Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

1.2 Tujuan

Adapun tujuan dari praktikum ini dalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui intensitas kbisingan pada lingkungan kerja.

2. Mahasiswa mampu melakukan pengukuran kebisingan.

3. Mahasiswa mampu menganalisa hasil pengukuran kebisingan.

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Karakteristik Kebisingan

2.1.1 Definisi Kebisingan

Kebisingan merupakan gangguan yang bersifat subjektif. Di dalam

Surat Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor Kep-

48/MENLH/11/1996, kebisingan didefinisikan sebagai bunyi yang tidak

diinginkan dari usaha atau kegiatan dalam tingkat dan waktu tertentu

yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan manusia dan

kenyamanan lingkungan. Dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor

718/MENKES/Per/XI/87, kebisingan didefinisikan sebagai bunyi yang

tidak dikehendaki sehingga mengganggu dan atau membahayakan

kesehatan.

Sedangkan berdasarkan Permenaker No. 51 Tahun 1999 tentang

Nilai Ambang Batas Faktor Fisik di Tempat Kerja, sesuai pada tabel

dibawah ini.
2.1.2 Jenis Kebisingan

Berdasarkan sifat dan spectrum frekuensi bunyi, bising dapat

dibagi atas (Buchari, 2007):

 Bising yang kontinyu dengan spectrum luas. Bising ini relative

tetap dalam batas kurang dari 5 dB untuk periode 0,5 detik

berturut-turut misalnya mesin kipas angin, dapur pijar dan lain-

lain.
 Bising yang kontinyu dengan spectrum sempit. Bising ini juga

relative tetap, akan tetapi ia hanya akan mempunyai frekuensi

tertentu saja (pada frekuensi 500, 1000 dan 4000 Hz). Misalnya

gergaji sekuler, katup gas dan lain-lain.

 Bising terputus-putus (inermitten). Bising ini tidak terjadi secara

terus menerus, melaainkan ada periode relative tenang. Misalnya

suara lalu lintas, kebisingan ddi lapanagn terbang dan lain-lain.

 Bising impulsive. Bising jenis ini memiliki perubahan tekanan

suara melabihai 40 dB dalam waktu sangant cepat dan biasanya

mengejutkan pendengarannya. Misalnya tembakan, suara ledakan

mercon dan meriam.

 Bising inpulsif berulang. Sama dengan bisng impulsive, hanya

saja disini terjadi secara berulang-ulang. Misalnya mesin tempa di

pabrik.

Berdasarkan pengaruhnya terhasap manusia, bising dapat dibagi

atas (Buchari, 2007):

 Bising yang menganggu (Irritasi noise). Intensitas tidak terlalu

keras. Misalnya mendengkur.

 Bising yang meutupi (Masking noise). Merupakan bunyi yang

menutupi pendengaran yang jelas. Secara langsung bunyi ini akan

mebahayakan bahaya keselamatan dan kesehatan tenaga kerja,


karena teriakan atau isyarat tanda bahaya tenggelam dalam bising

dari sumber lain.

 Bising yang merudak (damaging/ injurios noise). Adalah bunyi

yang intensitasnya melampaui NAB. Bunyi jenis ini akan

merusak atau menurunkan fungsi pendengaran.

2.2 Pengukuran Kebisingan

Untuk mengetahui intensitas bising dilingkungan kerja, digunakan sound

level meter, sedangkan untuk mengukur nilai ambang batas pendengaran

digunakan Audiometer. Untuk menilai tingkat pajanan pekerja lebih tepat

digunakan Noise Dosimeter karena pekerja umumnya tidak menetap pada

suatu tempat kerja selama 8 jam bekerja. Nilai ambang batas (NAB)

intensitas bising adalah 85 dBA dalam waktu bekerja maksimum adalah 8

jam per hari (Suma’mur, 1996).

Pengukuran kebisingan dilakukan untuk memperoleh data kebisingan di

perusahaan atau dimana saja dan mengurangi tingkat kebisingan tersebut

sehingga tidak menimbulkan gangguan. Alat yang digunakan dalam

pengukuran kebisingan adalah sound level meter dan noise dosimeter. Sound

Level meter adalah alat pengukur level kebisingan, alat ini mampu mengukur

kebisingan di antara 30-130 dB dan frekuensi-frekuensi dari 20-20.000

(Suma’mur, 1996).

Dalam beberapa industri terdapat berbagai intensitas kebisingan,

misalnya pada:
- 85-100 dB biasanya terdapat pada pabrik tekstil, tempat kerja mekanis

seperti mesin penggilingan, penggunaan udara bertekanan, bor listrik,

gergaji mekanis.

- 100-115 dB biasanya terdapat pada pabrik pengalengan, ruang ketel,

drill.

- 115-130 dB biasaya terdapat pada mesin-mesin diesel besar, mesin

turbin pesawat terbang dengan mesin turbo, compressor sirine.

- 130-160 dB biasanya terdapat pada mesin-mesin jet, roket, peledakan.

2.3 Pengendalian Kebisingan dilingkungan kerja

Pada dasarnya pengendalian kebisingan dapat di lakukan terhadap

sumbernya dengan cara:

 Desain akustik, dengan megurangi vibrasi mengubah struktur dan

lainnya,

 Substitusi alat

 Mengubah proses kerja

Sedangkan terhadap perjalanannya denngan cara:

 Jarak di perjauh

 Akustik ruangan

 Enclosure

Dan pada penerimaannya dengan cara:

 Alat pelindung telinga

 Administrasi dengan rotasi mengubah schedule kerja.


BAB 3

METODE KERJA

3.1 Alat dan Bahan

Adapun alat dan bahan yang diperlukan dalam praktikum ini adalah

sebagai berikut:

1. Sound level Meter

2. Lembar data

3.2 Cara Kerja

Prosedur kerja dalam praktikum ini adalah sebagai berikut:

1. Persiapan alat

a. Pasang baterai pada tempatnya

b. Tekan tombaol power.

c. Cek garis tanda pada monitor untuk mengetahui baterai dalam

keadaan baik/tidak

2. Kalibrasi alat

a. Posisikan SLM pada arah weighting (dBA)

b. Atur range pada posisi > 80 dB

c. Pilih “A” dan respons pada posisi “SLOW”

d. Pasang alat kalibrator pada mikrofon ON kan (pilih posisi 1

kHz/94dB).

e. Setelah selesai off kan dan lepaskan dari SLM.


3. Pengukuran

a. Pilih selector pada posisi:

- fast : untuk jenis bising continue

- Slow :untuk jenis bising impulsive/ terputus-putus.

b. Pilih selector range intensitas kebisingan

c. Tentukan lokasi pengukuran

d. Setiap lokasi pengukuran dilakukan pengamatan selama 1-2 menit,

dengan ± 6 kali pembacaan. Hasil pengukuran adalah angka yang

ditujukan pada monitor.

e. Catat hasil pengukuran dan hitung rata-rata kebisingan sesaat (Lek).

L1 L2 L3
(
Lek=10 log 10 10 +10 10 +10 10 + … dBA )
BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

Berdasarkan praktikum yang dilakukan untuk mengukur kebisingan

personal (tenaga kerja) dengan menggunakan alat Sound Level Meter

didapatkan hasil sebagai berikut.

Waktu Hasil Intensitas


No Lokasi/ Pengukur Pengukur Kebisinga NAB Penilaian
an an n (dBA)
10.30 62,4
Ruang 10.31 66,9
Laboratori 10.32 61,8 85 dibawah
1 80
um (suara 10.33 67,8 dBA NAB
ribut) 10.34 71,1
10.35 78,7
             
10.44 73,8
10.45 75,9
Mushola 10.46 69,7 85 dibawah
2 79,37
(Blower) 10.47 73 dBA NAB
10.48 69,2
10.49 67,7

4.2 Pembahasan

Berdasarkan dari data diatas dapat diketahui bahwa terdapat 2 jenis

pengukuran kebisingan di tempat kerja yaitu di ruang laboratorium dan di

Mushola.
a. Di ruang Laboratorium.

Pada percobaan kali ini dialakukan pengukuran dengan sumber

kebisingan yang berasal dari suara manusia. Didapatkan hasil pengukuran

kebisingan sebesar 80 dB A pengukuran dilakukan tiap 1 menit sebanyak 6

kali pengukuran kemudian diambil rata-rata intensitas kebisingannya

dengan menggunakan rumus leq. Dari pengukuran didapatkan hasil bahwa

intensitas kebisingan yang diterima kurang dari 85 dB A.

Hal itu dikarenakan sumber bising yang ada dalam ruangan tersebut

hanya bersumber suara mahasiswa yang jumlahnya tidak banyak.

Dengan melihat hal ini maka dapat diketahui bahwa kebisingan yang

diterima oleh tenaga kerja masih dapat ditoleransi sehingga dampak dari

kebisingan ini belum berakibat pada gangguan kesehatan tetapi

pengukuran ini hanya dilakukan dalam waktu 6 menit saja. Butuh

pengukuran lebih lanjut untuk mengetahui akibat baik jangka panjang

maupun jangka pendek pada pekerja sehingga kebisingan ini menjadi

prioritas yang harus diminimalisir.

b. Di musholla (continiu berspektrum luas)

Kebisingan diluar ruangan bersumber dari suara blower, didapatkan

hasil pengukuran kebisingan personal adalah sebesar 79,37 dBA.

Pengukuran dilakukan tiap 1 menit sebanyak 6 kali pengukuran kemudian

diambil rata-rata intensitas kebisingannya. Dari pengukuran didapatkan

hasil bahwa intensitas kebisingan yang diterima kurang dari 85 dBA, , jadi

dengan kata lain untuk ruang lingkup lingkungan kebisingan yang diterima
oleh pekerja dibawah nilai NAB/normal. selain itu factor yang

mempengaruhi besar kecilnya suara bising blower tergantung pada jenis

blower dan umur dari blower tersebut.

Dengan melihat hal ini maka dapat diketahui bahwa kebisingan yang

diterima oleh tenaga kerja masih dapat ditoleransi sehingga dampak dari

kebisingan ini belum berakibat pada gangguan kesehatan karena

pengukuran ini hanya dilakukan dalam waktu 6 menit saja. Butuh

pengukuran lebih lanjut untuk mengetahui akibat baik jangka panjang

maupun jangka pendek pada pekerja sehingga kebisingan ini menjadi

prioritas yang harus diminimalisir.


BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Setelah dilakukan pengukuran kebisingan pada personal dapat disimpulkan

bahwa:

 Hasil pengukuran intensitas kebisingan yang diterima oleh laki-laki dan

perempuan baik pada ruangan maupun diluar ruangan dibawah NAB

yang ditetapkan oleh Permenaker No. 51 Tahun 1999 tentang Nilai

Ambang Batas Faktor Fisik di Tempat Kerja yaitu 85 dB A. hal ini

kemungkinan disebabkan karena sumber kebisingan hanya berasal dari

kipas angin dan motor saja dengan jarak pengukuran ± 1 meter.

 Dari pengukuran kebisingan dengan menggunakan alat noise dosimeter

diperoleh hasil pengukuran yang berbeda antara di dalam dan diluar

ruangan. Pengukuran kebisingan didalam ruangan didapatkan hasil

sebesar 65,43 dB A pada responden laki-laki dan 64,88 dB A pada

responden wanita, sedangkan pengukuran diluar ruangan terdapat hasil

yang antara laki-laki dan perempuan yaitu 70,55 dB A.

 Dari pengukuran ini dapat diketahui perlu ada pengendalian kebisingan

tetapi belum urgen karena sumber emisi hanya pada kipas angin dan

motor saja yang menghasilkan suara tidak terlalu bising. Jadi masih

dianggap aman untuk melakukan pekerjaan.


5.2 Saran

Adapun saran dalam praktikum ini adalah sebagai berikut.

 Sebelum melakukan pengukuran kebisingan sebaiknya pilihlah tempat

yang memang menjadi sumber bising yang menganggu kesehatan

seperti di pabrik, di PLN dan lain-lain. Sehingga kita dapat mengetahui

apakah keterpaparan kebisingan yang mereka terima setiaphari

berdampak buruk pada kesehatan.

 Agar pengukuran ini dapat bermanfaat dan dapat dibandingkan dengan

standar Permenkes No. 51 Tahun 1996, maka perlu ada waktu lebih

dalam pengukuran sehingga hasil pengukurannya pun lebih akurat


DAFTAR PUSTAKA

Buchari. 2007. Kebisingan Industri dan Hearing Comservation Program. USU

Repository

Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor Kep-48/MENLH/11/1996

tentang Baku Mutu Tingkat Kebisingan

Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 718/MENKES/Per/XI/87 tentang Baku

Mutu Tingkat Kebisingan.

Permenaker No. 51 Tahun 1999 tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisik di

Tempat Kerja

Subagyo, yayan. 2009. Pengaruh Kebisingan terhadap Tingkat Prokduvitas

(Skripsi). Yogyakarta.

Suma’mur. 1998. Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja. CV Haji Mas Agung.

Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai