Emisi Karbon Dan Potensi CDM
Emisi Karbon Dan Potensi CDM
Abstrak : Emisi karbon dari sektor energi dan kehutanan Indonesia diproyeksikan akan terus meningkat
sebagai implikasi dari peningkatan konsumsi energi fosil dan akibat kegiatan deforestasi di Indonesia.
Pengembangan model MERGE (Model for Evaluating the Regional and Global Effect of Greenhouse Gas
Reduction Policies) akan menggambarkan emisi karbon Indonesia dari kedua sektor tersebut untuk tahun
2000 sampai dengan tahun 2100.
Kajian potensi Indonesia dalam mekanisme Clean Development Mechanism [CDM] juga dipresentasikan
dalam tulisan ini, sehingga didapatkan gambaran proyeksi kemampuan hutan Indonesia dalam menyerap
emisi karbon termasuk peluang pengembangan sektor energi dalam mekanisme CDM tersebut.
Abstract : Carbon emissions from energy and forestry sector would projected to increasing as implication
of energy fossil fuel consumption and deforestation activities in Indonesia. Development of MERGE
(Model for Evaluating the Regional and Global Effect of Greenhouse Gas Reduction Policies) would
project the Indonesian carbon emissions from both energy and forestry sector to the year 2100.
Assessment of Indonesian potential on the Clean Development Mechanism [CDM] presents in this paper,
so we have projection of Indonesian forestry due to uptake carbon emissions, included the opportunity to
develop a prospect energy sector under the CDM.
Dengan diratifikasinya Protokol Kyoto oleh Rusia akhir tahun lalu, Protokol ini
menjadi berkekuatan hukum dan sejak 16 Februari 2005 yang lalu sudah
diimplementasikan. Penandatanganan Rusia tersebut menggenapi syarat untuk sedikitnya
diratifikasi 55 negara anggota konvensi PBB tentang perubahan iklim dan total proporsi
emisi negara-negara Annex I yang meratifikasi telah mewakili 55 persen dari total emisi
mereka.
Dalam rangka memenuhi target tersebut negara-negara penanda tangan bersama-
sama menurunkan kadar-emisi gas-gas rumah kaca. Negara maju bisa melakukan
program mitigasi dengan cara Join Implemantation (JI), atau Emission Trade, namun
untuk negara berkembang proyek yang dilaksanakan untuk menurunkan jumlah emisi
adalah dengan Mekanisme Pembangunan Bersih –Clean Development Mechanism
(CDM). Negara-negara berkembang, termasuk Indonesia diharapkan memperoleh
keuntungan dalam penurunan gas-emisi global.
Clean Development Mechanism, atau lebih dikenal dengan CDM, adalah salah
satu mekanisme pada Kyoto Protokol yang mengatur negara maju yang tergabung dalam
Annex I dalam upayanya menurunkan emisi gas rumah kaca. Mekanisme CDM ini
merupakan satu-satunya mekanisme yang terdapat pada Protokol Kyoto yang
mengikutsertakan negara berkembang dalam upaya membantu negara maju dalam
menurunkan emisinya. Selain membantu negara maju, sebaliknya diharapkan melalui
mekanisme CDM ini akan memungkinkan adanya bantuan keuangan, transfer teknologi,
dan pembangunan berkelanjutan dari negara maju ke negara berkembang.
Adapun tujuan mekanisme CDM (Protokol Kyoto artikel 12), adalah:
1. Membantu negara yang tidak termasuk sebagai negara Annex I, yaitu negara
berkembang, dalam mencapai pembangunan yang berkelanjutan dan untuk
berkontribusi pada tujuan utama Konvensi Perubahan Iklim, yaitu untuk
menstabilkan konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer.
2. Membantu negara-negara Annex I atau negara maju agar dapat memenuhi target
penurunan emisi negaranya.
Jadi mekanisme CDM memberikan kesempatan bagi negara maju (Annex I)
dalam memenuhi target penurunan emisi secara fleksibel dan dengan biaya yang tidak
terlalu mahal. Tentunya kegiatan CDM memungkinkan pemerintah dan pihak swasta di
negara Annex I untuk bisa mengembangkan proyek yang dapat menurunkan emisi gas
rumah kaca di negara berkembang.
CER atau "certified emissions reduction" akan didapatkan oleh negara maju
sebagai sebuah kredit apabila proyek yang dilakukan di negara berkembang telah
terbukti menurunkan emisi gas rumah kaca. Kredit yang dihasilkan dari CER ini
kemudian akan dihitung sebagai emisi yang berhasil diturunkan oleh negara Annex I
melalui mekanisme CDM, yang dapat digunakan untuk memenuhi target mereka di
dalam Protokol Kyoto.
Saat ini proyek yang dapat dilakukan dalam hubungan mekanisme CDM ini
adalah proyek dalam bidang energi dan kehutanan. Indonesia mempunyai peluang cukup
besar dalam proyek CDM dari sektor energi dan kehutanan. Tetapi batasan pendefenisian
reforestasi dan aforestasi yang diberikan dalam proyek ini membuat Indonesia tidaklah
mudah untuk dapat meraih keuntungan dari proyek CDM ini.
3. MODEL MERGE
Indonesia memiliki cadangan minyak, gas, dan batubara yang cukup signifikan
saat ini. Gas yang ada saat ini akan dapat di produksi sampai 70 tahun mendatang, dalam
tingkat produksi saat ini (EUSAI, 2001). Sementara itu batubara akan menjadi energi
andalan untuk konsumsi dalam negeri Indonesia (dapat di produksi sampai 500 tahun ke
depan dalam tingkat produksi saat ini). Sementara itu energi minyak hanya akan bertahan
dalam 17 tahun ke depan setelah tahun 2000.
Konsumsi energi Indonesia di dominasi oleh energi dari bahan bakar fosil, yaitu
sekitar 3,9 quadrillion British thermal unit (BTU) atau sekitar 95 persen dari total
konsumsi energi Indonesia (DGEED, 2000). Minyak sampai saat ini mendominasi
pemakaian energi Indonesia, sekitar 56% dari total energi pada tahun 2000. Selanjutnya
gas yang dikonsumsi adalah sebesar 31% dan batubara sebesar 8% dari total konsumsi
energi Indonesia (IEA, 2000).
Pada tahun 2000, total emisi CO2 dari kebutuhan energi Indonesia adalah sebesar
62 juta metrik ton karbon, 42% adalah berasal dari energi industri (termasuk pembangkit
listrik), tingkat laju pertumbuhan CO2 dari sumber ini adalah sebesat 7% per tahun
(sumber yang lainnya rata-rata sebesar 3,3% per tahun). Selanjutnya 25% dari sektor
industri, 24% dari sektor transportasi, dan 9% berasal dari rumah tangga (SME-ROI,
1996). Menurut model MERGE, emisi dari konsumsi energi primer Indonesia adalah
sebesar 64 juta metrik ton karbon (Gambar 1). Emisi karbon dari sektor energi ini
meningkat secara substansial sampai mencapai puncaknya pada tahun 2060, emisi
mencapai sekitar 158 juta metrik ton karbon. Selanjutnya peran energi bebas emisi
(Susandi, 2004) akan mendominasi pada periode selanjutnya di pasaran energi Indonesia
untuk menggantikan energi fosil. Pada akhir periode abad 21, emisi akan turun secara
gradual dan mencapai 110 juta metrik ton karbon (Gambar 1).
Ditambahkan, dari sektor kehutanan Indonesia juga menyumbangkan emisi yang
tidak sedikit, terutama dari hasil deforestasi. Dalam laporan UNFCCC (SME-ROI, 1999)
di laporkan bahwa perubahan tata guna lahan dan kegiatan deforestasi telah
menghasilkan emisi hingga mencapai 42 juta metrik ton karbon pada tahun 1994. Pada
tahun 2000, dalam MERGE emisi karbon dari kegiatan deforestasi adalah sebesar 42,1
juta metrik ton karbon (Gambar 2). Pada tahun 2000 tersebut deforestasi di Indonesia
diperkirakan sebesar 2,3 juta ha per tahun (Sari et al. 2001). Selanjutnya aktifitas
deforestasi diperkirakan akan meningkat dan mencapai titik tertinggi pada tahun 2030
dengan emisi karbon sebesar 56 juta metrik ton. Setelah itu emisi karbon dari sektor
kehutanan ini akan menurun secara perlahan-lahan sampai tahun 2100 (Gambar 2).
Sebaliknya, apabila ada usaha untuk mengurangi deforestasi, diharapkan akan
terjadi perlambatan aktifitas deforestasi di Indonesia. Tingkat optimal deforestasi akan di
capai pada titik dimana biaya marginal dari perlambatan deforestasi sama dengan harga
karbon (shadow price of carbon). Biaya marginal perlambatan digunakan dari laporan
ALGAS (1997), sedangkan shadow price of carbon di peroleh dari simulasi model
MERGE. Berdasarkan asumsi ini di dapatkan jumlah optimal karbon dari perlambatan
180
120
90
60
30
0
2000 2020 2040 2060 2080 2100
Tahun
60
40
20
0
2000 2020 2040 2060 2080 2100
Tahun
250
total karbon
Juta metrik ton karbon
200
100
50
penyerapan karbon
0
2000 2020 2040 2060 2080 2100
Tahun
Dalam bagian ini akan di analisis potensi CDM Indonesia baik dari sektor
kehutanan maupun dari sektor energi. Potensi keuntungan CDM Indonesia dari sektor
kehutanan di dapatkan dengan aktifitas perlambatan deforestasi. Sedangkan potensi
keuntungan CDM dari sektor energi di asumsikan bahwa Indonesia akan berkontribusi
sebesar 34 juta metrik karbon pada tahun 2012 atau sebesar 2,1% dari total global,
berdasarkan model PET (Pelangi’s Emission Trading).
Dalam model MERGE, potensi keuntungan CDM Indonesia dari sektor energi
lebih besar dari sektor kehutanan. Keuntungan dari CDM energi pada tahun 2010 adalah
sebesar US$ 228 juta (Gambar 4), sedangkan dari sektor kehutanan adalah sebesar
US$ 75 juta, atau setara dengan penyerapan karbon sebesar 4,5 juta metrik ton karbon.
Selanjutnya, potensi keuntungan CDM sektor energi akan mampu meningkat secara
eksponensial sementara potensi keuntungan proyek CDM dari sektor kehutanan akan
meningkat secara gradual. Pada tahun 2100 CDM energi berpotensi mendapat
keuntungan dari penjualan emisi sebesar US$ 39.000 juta sedangkan CDM kehutanan
sebesar US$ 12.000 juta (Gambar 4).
45000
40000
35000
30000
CDM energi
JutaUS$
25000
20000
15000 CDM hutan
10000
5000
0
2010 2030 2050 2070 2090
Tahun
Daftar Pustaka
DGEED (Directorate General of Electricity and Energy Development). Statistics and Information of
IEA (International Energy Agency). World consumption of primary energy. International Energy Annual,
Susandi, A. The Impact of International Green House Gas Emissions Reduction on Indonesia. Report on
System Science. Max Planck Institute for Meteorology. Hamburg, Germany, 2004.