Latar Belakang
Recording
Sapi perah merupakan sapi yang memiliki produksi utama susu yang dikonsumsi oleh manusia dan
didapatkan dengan cara pemerahan. Ternak sapi perah memegang peranan penting dalam penyediaan
gizi bagi masyarakat. Pertumbuhan populasi sapi perah dari tahun - ketahun rata-rata meningkat, akan
tetapi peningkatannya tidak setinggi pada ternak unggas.
Pengembangan sapi perah dapat dilakukan dengan cara meningkatkan produktivitas sapi perah baik dari
segi teknis maupun dari segi ekonomis. Produktivitas ternak sapi perah harus dipacu untuk dapat
ditingkatkan, diantaranya manajemen reproduksi dan manajemen pakan. (Priyono, 2009)
Namun dalam penyeleksian juga perlu dilakukan untuk mendapatkan sapi yang unggul. Salah satu
proses tersebut adalah dengan melakukan penilaian (Recording). Dengan cara ini kita bisa menilai sapi
yang bagus dan kurang bagus dari bermacam segi.
Sehingga dengan alasan tersebut kiranya perlu dilakudilakukan praktikum recording ini guna memberika
pengetahuan kepada mahasiswa bagaimana cara melakukan recording yang bagus.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bentuk kurva produksi susu dan korelasi antara produksi susu
305 hari sebenarnya dengan dugaan produksi susu 305 hari yang menggunakan pendekatan kurva
persamaan Ali-Schaeffer berdasarkan pencatatan Test Day. Lokasi penelitian dilakukan di Balai Besar
Pembibitan Ternak Unggul Sapi Perah (BPPTU-SP) Baturraden, Purwokerto Jawa Tengah dengan jumlah
catatan Test Day yang digunakan dalam analisis sebanyak 348 catatan.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kurva produksi susu laktasi I dari model persamaan regresi Ali-
Schaeffer hampir mendekati bentuk kurva produksi susu laktasi I sebenarnya. Nilai korelasi dengan
produksi sebenarnya sebesar 0,983, dan produksi koreksi 305 hari sebesar 0,953 sehingga dapat
disimpulkan bahwa catatan Test Day yang dikombinasikan dengan persamaan regresi Ali-Schaeffer, dapat
digunakan untuk menduga produksi susu 305 hari sapi perah dengan ketepatan yang sangat tinggi.
The research addressed to know the shape of lactation curve and correlation between
Tujuan tulisan ini untuk mereview perkembangan evaluasi genetik pada sapi perah berdasarkan produksi
susu, yang meliputi: perkembangan sistem pencatatan produksi susu, model kurva produksi susu,
parameter genetik, dan model evaluasi nilai pemuliaan. Sistem pencatatan produksi susu yang efisien
adalah dengan menggunakan catatan test day atau hari uji, karena pencatatan dapat dilakukan dengan
lebih sederhana tetapi cukup akurat untuk digunakan dalam pendugaan kurva produksi ataupun nilai
pemuliaan. Kurva pendugaan produksi susu yang akurat adalah kurva persamaan Ali-Schaeffer, karena
kurva ini bisa menduga puncak produksi susu dan produksi total dengan lebih tepat (r>0,99), dan kurva
ini juga dapat digunakan untuk analisis pendugaan parameter genetik. Pendugaan nilai pemuliaan dengan
menggunakan model regresi tetap (MRT) atau random (MRR), akan memberikan banyak manfaat dalam
program peningkatan mutu genetik sapi perah. Hal ini dimungkinkan karena dengan menggunakan model
analisis tersebut waktu test dapat dilakukan satu hari untuk seluruh peternakan walaupun tingkat laktasi
antar sapi berlainan dan mampu menduga nilai pemuliaan total dari catatan tidak lengkap atau catatan
yang pendek. Untuk aplikasi dilapangan MRT lebih diunggulkan karena tidak terdapat masalah numerik
dan analisisnya lebih mudah untuk dilakukan.
This paper is aimed to review the development of genetic evaluation on the milk production in dairy
cattle, including recording system, mathematical model of the milk curve, genetic parameters, and genetic
model for predicting breeding values. Test day was the best system to record milk yield as it can be used
to predict lactation curve and genetic parameters. Ali-Schaeffer curve was the best
Pesatnya perkembangan industri susu segar dalam negeri selama periode 1979-1996
tidak terlepas dari berbagai kebijaksanaan yang kondusif. Pada tahun 1983 pemerintah
mengeluarkan Surat Keputusan Bersama Tiga Menteri, yaitu Menteri Pertanian,
Menteri Perindustrian, dan Menteri Perdagangan dan Koperasi. Dalam SKB tersebut
Industri Pengolah Susu diwajibkan menyerap susu segar dalam negeri sebagai
pendamping dari susu impor untuk bahan baku industrinya. Proporsi penyerapan susu
segar dalam negeri ditetapkan dalam bentuk rasio susu, yaitu perbandingan antara
pemakaian susu segar dalam negeri dan susu impor yang harus dibuktikan dalam
bentuk bukti serap.
Untuk mendukung perkembangan produksi susu segar dalam negeri, selain menjamin
pemasaran, pemerintah juga mengupayakan bibit sapi perah unggul melalui impor.
Selama periode 1979 sampai 1995, pemerintah telah mengimpor sebanyak 87.885
ekor bibit sapi perah. Sapi perah impor tersebut disalurkan kepada peternak melalui
koperasi primer dalam bentuk kredit. Peternak mengangsur kredit tersebut dengan
sebagian dari hasil penjualan susu. Namun demikian, usaha peternakan sapi perah di
Indonesia masih belum efisien, sehingga harga susu segar dalam negeri relatif lebih
mahal dari pada susu impor. Akibatnya, sekitar 70 persen dari kebutuhan bahan baku
IPS masih diimpor. Penelitian ini mendalami dampak krisis ekonomi terhadap
peternakan sapi perah.
Susu segar merupakan bahan makanan yang bergizi tinggi karena mengandung zat-zat
makanan yang lengkap dan seimbang seperti protein, lemak, karbohidrat, mineral, dan
vitamin yang sangat dibutuhkan oleh manusia. Nilai gizinya yang tinggi juga menyebabkan
susu merupakan medium yang sangat disukai oleh mikrooganisme untuk pertumbuhan dan
perkembangannya sehingga dalam waktu yang sangat singkat susu menjadi tidak layak
dikonsumsi bila tidak ditangani secara benar..
Proses pengolahan susu bertujuan untuk memperoleh susu yang beraneka ragam,
berkualitas tinggi, berkadar gizi tinggi, tahan simpan, mempermudah pemasaran dan
transportasi, sekaligus meningkatkan nilai tukar dan daya guna bahan mentahnya. Proses
pengolahan susu selalu berkembang sejalan dengan berkembangnya ilmu dibidang tekologi
pangan. Dengan demikian semakin lama akan semakin banyak jenis produk susu yang
dikenal. Hal ini sangat menggembirakan dan merupakan langkah yang sangat tepat untuk
mengimbangi laju permintaan pasar.
http://mantrihewan.blogspot.com/2010/05/teknologi-pengolahan-susu-dan-pembuatan.html
Evaluasi genetik produksi susu pada sapi perah biasanya berdasarkan atas catatan
305 hari. Penggunaan catatan ini tentunya sangat menarik karena mengarah
diperbaiki oleh para breeder yaitu mahal dan tidak fleksibel. Dikatakan mahal
karena produksi harus dicatat tiap hari dan dikatakan tidak fleksibel karena
menyangkut perbedaan biologis ternak pada masa laktasi yang sangat bervariasi
biologis ini produksi harus dikoreksikan, misalnya terhadap panjang laktasi, umur
setara dewasa, dan lain-lain. Dilain pihak faktor koreksi sangat spesifik untuk
setiap populasi, sehingga penggunaan faktor koreksi dari suatu populasi mungkin
tidak tepat digunakan untuk populasi lain. Kelemahan lain dari penggunaan
catatan ini adalah ternak selama laktasi harus berada dilingkungan yang sama, dengan kata lain apabila
pada suatu masa laktasi dipindahkan ke lingkungan yang
dengan waktu evaluasi yang dilakukan, kita harus menunggu sampai ternak
tersebut selesai laktasi. Para pemulia sekarang telah beralih ke penggunaan catatan Test Day (TD).
Dengan metode ini, performans ternak hanya diukur satu hari pada interval waktu
tertentu selama laktasi. Pengukuran bisa setiap 15 hari, 30 hari, dan seterusnya.
kumulatif 305 hari, karena produksi ternak tidak perlu dicatat setiap hari. Ada dua
cara menganalisis catatan TD: (1) catatan TD dianggap sebagai sifat yang berbeda
dan (2) catatan TD dianggap sebagai sifat yang sama dan dianalisis sebagai
sebagai regresi tetap (Fixed regression Model) dan atau spesifik untuketiap
produksi susu berdasarkan catatan kumulatif 305 hari, model multivariate, model
regresi tetap, dan model regresi random yang berdasarkan Animal Model Best