Anda di halaman 1dari 11

ANALISIS STRUKTURAL-SOSIOLOGI SASTRA

TERHADAP PUISI HZ RASLULLH KAIFA YUSABBU?!


KARYA HASAN ALI EL-NAJJAR





oleh :
RIZKI GUMILAR
08/267902/SA/14343

IUkU5AN 5A51kA A5IA 8AkA1
IAkUL1A5 ILMU 8UDAA
UNIVLk5I1A5 GADIAn MADA
CGAkAk1A
2011


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian
Sastra merupakan bentuk kegiatan kreatif dan produktif dalam menghasilkan
sebuah karya yang memiliki nilai rasa estetis serta mencerminkan realias sosial
kemasyarakatan. Wellek (1993: 3) mengemukakan bahwa sastra adalah suatu kegiatan
kreatif sebuah karya seni. Istilah sastra dipakai untuk menyebut gejala budaya yang dapat
dijumpai pada semua masyarakat meskipun secara sosial, ekonomi, dan keagamaan
keberadaanya tidak merupakan gejala yang universal (Chamamah dalam Jabrohim, 2003:
9).
Karya sastra lahir karena keinginan si pengarang dalam mengungkapkan
keberadaan dirinya dalam bentuk ide dan pesan tertentu yang diilhami dari dua faktor:
imajinasi dan realitas social budaya, yang disampaikan melalui media bahasa. Karya
sastra merupakan fenomena sosial budaya yang melibatkan kreativitas manusia. Karya
sastra lahir dari pengekspresian endapan pengalaman yang telah ada dalam jiwa
pengarang secara mendalam melalui proses imajinasi (Aminuddin, 1990: 57). Pengertian
tersebut menjadi dasar bahwa penciptaan karya sastra tidak dapat dipisahkan dengan
proses imajinasi pengarang dalam melakukan proses kreatifnya. Meskipun demikian
karya sastra tidak akan lahir dari kekosongan budaya. Karya sastra memiliki objek yang
berdiri sendiri, terikat oleh dunia dalam kata yang diciptakan pengarang berdasarkan
realitas sosial dan pengalaman pengarang.
Sastra adalah karya seni yang menggunakan bahasa sebagai medium. Tidak ada
salahnya jika mempunyai pandangan bahwa sastra adalah rangkaian kata yang indah,
tetapi juga harus menerima pandangan bahwa sastra adalah hasil para sastrawan dalam
membelokkan, membengkokkan, bahkan merusak bahasa yang merupakan hak istimewa
yang dimiliki sastrawan dalam menggunakan mediumnya, yakni bahasa. Tidak ada
bahasa sastra secara khusus, yang ada adalah bahasa yang disusun secara khusus
sehingga menampilkan makna-makna tertentu (Ratna, 2006: 334-335).
Karya sastra bukan hanya untuk dinikmati tapi juga dipahami, maka diperlukan
penelitian dan analisis yang mendalam mengenai karya sastra. Chamamah (dalam
Jabrohim, 2003: 9) mengemukakan bahwa penelitian sastra merupakan kegiatan yang
diperlukan untuk menghidupkan, mengembangkan, dan mempertajam suatu ilmu.
Kegiatan yang berkaitan dengan pengembangan ilmu memerlukan metode yang memadai
adalah metode ilmiah. Keilmiahan karya sastra ditentukan oleh karakteristik
kesastraannya. Widati (dalam Jabrohim, 2003: 31) menjelaskan bahwa penelitian adalah
proses pencarian sesuatu hal secara sistematik dalam waktu yang lama (tidak hanya
selintas) dengan menggunakan metode ilmiah serta aturan-aturan yang berlaku agar
penelitiannya maksimal dan dapat dipahami oleh masyarakat luas. Hal ini sejalan dengan
sebuah hadits yang berbunyi:

` `' ` .` . ` `` . .' ..` = . = , . . . `` -
, --' .- .
Dari Ubay bin Kaab -radhiyallahu anhu-, bahwasanya Rasulullah -shalallahu alaihi
wasallam- bersabda: sesungguhnya pada sebagian syair terdapat pelajaran (riwayat al-
Bukhari bab adab no. 6145).
Cukuplah hadits yang mulia ini sebagai pegangan utama para peneliti karya sastra pada
umumnya dan syair pada khususnya.
Hausnya masyarakat terhadap pemahaman karya sastra mendorong peneliti
menggunakan metode sosiologi sastra. Karena sosiologi sastra adalah pemahaman
terhadap karya sastra dengan mempertimbangkan aspek-aspek kemasyarakatannya
(Ratna, 2003: 3). Sosiologi Sastra menjelaskan bahwa rekaan tidak berlawanan dengan
kenyataan. Dalam hal ini karya sastra dikonstruksikan secara imajinatif, tetapi kerangka
imajinatifnya tidak bisa dipahami di luar kerangka empirisnya dan karya sastra bukan
semata-mata merupakan gejala individual tetapi gejala sosial (Ratna, 2003: 11). Sosiologi
Sastra adalah pemahaman terhadap karya sastra dengan mempertimbangkan aspek-aspek
kemasyarakatannya (Ratna, 2003: 3).
Puisi adalah puncak keindahan dalam sastra menurut pandangan orang Arab. Hal
itu disebabkan puisi adalah karya sastra yang dihasilkan dari kehalusan perasaan dan
keindahan daya khayal. Maka pantaslah bangsa Arab lebih menyukai puisi daripada
karya sastra lainnya. Puisi diartikan sebagai kata-kata yang berirama dan berqafiyah yang
mengungkapkan imajinasi yang indah dan bentuk-bentuk ungkapan yang mengesankan
lagi mendalam (Zayyat, 1996: 25). Ulama sepakat bahwa lahirnya prosa lebih dulu dari
puisi, sebab prosa tidak terikat oleh sajak dan irama. Sedangkan puisi itu sangat erat
sekali dengan kemajuan manusia dalam cara berpikirnya. Hal itu diperkuat dengan
pengertian asy-syir dalam bahasa Arab adalah al-ilm (pengetahuan), sebagaimana
firman Allah:
..``.` . `..- .' `.```
Dan siapakah yang memberitahukanmu bahwa apabila mukjizat datang mereka tidak
akan beriman? (QS. 6: 109)
Puisi yang berjudul hz raslullh kaifa yusabbu?! buah karya Hasan Ali el-
Najjar ini lahir dari fenomena sosial yang berkaitan dengan peristiwa pelecehan terhadap
Nabi Muhammad. Aksi itu dilakukan oleh sebuah media massa nasional Denmark yang
bernama Jyllands-Posten dengan dipublikasikannya 12 karikatur nabi pada tanggal 30
september 2005. Dengan imajinasinya, si pengarang mengungkapkan kekesalan terhadap
orang-orang yang menggambarkan Rasulullah dengan sejelek-jelek penggambaran yang
menyulut kemarahan kaum muslimin dunia. Diantara gambar-gambar yang
dipublikasikan disana adalah penggambaran Nabi Muhammad mengenakan sorban dan
berbentuk bom; yang berjenggot dan memegang sebilah pedang; yang sedang berjalan,
tangan kanan memegang tongkat dan tangan kiri sedang menggiring seekor babi; yang
sedang dikelilingi oleh perempuan-perempuan cantik Arab yang bercadar, dan
seterusnya.
Dari penjelasan diatas maka diantara alasan penulis meneliti puisi ini adalah:
1. Pengarang menggambarkan setiap kejadian dalam puisi ini dengan sistematik,
terarah, dan kronologis. Sehingga penulis tertarik untuk mengungkapkan
hubungan antara puisi dengan realitas sosialnya.
2. Sepanjang pengetahuan penulis, puisi ini belum pernah dianalisis dengan
pendekatan apapun. Sehingga puisi ini menjadi sangat perlu untuk dianalisis.
3. Terwujudnya pemahaman masyarakat terhadap karya sastra. Maka dari itu penulis
menggunakan pendekatan sosiologi sastra sebagai alat penghubung antara kedua
unsur tersebut.

B. Rumusan Masalah
Supaya penelitian ini menjadi terarah sehingga menjadi lebih intensif dan efisien
maka diperlukan rumusan masalah. Maka rumusan masalah dalam penelitian puisi ini
adalah:
1. Bagaimana struktur yang membangun puisi hz raslullh kaifa yusabbu?!
karya Hasan Ali el-Najjar?
2. Bagaimana hubungan antara faktor-faktor sosial yang terkandung dalam teks puisi
dengan faktor-faktor sosial yang ada di dalam masyarakat ditinjau dari sosiologi
sastra?

C. Tujuan Penelitian
Sebagaimana disebutkan pada rumusan masalah maka tujuan diadakannya
penilitian ini adalah:
1. Mendeskripsikan struktur yang membangun puisi hz raslullh kaifa
yusabbu?! karya Hasan Ali el-Najjar.
2. Mendeskripsikan hubungan antara faktor-faktor sosial yang terkandung dalam
teks puisi dengan faktor-faktor sosial yang ada di dalam masyarakat ditinjau dari
sosiologi sastra.

D. Tinjauan Pustaka
Sejauh pengamatan penulis, penelitian terhadap puisi hz raslullh kaifa
yusabbu?! karya Hasan Ali el-Najjar belum pernah dilakukan oleh para peneliti
terdahulu, baik dengan pendekatan sosiologi sastra maupun dengan pendekatan lainnya.
Maka dari itu, terdapat alasan yang kuat untuk meneliti karya tersebut lebih lanjut.


E. Landasan Teori
1. Teori Struktural
Teori struktural atau biasa juga disebut teori intrinsik adalah pendekatan yang
berorientasi kepada karya sebagai jagad yang mandiri terlepas dari dunia eksternal di luar
teks. Analisis ini ditujukan kepada teks itu sendiri sebagai kesatuan yang tersusun dari
bagian-bagian yang saling berjalin dan analisis dilakukan berdasarkan pada parameter
intrinsik sesuai keberadaan unsur-unsur internal (Siswantoro, 2005: 19).
Tujuan analisis struktural adalah membongkar, memaparkan, secermat mungkin
keterkaitan dan keterjalinan dari berbagai aspek yang secara bersama-sama membentuk
makna (Teeuw, 1984: 135-136).
2. Teori Sosiologi Sastra
Sosiologi sastra berkembang dengan pesat ketika teori struktural mengalami
kemunduran. Hal itu disebabkan teori struktural dianggap mengabaikan relevansi
masyarakat yang merupakan asal-usul dari karya itu sendiri. Dipicu oleh kesadaran
bahwa karya sastra harus difungsikan sama dengan aspek-aspek kebudayaan lain maka
dilakukanlah pengembalian karya sastra di tengah-tengah masyarakat, sebagai bagian
yang tak terpisahkan dengan sistem komunikasi secara keseluruhan. Ratna (2006: 332-
333) mengemukakan bahwa sastra memiliki kaitan erat dengan masyarakat sebagai
berikut:
a. Karya sastra ditulis oleh pengarang, diceritakan oleh tukang cerita, disalin oleh
penyalin, sedangkan ketiga subjek tersebut adalah anggota masyarakat.
b. Karya sastra hidup dalam masyarakat, menyerap aspek-aspek kehidupan yang
terjadi dalam masyarakat, yang pada gilirannya juga difungsikan oleh masyarakat.
c. Medium karya sastra, baik lisan maupun tulisan, dipinjam melalui kompetensi
masyarakat, yang dengan sendirinya telah mengandung masalah-masalah
kemasyarakatan
d. Berbeda dengan ilmu pengetahuan, agama, adat-istiadat, dan tradisi yang lain,
dalam karya sastra terkandung estetika, etik, bahkan logika. Masyarakat jelas
sangat berkepentingan terhadap ketiga aspek tersebut.
e. Sama dengan masyarakat, karya sastra dalah hakikat intersubjektivitas,
masyarakat menemukan citra dirinya dalam suatu karya.

F. Metode Penelitian
Dalam penyusunan penelitian ini penulis menggunakan metode strukturalisme
genetik yaitu menggabungkan antara analisis struktural dengan analisis sosiologi sastra.
Maka teknik analisisnya adalah sebagai berikut:
1. Mengungkapkan unsur-unsur yang membangun karya sastra tersebut dan
keterkaitannya sehingga menghasilkan makna yang menyeluruh.
2. Menganalisis faktor-faktor sosial yang terkandung dalam karya sastra tersebut.
3. Menganalisis faktor-faktor sosial yang melatar belakangi lahirnya karya sastra
tersebut.
4. Menghubungkannya sehingga diketahui adanya kesesuaian antara faktor-faktor
sosial yang ada dalam karya sastra dengan yang ada di masyarakat.

G. Sistematika Penulisan
Untuk mengetahui arah penelitian karya tulis ini maka dibutuhkan sistematika
penulisan, yaitu sebagai berikut:
Bab I pendahuluan memuat latar belakang penelitian, rumusan masalah, tujuan
penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, metode penelitian, sistematika penulisan, dan
pedoman translitrasi.

H. Pedoman Translitrasi


I. Hasil Penelitian dan Pembahasan

.- .. = -' .. | `.` .' - .'
' - ' . .. `.`' = : | = . '.
`` .. . .. . ' | . .. . `.. `..

Mereka menggambarkan utusan Allah dengan sejelek-jelek penggambaran
Binasalah kedua tangan orang-orang yang menimbulkan dendam dan binasalah mereka!!!
kebebasan kata mereka apa dia hendak bermain-main dengan api?!
Semoga api berkobar di rumah-rumah mereka!!!
Denmark tak ada maaf dan tak perlu menyesal
Sungguh telah berlalu telah berlalu waktu itu dan sekarang sudah tak bisa

a. Unsur-unsur intrinsik dalam puisi hz raslullh kaifa yusabbu?!
1. Al-Man
Gagasan yang terdapat pada potongan puisi diatas adalah perbuatan
masyarakat Denmark yang telah melampaui batas dengan penghinaan
mereka terhadap Rasulullah.
2. Al-tifah
Kekesalan Hasan Ali el-Najjar terhadap aksi masyarakat Denmark
mendorong dirinya untuk menciptakan puisi ini sebagai hujatan kepada
mereka.
3. Al-Khayl
Fakta-fakta yang terjadi pada peristiwa 30 september 2005 hingga
seterusnya dibungkus dan disajikan secara imajiner dan kronologis.
Sehingga pembaca bisa menikmati puisi tersebut tanpa mengurangi fakta
sosial yang ada pada peristiwa tersebut.
4. Lugatusy-Syiriy
Penggunaan kata dan kalimat yang sesuai dengan pesan yang ingin
disampaikan yaitu kekesalan.
-' `.` - '. `.. `.`' = . . '
5. Msqasy-Syiriy
Puisi ini termasuk pada asy-syirul-hurr yang tidak mengikuti pola
tradisional. Namun bila kita lihat bait awal maka kita kembalikan pada
bentuk tradisionalnya yaitu kmil majz. Hal ini menunjukkan bahwa
pengarang juga paham akan pola-pola puisi Arab tradisional, namun
pengarang merasa lebih leluasa bila menggunakan bentuk modern.
Kemudian jika dikembalikan ke bentuk tradisional maka kita dapati
pengarang menggunakan qafiyah dengan bunyi bu, hal itu mewakili
bentuk kekesalan dan kemarahan yang dirasakan oleh pengarang.
b. Keterkaitan antar unsur
Masing-masing unsur dalam puisi ini mempunyai potensi untuk membentuk
sebuah struktur, sehingga satu dengan yang lainnya saling berkaitan dan
mendukung dalam mengungkapkan pesan dari pengarang.
Tema kekesalan yang dibawa dalam novel ini sesuai dengan emosi pengarang,
ditambah dengan daya imajinasi yang tidak mengurangi fakta yang ada
membuat pembaca seolah-olah hadir pada kejadian tersebut. Tidak cukup
sampai disana, pengarang juga menggunakan kata-kata, rima, dan irama yang
mendukung tema kekesalan tersebut.
c. Analisis puisi dengan pendekatan sosiologi sastra ditinjau dari perspektif
teksnya.

.- .. = -' .. | `.` .' - .'

Peristiwa yang menghebohkan ini bermula ketika salah satu surat kabar
terkemuka dan terbesar di Denmark yang bernama JYLLANDS-POSTEN
menerbitkan 12 karikatur nabi Muhammad. Denmark yang berpenduduk
mayoritas pemeluk agama Kristen ini, awalnya mengadakan kegiatan lomba
karikatur. Dari hasil lomba itu karikatur nabi Muhammad diumumkan sebagai
salah satu pemenang lomba. Sebelumnya surat kabar Jyllands-Posten mendengar
dari pengarang Denmark, yang bernama Kare Bluitgen (seorang orientalis),
bahwa ia tidak dapat menemukan orang yang bersedia menggambar Muhammad
untuk digunakan di buku yang dikarang olehnya. Mereka tidak berani
menggambar Muhammad karena takut akan terancam oleh serangan dari orang
Muslim. Ajaran Islam melarang menggambar nabi Muhammad untuk mencegah
pemujaan berhala.
Diantara karikatur yang dipublikasikan adalah:
1. Karikatur nabi dengan sorban bom yang melambangkan teroris
2. Karikatur nabi dengan pedang terhunus melambangkan orang yang haus
peperangan
3. Karikatur nabi yang sedang membawa babi melambangkan nabi menggemari
daging babi
4. Karikatur nabi yang dikelilingi wanita-wanita genit melambangkan orang
yang gila wanita
Pelecehan mereka terhadap nabi ini sungguh keterlaluan sehingga seluruh
kaum muslimin dunia marah termasuk pengarang puisi ini, dia mengutuk para
pembuat karikatur dan orang-orang dibelakang yang mendukung aksi tersebut
dengan mengatakan binasalah tangan-tangan mereka dan binasalah mereka.

' - ' . .. `.`' = : | = . '.

Salah satu alasan yang dipakai oleh para politisi dan media massa Barat dalam
membela perilaku keji penghinaan terhadap kesucian Nabi besar umat Islam adalah
alasan kebebasan berpendapat. Dengan berlindung di balik kebebasan berpendapat
tersebut, mereka menyatakan bahwa setiap orang berhak mempublikasikan apa saja,
bahkan berhak untuk menghina nabi utusan Tuhan.
Sekjen PBB, Kofi Annan, menyatakan keprihatinannya akan peristiwa ini dan
berkata bahwa "kebebasan pers" harus selalu diterapkan melalui penghormatan terhadap
keyakinan agama dan ajaran seluruh agama.
Meskipun Pemerintah Denmark dan harian Jyllands Posten telah minta maaf, tapi
konteks permintaan maaf itu karena pemuatan kartun telah menimbulkan perasaan tidak
enak kaum Muslim. Mereka bukan minta maaf atas pemuatan kartun tersebut, yang
dianggap tetap sah sebagai sebuah kebebasan (freedom). Editor Jyllands Posten,
Flemming Rose, malah bertanya,''Minta maaf untuk apa?''
Muslim di seluruh duni benar-benar mengutuk aksi penghinaan yg pernah
dilakukan dan memprotes secara besar-besaran, yang terjadi di seluruh negara Islam.
Kemudian dikabarkan di sebuah surat kabar Saudi bahwa seorang senior dalam Ilmu
Komputer di Cornell University, yang telah mempublikasikan karikatur di situsnya mati
terbakar ketika tidur di kamarnya. Nama orang itu adalah Elliot Back. Dan Denmark
mencoba menutupi berita kematiannya.

`` .. . .. . ' | . .. . `.. `..

Sangat sulit meminta Denmark untuk menyatakan permohonan maaf kepada
seluruh warga muslim. Hal itu dibuktikan dengan pernyataan Perdana Menteri Denmark,
Anders Fogh Rasmussen, "Pemerintah Denmark tidak akan meminta maaf karena
pemerintah tidak mengontrol media atau surat kabar; itu adalah pelanggaran dari
kebebasan berbicara,"
Begitu juga Menteri Luar Negeri Denmark, Lene Espersen, tidak memberikan
permintaan maaf sama sekali kepada dunia muslim tentang kartun yang tidak senonoh
yang menggambarkan Nabi Muhammad ketika ia bertemu dengan imam Mesir di Kairo.
Setelah beralot-alot akhirnya Jyllands-Posten meminta maaf karena telah menghina umat
Muslim, namun tetap berpendapat bahwa mereka berhak menerbitkan karikatur tersebut,
dengan alasan bahwa fundamentalisme Islam tidak dapat mengontrol hal-hal yang dapat
diterbitkan media di Denmark.
Meskipun begitu peristiwa tersebut tetap meninggalkan luka besar di hati setiap
muslim.

Anda mungkin juga menyukai