Anda di halaman 1dari 6

NOTULENSI PERTEMUAN CAPACITY BUILLDING

Kegiatan : Capacity Building Bagi Karyawan PP ITOCHU Jo Pada Proyek


Pembangunan Fakultas Teknik Unhas Di Kabupaten Gowa

Waktu : Hari Sabtu, 02 April 2011

Peserta : Staf manajemen PP bersama dengan Staf YMH

Jumlah Peserta : 20 Orang

Pemateri : Raden Muliaty, SKM, M. Kes

Agenda : Program HIV Dan AIDS Di Tempat Kerja

A. Proses Pertemuan

Berdasarkan dinas kesehatan provinsi Sulawesi selatan yang disampaikan pada kegiatan
Capacity Building oleh ibu Raden Muliaty, SKM, M. Kes yaitu situasi HIV/AIDS di
provinsi Sulawesi Selatan tahun 2010 adalah sebagai berikut kurang lebih 60 % Pengguna
jarum suntik [IDU] terinfeksi HIV/AIDS berasal dari kelompok remaja usia antara 15-39
tahun dengan persentase 40%-79%.

Jumlah penderita HIV/AIDS di Sulsel secara kumulatif sampai dengan bulan Mei 2009
sebanyak 2.616 yaitu HIV dengan jumlah Kasus sebesar 1.943 kasus dan penderita AIDS
sebanyak 673 kasus. Sedangkan pada tahun 2010 Jumlah penderita HIV / AIDS di Sulsel
secara kumulatif sampai dengan bulan desember sebanyak 3.899 kasus dengan angka
sebagai berikut kasus HIV sebanyak 2.878 Kasus dan angka AIDS sebanyak 1.021 Kasus.
Jadi secara kasat mata untuk melihat prevalensi kasus HIV dan AIDS di Sulawesi Selatan
semakin meningkat, penemuan kasus tersebut tidak terlepas dari kerja-kerja LSM selaku
sebagai ssalah satu implementasi dalam penanggulangan HIV dan AIDS di Sulawesi
Selatan.

Narasumber pada pertemuan Capacity Building tersebut juga menjelaskan tentang kasus –
kasus infeksi menular seklsual (IMS) pada tahun 2010 yang memperlihatkan angka dengan
jumlah kunjungan ke layanan kesehatan sebanyak 3.082 kasus. Dari jumlah kunjungan
tersebut yang mendapatkan pengobatan sebanyak 1.145 kasus.

Kasus HIV dan AIDS berdasarkan Jenis kelamin tahun 2010 berdasarkan Dinas Kesehatan
Provinsi Sulawesi Selatan memperlihatkan angka persentase yaitu laki-laki sebanyak 37%
sedangkan dari jenis kelamin perempuan sebanyak 63% yang berasal dengan kasus HIV.
Sedangkan kasus AIDS memperlihatkan angka 29% dari jenis kelamin laki-laki sedangkan
dari jenis kelamin perempuan memperlihatkan angka sebanyak 71%.

Berdasrkan dari jenis kelamin tersebut dines kesehatan Sulsel juga menggambarkan kasus
HIV dan AIDS yang berdasarkan golongan umur yang terjadi pada tahun tahun 2010 adalah
sebagai berikut kelompok umur yang menempati paling tertinggi berada pada kelompok 25-
49 tahun dengan jumlah kasus yaitu dengan kasus HIV sebesar 418 kasus sedangkan kasus
AIDS sebesar 231 kasus. Kelompok ini merupakan kelompok umur yang produktif untuk
melakukan pekerjaan. Sehingga, perlu ada pendampingan khusus yang dilakukan pada
kelompok tersebut. Biasanya kelompok tersebut berada di tempat kerja dan yang menjadi
sasaran adalah orang-orang yang berasal dari luar dimana mereka melakukan pekerjaan yang
jauh dari keluarga serta berpenghasilan besar atau rata-rata diatas UMR (Upah Minimun
Reginal). Dengan umur tersebut yang merupakan kelompok beresiko untuk melakukan sex
dengan berganti-ganti pasangan sehingga perlu diadakan bentuk penyuluhan secara
komprensif yang artinya dimulai dengan memberikan informasi mendasar tentang HIV dan
AIDS kemudian dilanjutkan dengan tata cara menghindari HIV dan AIDS tersebut.

Setelah kelompok umur tersebut disusul oleh kelompok umur 20-24 tahun dengan jumlah
kasus yang didiagnosa menderita HIV sebanyak 69 kasus sedangkan yang diagnosa
menderita AIDS sebesar 8 kasus, kemudian dilanjutkan oleh kelompok umur 15-19 tahun
dengan angka kasus HIV sebanyak 33 kasus dan tidak memeperlihatkan kasus AIDS,
kemudian dilanjutkan oleh kelompok umur 5-14 tahun dengan angka kasus HIV sebanyak
10 kasus dan 7 kasus yang menderita AIDS, selanjutnya berada pada kelompok, sedangkan
pada kelompok besar dari 50 tahun dengan jumlah penderita HIV sebanyak 12 kasus dan
tidak memperlihatkan kasus AIDS. Selanjutnya, disusul oleh kelompok umur kecil dari 4
tahun atau berada pada kelompok balita yang diperkirakan kasus tersebut melalui ibu ke
anak yang diperkirakan kasus tersebut berjumlah dengan status HIV sebanyak 2 kasus
sedangkan yang menderita AIDS tidak ditemukan kepada anak yang berumur dibawa 4
tahun tersebut.

Kasus HIV dan AIDS berdasarkan faktor resiko tahun 2010 yang menyebutkan dirinya
terkena HIV postif adalah sebagai berikut dengan 73 kasus dengan factor resiko IDU (jarum
suntik), wanita pekerja seks sebanyak 21 kasus, pelanggang pekerja seks sebesar 19 kasus,
pps sebanyak 11 kasus, WBP 4 kasus, 3 kasus yang ditemukan dengan factor resiko laki-
laki-suka laki-laki, pasangan risiko tinggi (RISTI) berjumlah 2 kasus dan factor resiko lain-
lain yang tidak disebutkan sebesar 132 kasus.

Perjalanan kasus HIV dan AIDS dilihatat dari angka kasus di Sulawesi Selatan kasus ini di
antaranya sudah memasuki fase AIDS yang berakhir dengan kematian. Sulsel sebagai
episentrum perkembangan KTI berkonsekuensi terhadap pertumbuhan industri yang perlu
dilakukan pendampingan khusus terhadap orang-orang yang bekerja ditempat dimana
mereka melakukan pekerjaan dan diantara mereka yang bekerja adalah orang-orang yang
berasal dari daerah lain yang jauh dari keluarga. Di Sulawesi Selatan merupakan pula
wilayah pengembangan komoditas hasil perkebunan yang banyak orang-orang bekerja
didalamnya.

Perbaikan sarana transportasi di Sulsel memudahkan mobilitas orang antar daerah dan
propinsi tinggi (pembangunan jalan tol dan pelebaran jalan transpropinsi) untuk melakukan
pengembangan khusunya hasil industry dan perkebunan. Proporsi kasus HIV/AIDS di Sulsel
sangat tinggi pada kelompok umur produktif (20-29 tahun sebanyak 54,2%). Kontribusi
dunia usaha dalam P2 AIDS relatif rendah.
Dari berbagai permasalahan yang melatar belakangi persoalan P2-AIDS ditempat kerja
beberapa perusahaan maka oleh perusahaan harus membuat kebijakan yang berkaitan
dengan kaidah-kaidah umum P2HIV-AIDS dalam sistim managemen SDM dalam organisasi
dengan prinsip EEO (equal employment opportunity) kesempatan yang sama dalam
memperoleh pekerjaan.

Kaidah umum P2-AIDS di tempat kerja bermaksud untuk menghindarkan dan


menyelamatkan para pekerja dan keluarganya dari ancaman HIV/AIDS di tempat kerja serta
menciptakan lingkungan kerja yg kondusif, saling mendukung, harmonis serta keadilan
diantara sesama pekerja khususnya dalam menghadapi pekerja yg menderita HIV/AIDS.

Agar dapat menerapkan berbagai program P2-AIDS di perusahaan maka kaidah kaidah
umum perlu diterjemahkan dalam sistem dan kebijakan managemen SDM yang ada dan
mengintegrasikan kaidah tersebut secara wajar dan efektif. Dan sisi kepentingan perusahaan,
mengembangkan sistim dan kebijakan managemen sangat dibutuhkan untuk melindungi
semua pihak, baik pengusaha, para karyawan. Karena antisipasi yang lambat terhadap
eksistensi penyakit ini akan merugikan perusahaan sendiri dan menimbulkan berbagai
masalah antara lain : Ancaman terhadap K3, kehilangan tenaga kerja yang terampil,
Meningkatnya ketidak hadiran dan pergantian tenaga kerja, dapat mengganggu kegiatan
produksi dan menyusutnya jumlah calon pekerja yang tersedia dimasa depan.

Isu HIV dan AIDS dalam managemen perusaha adalah bagaiman menghindari infeksi HIV
terhadap orang-orang yang bekerja didalamnnya, karyawan yang terinfeksi HIV
diperlakukan secara adil sama dengan orang-orang lainnya, kerahasiaan karyawan yang
terinfeksi HIV terjamin kerahasiaannya, mencipatakan lingkungan kerja yang aman yang
memungkinkan orang akan terkena HIV, mendapat perlindungan terhadap diskriminasi yang
terjadi antara pengindap HIV dengan orang-orang yang bekerja pada lingkungan kerja,
Mendapatkan perlindungan tentang kesejahteraan dari perusahaan bagi orang-orang yang
dinyatakan mengindap HIV, mendapat kesempatan untuk dipromosikan atau kesempatan
pelatihan tentang informasi dasar HIV dan AIDS ditempat kerja sampai pada penentuan
kebijakan yang harus diberikan oleh pemangku kebijakan dalam menangani kasus-kasus
yang memungkinkan muncul atau menjadi factor resiko terjadinya penularan HIV ditempat
kerja karena adanya program HIV/AIDS di tempat kerja secara reguler (menjadi bagian dari
manajemen) untuk diimplementasikan untuk menekan laju penularan HIV khususnya
ditempat kerja.

Dasar pelaksanaan kegiatan penjangkaun dan pendampingan HIV dan AIDS terhadap buruh
dan pekerja ditempat kerja adalah berdasarkan pada keputusan presideng tentang HIV dan
AIDS di tempat kerja, strategi nasional HIV/AIDS, keputusan menteri perekonomian dan
kesejahtaran yang mengatur tentang penanggulangan HIV dan AIDS ditempat kerja sebagai
landasan untuk memperbaiki ekonomi menujuh kesehjahtraan pekerja dan buruh, keputusan
menteri tenaga kerja tentang Program HIV/AIDS di Tempat Kerja dan surat keputusan
Gubernur Sulawesi Selatan tentang pokok kerja HIV/AIDS di Tempat Kerja.

Pemateri juga menjelaskan tentang peran dan tanggung jawab lembagaan pada Dines
Kesehatan (Dinkes) Sulawesi selatan tetang program kerja yang baik untuk dilakukan pada
tempat kerja dalam melakukan penjangkauan dan pendampingan HIV dan AIDS ditempat
kerja adalah melakukan pelayanan kesehatan dasar yang dilakukan oleh puskesmas yang
terdekat dengan wilayah proyek pembangunan, melakukan program Volunteer, conseling
and testing (VCT) yang dilakukan oleh rumah sakit serta puskesmas yang memilki layanan
tersebut, melakukan program care sport and treatment (CST) yang biasa dilakukan oleh
rumah sakit, melakukan program Preventing Mother-to-Child Transmission PMTCT yang
dilakukan oleh rumah sakit serta puskesmas yang memberikan layanan tersebut, puskesmas
juga melakukan program penatalaksanaan infeksi menular seksual (IMS), Program Law and
Justice Sector Secretariat LJSS atau pemebrian layanan jarum suntik steril dan Methadone
Maintenance Treatment (MMT) atau Terapi Rumatan Metado yang diberikan oleh puskesmas
serta rumah sakit, melakukan penyuluhan dan penyebarluasan Media KIE (komunikasi,
information dan edukasi), melakukan pendidikan sebaya atau Peer Educator dan membentuk
petugas lapangan yang akan melakukan penjangkaun serta pendampingan terhadap buruh
dan pekerja dilapangan.

Penanggulanagan juga dilakukan oleh Lembagaan KPAP Sulsel dalam P2-AIDS telah
membentuk beberapa pokok-pokok kerja yakni poko kerja Informasi HIV/AIDS di tempat
kerja yaitu pokok kerja pada care sport and treatment (CST), melakukan pokok-poko kerja
pada Harm Reduction, melakukan pembuatan media yang berhubungan dengan informasi
tetnag HIV dan AIDS ditempat kerja dan melakukan edukasi terhadap buruh dan pekerja.
Melalui pokja-pokja yang ada di KPA yang kemudian di implementasikan dalam bentuk
rapat kordinasi.

Implementasi rapat koordinasi bulanan yang dilakukan oleh KPAP Sulawesi selatan dalam
implementasinya adalah rapat koordinasi bulanan dikemas dalam bentuk coffee morning
yang dihadiri oleh seluruh anggota KPAP Sulsel dan stackholders yang dibuka oleh
Gubernur Sulsel selaku ketua KPAP kemudian dilanjutkan dengan presentase kegiatan KPA
Kota maupun kabupaten secara bergiliran tetang keberhasilan dan kendala-kendala yang
dihadapi dilapangan dan mengevaluasi kegiatan bulanan serta menyusun rencana
operasional kegiatan bulan berikutnya.

Implementasi advocacy bagi perusahaan yang telah termuat dalam coffee morning tersebut
diantaranya adalah pokok kerja HIV dan AIDS ditempat kerja membentuk tim-tim kecil
untuk kegiatan kunjungan ke perusahaan yang mempekerjakan banyak tenaga kerja yang
khusunya bagi tenaga kerja yang berasal diluar daerah Sulawesi Selatan,
melakukan/menyusun materi standar sebagai bahan presentase saat kunjungan dilapangan,
melakukan presentase dan dialog antara tim pokja dan manager perusahaan yang
mempekerjakan tenaga kerja yang cukup banyak, melakukan lokakarya HIV/AIDS di
tempat kerja sebagai tindak lanjut kunjungan ke perusahaan tersebut dan melakukan
monitoring terhadap perusahaan yang akan menerapkan program HIV/AIDS di tempat kerja
dalam menekang kasus HIV dan AIDS ditempat kerja.

Implentasi dalam memberikan bantun theniks seperti pokja HIV dan AIDS ditempat kerja
menyiapkan tenaga-tenaga ahli untuk bantuan teknis; ahli perencana program, tenaga
kesehatan, tenaga pelatih/penyuluh, dan konselor, mensosialisasikan dan menawarkan jenis
bantuan tenaga yang dapat diberikan kepada perusahaan-perusahaan dan memberikan
bantuan teknis sesuai kebutuhan perusahaan.

Implementasi layanan informasi HIV/AIDS, layanan informasi melalui hotline service


diberikan oleh staf LSM yang bertugas secara bergilir di Sekretariat KPAP Sulsel, layanan
VCT mobile atas kerjasama Dinas Kesehatan dan LSM serta kegiatan sero survei
ketempat kerja dengan jadwal tertentu dan jenis layanan yang tersedia bagi masyarakat
disosialisasikan melalui media radio dan koran lokal

Implementasi dukungan administratif bagi LSM adalah memberikan rekomendasi bagi LSM
untuk dipergunakan pada instansi pemerintah maupun swasta, memediasi LSM dengan
mengadakan pertemuan antara LSM dan pimpinan perusahaan dan memberikan kebijakan-
kebijakan yang terkait dengan kelancaran teknis program LSM seperti pembuatan Id Card
bagi tenaga lapangan, memberikan rekomendasi bagi YMH, LP2EM dan YKPM untuk
melakukan outreach di perusahaan-perusahaan, Sasaran outreach adalah sopir truk, ABK,
dan Buruh, Kegiatan outreach dalam bentuk penyuluhan kelompok, demonstrasi kondom,
dan dropping centre (distribusi media). Jumlah yang sudah dijangkau per Juni 2008; sopir
truk 4560 orang, 245 ABK, 761 buruh.

Dana P2AIDS di tempat kerja yaitu bersumber dari dana terbesar berasal dari KPAN sebesar
Rp 360 juta yang dialokasikan untuk LSM, alokasi dana dari APBD Propinsi Sulsel sebesar
Rp 54 Juta untuk kegiatan advokasi. Dana yang dikeluarkan oleh dunia usaha untuk P2
AIDS tidak diketahui dan rancangan anggaran tahun 2009 sudah memasukkan alokasi untuk
Pokja AIDS di T4 Kerja sebesar Rp 250 Juta

Masalah yang dihadapi yang berkaitan dengan kebijakan propinsi Sulawesi selatan adaqlah
belum adanya kebijakan khusus dari perusahaan tentang program HIV/AIDS di tempat kerja
tentang penggulangan HIV dan AIDS ditempat kerja dan persepsi sebagian besar pimpinan
perusahaan menganggap program AIDS membutuhkan biaya yang cukup besar sehingga
pimpinan takut akan mengeluarkan kebijakan yang dimaksud. Sedangkan pada aspek
hambatan dalam menangani kasus HIV dan AIDS ditempat kerja media informasi
HIV/AIDS masih bersifat umum belum fokus pada kelompok sasaran tenaga kerja yang
lebih diprioritaskan dan waktu pekerja untuk mendapatkan penyuluhan sangat
terbatas/mobilitas tinggi (manager dan staf) serta waktu yang digunakan dalam melakukan
penyuluhan pun sangat terbatas karena dalam ILO menjelaskan tidak diperbolehkan petugas
lapangan dalam memberikan informasi tetnag HIV dan AIDS ditempat kerja.

Dalam implementasi program HIV dan AIDS ditempat kerja telah mendaptkan dukungan
yaitu 16 perusahaan sudah membuka diri untuk mendialogkan program HIV/AIDS di tempat
kerja, Adanya kebijakan-kebijakan KPAP Sulsel tentang HIV/AIDS di tempat kerja dan
Adanya kemitraan yang terjalin dengan baik antara donor agency, LSM, dunia usaha, dan
pemerintah
B. Hasil Pertemuan

Kemudian dari beberapa poin-poin yang disampaikan oleh Raden Muliaty, SKM, M. Kes
diuraikannya menjadi sebuah kesimpulan sebagai berikut :

1. P2-AIDS di tempat kerja secara kelembagaan dikelola oleh Pokja yang diketuai oleh
Kadisnakertrans Sulsel
2. Rapat koordinasi anggota KPAP dilakukan secara reguler
3. KPAP mengkoordinir LSM dan stakholders dalam melakukan kegiatan HIV/AIDS di
tempat kerja
4. KPAP melibatkan secara aktif manager/pimpinan perusahaan dalam rangka perencanaan
dan pelaksanaan program HIV/AIDS di tempat kerja

C. Tindak Lanjut Pertemuan

Adapun rekomendasi dari pertemuan ini adalah sebagai berikut :

1. Dalam pemberian informasi dasar disarankan pada penjangkaun dan pendampingan HIV
dan AIDS terhadap buruh dan pekerja dengan menggunakan media bergambar.
2. Apabila ditemukan penderita HIV maka tidak diperbolehkan untuk melakukan
diskriminasi HIV dan AIDS khususnya di tempat kerja
3. Mengusulkan kepada tingkat atas oleh dines kesahatan propinsi Sulawesi Selatan selaku
sebagai pemangku kebijakan dalam mensikronisasikan tetang aturan-aturan perusahan
dengan keputusan presiden serta aturan lainnya dalam menangani kasus HIV dan AIDS
ditempat kerja.

Dilaporkan oleh
Pengelola Program HIV dan AIDS di Tempat Kerja
Yayasan Mitra Husada (YMH)

Andi Alim
Koordinator.

Anda mungkin juga menyukai