Anda di halaman 1dari 10

PROPOSAL PENELITIAN

DISUSUN OLEH :

BINTI ALFIATUN NIKMAH (103141013111001)

JURUSAN PERANCANGAN PERATURAN DAN KONTRAK BISNIS


PROGRAM PENDIDIKAN VOKASI
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2011

1
TINGKAT BUDAYA KORUPSI DALAM BERBAGAI ASPEK KEHIDUPAN
DI DAERAH

1. LATAR BELAKANG
Indonesia sebagai Negara hukum sebagaimana diamanatkan didalam
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dalam Pasal 1
ayat (3) yang berbunyi “Indonesia adalah Negara Hukum”. Sebagai konsekuensi
dari Indonesia sebagai Negara Hukum yang mendasarkan kepada Pancasila dan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, maka segala
aspek kehidupan dan bidang kemasyarakatan, kebangsaan dan kenegaraan
termasuk pemerintahan harus senantiasa berdasarkan atas hukum.
Namun pasal diatas seakan masih belum dapat dirasakan oleh berbagai
pihak. Karena masih banyak peristiwa-peristiwa yang melanggar hukum di
Indonesia, dan pastinya merugikan masyarakat, sebagai contoh yang paling sering
terjadi adalah pidana korupsi, walaupun telah banyak peraturan-peraturan yang
mengatur tentang tindak pidana korupsi, namun dalam kenyataanya, masih sering
hilir mudik kasus korupsi di Indonesia, dan ironinya, banyak kasus yang tidak
jelas kabar kelanjutan penyelidikanya yang disebabkan berbagai alasan,
diantaranya lemahnya hukum di Indonesia, budaya korupsi di masyarakat yang
telah dianggap sebagai hal yang wajar, bahkan masyarakat sendiri tidak mengerti
apa yang dimaksud dengan korupsi sehingga banyak tidak pidana korupsi yang
merugikan masyarakat berjalan dengan mulus.

Pada tahun 2005, menurut data political economic an risk consultancy,


Indonesia menepati urutan pertama sebagai Negara terkorup di Asia, jika dilihat
dari kenyataan sehari-hari korupsi hampir terjadi disetiap aspek kehidupan
masyarakat Indonesia.

Maraknya tindak pidana korupsi ini tidak hanya ditataran pemerintahan


tingkat tinggi saja, namun telah mewabah ke pemerintahan bawah, bedanya, kalau
tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh pemerintah tingkat atas tingkat
pelanggaranya lebih tinggi, namun mereka sadar kalau yang mereka lakukan

2
adalah tindak pidana korupsi, sedangkan di tataran pemerintahan bawah, pelaku
tindak pidana dan masyarakat yang dirugikan karena tidak pidana tersebut saling
tidak mengetahui, sehingga tindak pidana itu dianggap wajar-wajar saja, yang
akhirnya tumbuh subur dikalangan masyarakat bawah.

Menurut perspektif hukum, definisi korupsi secara gamblang telah


dijelaskan dalam 13 buah pasal dalam UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No.20
Tahun 2001. Berdasarkan pasal tersebut korupsi dirumuskan dalam 30 bentuk.
Dalam pasal tersebut menerangkan secara terperinci mengenai perbuatan yang
bisa dikenakan pidana karena korupsi. Selain itu masih ada lagi definisi korupsi
yang tertuang dalam pasal 21,22,23 dan 24 Bab III UU No.31 tahun 1999 jo. UU
No.20 Tahun 2001 tentang pemberantasan tidak pidana korupsi. Dan isi dari
pengertian-pengertian korupsi ini banyak yang dilanggar oleh masyarakat yang
mayoritas adalah pemilik kekuasaan. Begitu banyak Undang-Undnag yang berisi
tentang pengertian korupsi, namun sampai sekarang pemahaman masyarakat
tentang tindak pidana korupsi masih sangat kurang.

Mengetahui jenis-jenis tindakan korupsi dapat dikatakan sebagai upaya


dini untuk mencegah agar seorang tidak melakukan korupsi dan memberikan
stimulus kepada orang lain untuk membantu mengawasi para pihak yang
dimungkinkan melakukan tidakan koruptif. Namun untuk memberikan informasi
kepada masyarkat tentang tindakan-tindakan seperti apa saja yang diamksud
dalam perilaku tindak pidana korupsi haruslah dimulai dengan mencari tahu
seberapa besar tinkat budaya korupsi dalam sebuah masyarakat. Karena cara
pendekatan kepada masyarakat yang budaya korupsinya tinggi jelas berbeda
dengan masyarakat yang mempunyai tingkat korupsinya rendah.

Dari latar belakang diatas kami mempunyai inisiatif untuk melakukan


penelitian hukum yang meneliti tentang seberapa tinggi tingkat budaya korupsi
agar mengetahui bagaimana upaya alternative penyelesainya berjudul “TINGKAT
BUDAYA KORUPSI DALAM BERBAGAI ASPEK KEHIDUPAN DI
DAERAH”

3
RUMUSAN MASALAH
Dari uraian yang dipaparkan diatas maka dapat dirumuskan masalah yang diteliti
adalah
1. Seberapa efektif pendekatan interen untuk mengetahui tingkat budaya
koruptif yang terdapat di masyarakat daerah?.

TUJUAN PENELITIAN
1. pendekatan interen kepada masyarakat daerah merupakan alternative yang
paling efektif dan efisien.

MANFAAT PENELITIAN

Dalam penelitian yang akan kami lakukan ini mempunyai berbagai manfaat, baik
praktis maupun akademis, yang akan dijabarkan sebagai berikut

1. Manfaat praktis
- Untuk mengetahui seberapa tinggi budaya korupsi di masyarakat daerah
yang nantinya diharapkan menghasilkan sebuah alternative sebagai upaya
untuk meminimalisasikan tindak pidana korupsi dimasyarakat
- Menciptakan kepekaan dan kepedulian sosial dari subyek kepada objek
penelitian.
2. Manfaat Akademis
- Untuk mengembangkan hukum pidana yang berkaitan dengan tindak
pidana korupsi khususnya yang terjadi di daerah.
- Untuk menambah khazanah ilmu hukum dalam bidang hukum pidana,
khususnya dalam ruang ligkup yang lebih spesifik

4
KERANGKA TEOROTIK

Pada tahun 2005, menurut data political economic an risk consultancy,


Indonesia menepati urutan pertama sebagai Negara terkorup di Asia, jika dilihat
dari kenyataan sehari-harikorupsi hampir terjadi disetiap aspek kehidupan
masyarakat Indonesia. Mulai dari mengurus ijin mendirikan bangunan, proyek
pengadaan di instansi pemerintahan sampai proses penegakan hukum.

Ada beberapa factor yang mendorong terjadinya tindak pidana korupsi


diantaranya adalah :

1. Corruption by greeds (korupsi karena keserakahan) korupsi jenis ini


disebabkan karena sifat manusia yang serakah dan merasa tidak puas
dengan apa yang mereka dapatkan. Sehingga muncul sifat terus kurang
dan menghalalkan berbagai cara untuk mendapatkan kepuasan tersebut
2. Corruption by opportunities (korupsi karena ada kesempatan) korupsi ini
dipengaruhi adanya kesempatan untuk berbuat curnang yang biasanya
berkaitan dengan amanah yang seharusnya dipegang seseorang terkait
dengan jabatan atau kewenangannya.
3. Corruption by needs (korupsi untuk memenuhi kebutuhan) korupsi ini
terjadi karena minimnya penghasilan yang berujung pada tindakan-
tindakan pegawai negeri yang mencari penghasilan tambahan dengan
mengabaikan tanggungjawab sebagai abdi masyarakat.

Beberapa factor diatas sebenarnya diawali dengan sikap kebiasaan, karena


tanpa disadari korupsi itu muncul dari kebiasaan yang telah dianggap lumrah dan
wajar oleh masyarakat umum, seperti contoh memberi hadiah kepada pejabat atau
pegawai negeri sebagai imbalan jasa sebuah pelayaann, memberikan uang kepada
pejabat Negara untuk membuat KTP agar cepat selesai, kebiasaan seperti ini telah
dianggap wajar, bahkan apa bila ada masyarakat yang tidak memberikan hadiah
atau uang dianggap orang pelit atau orang yang tidak tahu terimakasih. Perilaku-
perilaku seperti ini yang akan menjadi bibit korupsi yang nyata.

5
Kebiasaan koruptif yang terus berlangsung dikalangan masyarakat salah
satunya disebabkan masih sangat kurangnya pemahaman mereka terhadap
pengertian korupsi,

Menurut perspektif hukum, definisi korupsi secara gamblang telah


dijelaskan dalam 13 buah pasal dalam UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No.20
Tahun 2001. Berdasarkan pasal tersebut korupsi dirumuskan dalam 30 bentuk.
Dan pada dasarnya dapat dikelompokan sebagai berikut:

No pasal isi
1 Pasal 2 Kerugian keungan negara
Pasal 3
2 Pasal 5 ayat (1) huruf a Suap-menyuap
Pasal 5 ayat (1) huruf b
Pasal 13
Pasal 5 ayat (2)
Pasal 12 huruf a
Pasal 12 huruf b
Pasal 11
Pasal 6 ayat (1) huruf a
Pasal 6 ayat (1) huruf b
Pasal 6 ayat (2)
Pasal 12 huruf c
Pasal 12 huruf d
3 Pasal 8 Penggelapan dalam jabatan
Pasal 9
Pasal 10 huruf a
Pasal 10 huruf b
Pasal 10 huruf c
4 Pasal 12 huruf e pemasaran
Pasal 12 huruf g
Pasal 12 huruf f
5 Pasal 7 ayat (1) huruf a Perbuatan curang

6
Pasal 7 ayat (1) huruf b
Pasal 7 ayat (1) huruf c
Pasal 7 ayat (1) huruf d
Pasal 7 ayat (2)
Pasal 12 ayat huruf h
6 Pasal 12 huruf i Benturan kepentingan dalam pengadaan
7 Pasal 12 B jo. pasal 12 C gratifikasi

Selain tindak pidana korupsi yang sudah dijelaskan dalam pasal diatas,
masih ada lagi tindak pidana lain yang berkaitan dengan tindak pidana korupsi
terdiri atas

No Pasal isi
1 Pasal 21 Merintangi proses pemeriksaan perkara korupsi
2 Pasal 22 jo. Pasal 28 Tidak memberi keterangan atau memberi
keterangan yang tidak benar
3 Pasal 22 jo. Pasal 29 Bank yang tidak memberikan keterangan
rekening tersangka
4 Pasal 22 jo. Pasal 35 Saksi atau ahli yang tidak memberi keterangan
atau memberi keterangan palsu
5 Pasal 22 jo. Pasal 35 Orang yang memegang rahasia jabatan tidak
memberikan keterangan atau memberi
keterangan palsu.
6 Pasal 24 jo. Pasal 31 Saksi yang mebuka identitas pelapor

Dari banyaknya Undang-Undang yang mengatur tetang tindak pidana


korupsi, harusnya masyarakat mengetahui tentang apa yang dimaksud dengan
tindak pidana korupsi, dan tindakan-tindakan yang termasuk kedalamnya.

Tindak pidana yang telah membudaya di Indonesia memang sudah


termasuk dalam tingkat kronis, karena tindak pidana korupsi sudah menjadi
budaya dalam berbagai aspek kehidupan dan korupsi merupakan bagian dari
white collar crime (wcc) yang memerlukan penangan khusus, bahkan di Indonesi
korupsi di Indonesia termasuk kategori kejahatan luarbiasa (extra ordinary crime).
dengan alasan sebagai berikut:

7
a. Kriminogen yang berarti tindak pidana korupsi dapat menjadi sumber
kejahatan lain yang biasanya terkait denagn WCC seperti manipulasi pajak
ataupun kejahatan lingkungan.
b. Viktimogen yang berarti dapat merugikan berbagai kepentingan, karena
dalam beberapa kasus korupsi, pelanggaranya tidak hanya dapat
merugikan perorangan, tapi juga masyarakat luas.
c. Multi dimensi yang berarti mencakup semua dimensi kehidupan, baik
korupsi di bidang ekonomi tapi juga kekuasaan dan lain sebagainya.

METODOLOGI PENELITIAN

1. Lokasi penelitian
Area penelitian ini adalah di kota Kediri, dan pilihannya terdapat di
kecamatan plosoklaten, kecamatan gurah dan kecamatan kuarasan.
2. Metode pendekatan
Penelitian ini menggunakan model pendekatan yurisdis sosiologis, melalui
pendekatan yurisdis ini dapat diketahui hukum-hukum yang ada
dimasyarakat, agar dapat diteliti, apakah nilai dogmatis dari hukum itu dan
bagaima hukum itu harusnya dilaksanakan.
3. Populasi dan sempel
Unit populasi penelitian ini adalah masyarakat di kabupaten Kediri.
Sedangkan sampel populasi (responden) dipilih dan ditentukan secara acak
tertentu atau purposive (purposive random sampling)
4. Analisis data
Analisis data penelitian ini menggunakan metode analisis diskriptif, agar
dapat disusun suatu gambaran komprehensif mengenai seluruh sifat dan
karakteristik masyarakat tentang budaya korupsi.

Jadwal penelitian

8
Selama empat bulan penelitian akan dibagi kedalam pelaksanaan mingguan yang
dijelaskan dalam table dibawah ini

Table 1. 1

Bulan 1 Bulan 2 Bulan 3 Bulan 4


Kegiatan
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

Persiapan

Penelitian
pendahuluan

Penelitian utama

Pengumpulan
data

Analisa data

data matang

Biaya untuk penelitian yang akan kami lakuakan adalah sebagai berikut

No. Jenis Pengeluaran Rincian Jumlah

1 komunikasi
pulsa 2.500.000

9
2 Transportasi dan akomodasi
Ketua Pelaksana 8.100,000
Tenaga pembantu 5.100,000
Akomodasi 4.000,000
3 Pembuatan proposal
Pengetikan laporan 300,000
Penggandaan laporan 400,000
Dokumentasi 600,000
Total 6,000,000

KESIMPULAN

Keluaran dari penelitian yang akan kami lakukan ini adalah data tentang tingkat
budaya korupsi yang terjadi di masyarakat daerah. Harapanya ketika tingkat
budaya korupsi dalam masyarakat diketahui, selanjutnya dapat dilakukan
tindakan untuk menciptakan alternative penyelesaian yang lebih efektif untuk
meminimalisasikan tindakan korupsi itu sendiri.

Bisa dibayangkan jika korupsi di Indonesia minimal maka tingkat


kesejahteraan masyarakat akan lebih makmur. Sehingga tujuan Negara untuk
memakmurkan rakyat Indonesia akan terwujud.

10

Anda mungkin juga menyukai