Anda di halaman 1dari 7

www.sttcipanas.ac.

id

Menjaga dan Memelihara Negara Kesatuan Republik Indonesia


Contributed by Administrator
Wednesday, 05 December 2007

Menjaga dan Memelihara Negara Kesatuan Republik Indonesia,


Berdasarkan Pancasila dan
Menekankan Kepada Bhineka Tunggal Ika

Pendahuluan
Istilah politik sangat sulit untuk didefinisikan secara tepat dan akurat, yang dapat digunakan secara mandiri dan bersifat
umum. Para pakar politik telah berusaha membuat definisi tentang istilah politik, namun setiap pakar selalu mempunyai
penekanan yang berbeda, dan dalam realitanya selalu dihubungkan dengan minat pribadi, konteks dan situasi serta
kondisi yang sedang berlaku pada waktu itu (kontemporer). Meskipun demikian, berdasarkan sejarah politik yang
memang sangat rumit dan kompleks, pada akhirnya Istilah Politik dapat didekati dari beberapa sudut pandang dan dapat
diartikan sebagai interaksi dari masyarakat yang hidup di kota (polis), atau interaksi dari golongan masyarakat
intelektual, dengan maksud mengatur kehidupan bersama, demi kebaikan dan kesejahteraan semua golongan yang
terdapat dalam masyarakat. Dilihat dari sejarahnya, kegiatan politik tidak mengenal golongan, karena perjuangan politik
adalah demi kepentingan semua golongan. Gerakan politik akan memberi inspirasi dan dorongan kepada warga
masyarakat agar turut berperan serta secara aktif untuk menciptakan masyarakat yang cerdas, demi pembangunan
masyarakat yang adil dan makmur. Politik mempunyai posisi yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat, karena
keputusan dan gerak dari politik akan memberi arah perjuangan yang jelas. Dari perjuangan politik akan diperoleh
pemerataan pendapatan, hak untuk memiliki sesuatu, mempunyai kebebasan untuk berbicara, bersuara, berkumpul,
beribadah, menulis, memilih, bekerja, dan mendapatkan perlindungan bagi setiap warga negara. Hal-hal ini sudah diatur
oleh undang-undang.
Dalam konteks dunia modern, istilah “politik” sering digunakan sebagai alat perjuangan untuk mendapat
kedudukan dan kekuasaan, dengan tujuan membangun masyarakat agar setiap anggota masyarakat tersebut
mempunyai kesempatan untuk menikmati keadilan dan kemakmuran. Dalam hal ini, John Bennett menyatakan bahwa
“negara” adalah sebuah lembaga politik sebagai tempat (wadah) otoritas dan kekuasaan dengan tugas
mengatur dan memelihara ketertiban agar anggota masyarakat dapat hidup tertib dan damai-sejahtera, berdasarkan
hukum yang dijalankan dengan adil. Di sini yang memegang peranan adalah hukum-keadilan dan keadilan-hukum.
Tugas utama bagi abdi Negara adalah menjadikan hukum sebagai raja atau panglima. Setiap warga negara, siapapun
harus tunduk dan patuh kepada hukum.
Apabila hukum masih berjalan sesuai dengan eksistensi dan fungsinya, maka gerakan politik bukan hanya perjuangan
untuk berebut kekuasaan, tetapi perjuangan untuk keadilan-sosial berdasarkan hukum. Dalam konteks ini,
“politik“ mempunyai makna dan arti yang sangat positif. Namun sangat disayangkan, karena istilah politik
seringkali telah disalahgunakan oleh golongan atau pribadi tertentu, yaitu dijadikan sebagai alat untuk menakut-nakuti
sebagian dari warga masyarakat, sehingga mereka kehilangan hati nurani yang jernih, dan sebagai akibat yang sangat
menyedihkan bahwa orang yang bersangkutan tidak lagi dapat mengambil keputusan sendiri untuk pilihannya yang
terbaik, karena adanya tekanan dan ketakutan. Dengan janji atau ancaman tertentu mereka dipaksa oleh oknum atau
kelompok tertentu untuk melakukan suatu tindakan memilih hal yang bertentangan dengan hati nurani mereka. Dalam
hal ini, kata politik hanya akan dinikmati oleh para penguasa dan yang dekat dengan kekuasaan
Istilah negara mengandung arti masyarakat yang tertib dan teratur karena keadilan; sedangkan pemerintah adalah
sebuah lembaga politik yang memiliki kekuasaan terbatas untuk membuat dan memelihara perundang-undangan,
hukum, peraturan dan tata tertib untuk hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Negara mencakup pengertian
“para penguasa” dan yang “dikuasai” lebih bersifat abstrak, sedangkan pemerintah hanya
berkaitan dengan kekuasaan, para penguasa, orang yang menjalankan kekuasaan dan yang dikuasai. Interaksi dalam
pemerintahan kelihatan lebih kompleks. Dalam teorinya, pemerintah dalam menjalankan tugasnya, harus berperan
menjadi abdi rakyat, menjadi pelayan masyarakat dan penyambung lidah rakyat, karena telah memperoleh kepercayaan
dan kekuasan dari rakyat. Dalam hal ini, negara kesatuan Republik Indonesia dengan UUD 45 dan Pancasila sebagai
falsafah hidup bangsa Indonesia dianggap sudah final dan telah menjadi kesepakatan bersama.
Otonomi Daerah Yang Berjalan Tidak Sesuai Dengan Harapan
Tetap Masih Ada Kesenjangan Jawa-Luar Jawa
Program otonomi daerah dinilai belum efektif untuk pemerataan pembangunan di Indonesia. Saat ini hanya 24 persen
dari total Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang dialokasikan untuk daerah tertinggal. Akibatnya masih terjadi
kesenjangan pembangunan, terutama antardaerah di Pulau Jawa dan luar Pulau Jawa. Idealnya, sektor-sektor yang ada
menyalurkan 60 persen dari anggarannya supaya bisa diserap oleh daerah tertinggal sehingga bisa mengangkat
kesejajaran daerah tertinggal.
Otonomi daerah masih belum mampu menjawab persoalan kesenjangan tersebut. Pemerintah provinsi terbuai dengan
otonomi daerah. Mereka tidak menjadikan daerah tertinggal sebagai lokus untuk membangun kota dan infrastruktur
perkotaan. Pembangunan hanya terpusat di perkotaan, sedangkan daerah tertinggal tidak kebagian program. Ke
depannnya, Kementerian Negara Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal harus berupaya berkoordinasi lintas
sektoral dengan pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten atau kota untuk menjadikan daerah tertinggal sebagai
http://www.sttcipanas.ac.id Powered by Joomla! Generated: 13 February, 2010, 22:32
www.sttcipanas.ac.id

lokus pembangunan. Masalah utama yang dihadapi pemerintah pusat berkaitan erat dengan belum dijadikannya daerah
tertinggal sebagai lokus pembangunan.
Akibatnya, banyak sektor yang tidak memberikan perhatian bagi daerah tertinggal. Pembangunan di luar Jawa lebih
banyak tertinggal karena kesalahan dalam arah pembangunan yang telah dilakukan. Pemerintah seharusnya berfokus
pada pembangunan infrastruktur dasar di daerah terutama berupa pembangunan jalan, jembatan, dermaga, energi
listrik, dan air. Kabinet Indonesia Bersatu menargetkan sebanyak 40 kabupaten dan kota bisa terentaskan pada akhir
masa jabatannya. Hal tersebut dilakukan dengan menggandeng swasta untuk turut berkontribusi dalam pembangunan
daerah tertinggal. Selain itu, pemerintah provinsi juga harus mulai aktif menjadikan daerah tertinggal sebagai lokus
pembangunan.
Masalah lain yang ditimbulkan oleh Otonomi Daerah adalah lahirnya raja-raja kecil yang sangat kuat di propinsi-
propinsi, di kabupaten-kabupaten, di kota-kota, dan di kecamatan-kecamatan. Akibatnya, korupsi, kolusi dan nepotisme
(KKN) semakin bertumbuh dan berkembang luar biasa. Karena sesama pelaku sehingga sulit dilacak kebenarannya.
Check and balances juga tidak jalan. Target utama dalam upaya pemberantasan korupsi bukan menangkap atau
menjebloskan pelaku ke penjara, tetapi bagaimana berupaya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Dengan sistim
pemerinthan seperti ini penderitaan rakyat semakin bertambah besar.
Salah satu akibat yang sangat serius dari Otonomi Daerah adalah lahirnya Perda-Perda yang bertentangan dengan
peraturan Pemerintah Pusat yang dibungkus dengan nilai-nilai agama-agama dan kurang menempatkan aspirasi
sosial, ekonomi, politik yang berbasis pada kebangsaan dan nasionalisme. Secara ekstrim dapat dikatakan bahwa
Otonomi Daerah menjadi kuda tunggangan Perda-perda yang bernuansa agama. Bilamana diteruskan dengan tidak
bijak bisa terjadi disintegrasi di mana-mana yang sulit direkonsiliasi. Yang harus diantisipasi dan yang dicarikan jalan
keluarnya adalah kesamaan konsep perda daerah dan peraturan pusat.

Munculnya PERDA-PERDA yang bertentangan dengan Peraturan Pusat.


Telah muncul polemik tentang pemberlakuan peraturan daerah (perda) syariat Islam di berbagai daerah. Tak kurang dari
56 anggota DPR dari berbagai fraksi yang mengemukakan ketidaksetujuannya atas pemberlakuan perda tersebut di
berbagai daerah karena dinilai melanggar amanat konstitusi dan ideologi negara: Pancasila.

Menyikapi pemberlakuan perda syariat Islam diberbagai daerah muncul pendapat yang setuju dan tidak setuju.
Kalangan yang setuju, terutama dari kelompok Islam politik (elite politik), menganggap adanya perda tersebut bisa
menjadi media sosial untuk memberantas berbagai penyakit masyarakat seperti kemaksiatan, perjudian, yang umumnya
dilakukan oleh masyarakat kecil. Mereka memiliki argumentasi bahwa keberadaan perda syariat Islam adalah untuk
memperbaiki moral bangsa. Selain itu juga sebagai jalan menuju negara Islam melalui gerakan arus bawah, karena
untuk mengubah UUD 45 dengan Piagam Djakarta membutuhkan perjuangan yang lama.

Sedangkan kalangan yang menolak pemberlakukan perda syariat Islam beranggapan bahwa Perda tersebut
bertentangan dengan Pancasila dan substansi perundang-undangan di atasnya. Selain itu juga berpotensi melahirkan
perpecahan bangsa, karena wilayah tertentu yang tidak dihuni penduduk mayoritas Islam suatu saat juga akan
memberlakukan syariat agama yang mereka anut. Ada realitas sosial di balik pemberlakuan perda syariat Islam
diberbagai daerah. Ternyata perda syariat Islam tidak bisa menjawab persoalan substansial bangsa tentang kemiskinan,
kerusakan lingkungan, dan korupsi yang merajalela. Mengapa demikian, karena perda tersebut cenderung
"menghukum" para pelaku kejahatan kelas teri (orang-orang kecil) seperti pedaagang kaki lima, perjudian, pencurian,
dan perzinahan. Ia tidak punya "taring" menghadapi pelaku korupsi kelas kakap, pembalak hutan, penjahat HAM yang
justru memiliki kedekatan politik dengan para tokoh organisasi pendukung perda syariat Islam. Pemberlakuan syariat
Islam di Aceh, misalnya, hanya mampu menghukum maling-penjudi-penzinah kelas teri.

Perda syariat Islam juga memiliki dimensi "pembalikan" terhadap nilai moralitas yang hakiki, karena menyerahkan
kebenaran moral kepada para pemegang tafsir kebenaran agama yang dimiliki oleh para ulama yang dekat dengan
kekuasaan. Dalam realitas politik, tokoh-tokoh Islam pendukung perda syariat Islam, di masa Orde Baru mereka menjadi
bagian dari relasi politik "mutualistik" Soeharto dengan ulama. Sementara berbagai organisasi radikal keagamaan
selama ini hanya diam seribu bahasa terhadap perjuangan melawan ketidakadilan dan kezaliman kekuasaan. Baru,
setelah rezim Soeharto bangkrut, mereka berani bergerak memperjuangkan prinsip ideologi mereka. Demikian juga MUI
yang selama kekuasaan Orba tidak konsisten dalam memperjuangkan kepentingan mayoritas ummah Muslim yang
berprofesi sebagai buruh dan petani dalam menghadapi himpitan sistem kapitalisme kroni Orba.

Perda syariat Islam sendiri sesungguhnya bukan merupakan solusi krisis ekonomi dan multidimensional bangsa ini.
Kasus korupsi kelas kakap yang ditengarai juga menjangkiti institusi keagamaan semacam Depag tidak mungkin bisa
diberantas dengan perda syariat Islam, karena banyak pelaku korupsi yang justru memiliki hubungan dekat dengan
kekuasaan di pusat dan daerah. Krisis ekonomi nasional yang diakibatkan oleh implementasi sistem kapitalisme kroni
Orba dan berlanjut sistem neoliberalisme pemerintahan transisi semenjak Habibie hingga SBY-JK tidak akan bisa
diselesaikan dengan syariat Islam. Itu karena banyak kelompok pendukung syariat Islam yang mendukung hadirnya
kekuatan borjuasi ekonomi dengan label borjuasi Muslim atau pribumi.

Perda syariat Islam secara realitas, seperti tampak dan dirasakan masyarakat Aceh, hanya melahirkan ketertekanan
http://www.sttcipanas.ac.id Powered by Joomla! Generated: 13 February, 2010, 22:32
www.sttcipanas.ac.id

politik kepada masyarakat bawah yang seolah-olah diatur dengan moralitas abstrak. Sementara para pejabat dan ulama
menjadi pemegang kebenaran moral syariat agama.

Perda syariat Islam tidak menjawab realitas korupsi di Era Otonomi Daerah

Perda syariat Islam belum tent menjamin turunnya angka kejahatan dan penyakit masyarakat, dan juga belum tentu
sanggup menurunkan kejahatan politik para elite politik dan birokrasi. Justru dari pengalaman negara-negara yang
mempraktikkan syariat Islam secara ortodoks, tingkat ekonomi, kesetaraan hak rakyat, dan prestasi ipteknya sangat
rendah. Afghanistan, Somalia, dan Sudan barangkali bisa menjadi bukti keterpurukan negara yang menjalankan syariat
Islam. Bisa dibandingkan dengan China, Vietnam, Bolivia, dan Libia yang menjalankan sistem sosialis dan sosialis-Islam
ternyata lebih maju dan berkembang. Demikian juga Malaysia yang menjalankan asas Islam yang moderat pertumbuhan
ekonominya jauh lebih maju.

Jika memang logika berpikir kelompok politik Islam ingin mengembangkan pelaksanaan perda Syariat Islam lebih banyak
diberbagai daerah, seharusnya mereka mampu merumuskan derivasi perda syariat Islam yang mampu menjawab krisis
multidimensional bangsa. Misalnya, dengan tegas berani menghukum mati koruptor kelas kakap, pelaku illegal logging
dan penjahat HAM. Perda yang diperlukan di daerah bukanlah perda yang memunculkan ketakutan-represi bagi
masyarakat kecil, namun mampu menekan para elite pemimpin yang perilakunya merusak keadaban publik. Jangan
sampai perda syariat Islam justru dijadikan tameng bagi para pejabat untuk berbuat korupsi dan sekaligus menyisihkan
hasil korupsi untuk mendanai kegiatan kelompok-kelompok pendukung perda syariat Islam. Namun apabila seluruh
masyarakat setia pada konsensus nasional, sebenarnyalah perda syariat Islam tidak diperlukan di Indonesia. Pancasila
telah menjadi ideologi dan falsafah hidup bangsa Indonesia. Pancasila telah menjamin terjadinya pluralisme dibawah
naungan Bhineka Tunggal Ika. Tidak ada falsafah lain yang lebih baik dari Pancasila. Bilamana prinsip-prinsip agama
yang ditekankan oleh para pemimpin agami maka akan terjadi konflik agama yang lebih parah. Bagaimana supaya para
pemimpin agama duduk bersama membicarakan kerja sama yang kondusif agar dapat membangun bangsa ini lebih
baik. Harus diakui bahwa kerusuhan2 yang terjadi sering kali dipicu oleh sentimen agama. Dengan demikian, Peraturan
Pusat dan Perda harus didasarkan pada Pancasila dan bukanlah agama.

Perda syariat Islam hanyalah romantisme politik pasca-jatuhnya rezim kekuasaan Orba saja. Pengurus Besar Nahdlatul
Ulama (PBNU) menilai pemerintah daerah tidak perlu membuat Peraturan Daerah (Perda) dengan menerapan syariat
Islam untuk mengatur kehidupan masyarakatnya. Pasalnya, jika Perda tersebut dibuat dan dikemudian hari justru
menimbulkan ketegangan dan kerawanan sosial politik di tengah masyarakat maka yang akan dirugikan adalah Negara
Kesatuan Republik Indonesia. "Karena itu kami menilai tidak perlu Perda syariat seperti itu," ujar Ketua Umum Pengurus
Besar NU KH Hasyim Muzadi dalam jumpa pers persiapan akan digelarnya International Conference of Islamic Scholars
(ICIS) II di Jakarta. Menurut Hasyim, pemberlakuan syariat Islam melalui perda-perda di sejumlah daerah, tidak lebih
dari pengulangan dari pada hukum yang sudah ada. "Perda-perda itu tidak lebih dari pengulangan terhadap hukum yang
sudah ada, seperti KUHP atau Kitab Undang-undang Hukum Pidana," ujarnya.
Peraturan Daerah bernuansa syariat Islam tak dapat dilepaskan dari eforia otonomi daerah guna memenuhi kebutuhan
penyelenggaraan pemerintah di daerah masing-masing. Perda Syariah telah diberlakukan di 37 kabupaten/kota di
Indonesia. Data ini belum termasuk 56 daerah lain yang juga menghendaki penerapan perda serupa yang kini
rancangannya tengah digodok oleh eksekutif daerah. Sekalipun mendapatkan dukungan elite politik dan eksekutif
daerah, fenomena penerapan Perda Syariah tetap saja memicu pendapat pro-kontra di kalangan masyarakat dikaitkan
dengan kehidupan berbangsa dan bernegara dan bingkai kebhinekaan di Indonesia.
Masyarakat yang pro menganggap penerapan perda tersebut sebagai sarana memperbaiki moral bangsa di dalam
pemberantasan berbagai penyakit masyarakat. Sedangkan kalangan yang menolak, pemberlakuan Perda Syariat Islam
bertentangan dengan Pancasila dan subtansi peraturan perundang-undangan di atasnya. Selain itu juga berpotensi
melahirkan perpecahan bangsa.
Terlepas dari masalah isi perda tersebut baik atau tidak untuk diterapkan di setiap daerah, pada akhirnya perjalanan
waktu yang akan membuktikannya. Tulisan ini untuk menempatkan polemik yang berkembang secara proposional
seiring dengan dinamika zaman reformasi.
Hukum hakikatnya adalah produk politik, sehingga karakter isi setiap produk sangat dipengaruhi oleh konfigurasi politik
yang melahirkannya. Maraknya perda bernuansa syariah di sejumlah daerah dipahami sebagai gejala dominannya
kekuatan politik agama dalam konfigurasi Islam pada parlemen pusat maupun lokal.
Perda Syariat Islam Berkaitan Dengan Pluralisme dan Modernisme
Realitas historis keberadaan pluralisme di Indonesia hakikatnya merupakan keniscayaan yang tak mungkin ditolak
sebagai kenyataan. Pluraisme meupakan sebuah realita yang harus diterima oleh seluruh bangsa Indonesia. Hal itupun
telah digaris bawahi oleh motto, „Bhineka Tunggal Ika“. Dalam konteks ini, sebenarnya tidak ada lagi
daerah ini wilayah Kristen dan daerah ini adalah wilayah Islam. Berdasarkan realita demikian ini pengembangan
paradigma agama dan sikap umat beriman hendaknya menempatkan pandangan pluralisme sebagai pijakan bersama di
dalam beragama. Prinsip pluralisme jelas mengandaikan adanya kesetaraan antar pemeluk agama di hadapan Tuhan
Sang Pencipta.
Islam sebagai agama mayoritas di Indonesia seiring perkembangan zaman pun mengalami dinamika pembaruan dan
pembauran, sehingga membentuk konfigurasi yang bervariasi dari kelompok militan, politisasi, borjuasi, reformasi,
retradisionalisasi, progresif dan moderat. Yang dialami oleh agama lainpun sama.
Kelompok militan Islam telah memaknai Kitab Suci atau Wahyu Tuhan secara hurufiah, sehingga mengharamkan
http://www.sttcipanas.ac.id Powered by Joomla! Generated: 13 February, 2010, 22:32
www.sttcipanas.ac.id

hermeneutik, pluralisme dan sekularisme dalam Islam. Hal ini pun telah terjadi dalam kelompok lain, seperti Kristen,
Budha dan Hindu.
Agama Islam menurut kelompok ini sifatnya sempurna, tinggal diyakini dan dilaksanakan serta dijauhi apa yang menjadi
larang-laranganNya tanpa perlu penafsiran lain yang bermacam-macam. Kelompok ini merupakan kelompok yang
menghendaki zaman ideal sebagaimana dahulu zaman para Nabi.
Kelompok Politisasi Islam atau lebih tepat sebenarnya Islam Politik. Kelompok ini memiliki ideologi pragmatis, yakni
kekuasaan politik sebagai tujuan akhirnya. Sering memakai simbol Islam sebagai isu-isu sentralnya, seperti syariat
Islam, partai Islam dan kekhalifahan Islam.
Meskipun kelompok ini tergolong elite, namun gerakannya seakan-akan menjadi mayoritas di Indonesia. Kelompok ini
memperoleh tempatnya tesendiri dalam tubuh partai Islam.
Sekalipun partai tersebut mengklaim sebagai partai terbuka tetapi sesungguhnya bukan sebagai partai pluralis. Di sini
kita sekarang menyaksikan betapa politisasi Islam di Indonesia menemukan tempat secara maksimal, sehingga perda-
perda syariah Islam menyeruak sebagai produknya.
Kelompok Islam Borjuasi, lazim disebut sebagai escapisme dalam bentuk sufisme perkotaan. Kelompok ini merupakan
kelompok Islam fenomena dan temporer sifatnya, marak tatkala tahun 1990-an awal sejak Ikatan Cendekiawan Muslim
Indonesia (ICMI) berdiri.
Ketika itu jilbab merupakan fenomena lazim di sekolah negeri. Sampai saat ini di kalangan kelas menengah ke atas,
pejabat dan selibritis melakukan pengajian bersama dengan pimpinan dan bawahan di kantor, berbuka bersama di hotel
berbintang, berzikir bersama ustad musiman yang kondang, dan lain-lain. Akibat lain menguatnya fenomena borjuasi
Islam demikian itu berdampak pula pada pembuatan sinetron religius Islami. Kelompok Islam Reformasi mengusung
pemikiran penggunaan akal sebagai salah satu jalan menerjemahkan Islam. Agama Islam tidak dilihat sebagai entitas
yang kosong dengan ruang dan waktu, melainkan sebagai sesuatu yang aktual dan dinamis sesuai dengan konteks
sosial yang berkembang.
Kelompok Islam Pribumi, bergerak dalam wilayah agama dan kebudayaan. Menurut kelompok ini budaya tidak
sepenuhnya memberikan warna yang jelek atas agama Islam di Indonesia. Melakukan akulturasi budaya dalam agama
merupakan sesuatu yang wajar, sebab agama dianut oleh masyarakat yang berkembang dalam kebudayaan setempat,
sehingga dimungkinkan adanya perbedaan cara berislam di tanah air. Meskipun demikian rasa toleransi beragama
dirasakan masih jauh dari yang diharapkan. Contohnya demonstrasi yang terjadi di Lembah Karmel. Mereka terlihat
begitu ketakutan terhadap kelompok non-Islam. Hal itu nampak dalam ucapan dan tindakan mereka terhapap umat
Katolik yang sedang mengadakan reuni. Apakah agama menghilangkan akal sehat manusia. Terlebih lagi kalau
dikaitkan dengan Perda Syariat Islam di Cianjur.
Menyikapi perkembangan tersebut masyarakat Kristen harus melihat permasalahan secara utuh dan juga mencoba
mengadakan refleksi terhadap tindakan-tindakan yang telah dilakukan dalam konteks kehidupan bergereja,
bermasyarakat dan bernegara. Karena kenyataannya perda yang bernuansa Syariat Islam berdampak langsung kepada
komunitas Kristen. Perda-perda yang bernuansa Syariat Islam membendung perkembangan kekristenan di Indonesia ini.
Memang harus diakui bahwa banyak kelompok yang merasa terancam dengan perluasan komunitas Kristen di Indonesia
sekarang ini. Dan di kalangan umat Kristen sendiri juga dirasakan terjadinya disintegrasi dalam komunitas Kristen karena
persaingan yang tidak sehat di antara denominasi yang ada di bumi Indonesia ini. Alasan klasik terus menerus diusung
yaitu kelompok Injili dan kelompok Liberal. Apakah yang harus dilakukan oleh umat Kristen untuk mengatasi masalah
yang sedang berkembang sekarang ini. Para pimpinan gereja harus berpikir ulang secara terpadu yang melibatkan
bidang agama, sosial, ekonomi dan politik secara seimbang.
5. Iman Kristen Dalam Proses Pembangunan Politik.
Agar pemerintah dapat menjalankan tugasnya dengan bertanggung jawab, orang Kristen sebagai warga negara yang
bertanggung jawab harus ikut berpartisipasi secara aktif dalam proses pembangunan bangsa, seperti yang diajarkan
oleh Rasul Paulus, “Naikkan permohonan, doa syafaat dan ucapan syukur untuk semua orang, untuk raja-raja
dan untuk semua pembesar, agar kita dapat hidup tenang dan tenteram dalam segala kesalehan dan
kehormatan” (1Tim. 2:1-2). Dalam Roma 13:4, Rasul Paulus berkata bahwa pemerintah adalah hamba Allah
untuk kebaikan umat manusia. Bagi pemerintah yang berfungsi sebagai hamba Allah, orang Kristen harus takluk
kepadanya. Dalam konteks ini, pemerintah berfungsi sebagai pelaku kebenaran dan keadilan. Pemerintah berjuang
untuk keadilan dan kemakmuran bagi seluruh masyarakat tanpa memandang latar belakang golongan. Pemerintah
sebagai alat Tuhan untuk kebaikan dan kebajikan umat manusia. Yesuspun meminta kepada para muridNya untuk
mendoakan para penguasa agar tidak memerintah dengan tangan besi, tetapi dengan kebenaran, keadilan, kejujuran
dan ketulusan (Mrk. 10:41-45). Dalam Injil Markus 12:17, Tuhan Yesus juga berkata, “Berikanlah kepada Kaisar
apa yang wajib kamu berikan kepada Kaisar dan kepada Allah yang wajib kamu berikan kepada Allah.” Yesus
mengajar murid-murid untuk bertindak adil, artinya memberikan seseorang sesuai dengan hak dan tanggung jawabnya.
Ia berharap agar para muridNya tidak berkolusi dengan siapapun, dan tidak melibatkan diri dalam tindakan manipulasi
dan korupsi.
Mereka dituntut untuk menjunjung tinggi nilai-nilai moral dan etis yang dapat dipertanggungjawabkan kepada Allah dan
sesama manusia. Tindakan kolusi, manipulasi dan korupsi dalam situasi apapun bertentangan dengan kehendak Allah.
Berkaitan dengan hal ini, Yesus menghendaki para muridnya tetap menjadi garam dan terang.
Tunduk kepada pemerintah bukan berarti melakukan semua perbuatan yang bertentangan dengan norma-norma
kebenaran dan keadilan. Yesus meminta para pengikutnya untuk berdiri tegak di atas keadilan dan harus tetap berusaha
menyuarakan suara kenabian dalam situasi yang bagaimanapun, seperti yang telah dilakukan oleh nabi-nabi dalam
Perjanjian Lama, dan Yohanes Pembaptis. Kehadiran murid Yesus di tengah masyarakat akan menjadi garam dan
terang, dan berusaha menghadirkan misi Kerajaan Allah (Luk. 4:18-19) secara utuh, serta berpijak pada Matius 22:37-
http://www.sttcipanas.ac.id Powered by Joomla! Generated: 13 February, 2010, 22:32
www.sttcipanas.ac.id

39, “mengasihi Allah dengan sebulat-bulat hati, mengasihi sesama manusia seperti mengasihi diri sendiri.”
Mengasihi sesama manusia telah diterjemahkan oleh Petrus dengan “kasih akan saudara-saudara dan kasih
akan semua orang” (2Ptr 1:7). Karena barangsiapa yang mengasihi Allah dan tidak mengasihi saudara-
saudaranya digolongkan sebagai pendusta (1Yoh. 4:20). Para pengikut Yesus tidak hanya berjuang untuk golongannya
sendiri, melainkan untuk semua golongan manusia. Hal ini telah dibuktikan oleh Yesus sendiri bahwa ia memberi makan
kepada lima ribu dan empat ribu orang, menyembuhkan penyakit bagi mereka yang membutuhkan tanpa disertai dengan
pamrih, dan ia melayani Marta serta wanita Samaria tanpa membedakan warna kulit. Tugas politik mesianis Kristus,
adalah untuk kesejahteraan manusia di bumi ini, seperti: (a) menyampaikan kabar baik kepada orang miskin; (b)
memberitakan pembebasan kepada orang-orang tawanan; (c) memberikan penglihatan kepada orang-orang buta; (d)
membebaskan orang-orang yang tertindas; dan (e) memberitakan tahun rahmat Tuhan telah datang. Inilah yang
dimaksudkan oleh Yesus dengan masyarakat adil dan makmur, dengan prinsip pemimpin yang melayani dan tidak
memerintah dengan tangan besi serta menjalankan kuasa dengan sekehendak hatinya.
Orang Kristen sebagai umat Allah, dan juga sebagai warga gereja, mempunyai tugas khusus sebagai saksi Kristus
dalam hal memprakarsai lahirnya masyarakat baru yang berazaskan kebenaran dan keadilan. Menjadi orang Kristen
berarti siap mengemban misi Kristus, menjadi terang di tengah-tengah kegelapan dan juga menjadi saksi Kristus di
tengah-tengah dunia yang bengkok ini. Istilah dunia dapat direlasikan dengan kejahatan strukural, seperti: rekayasa
politik, rekayasa kekuasaan, rekayasa peradilan dan semua bentuk rekayasa yang merugikan masyarakat baik secara
individu maupun kelompok. Dalam konteks masyarakat yang seperti ini, orang-orang Kristen tetap dituntut sebagai
terang dan garam. Teologi fungsional dikaji ulang secara cermat dan mendalam dan diterapkan secara kontekstual.
Isu-isu politik yang sedang menghangat di Indonesia sekarang ini, adalah sebagai berikut:
1.Isu tentang pertentangan dan pergeseran pemegang tampuk kekuasaan. Persiapan Pemilu 2009 dan Pelaksanaan
Pilkada. Dalam konteks politik sekarang ini, pelaksanaan pemerintahan yang berbasis partai. Semua jabatan di MPR,
DPR dan Eksekutif yang harus diusung oleh Partai Politik. Keikutsertaan Partai Politik dalam proses pembangunan
bangsa menjadi sangat penting. Meskipun MK telah memutuskan untuk mengikutkan kelompok Independen dalam
pelaksanan PILKADA tetapi belum untuk DKI karena PILKADA`sedang berjalan. Untuk mengaktualisasikan Undang-
Undang yang mengikutkan kelompok Independen masih membutuhkan dan harus dituangkan dalam petunjuk teknis.
2.Trias Politika belum berjalan seperti yang di harapkan. Perlu ada komitmen yang tinggi dari seluruh bangsa Indonesia
untuk berpartisipasi dalam pembangunan bangsa.
3.Melemahnya kekuasaan Lembaga Eksekutif (Lembaga Ke-Presidenan) karena kinerja dan integritas para aparat
pemerintah yang dianggap semakin birokratis dan korup, serta menguatnya Lembaga Legislatif yang tidak disertai
kinerja yang effektif dan belum memiliki integritas yang jelas serta belum seimbangnya Lembaga Yudikatif dalam
pelaksanaan hukum dan Undang-Undang yang adil. Ternyata korupsi masih terjadi dimana-mana. Partai-partai politik
belum mampu menjawab masalah yang terjadi, tak dapat disangkal partai politikpun telah menjadi kuda tunggangan
orang-orang yang bermaksud jahat. Hal-hal telah menyebabkan tersumbatnya saluran politik.
Dengan demikian tugas panggilan orang Kristen menjadi sangat rumit, kompleks, berat, jelas dan transparan sekali,
yaitu seperti:
(1)Melindungi dan menghargai manusia sebagai ciptaan Allah.
(2)Menghargai harkat dan martabat manusia sebagai ciptaan Allah.
(3)Mempromosikan kebenaran dan keadilan. Menjadi pelopor penegak hukum dan memberantas semua kejahatan
strukural termasuk korupsi.
(4)Menjamin kebebasan seseorang untuk memilih dan dipilih.
(5)Memperjuangkan hak azasi manusia.
(6)Keikutsertaan orang kristen dalam proses pembangunan bangsa dan kepekaan terhadap masalah sosial dan politik.
(7)Keikutsertaan orang kristen dalam partai politik, karena pembangunan bangsa tidak dipisahkan dari tanggung jawab
partai politik.
(8)Merumuskan teologi politik yang kontekstual, mengaplikasikannya dalam menseimbangkan peraturan daerah dan
pusat. Berjuang untuk menimimalkan terjadinya PERDA-PERDA yang bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 45,
khususnya PERDA yang dibungkus oleh Agama, seperti: PERDA SYARIAT ISLAM ATAU PERDA SYARIAT KRISTEN.
Peranan Orang Kristen Dalam Pembangunan Bangsa
Jumlah orang Kristen walaupun sangat minoritas, tetapi bukan berarti menjadi warganegara kelas dua. Orang Kristen
lahir di bumi Indonesia berarti juga sebagai pemilik negara ini. Sebagai warga negara yang bertanggung jawab, harus
mencintai tanah airnya dan juga siap berjuang untuk pembangunan bangsanya. Untuk lahirnya Republik Indonesia, tidak
sedikit andil perjuangan orang-orang Kristen. Banyak pejuang Kristen yang telah gugur sebagai kusuma bangsa,
meskipun nama-nama mereka tidak ditemukan di makam-makam pahlawan, namun pengorbanan mereka telah
mengharumkan ibu pertiwi. Sejak dari 1900-1945, banyak orang Kristen yang berjuang dengan gigih bersama bangsa
Indonesia lainnya untuk menjadikan negeri ini merdeka. Perjuangan itu adalah bagian dari iman mereka kepada Yesus
Kristus. Sejak tahun 1945 sampai sekarang, orang Kristen tidak pernah absen dalam perjuangan pembangunan bangsa.
Perjuangan itu tidak terbatas di kursi-kursi MPR, DPR, MK, BPK, KPK, MA, KABINET dan kantor-kantor birokrasi, tetapi
dapat dilakukan di semua sektor dan lapangan hidup manusia.
Sebagai warga negara yang bertanggung jawab, orang Kristen tetap berusaha untuk memelihara iman dan berjuang
untuk menegakkan keadilan seperti yang dimandatkan oleh Yesus Kristus sendiri. Panggilan orang Kristen sebagai
warga Kerajaan Allah harus dibuktikan dalam kehadirannya sebagai pelaku firman dan tidak berkompromi dengan
kejahatan. Sebagai murid Yesus, bagaimanapun sulitnya tetap harus berusaha menjadi garam yang masih asin rasanya
dan menjadi terang yang bersinar di tengah-tengah kegelapan. Sebagai warga negara juga harus bertanggung jawab
terhadap maju dan mundurnya negara Indonesia. Sebagai garam, orang Kristen tidak hanya berjuang untuk
http://www.sttcipanas.ac.id Powered by Joomla! Generated: 13 February, 2010, 22:32
www.sttcipanas.ac.id

mendapatkan “political power” atau “governmental power” yang hanya menyebabkan


“post power syndrom,” tetapi perjuangan untuk melaksanakan “intellectual revolution” untuk
mendapatkan “intellectual power” dalam semua disiplin ilmu agar mampu berperan serta dalam
membangun masyarakat baru, sebagai wujud Kerajaan Allah di bumi yang berazaskan kebenaran, keadilan, kekudusan
dan pengampunan. Dengan memiliki “intellectual power” umat Kristen akan dapat menjadi garam yang
akan menggarami bangsa ini dan akan menjadi terang yang akan menerangi bangsa ini, menjadi bangsa yang solid
berdiri diatas dasar Pancasila dan UUD 1945. Meskipun, Indonesia memiliki masyarakat yang sangat pluralistik, namun
dengan falsafah “Bhineka Tunggal Ika”nya, masyarakat Indonesia akan mampu duduk berdampingan dan
berjalan seiring serta bergandengan tangan dalam membangun Indonesia menjadi negara yang adil dan makmur.
Kenyataan ini memang masih jauh, tetapi harus dimulai sekarang oleh orang-orang muda yang belum terlalu tahu
tentang uang, yang mampu berpikir rasional dan tidak mudah sakit hati serta menyimpan luka-luka batin, dan berusaha
dengan gigih menegakkan keadilan sehingga “kesenjangan sosial” antara si kaya dan si miskin semakin
hari semakin dipersempit. Perjuangan ini membutuhkan waktu yang panjang dan pengorbanan spiritual dan material.
Cita-cita leluhur bangsa yang menjadikan Indonesia menjadi NEGARA KESATUAN YANG BERAZASKAN PANCASILA
DAN UUD 1945 harus menjadi prioritas dan dijunjung tinggi oleh siapapun untuk menghindari terjadinya
“perpecahan” yang hanya didorong oleh budaya primordialisme. Banyak hal yang dapat dilakukan oleh
orang Kristen dalam membangun dan memajukan bangsa Indonesia, seperti:

1.Dalam sektor social-politik


Meskipun tidak terlibat dalam politik praktis orang Kristen masih harus mempunyai komitmen untuk menyukseskan
pembangunan politik bangsa, khususnya dalam pelaksanaan Pemilihan Umum pada tahun 2009. Bila diperlukan siap
menjadi wakil rakyat, menyuarakan amanat penderitaan rakyat melalui MPR, DPR dan Lembaga-Lembaga Tinggi
Negara. Tetap berusaha menegakkan keadilan meskipun sulitnya seperti menegakkan benang basah.
2.Dalam sektor ekonomi
Orang Kristen tetap harus berjuang untuk pemerataan pendapatan rakyat. Tetap berjuang untuk mempersempit
kesenjangan sosial yang terjadi di masyarakat. Berjuang gigih untuk memberantas kolusi, manipulasi dan korupsi di
semua bidang dan lapangan hidup. Berusaha meningkatkan ekonomi masyarakat kecil dan memberikan kesempatan
kerja yang sebanyak-banyaknya bagi mereka yang belum memiliki lapangan kerja sesuai dengan kemampuan yang
dimiliki.
3.Dalam sektor pendidikan
Orang Kristen terpanggil untuk mencerdaskan bangsa. Masa depan Indonesia tergantung sepenuhnya kepada kualitas
bangsa Indonesia. Kualitas bangsa Indonesia akan ditentukan oleh kecerdasan masyarakatnya. Kecerdasan bangsa
Indonesia juga akan ditentukan oleh mutu pendidikan yang diberikan kepada mereka. Abad 21 dibutuhkan orang-orang
yang berkualitas tinggi. Dalam sektor ini, partisipasi Kristen akan sangat menentukan, bukan hanya untuk pendidikan di
kota-kota besar, tetapi juga di desa-desa yang terpencil di seluruh Indonesia.
4.Dalam sektor pengembangan masyarakat
Salah satu tugas panggilan gereja adalah mengembangkan ketrampilan masyarakat agar mereka mampu mencukupi
kebutuhannya sendiri, dan juga mampu menolong orang yang membutuhkannya. Orang Kristen sebagai warga gereja
dan juga sebagai warga negara bertanggung jawab untuk merubah masyarakat Indonesia menjadi masyarakat modern
yang ber-Pancasila. Sebagai agen dari Kerajaan Allah, gereja harus memperkenalkan masyarakat baru, yang bercirikan
kebenaran, keadilan, kesalehan dan ketulusan. Mengembangkan masyarakat menjadi masyarakat baru yang
berlandaskan Pancasila, yang mampu bergandengan tangan dengan kelompok lain yang memiliki latar belakang
berbeda, dengan semangat tinggi membangun bangsa Indonesia menjadi bangsa yang berkualitas tinggi di Asia.
Dengan pengembangan masyarakat seluruh bangsa memiliki kesempatan menikmati kekayaan bumi pertiwi, dengan
demikian akan menghindarkan kekayaan bumi pertiwi ini hanya akan dinikmati oleh beberapa gelintir manusia saja.
5.Dalam sektor Hak Azasi Manusia
Dibawah terang prinsip harkat dan martabat manusia, gereja dan orang Kristen harus melindungi dan mengakui manusia
sebagai ciptaan yang diberikan kebebasan untuk memilih, bersekutu dan beribadah. Setiap orang diberikan hak untuk
dilindungi oleh hukum, hak memilih agamanya dan juga memilih pekerjaannya. Setiap orang juga mempunyai hak untuk
berbicara dan bersuara. Hak yang lain adalah hak untuk menentukan pilihan politiknya. Anugerah Allah yang tertinggi
dalam hidup manusia adalah hak untuk memilih agamanya dan beribadah menurut peraturan agamanya.
6.Dalam sektor agama
Indonesia adalah suatu negara yang mempunyai masyarakat yang sangat pluralistik. Pluralistik dalam agama,
kebudayaan, kesukuan, tingkatan, golongan dan pendidikan. Dalam bidang agama, Indonesia mempunyai warisan iman
yang bervariasi. Dalam konteks ini, meskipun berbeda agama tetapi dituntut untuk hidup harmonis dengan sesamanya.
Hal ini bukan menghilangkan panggilan untuk bersaksi. Orang Kristen masih harus menggunakan hak dan kewajibannya
untuk menyaksikan iman yang dimiliki kepada orang lain dalam bentuk dialog. Dalam dialog tidak ada unsur pemaksaan
untuk menerima iman orang lain. Menjadi orang Kristen adalah keputusan pribadi tanpa tekanan dan pengaruh oleh
seseorang, tetapi oleh proses perenungan yang membutuhkan waktu yang cukup lama, yang menyebabkan mengambil
keputusan pribadi setelah memahami dengan apa yang dimaksudkan dengan iman.
7.Dalam sektor komunikasi
Abad ini disebut sebagai abad globalisasi, transformasi dan komunikasi. Perubahan sosial terjadi sangat cepat karena
pengaruh komunikasi, baik melalui media cetak, telivisi, radio dan elektronik lainnya. Media-media ini dapat
dipergunakan untuk penyebaran agama, ideologi, ilmu, teknologi dan informasi pasar. Ada yang berdampak positif tetapi
juga banyak yang berdampak negatif. Dengan prinsip banyak yang ditawarkan dan sedikit yang dipilih. Masyarakat perlu
http://www.sttcipanas.ac.id Powered by Joomla! Generated: 13 February, 2010, 22:32
www.sttcipanas.ac.id

dipersiapkan untuk dapat berpikir matang agar mampu memilih apa yang diperlukan dengan bertanggung jawab dari apa
yang dilhat serta didengar oleh mereka dan bukan memilih yang menjadi kesenangannya. Dengan alat canggih yang
serba modern ini, sebuah produk baru dapat ditawarkan secara serentak ke seluruh penjuru tanah air. Tanggung jawab
orang Kristen adalah menolong masyarakat untuk membeli yang sangat diperlukan sesuai dengan kemampuan
kantongnya. Menghindarkan Indonesia menjadi bangsa yang konsumeris juga menjadi tanggung jawab orang Kristen.

KESIMPULAN
Banyak tugas dan tanggung jawab orang Kristen untuk membangun bangsa Indonesia. Tinggal pilih yang mana sesuai
dengan minat dan kemampuan masing-masing. Dari semua pilihan itu, yang perlu diberikan prioritas adalah
mempromosikan kebenaran dan keadilan, karena bangsa kita sedang dilanda banjir kolusi, manipulasi dan korupsi.
Untuk hal ini diperlukan alat bedah masalah yang tepat. Setelah mengadakan analisa kritis dan observasi tentang
permasalahan dan masalah yang menyebabkan bangsa ini tenggelam dalam kebiasaan buruk yang sangat
menyedihkan manipulasi, kolusi dan korupsi dalam semua aspek hidup, maka dapat disimpulkan bahwa pisau bedah
masalah sosial yang paling cocok untuk membedah masalah yang sudah kronis dan akut ini adalah firman Tuhan Yesus
sendiri, “berikan kepada Kaisar yang wajib kamu berikan kepada Kaisar, dan berikanlah kepada Allah yang wajib
kamu berikan kepada Allah” atau berikan kepada seseorang yang berhak menerima. Dengan kata lain, Yesus
tidak mengizinkan para pengikutnya untuk melakukan tindakan manipulasi, berkolusi dengan kejahatan yang akan
berakhir pada tindakan korupsi yang akan merugikan masyarakat, pemerintah dan juga Allah sendiri. Hal-hal inilah yang
telah menjadi akar dari masalah dan kejahatan, yang harus dibedah dan diangkat dari kehidupan bangsa ini secara
menyeluruh, dan diganti dengan filosofi Kerajaan Allah yang berlandaskan kebenaran, keadilan, kejujuran dan
ketulusan. Meskipun akan dan harus memakan waktu yang cukup lama, melalui proses yang sangat panjang, tetapi
pasti akan terjadi akibat nyata yaitu aparat pemerintah yang bersih dan berwibawa, lahirnya “masyarakat baru
yang bertanggung jawab” yang berazaskan Pancasila dan UUD 1945 dan tegaknya kebenaran dan keadilan di
bumi Indonesia.

Pdt. Dr. Eddy Paimoen


Ketua STT Cipanas
Dosen STT Cipanas

http://www.sttcipanas.ac.id Powered by Joomla! Generated: 13 February, 2010, 22:32

Anda mungkin juga menyukai