktifan belajar siswa dalam mata pelajaran adalah di

antaranya dengan meningkatkan minat siswa, membangkitkan motivasi siswa,

menerapkan prinsip individualitas siswa, serta menggunakan media dalam

pembelajaran.12

Sebagai “primus motor” (motor utama) dalam kegiatan pembelajaran

maupun kegiatan belajar, siswa dituntut selalu aktif memproses dan mengolah

perlahan belajarnya. Untuk dapat memproses dan mengolah perolehan

belajarnya secara efektif pebelajar dituntut untuk aktif secara fisik, intelektual

dan emosional. Implikasi prinsip keaktifan bagi siswa berwujud perilaku-

perilaku seperti mencari sumber informasi yang dibutuhkan, menganalisis

hasil percobaan, membuat karya tulis, dan sebagainya.13

4. Model Pembelajaran Kooperatif

1. Pengertian Pembelajaran Kooperatif

11
I Wayan Gde Wiradana, http://www.disdikklungkung.net. Powered by Disdik Kab Klungkung.
Diakses pada tanggal 25 April 2010.
12
Ilham, Mengembangkan Keaktifan Belajar Siswa. http://abangilham’s Blog. Diakses pada
tanggal 25 April 2010.
13
Yatim Riyanto, Paradigma Baru Pembelajaran (Cet.I; Jakarta: Kencana, 2009), h. 76.
Sedangkan Johnson mengemukakan, “Cooperanon means working

together to accomplish shared goals. Within cooperative activities individuals

seek outcoms that are beneficial to all other groups members. Cooperative

learning is the instructional use of small groups that allows students to work

together to maximize their own and each other as learning”. Berdasarkan

uraian tersebut, cooperative learning mengandung arti bekerja bersama dalam

mencapai tujuan bersama. Dalam kegiatan kooperatif, siswa mencari hasil

yang menguntungkan bagi seluruh anggota kelompok. Belajar kooperatif

adalah pemanfaatan kelompok kecil untuk memaksimalkan belajar mereka

dan belajar anggota lainnya dalam kelompok itu. Prosedur cooperative

learning didesain untuk mengaktifkan siswa melalui inkuiri dan diskusi dalam

kelompok kecil yang terdiri atas 4-6 orang.14

Cooperative learning adalah suatu model pembelajaran yang saat ini

banyak digunakan untuk mewujudkan kegiatan belajar mengajar yang

berpusat pada siswa (student oriented), terutama untuk mengatasi

permasalahan yang ditemukan guru dalam mengaktifkan siswa, yang tidak

dapat bekerja sama dengan orang lain, siswa yang agresif dan tidak peduli

pada yang lain. Model pembelajaran ini telah terbukti dapat dipergunakan

dalam berbagai mata pelajaran dan berbagai usia.15

14
Ibid.
15
Ibid, h. 16.
Artzt dan Newman menyatakan bahwa dalam belajar kooperatif siswa

belajar bersama sebagai suatu tim dalam menyelesaikan tugas-tugas kelompok

untuk mencapai tujuan bersama. Jadi setiap anggota kelompok memiliki

tanggung jawab yang sama untuk keberhasilan kelompoknya.16

Pembelajaran kooperatif muncul dari konsep bahwa siswa akan lebih

mudah menemukan dan memahami konsep yang sulit jika mereka saling

berdiskusi dengan temannya. Siswa secara rutin bekerja dalam kelompok

untuk saling membantu memecahkan masalah-masalah yang kompleks. Jadi,

hakikat sosial dan penggunaan kelompok sejawat menjadi aspek utama dalam

pembelajaran kooperatif.

Di dalam kelas kooperatif siswa belajar bersama dalam kelompok-

kelompok kecil yang terdiri dari 4-6 orang siswa yang sederajat tetapi

heterogen, kemampuan jenis kelamin, suku/ras, dan satu sama lain saling

membantu. Tujuan dibentuknya kelompok tersebut adalah untuk memberikan

kesempatan kepada semua siswa untuk dapat terlibat secara aktif dalam proses

berpikir dan kegiatan belajar. Selama bekerja dalam kelompok, tugas anggota

kelompok adalah mencapai ketuntasan materi yang disajikan oleh guru, dan

saling membantu teman sekelompoknya untuk mencapai ketuntasan belajar.

2. Tujuan Pembelajaran Kooperatif

Menurut Johnson & Johnson menyatakan tujuan pokok pembelajaran

kooperatif adalah memaksimalkan belajar siswa untuk peningkatan prestasi


16
Trianto, op. cit., h. 56.
akademik dan pemahaman baik secara individu maupun secara kelompok.

Karena siswa bekerja dalam suatu team, maka dengan sendirinya dapat

memperbaiki hubungan di antara para siswa dari berbagai latar belakang etnis

dan kemampuan, mengembangkan keterampilan-keterampilan proses

kelompok dan pemecahan masalah. Pembelajaran kooperatif merupakan

sebuah kelompok strategi pengejaran yang melibatkan siswa bekerja secara

berkolaborasi untuk mencapai tujuan bersama. Pembelajaran kooperatif

disusun dalam sebuah usaha untuk meningkatkan patrisipasi siswa,

memfasilitasi siswa dengan pengalaman sikap kepemimpinan dan membuat

keputusan dalam kelompok. Serta memberikan kesempatan kepada siswa

untuk berinteraksi dan belajar bersama-sama siswa yang berbeda latar

belakangnya.

Pembelajaran kooperatif bernaung dalam teori konstruktivis.

Konstruktivisme adalah suatu pandangan bahwa siswa membina sendiri

pengetahuan atau konsep secara aktif berdasarkan pengetahuan dan

pengalaman yang ada. Dalam proses ini, siswa akan menyesuaikan

pengetahuan yang diterima dengan pengetahuan yang ada untuk membina

pengetahuan baru. Menurut Briner pembelajaran secara konstruktivisme

berlaku di mana siswa membina pengetahuan dengan menguji ide dan

pendekatan berdasarkan pengetahuan dan pengalaman yang ada, kemudian

mengimplikasikannya pada suatu situasi baru dan menginterasikan

pengetahuan baru yang diperoleh dengan binaan intelektual yang akan


diwujudkan. McBrien & Brandt menyebutkan konstruktivisme adalah sutau

pendekatan pengajaran berdasarkan pada penyelidikan tentang bagaimana

manusi belajar. Kebanyakan penyelidik berpendapat bahwa setiap individu

membina pengetahuan dan bukannya hanya menerima pengetahuan dari orang

lain.

Ide dari teori ini, siswa aktif membangun pengetahuannya sendiri. Otak

pelajar dianggap sebagai mediator yang menerima masukan dari duania luar

dan menentukan apa akan dipelajari. Menurut Soedjadi pendekatan

konstruktivisme dalam pembelajaran adalah pendekatan di mana siswa secara

individual menemukan dan mentransformasikan informasi yang kompleks,

memeriksa dengan aturan yang ada dan merevisinya jika perlu.

Secara keseluruhan dapatlah dirumuskan pengertian atau maksud

pembelajaran secara konstruktivisme adalah pengajaran dan pembelajaran

yang berpusatkan siswa.

Adapun beberapa variasi dalam model cooperative learning, yaitu:17

1. STAD (Student Team Achievement Division)

2. JIGSAW (Tim Ahli)

3. GI (Group Investigation)

4. TGT (Teams Games Tournaments)

5. NHT (Number Head Together)

5. Tipe Jigsaw II
17
Ibid, h. 67.
Metode pengajaran dengan Jigsaw dikembangkan oleh Elliot Aronson

dan rekan-rekannya. Metode orisinilnya, secara singkat digambarkan dalam

bagian ini, membutuhkan pengembangan yang ekstensif dari materi-materi

khusus. Bentuk adaptasi Jigsaw yang lebih praktis dan mudah, yaitu Jigsaw II,

digambarakan di sini dengan lebih terperinci.18

Model pembelajaran Jigsaw tipe II sudah dikembangkan oleh Slavin.

Ada perbedaan mendasar antara pembelajaran Jigsaw I dan Jigsaw II, kalau

pada tipe I, awalnya siswa hanya belajar konsep tertentu yang akan menjadi

spesialisasinya sementara konsep-konsep yang lain ia dapatkan melalui

diskusi dengan teman segrupnya. Pada tipe II ini setiap siswa memperoleh

kesempatan belajar secara keseluruhan konsep (scand read) sebelum ia belajar

spesialisasinya untuk menjadi expert. Hal ini untuk memperoleh gambaran

menyeluruh dari konsep yang akan dibicarakan.19

Jigsaw II biasanya terdiri dari empat atau lima orang. Semua anggota

tim mempelajari semua pelajaran, bukan hanya bagian-bagian, dan nilai

individual dikombinasikan untuk menghasilkan nilai tim. Setelah mereka

mempelajari seluruh pelajaran, kemudian murid dengan topic yang sama

bertemu di kelompok ahli untuk mendiskusikannya. Kemudian mereka

18
Robert E. Slavin, Cooperative Learning. Dialihbahasakan oleh Lita, Cooperative Learning (Cet.
III; Bandung: Nusa Media, 2009), h. 236.
19
Trianto, op. cit., h. 75.
kembali ke tim masing-masing dan membantu anggota lain dari timnya untuk

mempelajari materi.20

Dalam Jigsaw II, para siswa bekerja dalam tim yang heterogen. Para

siswa tersebut diberikan tugas untuk membaca beberapa bab atau unit, dan

diberikan "lembar ahli" yang terdiri atas topik-topik yang berbeda yang harus

menjadi fokus perhatian masing-masing anggota tim saat mereka membaca.

Setelah semua anak selesai membaca, siswa-siswa dari tim yang berbeda

mempunyai fokus topik yang sama bertemu dalam "kelompok ahli" untuk

mendiskusikan topik mereka sekitar tiga puluh menit. Para ahli tersebut

kemudian kembali kepada tim mereka dan secara bergantian mengajari teman

satu timnya mengenai topik mereka. Yang terkhir adalah, para siswa

menerima penilaian yang mencakup seluruh topik, dan skor kuis akan menjadi

skor tim.21

H. Kerangka Fikir

Pada dasarnya keaktifan merupakan hal yang sangat penting dalam proses

pembelajaran matematika, karena tanpa adanya keaktifan siswa tidak terlalu

paham dengan pelajaran yang diberikan. Untuk mengaktifkan siswa, hal yang

perlu ada dalam diri siswa adalah minat, motivasi, serta media yang digunakan

dalam pembelajaran. Dengan keaktifan maka pemahaman siswa terhadap materi

yang dipelajari akan bertambah. Dalam hal kegiatan pembelajaran siswa selalu
20
John W. Santrock, Educational Psychology, dialihbahasakan oleh Tri Wibowo B.S., Psikologi
Pendidikan (Cet. I; Jakarta: Kencana, 2007), h. 399.
21
Robert E. Slavin, op. cit., h. 237.
dituntut aktif untuk memproses dan mengolah perlahan belajarnya. Untuk dapat

memproses dan mengolah perolehan belajarnya secara efektif pebelajar dituntut

untuk aktif secara fisik, intelektual dan emosional. Serta bagaimana mereka

berinteraksi, bekerjasama dan saling membantu dengan siswa yang lain untuk

lebih memahami materi yang diberikan.

Salah satu usaha untuk meningkatkan keaktifan siswa dalam pembelajaran

matematika adalah dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar

secara berkelompok yang membahas tentang materi-materi matematika. Dalam

keitannya dengan pembelajaran, model kooperatif tipe jigsaw baik digunakan

dalam pembelajaran matematika, dimana semua siswa belajar dengan aktif karena

masing-masing siswa dalam satu kelompok diberikan kesempatan untuk mengajar

teman kelompoknya. Baik siswa aktif dalam kelompok ahli maupun aktif dalam

kelompok asalnya.

I. Hipotesis Tindakan

Berdasarkan kerangka kajian teori di atas, maka hipotesis tindakan

penelitian ini adalah sebagai berikut:

"Jika model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw II diterapkan pada siswa kelas

VIIB SMP Negeri 2 Liliriaja Kab. Soppeng maka keaktifan siswa dalam

pembelajaran matematika dapat meningkat."

J. Rencana dan Prosedur Penelitian

a. Subjek penelitian
Yang menjadi subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas VII B SMP

Negeri 2 Liliriaja Kabupaten Soppeng tahun ajaran 2009-2010

b. Waktu

Penelitian ini direncanakan selama 2 (dua) bulan.

c. Lama Tindakan

Tindakan penelitian direncanakan dilaksanakan selama 3 minggu untuk

3 kali putaran.

d. Lokasi

Penelitian akan dilaksanakan di SMP Negeri 2 Liliriaja Kabupaten Soppeng.

Jl. A. Abd. Muis No. 24 Pacongkang.

e. Desain penelitian

Adapun desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut:

Perencanaan

Refleksi SIKLUS I Pelaksanaan

Pengamatan
n
Perencanaan

Refleksi SIKLUS II Pelaksanaan


n
Pengamatan
22

f. Prosedur penelitian

Penelitian tindakan kelas ini direncanakan akan dilaksanakan dalam tiga

siklus (3x putaran). Setiap siklus terdiri dari empat tahapan yaitu perencanaan,

tindakan, observasi dan refleksi.

Siklus I

1. Perencanaan

a. Menelaah kurikulum SMP Negeri 2 Liliriaja untuk mengetahui

kompetensi dasar yang akan disampaikan kepada siswa dengan

menggunakan pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw II.

b. Membuat rencana pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw II.

c. Menyusun materi/soal

d. Membuat lembar observasi untuk pengamatan/pencatatan data mengenai

keaktifan siswa serta kondisi pembelajaran pada saat pelaksanaan tindakan.

e. Menyusun alat evaluasi pembelajaran.

2. Tindakan

22
Suharsimi Arikunto,dkk., Penelitian Tindakan Kelas (Cet. IX; Jakarta: Bumi Aksara,
a. Guru membagi siswa dalam kelompok-kelompok kecil yang heterogen

(4 atau 5 siswa).

b. Guru membagikan materi kepada tiap kelompok untuk dipelajari.

c. Guru membagi materi/soal agar menjadi sub-sub untuk dikerjakan

oleh masing-masing anggota kelompok.

d. Guru mengarahkan anggota kelompok yang mempelajari sub-sub bab

atau soal-soal yang sama bertemu untuk mendiskusikan materi/soal

tersebut serta menyelesaikannya.

e. Guru mengarahkan siswa kembali kekelompok asalnya dan

mengajarkan materi yang di dapat dari kelompok ahli kepada anggota

kelompoknya secara bergantian.

f. Guru memberikan kuis secara individu.

3. Observasi

a) Situasi kegiatan belajar mengajar

b) Keaktifan siswa

c) Kemampuan siswa dalam diskusi

d) Kemampuan siswa mengemukakan pendapat dalam kelompok ahli

e) Kemampuan siswa mengemukakan pendapat dalam kelompok asal

4. Refleksi

1) Refleksi dari penelitian berdasarkan hasil yang diperoleh dari:

a) Hasil observasi.

b) Hasil evaluasi.
2) Mendiskusikan hasil refleksi yang telah dibuat bersama dengan guru

mata pelajaran matematika lainnya.

3) Merencanakan perbaikan-perbaikan tindakan pada siklus tindakan

berikutnya.

4) Mengevaluasi tingkat keberhasilan yang dicapai sesuai dengan tujuan

pemberian tindakan.

Siklus II

1. Perencanaan

a. Memberi penghargaan terhadap kelompok dengan nilai hasil evaluasi

tertinggi.

b. Mengidentifikasi masalah dan perumusan masalah berdasarkan

refleksi pada siklus I

c. Merencanakan skenario baru dengan perbaikan model dan

meningkatkan keaktifan siswa.

d. Menyusun materi atau soal

e. Membuat lembar observasi untuk pengamatan/pencatatan data mengenai

keaktifan siswa serta kondisi pembelajaran pada saat pelaksanaan tindakan.

f. Menyusun alat evaluasi pembelajaran.

g. Perumusan indikator deskriptif keberhasilan tindakan tentang keaktifan

siswa dalam pembelajaran

2. Tindakan

a. Melaksanakan skenario yang telah disusun dengan perbaikan metode.


b. Menjelaskan kembali konsep yang kurang dipahami siswa.

c. Memberikan kuis akhir siklus II

3. Observasi

Kegiatan pengamatan dilakukan untuk mengadakan pendataan ulang

untuk mengetahui hasil dari tindakan siklus II. Penulis menyiapkan angket

observasi.

4. Refleksi

Guru menganalisis semua tindakan pada siklus I dan II kemudian dicari

kekurangan-kekurangan pada siklus II.

Siklus III

1. Perencanaan

a. Mengidentifikasi masalah dan perumusan masalah yang didasarkan

pada siklus I dan siklus II.

b. Melaksanakan skenario yang telah disusun dengan perbaikan metode.

c. Merencanakan kuis dan skor untuk individual atau skor kelompok.

2. Tindakan

a. Melaksanakan skenario yang telah disusun dengan perbaikan metode.

b. Menjelaskan kembali konsep yang kurang dipahami siswa.

c. Memberikan kuis akhir siklus III.

3. Observasi
Kegiatan pengamatan dilakukan untuk mengadakan pendataan ulang

untuk mengetahui hasil dari tindakan siklus III. Menyiapkan angket

observasi.

4. Refleksi

Guru menganalisis semua tindakan pada siklus I, II, dan III. Pada akhir

siklus III, guru melakukan refleksi dengan adanya penerapan tipe Jigsaw

II yang dilakukan dalam tindakan kelas ini. Bila hasilnya meningkat

artinya model pembelajaran yang diterapkan dalam tindakan ini berhasil

meningkatkan keaktifan siswa.

g. Teknik pengumpulan data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Kualitatif, yaitu data mengenai perubahan sikap, kehadiran, keaktifan

siswa didalam mengikuti kegiatan belajar mengajar dengan cara

pengamatan atau observasi dan menggunakan lembar observasi.

2. Kuantitatif, yaitu data mengenai keaktifan siswa dilihat dari hasil belajar

matematika siswa diambil dari tes akhir siklus I dan siklus II.dengan

instrumen hasil tes tiap siklus.

h. Teknik analisis data

Analisis data pada penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan

kuantitatif deskriptif. Analisis data secara kualitatif akan berlangsung selama

peneliti berada di lokasi penelitian hingga akhir pengumpulan data.


Analisis data secara kuantitatif akan mendeskripsikan kategori keaktifan siswa

dengan melihat hasil tes tiap siklus yang akan dikelompokkan dalam kategori

sangat rendah, rendah, sedang, tinggi, dan sangat tinggi. Depdikbud:

Tingkat penguasaan 0 % - 34% dikategorikan “sangat rendah”, tingkat

penguasaan 35% - 54% dikategorikan “rendah”, tingkat penguasaan 55% -

64% dikategorikan “sedang”, tingkat penguasaan 65% - 84% dikategorikan

“tinggi”, tingkat penguasaan 85% - 100% dikategorikan “sangat tinggi.23

K. Daftar Pustaka

Arikunto, Suharsimi, dkk. Penelitian Tindakan Kelas. Cet. IX; Jakarta: Bumi
Aksara,
Aunurrahman. Belajar dan Pembelajaran. Cet. III; Bandung: Alfabeta, 2009.

Dimyati. Belajar dan Pembelajaran. Cet. II; Jakarta: Rineka Cipta, 2002.

I Wayan Gde Wiradana. http://www.disdikklungkung.net. Powered by Disdik


Kab Klungkung. Diakses pada tanggal 25 April 2010.

Ilham. Mengembangkan Keaktifan Belajar Siswa. http://abangilham’s Blog.


Diakses pada tanggal 25 April 2010.

Isjoni. Cooperative Learning. Cet. III; Bandung: Alfabeta, 2010.

Nurdin, Peningkatan Penguasaan Rumus Matematika melalui Pemberian Latihan


Soal Bervariasi pada Siswa Kelas II-7 SMU Negeri 1 Makassar
http://www.depdiknas.go.id/publikasi/balitbang/075/j75_02.pdf. Diakses
pada tanggal 6 Mei 2010.

23
Nurdin, Peningkatan Penguasaan Rumus Matematika melalui Pemberian Latihan Soal Bervariasi
pada Siswa Kelas II-7 SMU Negeri 1 Makassar
http://www.depdiknas.go.id/publikasi/balitbang/075/j75_02.pdf. Diakses pada tanggal 6 Mei 2010.
Purwanto, Ngalim. Psikologi Pendidikan. Cet. XX; Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2004.

Riyanto, Yatim. Paradigma Baru Pembelajaran. Cet.I; Jakarta: Kencana, 2009.

Sagala, Syaiful. Konsep dan Makna Pembelajaran. Cet. VIII; Bandung: Alfabeta,
2010.

Sahabuddin. Mengajar dan Belajar. Cet. III; Makassar: Badan Penerbit UNM,
2007.

Santrock, John W. Educational Psychology. Dialihbahasakan oleh Tri Wibowo


B.S., Psikologi Pendidikan. Cet. I; Jakarta: Kencana, 2007.

Slavin, Robert E. Cooperative Learning, Dialihbahasakan oleh Lita, Cooperative


Learning. Cet. III; Bandung: Nusa Media, 2009.

Syah, Muhibbin. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Cet. IX;


Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004.

Trianto. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Cet. II; Jakarta:


Kencana, 2010.

Winkel. Psikologi Pengajaran. Cet. IX; Yogyakarta: Media Abadi, 2007.

Anda mungkin juga menyukai