Anda di halaman 1dari 2

Memperingati Hari Buku Nasional, 17 Mei 2011

Antara Buku dan Pulsa DPR


Oleh Ahmad Maltup*

“Sekolah tanpa perpustakaan bukanlah sekolah, pelajar tanpa buku bukanlah


pelajar”. (Ajib Rosidi)
Argumentasi dari sastrawan kita di atas mengingatkan pada kita, betapa pentingnya
sebuah perpustakaan bagi sekolah dan buku untuk pelajar. Buku merupakan sumber
informasi, sedangkan perpustakaan sebagai gudangnya. Namun tidak semua orang sadar,
walaupun pada realitasnya mengakui urgensi buku dan perpustakaan itu sendiri.
Sudah menjadi realitas di sekolah-sekolah, buku menjadi bahan langka di
perpustakaan-perpustakaannya. Adanya perpustakaan sekolah hanya sebagai legitimasi
untuk mendapatkan akreditasi. Budaya sewa buku ke perpustakaan yang lebih lengkap
koleksinya, sering dijadikan solusi alternatif bagi sekolah untuk mendapatkan akreditasi
“A”. Bahkan, seringkali terjadi “kongkalikong” antara pihak sekolah dan petugas
akreditasi untuk mencapai tujuannya. Maka tidak dapat dipungkiri, ketika hal itu menjadi
orientasi hitam sekolah, perpustakaan akan tetap terbengkalai tanpa perhatian khusus.
Problematika di berbagai perpustakaan sekolah di Indonesia ini tidak diimbangi
dengan kesadaran pemerintah untuk menanggulanginya. Bahkan, banyak sekolah yang
tidak mempunyai perpustakaan. Hal ini bisa kita lihat dari data Kementerian Pendidikan
Nasional yang mencatat 55,39 persen SD belum memiliki perpustakaan sekolah. Dari
143.437 SD, ada 79.445 sekolah belum punya perpustakaan. Adapun di SMP, 39,37
persen sekolah (34.511 dari 13.588 sekolah) tidak mempunyai perpustakaan. Di tingkatan
daerah, 47 kota/kabupaten belum memiliki institusi khusus perpustakaan. Sementara di
tingkat desa, saat ini tercatat baru 21.607 desa/kelurahan dari 77.977 desa/kelurahan yang
sudah memiliki perpustakaan. Pemerintah seakan-akan bersikap apatis terhadap persoalan
ini, dengan tidak adanya tindakan kongkrit ke akar rumput.

Pulsa DPR
Dibalik langkanya buku di perpustakaan sekolah, saya dikagetkan dengan anggaran
pulsa 14,4 juta/bulan untuk setiap anggota DPR-RI. Data ini diungkap oleh Forum
Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) sebagai tunjangan komunikasi intensif
DPR. Saya membayangkan, bagaimana kalau dana tersebut dialokasikan untuk distribusi
buku ke perpustakaan-perpustakaan di seluruh Indonesia. Perpustakaan kita akan kaya
dengan koleksi buku-buku yang bisa membantu mencerdaskan bangsa.
Kalau melihat gaji pokok dan tunjangan-tunjangan untuk DPR yang mencapai 50-an
juta setiap bulannya (Surat Edaran Setjen DPR RI No. KU.00/9414/DPR RI/XII/2010),
anggaran pulsa dirasa tidak perlu. Efisiensi anggaran negara harus dipertimbangkan
dengan melihat vitalitas dari sebuah kebutuhan mendesak dan penting. Anggota DPR
tidak akan kekurangan pulsa walaupun tidak dianggarkan. Tapi sebuah perpustakaan
akan selalu kekurangan buku dan koleksi lainnya karena ilmu pengetahuan senantiasa
berkembang, dan perpustakaan dituntut untuk selalu up to date menyajikan informasi.
Sekarang kita coba analisis, kenapa seringkali terjadi kenakalan remaja? Tawuran
pelajar terjadi dimana-mana? Pemakaian narkoba di lingkungan pelajar meningkat setiap
tahunnya? Tentu dikarenakan pelajar yang lebih banyak mempunyai waktu senggang saat
di sekolah dan tidak punya kegiatan positif yang bisa menekan tindakan yang menjurus
negatif. Saya yakin perpustakaan, yang memuat berbagai informasi positif dengan
berbagagi koleksi bukunya, bisa memberikan solusi untuk persoalan ini bila difungsikan
secara maksimal.
Perpustakaan mempunyai tanggung jawab dan dimensi yang mengejawantahkan
dalam performa berupa transformasi informasi dari sumbernya kepada pemakai dan
kemudian dipergunakan secara optimal. Selanjutnya, perpustakaan dalam segala bentuk
dan jenisnya merupakan institusi yang bersifat ilmiah, informatif, edukatif, sehingga
semua kegiatannya mengandung nilai dan unsur pembelajaran, penelitian, pembinaan,
pengembangan ilmu dan lain-lain yang berorientasi pada pencerahan dan pengayaan
wawasan bagi pengguna. Ketika para pelajar sudah berwawasan tinggi, maka secara
otomatis akan berdampak pada tingkah lakunya di lingkungan sekitarnya. Karena buku
adalah jendela pengetahuan.

*)Penulis adalah Peneliti The Indonesian View Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai