Anda di halaman 1dari 8

EMISI KARBON DAN POTENSI CDM

DARI SEKTOR ENERGI DAN KEHUTANAN INDONESIA

CARBON EMISSION AND CDM POTENTIAL


FROM INDONESIAN ENERGY AND FORESTRY SECTOR

Dr. Armi Susandi, MT

Program Studi Meteorologi


Departemen Geofisika dan Meteorologi
Institut Teknologi Bandung
Jl. Ganesa no. 10 Bandung 40132
email: armi@geoph.itb.ac.id

Abstrak : Emisi karbon dari sektor energi dan kehutanan Indonesia diproyeksikan akan terus meningkat
sebagai implikasi dari peningkatan konsumsi energi fosil dan akibat kegiatan deforestasi di Indonesia.
Pengembangan model MERGE (Model for Evaluating the Regional and Global Effect of Greenhouse Gas
Reduction Policies) akan menggambarkan emisi karbon Indonesia dari kedua sektor tersebut untuk tahun
2000 sampai dengan tahun 2100.

Kajian potensi Indonesia dalam mekanisme Clean Development Mechanism [CDM] juga dipresentasikan
dalam tulisan ini, sehingga didapatkan gambaran proyeksi kemampuan hutan Indonesia dalam menyerap
emisi karbon termasuk peluang pengembangan sektor energi dalam mekanisme CDM tersebut.

Kata kunci: CDM, emisi karbon, energi, kehutanan

Abstract : Carbon emissions from energy and forestry sector would projected to increasing as implication
of energy fossil fuel consumption and deforestation activities in Indonesia. Development of MERGE
(Model for Evaluating the Regional and Global Effect of Greenhouse Gas Reduction Policies) would
project the Indonesian carbon emissions from both energy and forestry sector to the year 2100.

Assessment of Indonesian potential on the Clean Development Mechanism [CDM] presents in this paper,
so we have projection of Indonesian forestry due to uptake carbon emissions, included the opportunity to
develop a prospect energy sector under the CDM.

Key words: CDM, carbon emissions, energy, forestry


1. PENDAHULUAN

Aktifitas manusia telah menimbulkan dampak terhadap perubahan iklim bumi.


Perubahan iklim global di akibatkan efek emisi gas-gas seperti CO2, CH4, N2O, CF4,
C2F6. Gas ini yang menyebabkan terjadinya suhu udara seperti di rumah kaca di atmosfer
yang kemudian dikenal sebagai Gas Rumah Kaca (GRK). GRK ini telah menyebabkan
bumi kian menjadi panas karena tersekap oleh kondisi yang dimunculkan oleh emisi gas
yang diproduksi oleh kegiatan industri, transportasi dan aktivitas manusia yang lainnya
yang mempergunakan sumber energi fosil (batubara, minyak bumi, dan gas) serta
berkurangnya kemampuan hutan dalam menyerap CO2 akibat deforestasi. Gas ini
mempunyai kemampuan menyerap radiasi panas matahari di atmosfer yang
menyebabkan radiasi panas kembali ke bumi karena terjebak oleh gas buangan ini. Saat
ini diperkirakan bahwa konsentrasi CO2 di atmosfer telah mengakibatkan lebih 50% dari
total efek GRK. Sementara itu di Indonesia total gas CO2 di atmosfer adalah tidak kurang
dari 70 juta metrik ton karbon
Saat ini sejumlah negara telah menandatangani Protokol Kyoto tentang perubahan
iklim yang merupakan tindak lanjut upaya mencegah terjadinya pemanasan global. Uni
Eropa, Jepang, Rusia dan negara-negara lain termasuk China, serta negara-negara Asia,
Afrika dan Amerika Latin, bersedia dan sudah menandatangani dan meratifikasi Protokol
Kyoto tersebut. Indonesia, kemudian meratifikasi konvensi ini sejak tahun 1994.
Protokol Kyoto adalah sebuah kesepakatan internasional yang bertujuan menurunkan
emisi gas rumah kaca (GRK) rata-rata sebesar 5,2 persen pada tahun 2008-2012 di
bawah tingkat emisi GRK rata-rata tahun 1990. Negara-negara industri dan negara
dengan ekonomi transisi yang tergabung dalam kelompok negara Annex I diharuskan
untuk mengurangi tingkat emisinya pada periode komitmen pertama tersebut.
Sebagai negara kepulauan, Indonesia sangat rentan terhadap dampak perubahan
iklim. Pada kurun waktu 1997-1998, Indonesia mengalami kebakaran hutan dan
kerusakan terumbu karang yang cukup parah karena berubahnya karakteristik El Nino
akibat pemanasan global. Di samping itu, Indonesia mempunyai kandungan energi fosil
yang cukup besar dalam buminya, terutama kandungan batubara sekitar 1000 exjoules
(EUSAI, 2001), sementara itu kandungan gas adalah 180 exajoules, sedangkan minyak
hanyalah sekitar 57 exajoules. Sebagai negara pengekspor energi, Indonesia juga
berkepentingan terhadap kebijakan iklim internasional yang akan berdampak terhadap
produksi dan permintaan energi tersebut. Di tambahkan, industri Indonesia relatif kurang
efisien dan deforestasi tidak bisa terelakkan, membuat negara kita juga mempunyai
potensi besar terlibat dalam proyek Mekanisme Pembangunan Bersih (Clean
Development Mechanism, CDM project).
Tulisan ini menjelaskan tentang Protokol Kyoto dan CDM proyek di Indonesia,
yang akan di bahas dalam bagian kedua tulisan ini. Dalam penelitian ini di gunakan
model MERGE dan dideskripsikan pada bagian ketiga tulisan ini. Analisis proyeksi
emisi karbon dari sektor energi dan kehutanan Indonesia sebagai implikasi dari
peningkatan konsumsi bahan bakar fosil dan akibat kegiatan deforestasi di Indonesia,
akan di sampaikan dalam bagian ke empat. Selanjutnya potensi CDM dari sektor energi
dan kehutanan di Indonesia akan di kaji dalam bagian selanjutnya. Tulisan ini akan di
akhiri dengan kesimpulan.

2. PROTOKOL KYOTO DAN CDM

Dengan diratifikasinya Protokol Kyoto oleh Rusia akhir tahun lalu, Protokol ini
menjadi berkekuatan hukum dan sejak 16 Februari 2005 yang lalu sudah
diimplementasikan. Penandatanganan Rusia tersebut menggenapi syarat untuk sedikitnya
diratifikasi 55 negara anggota konvensi PBB tentang perubahan iklim dan total proporsi
emisi negara-negara Annex I yang meratifikasi telah mewakili 55 persen dari total emisi
mereka.
Dalam rangka memenuhi target tersebut negara-negara penanda tangan bersama-
sama menurunkan kadar-emisi gas-gas rumah kaca. Negara maju bisa melakukan
program mitigasi dengan cara Join Implemantation (JI), atau Emission Trade, namun
untuk negara berkembang proyek yang dilaksanakan untuk menurunkan jumlah emisi
adalah dengan Mekanisme Pembangunan Bersih –Clean Development Mechanism
(CDM). Negara-negara berkembang, termasuk Indonesia diharapkan memperoleh
keuntungan dalam penurunan gas-emisi global.
Clean Development Mechanism, atau lebih dikenal dengan CDM, adalah salah
satu mekanisme pada Kyoto Protokol yang mengatur negara maju yang tergabung dalam
Annex I dalam upayanya menurunkan emisi gas rumah kaca. Mekanisme CDM ini
merupakan satu-satunya mekanisme yang terdapat pada Protokol Kyoto yang
mengikutsertakan negara berkembang dalam upaya membantu negara maju dalam
menurunkan emisinya. Selain membantu negara maju, sebaliknya diharapkan melalui
mekanisme CDM ini akan memungkinkan adanya bantuan keuangan, transfer teknologi,
dan pembangunan berkelanjutan dari negara maju ke negara berkembang.
Adapun tujuan mekanisme CDM (Protokol Kyoto artikel 12), adalah:
1. Membantu negara yang tidak termasuk sebagai negara Annex I, yaitu negara
berkembang, dalam mencapai pembangunan yang berkelanjutan dan untuk
berkontribusi pada tujuan utama Konvensi Perubahan Iklim, yaitu untuk
menstabilkan konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer.
2. Membantu negara-negara Annex I atau negara maju agar dapat memenuhi target
penurunan emisi negaranya.
Jadi mekanisme CDM memberikan kesempatan bagi negara maju (Annex I)
dalam memenuhi target penurunan emisi secara fleksibel dan dengan biaya yang tidak
terlalu mahal. Tentunya kegiatan CDM memungkinkan pemerintah dan pihak swasta di
negara Annex I untuk bisa mengembangkan proyek yang dapat menurunkan emisi gas
rumah kaca di negara berkembang.
CER atau "certified emissions reduction" akan didapatkan oleh negara maju
sebagai sebuah kredit apabila proyek yang dilakukan di negara berkembang telah
terbukti menurunkan emisi gas rumah kaca. Kredit yang dihasilkan dari CER ini
kemudian akan dihitung sebagai emisi yang berhasil diturunkan oleh negara Annex I
melalui mekanisme CDM, yang dapat digunakan untuk memenuhi target mereka di
dalam Protokol Kyoto.
Saat ini proyek yang dapat dilakukan dalam hubungan mekanisme CDM ini
adalah proyek dalam bidang energi dan kehutanan. Indonesia mempunyai peluang cukup
besar dalam proyek CDM dari sektor energi dan kehutanan. Tetapi batasan pendefenisian
reforestasi dan aforestasi yang diberikan dalam proyek ini membuat Indonesia tidaklah
mudah untuk dapat meraih keuntungan dari proyek CDM ini.

3. MODEL MERGE

Untuk mengkaji dampak perubahan iklim global melalui kebijakan pengurangan


emisi GRK, digunakan model MERGE (Model for Evaluating the Regional and Global
Effects of Greenhouse Gas Reduction Policies). Model ini mulai di kembangkan pertama
kali tahun 1992 oleh Prof. Alan S Manne dari Universitas Stanford, Amerika Serikat dan
Richard Richels dari EPRI, Amerika Serikat (1992) dan Manne, Mendelsohn, dan
Richels (1995). Saat ini model ini telah berkembang pesat dengan kompleksitasnya
sesuai dengan perkembangan kebijakan dan usaha antisipasi perubahan iklim global
melalui konvensi iklim yang diadakan tiap tahunnya. Model MERGE juga telah
dikembangkan untuk mengkaji lebih lanjut posisi Indonesia dalam kebijakan iklim
internasional (Susandi, 2004). Luaran model ini adalah proyeksi emisi karbon dari sektor
energi dan kehutanan Indonesia sampai tahun 2100. Dalam penelitian ini digunakan juga
pengembangan model MERGE untuk mengkaji potensi keuntungan CDM dari sektor
energi dan kehutanan Indonesia.

4. EMISI KARBON INDONESIA

Indonesia memiliki cadangan minyak, gas, dan batubara yang cukup signifikan
saat ini. Gas yang ada saat ini akan dapat di produksi sampai 70 tahun mendatang, dalam
tingkat produksi saat ini (EUSAI, 2001). Sementara itu batubara akan menjadi energi
andalan untuk konsumsi dalam negeri Indonesia (dapat di produksi sampai 500 tahun ke
depan dalam tingkat produksi saat ini). Sementara itu energi minyak hanya akan bertahan
dalam 17 tahun ke depan setelah tahun 2000.
Konsumsi energi Indonesia di dominasi oleh energi dari bahan bakar fosil, yaitu
sekitar 3,9 quadrillion British thermal unit (BTU) atau sekitar 95 persen dari total
konsumsi energi Indonesia (DGEED, 2000). Minyak sampai saat ini mendominasi
pemakaian energi Indonesia, sekitar 56% dari total energi pada tahun 2000. Selanjutnya
gas yang dikonsumsi adalah sebesar 31% dan batubara sebesar 8% dari total konsumsi
energi Indonesia (IEA, 2000).
Pada tahun 2000, total emisi CO2 dari kebutuhan energi Indonesia adalah sebesar
62 juta metrik ton karbon, 42% adalah berasal dari energi industri (termasuk pembangkit
listrik), tingkat laju pertumbuhan CO2 dari sumber ini adalah sebesat 7% per tahun
(sumber yang lainnya rata-rata sebesar 3,3% per tahun). Selanjutnya 25% dari sektor
industri, 24% dari sektor transportasi, dan 9% berasal dari rumah tangga (SME-ROI,
1996). Menurut model MERGE, emisi dari konsumsi energi primer Indonesia adalah
sebesar 64 juta metrik ton karbon (Gambar 1). Emisi karbon dari sektor energi ini
meningkat secara substansial sampai mencapai puncaknya pada tahun 2060, emisi
mencapai sekitar 158 juta metrik ton karbon. Selanjutnya peran energi bebas emisi
(Susandi, 2004) akan mendominasi pada periode selanjutnya di pasaran energi Indonesia
untuk menggantikan energi fosil. Pada akhir periode abad 21, emisi akan turun secara
gradual dan mencapai 110 juta metrik ton karbon (Gambar 1).
Ditambahkan, dari sektor kehutanan Indonesia juga menyumbangkan emisi yang
tidak sedikit, terutama dari hasil deforestasi. Dalam laporan UNFCCC (SME-ROI, 1999)
di laporkan bahwa perubahan tata guna lahan dan kegiatan deforestasi telah
menghasilkan emisi hingga mencapai 42 juta metrik ton karbon pada tahun 1994. Pada
tahun 2000, dalam MERGE emisi karbon dari kegiatan deforestasi adalah sebesar 42,1
juta metrik ton karbon (Gambar 2). Pada tahun 2000 tersebut deforestasi di Indonesia
diperkirakan sebesar 2,3 juta ha per tahun (Sari et al. 2001). Selanjutnya aktifitas
deforestasi diperkirakan akan meningkat dan mencapai titik tertinggi pada tahun 2030
dengan emisi karbon sebesar 56 juta metrik ton. Setelah itu emisi karbon dari sektor
kehutanan ini akan menurun secara perlahan-lahan sampai tahun 2100 (Gambar 2).
Sebaliknya, apabila ada usaha untuk mengurangi deforestasi, diharapkan akan
terjadi perlambatan aktifitas deforestasi di Indonesia. Tingkat optimal deforestasi akan di
capai pada titik dimana biaya marginal dari perlambatan deforestasi sama dengan harga
karbon (shadow price of carbon). Biaya marginal perlambatan digunakan dari laporan
ALGAS (1997), sedangkan shadow price of carbon di peroleh dari simulasi model
MERGE. Berdasarkan asumsi ini di dapatkan jumlah optimal karbon dari perlambatan
180

Juta metrik ton karbon 150

120

90

60

30

0
2000 2020 2040 2060 2080 2100
Tahun

Gambar 1. Proyeksi emisi karbon dari sektor energi


80
Juta metrik ton karbon

60

40

20

0
2000 2020 2040 2060 2080 2100
Tahun

Gambar 2. Proyeksi emisi karbon dari deforestasi

250

total karbon
Juta metrik ton karbon

200

150 total net karbon

100

50
penyerapan karbon

0
2000 2020 2040 2060 2080 2100
Tahun

Gambar 3. Total net karbon Indonesia


deforestasi (Gambar 3). Total net emisi karbon dari sektor energi dan kehutanan serta
dikurangi uptake dari proses perlambatan deforestasi diperlihatkan dalam Gambar 3,
berikut ini.

5. POTENSI CDM INDONESIA

Dalam bagian ini akan di analisis potensi CDM Indonesia baik dari sektor
kehutanan maupun dari sektor energi. Potensi keuntungan CDM Indonesia dari sektor
kehutanan di dapatkan dengan aktifitas perlambatan deforestasi. Sedangkan potensi
keuntungan CDM dari sektor energi di asumsikan bahwa Indonesia akan berkontribusi
sebesar 34 juta metrik karbon pada tahun 2012 atau sebesar 2,1% dari total global,
berdasarkan model PET (Pelangi’s Emission Trading).
Dalam model MERGE, potensi keuntungan CDM Indonesia dari sektor energi
lebih besar dari sektor kehutanan. Keuntungan dari CDM energi pada tahun 2010 adalah
sebesar US$ 228 juta (Gambar 4), sedangkan dari sektor kehutanan adalah sebesar
US$ 75 juta, atau setara dengan penyerapan karbon sebesar 4,5 juta metrik ton karbon.
Selanjutnya, potensi keuntungan CDM sektor energi akan mampu meningkat secara
eksponensial sementara potensi keuntungan proyek CDM dari sektor kehutanan akan
meningkat secara gradual. Pada tahun 2100 CDM energi berpotensi mendapat
keuntungan dari penjualan emisi sebesar US$ 39.000 juta sedangkan CDM kehutanan
sebesar US$ 12.000 juta (Gambar 4).

45000
40000
35000
30000
CDM energi
JutaUS$

25000
20000
15000 CDM hutan
10000
5000
0
2010 2030 2050 2070 2090
Tahun

Gambar 4. Potensi keuntungan proyek CDM


6. KESIMPULAN

Selain Indonesia berpotensi dalam melepaskan emisi karbon dengan peningkatan


konsumsi bahan bakar fosil serta aktifitas deforestasi, Indonesia juga mempunyai potensi
untuk mengembangkan proyek Mekanisme Pembangunan Bersih (Clean Development
Mechanism-CDM). Dalam tulisan ini di paparkan potensi CDM dari kedua sektor
tersebut.
Potensi CDM energi akan lebih signifikan untuk mendapatkan keuntungan dari
perdagangan emisi global, sementara itu potensi CDM dari sektor kehutanan cukup
menjanjikan dari kegiatan perlambatan deforestasi di Indonesia. Kedua sektor proyek
CDM ini patut di kembangkan sebagai salah satu usaha Indonesia dalam keikutsertaan
dalam mitigasi perubahan iklim global.

Daftar Pustaka

DGEED (Directorate General of Electricity and Energy Development). Statistics and Information of

Electric Power and Energy. Jakarta, 2000.


EUSAI (Embassy of the United States of America in Indonesia). Petroleum Report Indonesia, 2001.

IEA (International Energy Agency). World consumption of primary energy. International Energy Annual,

World Energy Consumption. 2000.


Manne, A. S. and R. G. Richels. Buying Greenhouse Insurance – The Economic Costs of CO2 Emissions
Limits, Cambridge: The MIT Press, 1992.
Manne, A. S., R. O. Mendelsohn, and R. G. Richels. “MERGE – A Model for Evaluating Regional and
Global Effects of GHG Reduction Policies.” Energy Policy Vol. 23 (1995) : pp 17-34
SME-ROI (State Ministry for Environment, Republic of Indonesia). Indonesia: First National
Communication under the United Nations Framework Convention on Climate Change, Jakarta
1996.
Sari, A et al. Does money growth on tress? Opportunities and Challenges of Forestry CDM in Indonesia,
Pelangi, Jakarta, 2001.

Susandi, A. The Impact of International Green House Gas Emissions Reduction on Indonesia. Report on

System Science. Max Planck Institute for Meteorology. Hamburg, Germany, 2004.

Anda mungkin juga menyukai