Anda di halaman 1dari 19

TUGAS DISKUSI PERUNDANG-UNDANGAN (PUU)

OBAT PATEN DAN OBAT GENERIK

Disusun oleh :
Kelompok 2 (Genap)
Kelas B

FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS PADJADJARAN
JATINANGOR
2011
Kelompok 2 (Genap) Kelas B

Beranggotakan :
1. Rina Reza Chairani 260110070078
2. Mufki Ardi Wibowo 260110070080
3. Nadia Windyaningrum 260110070082
4. Asri Trisnawaty 260110070084
5. Muhammad Husni Zein 260110070086
6. Mita Maryam Marhamah 260110070088
7. Rachmi Sugiarti 260110070090
8. Muchammad Reza Ghozaly 260110070092
9. Astri Sriyadi Sagitaria 260110070094
10. Enricko Mohammad Rizaldy 260110070096
11. Rizki Amelia 260110070098
12. Cristine Dwi Octaviani 260110070100
13. Eva Susanty Br Tarigan 260110070102
14. Hartanto 260110070104
15. Angga Prayoga Pramanaditia 260110070106
16. Yesi Haerunisa 260110070110
17. Niken Danastri 260110070112
18. Alam Jenuin Dipratama 260110070114
19. Lisma Hardiyanti 260110070116
20. Fani Rizkiana 260110070118
21. Bhakti Artha Magdalena 260110070122
22. Yoga Yudhistira 260110070124
23. Dwi Meida Fitri 260110070126
24. Ayu Putri Kusuma Wardhani 260110070128
25. Nining 260110070130
26. Meiliana Thamrin 260110070132
27. Fitria Dewi Putri 260110070134
28. Rahma Fajariasari Suharman 260110070136
29. Dina Hafizah 260110070138
30. Gita Susanti 260110070140
31. Toni Fatoni 260110070142
32. Sheila Febriana 260110070144
33. Priska Primandini 260110070146
34. Rifna Wibisana 260110070148
35. Wening Galih 260110070150
36. Arif Satria Wira Kusuma 260110070152
37. Zelika Mega Ramadhania 260110070154
38. Aris Permana 260110070156
39. Hafshah Nurul Afifah 260110070158
40. Anggi Dwi Lestari 260110070160
41. Delvi Tri Apriantini D1E053068
OBAT PATEN DAN OBAT GENERIK

I. Pendahuluan
Penggolongan obat dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu obat paten dan
obat generik. 
A. Obat Paten
Obat paten adalah obat yang baru ditemukan dan memiliki waktu paten
tertentu tergantung jenis obatnya.Obat paten merupakan paten yang diberikan
pada zat kimia atau obat baru. Jadi sifatnya seperti hak cipta. Dengan kata lain,
hanya industri farmasi  yang memproduksinya yang memiliki hak paten atas obat
tersebut. Tanpa izin pemilik hak paten, obat ini tidak boleh ditiru, diproduksi dan
dijual dengan nama generik oleh pabrik lain.
Perusahaan farmasi yang memiliki hak paten tersebut dapat memproduksi
obat itu secara eksklusif hingga masa patennya habis ( Suni,2011). Menurut UU
No. 14 Tahun 2001, masa berlaku paten di Indonesia adalah 20 tahun. Jika masa
paten obat tersebut habis, maka obat tersebut berganti menjadi golongan obat
generik. Obat generik memiliki harga yang lebih murah dibandingkan obat paten
karena tidak adanya biaya penelitian yang dibebankan kepada harga jual
sedangkan pada harga obat paten terdapat biaya penelitian dan promosi obat
tersebut ( Suni, 2011).
Obat paten diproduksi melalui penelitian yang bertahap,rumit dan panjang.
Setelah melewati berbagai uji baik laboratorium,uji pada hewan percobaan
maupun pada manusia dan terbukti lolos atau memiliki efek terapi yang baik dan
efek samping yang minimal,obat ini di patenkan untuk kemudian dijual. Obat
paten sangat mahal karena biaya penelitian yamg mencapai puluhan tahun yang
menekan biaya sangat besar. Obat paten yang sudah di produksi dan dijual dalam
waktu yang lama akhirnya mencapai masa diluar hak paten. Jika masa berlaku hak
paten ini habis, maka obat paten dapat diproduksi oleh siapa saja dan biasanya
disebut dengan obat generik (Putro, 2009).
Beberapa contoh obat paten adalah:
1. Ponstan®, sebuah obat yang berkhasiat sebagai analgesik yang dimiliki
oleh perusahaan farmasi Pfizer yang mengandung zat aktif asam
mefenamat.

2. Zoloft®, sebuah obat anti depresi  dengan zat aktif Sertraline HCl keluaran
Pfizer. Efek samping Zoloft bisa berfungsi sebagai "obat kuat" alias
menghambat ejakulasi pada pria.

3. Viagra®, merupakan obat keluaran Pfizer untuk mengatasi disfungsi


ereksi. Menimbulkan efek samping pusing, masalah pencernaan dan
gangguan visual.
4. Lipitor®, sebuah obat anti kolesterol yang dimiliki oleh perusahaan
farmasi Pfizer yang mengandung zat aktif Atorvastatin Ca.

5. Norvasc®, sebuah obat anti hipertensi yang dimiliki oleh perusahaan


farmasi Pfizer. Kadaluarsa hak paten yaitu pada bulan September 2007.
Perusahaan-perusahaan lain bisa memproduksi obat ini karena masa hak
paten telah habis dan dapat menggunakan nama generik Amlodipine.

B. Obat Generik
Obat Generik adalah obat dengan nama resmi yang ditetapkan oleh
Farmakope Indonesia dan INN (International Non Propietary Names) serta WHO
(World Health Organization) untuk zat berkhasiat yang dikandungnya (Panduan
Pelayanan Info Obat, 1990) Obat generik hanya menggunakan nama yang sesuai
dengan zat berkhasiat yang dikandungnya, walaupun diproduksi oleh pabrik yang
berlainan. Kebijakan produksi “obat generik” sangat jelas yaitu ditujukan untuk :
a. Menjamin suplai dan ketersediaan obat Esensial (obat terpilih yang paling
dibutuhkan untuk pelayanan kesehatan)
b. Menjamin mutu obat
c. Meningkatkan penggunaan obat secara rasioanal
d. Menjamin agar harga terjangkau oleh masyarakat
Ketersediaan obat generik dapat dilihat melalui dua hal :
1) Tersedianya semua obat dengan nama generik
Tidak semua macam atau jenis obat tersedia obat generiknya. Hal ini
dipengaruhi oleh keterbatasan subsidi pemerintah guna pengadaan bahan baku
dari obat tersebut. Sebagian besar bahan baku obat masih diimport, sehingga
membutuhkan biaya yang besar guna menyediakan obat generik jenis baru.
Pemerintah juga harus memastikan obat tersebut benar-benar dibutuhkan oleh
konsumen bila akan menyediakan obat generik jenis baru.
2) Distribusi
Ditribusi merupakan semua kegiatan yang mencakup pemindahan fisik
barang dari produsen kepada konsumen atau pemakai akhir (end user) yang
menyangkut faedah yang diciptakan saluran pemasaran. Faedah yang dimaksud
adalah faedah tempat. Sebagin besar produsen bekerja sama dengan perantara
untuk mendistribusikan produk mereka ke pasar. Para perantara pemasaran
membentuk suatu saluran pemasaran (disebut juga saluran pemasaran
perdagangan atau saluran ditribusi) Stern & El-Ansary (dalam Kotler,1997:140)
mendefinisikan saluran pemasaran sebagai serangkaian organisasi yang saling
bergantung yang terlibat dalam proses untuk menjadikan suatu produk atau jasa
siap untuk digunakan atau dikonsumsi.
Kelancaran distribusi obat dari produsen ke PBF (Pedagang Besar
Farmasi) kemudian ke apotek-apotek sangat diperlukan guna menjamin
tersedianya obat bagi pasien (konsumen).

Dapat ditarik kesimpulan bahwa ketersediaan obat generik dapat dilihat


dari dua faktor yaitu: pertama tersedianya semua obat dengan nama generik
dipengaruhi oleh subsidi dari pemerintah dan seberapa besar kebutuhan
masyarakat akan obat tersebut. Kedua distribusi melalui perantara yang terbentuk
dalam saluran pemasaran untuk menjadikan suatu produk atau jasa siap untuk
digunakan atau dikonsumsi.
Contoh obat generik seperti parasetamol, antalgin, ketoconazole,
acyclovir, amoksisilin, asam mefenamat dll. Selain itu, terdapat juga obat generik
bermerek yaitu obat generik tertentu yang
diberi nama atau merek dagang sesuai
kehendak produsen obat. Biasanya salah
satu suku katanya mencerminkan nama
produsennya. Contoh: natrium diklofenak
(nama generik). Di pasaran memiliki
berbagai nama merek dagang, misalnya:
Voltaren, Voltadex, Klotaren, Voren, Divoltar, dan lain-lain.

Terdapat dua jenis obat generik, yaitu Obat Generik Berlogo (OGB) dan
obat generik bermerek (branded generik). Sebenarnya tidak ada perbedaan zat
aktif pada kedua jenis obat generik ini. Perbedaan hanya terletak pada logo dan
merek yang terdapat pada kemasan obat. Obat generik berlogo adalah obat yang
umumnya disebut obat generik saja sedangkan obat generik bermerek biasanya
menyantumkan perusahaan farmasi yang memproduksinya. Meskipun keduanya
sama-sama merupakan obat generik, obat generik bermerek memiliki harga jual
yang lebih mahal karena harganya ditentukan oleh kebijakan perusahaan farmasi
tersebut sedangkan obat generik berlogo telah ditetapkan harganya oleh
pemerintah agar lebih mudah dijangkau masyarakat ( Suni, 2011).
Obat Generik Berlogo (OGB) pertama kali dikenalkan kepada masyarakat
pada tahun 1991 oleh pemerintah dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan obat
masyarakat menengah ke bawah. Jenis obat ini mengacu pada Daftar Obat
Esensial Nasional (DOEN) yang merupakan obat esensial untuk penyakit tertentu.
Sebelumnya, tahun 1985, pemerintah telah mewajibkan penggunaan obat generik
dalam pelayanan kesehatan pemerintah. Demi terlaksananya penggunaan obat
generik, maka dibuatlah landasan hukum untuk pengawasan penggunaan obat
generik, yaitu SK Menkes No 085/Menkes/Per/I/1989 yang mewajibkan penulisan
resep dan penggunaan obat generik di fasilitas kesehatan pemerintah ( Suni,
2011).
II. Kualitas Obat Generik
Sebenarnya kualitas obat generik tidak kalah dengan obat bermerek
lainnya. Hal ini dikarenakan obat generik juga mengikuti persyaratan dalam Cara
Pembutan Obat yang Baik (CPOB) yang dikeluarkan  oleh Badan Pengawas Obat
dan Makanan Republik Indonesia (BPOM RI). Selain itu, obat generik juga harus
lulus uji bioavailabilitas/bioekivalensi (BA/BE).  Uji ini dilakukan untuk menjaga
mutu obat generik. Studi BE dilakukan untuk membandingkan profil pemaparan
sistematik (darah) yang memiliki bentuk tampilan berbeda-beda (tablet, kapsul,
sirup, salep, dan sebagainya) dan diberikan melalui rute pemberian yang berbeda-
beda. Pengujian BA dilakukan untuk mengetahui kecepatan zat aktif dari produk
obat diserap oleh tubuh ke sistem peredaran darah ( Suni, 2011).
Uji BA/BE diperlukan untuk menjaga keamanan dan mutu obat generik.
Dengan demikian, masyarakat terutama klinisi mendapat jaminan obat yang
sesuai dengan standar efikasi, keamanan dan mutu yang dibutuhkan. Studi BE
memungkinkan untuk membandingkan profil pemaparan sistemik (darah) suatu
obat yang memiliki bentuk sediaan yang berbeda-beda (tablet, kapsul, sirup, salep,
suppositoria, dan sebagainya), dan diberikan melalui rute pemberian yang
berbeda-beda (oral/mulut, rektal/dubur, transdermal/kulit) (Fitri, 2011).

III. Bioavailabilitas dan Bioekivalensi


Bioavailabilitas/ketersediaan hayati (BA) dapat didefinisikan sebagai rate
(kecepatan zat aktif dari produk obat yang diserap di dalam tubuh ke sistem
peredaran darah) dan extent (besarnya jumlah zat aktif dari produk obat yang
dapat masuk ke sistem peredaran darah), sehingga zat aktif/obat tersedia pada
tempat kerjanya untuk menimbulkan efek terapi/penyembuhan yang diinginkan
(Fitri,2011). Bioavailabilitas obat dapat diketahui melalui percobaan in vivo atau
invitro (Ariefiani, 2006).
Bioekivalensi/kesetaraan biologi (BE) dapat didefinisikan menjadi tidak
adanya perbedaan secara bermakna pada rate dan extent zat aktif dari dua produk
obat yang memiliki kesetaraan farmasetik, misalnya antara tablet A yang
merupakan produk obat uji dan tablet B yang merupakan produk inovator,
sehingga menjadi tersedia pada tempat kerja obat ketika keduanya diberikan
dalam dosis zat aktif yang sama dan dalam desain studi yang tepat (Fitri, 2011).
Dua sediaan obat yang berekuivalensi kimia tetapi tidak berekuivalensi
biologik dikatakan bioinekuivalensi. Perbedaan bioavailabilitas sampai dengan
10% umumnya tidak menimbulkan perbedaan yang berarti dalam efek kliniknya
artinya memperlihatkan ekuivalensi terapi. Jadi obat yang memiliki ekuivalensi
biologis atau bioekuivalensi (BE) dengan obat inovatornya (obat pendahulu, dan
dijadikan referensi untuk sediaan-sediaan obat yang diproduksi berikutnya oleh
perusahaan farmasi lain) dapat diklaim sebagai obat yang memiliki kualitas setara
dengan obat innovator (Bachtiar, 2009).
Produk innovator adalah produk obat pioneer yang pertama kali dirilis
oleh perusahaan farmasi yang berhasil menemukan obat tersebut berdasarkan
penelitian. Biasanya perusahaan farmasi penemu obat baru ini memiliki hak paten
selama periode waktu tertentu atas produksi obat tersebut, jika ada perusahaan
farmasi lain ingin turut memproduksi obat itu maka harus membayar sejenis
royalty kepada perusahaan farmasi penemunya dan produknya dikenal sebagai
jenis me too product. Permasalahannya adalah, apakah kualitas produk me too
setara dengan kualitas produk innovatornya? Untuk itu ditegakkan beberapa
parameter yang digunakan untuk menilai kualitas produk me too termasuk obat
generik, yaitu uji Bioavailabilitas – Biokuivalensi (BA-BE) (Bachtiar, 2009).
Sediaan obat yang dinyatakan lulus uji bioavailabilitas dan uji
bioekuivalensi terhadap produk innovator berarti memiliki kualitas yang sama
dengan produk innovator, dan produk inilah yang dapat dijadikan alternatif selain
produk innovator. Berbagai nama dagang atas suatu obat bersaing dipasaran
menawarkan  harga  miring dibanding dengan produk innovator atau produk me
too kompetitornya. Sebagai konsumen, masyarakat harus lebih jeli dan fleksibel
dalam menyikapi fenomena ini. Masyarakat dituntut aktif meminta informasi
tentang obat yang akan dibelinya walaupun berdasarkan resep tenaga medis,
jangan sampai terjebak pada keharusan membeli obat yang tertulis dalam resep
yang terkadang mengarahkan pasien untuk membeli suatu obat dari perusahaan
farmasi  dengan harga yang mencekik leher padahal tersedia obat yang sama dari
perusahaan farmasi lain yang memiliki kualitas setara dan dengan harga yang
terjangkau (Bachtiar, 2009).

IV. Kualitas Obat Generik yang Beredar di pasaran


Kini, sebagian besar perusahaan farmasi pembuat obat generik telah
mengujikan bioavailabilitas dan bioekuivalensi produk generiknya terhadap
produk innovator dan beberapa diantaranya juga ada yang menyertakan hasil uji
tersebut pada brosur yang menyertai kemasan produknya. Untuk itu agar kita
yakin atas produk obat generik yang akan kita konsumsi, sebaiknya kita membeli
obat generik pada apotek atau toko obat resmi yang terjamin kredibilitasnya serta
tanyakan kepada apotekernya tentang bioavailabilitas dan bioekuivalensi obat
generik yang akan kita beli dan gunakan atau mintalah agar dia menujukan bukti
berupa brosur obat tersebut yang menyatakan bahwa obat tersebut telah lulus uji
Bioavailabilitas dan bioekuivalensi (Bachtiar, 2009).
Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Ariefiani Agnes tahun 2006
dapat disimpulkan bahwa melalui uji in vitro didapatkan perbedaan bermakna
antara bioavailabilitas Metronidazol tablet sediaan generik dengan Metronidazol
tablet sediaan paten. Dimana kadar zat aktif yang terlarut pada Metronidazol
sediaan generik lebih besar dibandingkan zat aktif yang terlarut pada
Metronidazol sediaan paten. Dengan implikasi bioavailabilitas Metronidazol
sediaan generik berbeda dengan bioavailabilitas sediaan paten, sehingga kedua
obat dikatakan tidak bioekivalen.
Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian lebih lanjut, yaitu :
1. Pengujian menggunakan beberapa sediaan paten
2. Pengujian terhadap sediaan generik dan sediaan paten dari pabrik farmasi
yang sama
3. Pengujian bioavailabilitas secara in vivo

V. Tujuan Mengetahui Bioavailabilitas


Dengan studi tentang bioavailabilitas, bisa diketahui tentang keefektifan
suatu obat. Dan dengan membandingkan bioavailabilitas sediaan generik dan
paten akan diperoleh perbandingan mutu keduanya. Yang berarti akan didapatkan
apakah antara sediaan generik dan sediaan paten terdapat suatu bioekivalensi
(Ariefiani, 2006).

VI. Persamaan Obat Paten Dan Obat Generik


Pada dasarnya obat generik dan obat paten memiliki zat aktif yang sama,
misal antara Parasetamol dan Sanmol sama-sama berisi parasetamol atau yang
memiliki khasiat sebagai antipiretik dan anti inflamasi. Sebelum obat dipasarkan
(baik obat generik maupun paten) terlebih dahulu harus dilakukan uji pra klinis
dan uji klinis yang terkait dengan khasiat dan toksisitas obat. Apabila ada obat
baru yang akan dipasarkan, selain dilakukan uji pra klinis dan klinis, juga
dilakukan uji Bioavailabilitas dan Bioekivalensi (uji BA/BE) terhadap obat yang
sama yang telah lebih dulu beredar. Maka, jika obat telah resmi beredar, khasiat
dan keamanannya telah teruji, termasuk antara obat generik dan obat paten, bisa
dikatakan bahwa keduanya memilki khasiat yang sama. Dengan demikian dapat
dipastikan bahwa obat generik memiliki persamaan dengan obat paten dalam hal
zat aktifnya, dosis, indikasi, dan bentuk sediaan (Anto,2011).

VII.Perbedaan Obat generik dan obat paten


Obat generik sama dengan obat paten bermerek dan memiliki kekuatan
yang sama dalam hal bioavailabilitas dan komposisi, rute pemberian dan efeknya.
Obat paten bermerek memiliki nama eksklusif sesuai dengan perusahaan farmasi
yang memegang hak patennya dan nama tersebut tidak dapat digunakan oleh
perusahaan obat lain selama hak patennya masih berlaku. Perbedaan antara obat
generik dan obat paten bermerek hanya sedikit, diantaranya :
 Obat generik tidak diproduksi setelah studi klinik. Sedangkan perusahaan
pembuat obat paten bermerek mengeluarkan banyak biaya dan waktu
untuk melakukan penelitian dan pengembangan obat, sedangkan
perusahaan obat generik tidak perlu melakukan pengujian klinik obat
tersebut.
 Harga obat generik lebih murah dibandingkan dengan obat paten
bermerek. Harga obat paten bermerek dapat mencapai tiga kali lipat lebih
tinggi dibandingkan dengan generiknya. Tingginya harga obat paten
bermerek disebabkan oleh biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan untuk
melakukan pengujian klinik obat dan juga biaya promosi, sedangkan obat
generik tidak memerlukan biaya promosi.
 Obat paten bermerek hanya diproduksi oleh perusahaan farmasi yang
memegang hak paten sedangkan obat generik dapat diproduksi oleh
berbagai perusahaan farmasi lain. Persaingan dalam produksi obat generik
tersebut merupakan salah satu alasan rendahnya harga obat generik di
pasaran.
 Walaupun obat generik mengandung bahan aktif yang sama dengan obat
paten aslinya, namun terdapat sedikit perbedaan dalam bahan tambahan
inaktif atau pengisinya. Sebagai contoh, proses pelepasan obat dalam
bentuk sediaan pil dapat berbeda diantara obat generik dan obat paten
aslinya (Pharma, 2010).
 Obat generik hanya merupakan tiruan dari obat paten bermerek
 Setelah beberapa periode (biasanya 20 tahun), paten obat akan berakhir
dan obat tersebut dapat diproduksi oleh perusahaan farmasi lainnya (Pat,
2011).
Secara garis besar, perbedaan obat generik dan obat paten bermerek adalah
sebagai berikut :

Obat Generik Obat Paten Bermerek


Tidak memerlukan pengujian klinik Memerlukan pengujian klinik obat
obat dan penelitian untuk
mengembangkan kemampuan obat
Merupakan tiruan dari obat paten Merupakan hasil penelitian dari
bermerek aslinya perusahaan farmasi pemilik paten
obat tersebut
Diproduksi oleh berbagai Hanya dapat diproduksi oleh
perusahaan farmasi tanpa hak paten perusahaan pemilik paten obat
tersebut dan tidak dapat diproduksi
atau dijual oleh perusahaan lain
selama masa paten belum habis
Harga obat lebih murah Harga obat lebih mahal tiga kali
lipat dibanding obat generik
Tidak dipromosikan Dipromosikan sehingga
meningkatkan harga jual
Persaingan penjualan obat tinggi Persaingan tidak begitu tinggi
sehingga menurunkan harga
Tidak dilindungi paten Dilindungi paten dan setelah periode
tertentu akan habis masa
patennya(20 tahun)

VIII. Keuntungan dan Kerugian Obat Generik dibandingkan dengan Obat


Paten
Perbandingan obat paten dan generik dari sisi harga dan keuntungan
1. Obat Generik :
a. Harga obat lebih murah
b. Khasiat obat generik sama dengan khasiat obat paten
c. Bahan obat generik yang digunakan sama-sama diimpor dari luar
negeri, hanya saja mungkin berbeda asal negaranya.
d. Biaya produksinya sebagian disubsidi oleh pemerintah
e. Obat generik tidak terkena pajak, biaya promosi, tidak
menanggung biaya distribusi karena dijual oleh pemerintah.
f. Pabrik yang memproduksi obat generik ditunjuk oleh pemerintah
g. Obat generik dapat diproduksi bila hak paten perusahaan pertama
yang memproduksi obat tersebut telah habis, yakni kira-kira
selama 20 tahun
h. Pada golongan antibiotik, obat paten biasanya lebih berkhasiat
daripada obat generik karena obat paten mengandung komposisi
kimiawi yang lebih baik untuk menghancurkan agen penyebab
infeksi
i. Obat Generik dapat menghemat biaya pasien dan perusahaan
asuransi besar
j. Obat generik dapat meningkatkan kompetisi di antara produsen
bila obat tidak lagi dilindungi oleh hak paten
k. Perusahaan akan dikenakan biaya lebih sedikit dalam menciptakan
obat generik, dan oleh karena itu mampu mempertahankan
keuntungan dengan biaya rendah untuk konsumen
l. Produsen obat generik tidak menanggung biaya penelitian obat.
m. Produsen obat generik juga tidak menanggung beban pembuktian
keamanan dan kemanjuran obat melalui uji klinis, karena uji coba
ini telah dilakukan oleh perusahaan nama merek

2. Obat Paten
a. Harga obat lebih mahal.
b. Khasiat obat generik sama dengan khasiat obat paten
c. Bahan obat generik yang digunakan sama-sama diimpor dari luar
negeri, hanya saja mungkin berbeda asal negaranya.
d. Seluruh biaya produksi berasal dari pemegang hak paten, oleh
karena itu harga obat paten mahal
e. Obat paten terkena pajak, biaya promosi, menanggung biaya
distribusi karena tidak dijual oleh pemerintah
f. Produsen obat paten memiliki hak paten selama 20 tahun (sebagai
produsen tunggal).
g. Obat paten biasanya lebih berkhasiat daripada obat generik karena
obat paten mengandung komposisi kimiawi yang lebih baik untuk
menghancurkan agen penyebab infeksi
h. Produsen obat paten menanggung biaya penelitian obat.
i. Produsen obat paten juga menanggung beban pembuktian
keamanan dan kemanjuran obat melalui uji klinis
IX. Permasalahan dikaitkan dengan Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor Hk.02.02/Menkes/068/I/2010
Dari sudut keterjangkauan secara ekonomis, harga obat di Indonesia
umumnya dinilai mahal dan struktur harga obat tidak transparan. Harga obat
bermerk umumnya masih sangat tinggi dibandingkan dengan harga obat generik.
Di sektor publik terutama di sarana pelayanan kesehatan dasar, ketersediaan obat
esensial generik berkisar antara 80-100 %. Kepatuhan penggunaan obat generik di
sarana pelayanan kesehatan pemerintah juga masih rendah. Kebiasaan peresepan
yang terlalu tergantung pada obat-obat paten yang mahal, jika ada alternatif obat
generik dengan mutu dan keamanan yang sama, jelas merupakan beban dalam
pembiayaan (biaya pengobatan menjadi mahal) dan merupakan salah satu bentuk
ketidakrasionalan penggunaan obat (Departemen Kesehatan Republik Indonesia,
2005). Hal ini tidak sesuai dengan kewajiban penggunaan obat generik pada
fasilitas kesehatan pemerintah.
Masih ada dokter-dokter yang tidak mematuhi formularium yang telah
ditetapkan mengenai penggunaan obat generik di fasilitas kesehatan. Selain itu,
paradigma masyarakat terhadap obat generik yang mutunya kurang bagus masih
banyak terjadi. Oleh karena itu, peran farmasis sangat dibutuhkan untuk
menambah pemahaman masyarakat mengenai obat-obatan melalui ”konseling
obat” oleh farmasis.
Hasil survey yang dilakukan di internet, menyimpulkan :
Bila Obat generik memang bagus, mengapa dokter lebih sering meresepkan
obat paten?
Ada beberapa sebab, mari kita bahas satu-persatu:
a. Tidak semua obat sudah keluar versi generiknya: Pemerintah akan
memberi kesempatan pada perusahaan farmasi untuk meraup untung demi
menutup biaya riset mereka. Maka itu obat-obat baru kadang belum ada
versi generiknya.
b. Obat Generik adalah obat bersubsidi, maka dari itu penggunaan subsidi ini
harus disalurkan pada orang yang tepat pula.
c. Efek placebo: Kadang pasien yang diberi obat generik tidak merasa puas
karena pasien merasa “lebih mahal lebih baik”, atau “Ada rupa ada harga”.
Maka itu kadang dokter lebih suka meresepkan obat paten (Medicalera,
2010).

DAFTAR PUSTAKA
Anto. 2011. Obat Paten. Available online at
http://www.ikatanapotekerindonesia.net/pharmacy-news/22-pharmacy-
news/1575-obat-generik.html [Diakses tanggal 4 Juni 2011].

Ariefiani, A. 2006. Perbandingan Bioavailabilitas (Bioekivalensi) Obat


Metronidazol dalam Sediaan Generik dan Patan secara In Vitro. [Artikel
Karya Tulis Ilmiah]. UNDIP. Semarang

Bachtiar,R. 2009. Bioekuivalensi.


http://ricobachtiar.wordpress.com/2009/07/17/bioekuivalensi/ [Diakses
pada tanggal 5 Juni 2011].

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2005. Kebijakan Obat Nasional.


Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Hlm 8-9.

Fitri,D.A. 2011. Obat Generik. http://www.scribd.com/doc/54058409/Obat-


Generik [Diakses pada tanggal 5 Juni 2011]

Pat. 2011. Difference Between Generik and Brand Name Drugs. Available online
http://www.differencebetween.net/science/health/drugshealth/difference-
between-generik-and-brand-name-drugs/ [Diakses tanggal 4 Juni 2011].

Pharma. 2010. Generik Drugs. Available online at http://www.pharmaceutical-


drug-manufacturers.com/articles/generik-drugs.html [Diakses tanggal 4
Juni 2011].

Putro, W.A. 2009. Obat Paten vs Obat Generik. Available online at:
http://winardi-andalas-putro.blogspot.com/2009/03/obat-paten-vs-obat-
generik.html [Diakses tanggal 4 Juni 2011].
Sekaa Teruna Bali. 2011. Meninjau perbedaan Obat Generik dan Paten. Available
online at: http://www.sttbali.com/component/content/article/61-
kleming/219-meninjau-perbedaan-obat-generik-dan-paten.html [Diakses
tanggal 4 Juni 2011].

Suni. 2011. Obat Generik. http://www.chem.itb.ac.id/index.php?


option=com_content&view=article&catid=1:news&id=42:obat-
generik&Itemid=5&lang=in [Diakses pada tanggal 5 Juni 2011].

Wibowo, Andry. 2010. Obat Generik VS Obat Paten. Tersedia di :


http://www.medicalera.com/info_answer.php?thread=418 [Diakses pada
tanggal 4 Juni 2011].

Anda mungkin juga menyukai