Anda di halaman 1dari 23

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1.

Latar Belakang Penelitian Kebutuhan akan energi baik dalam bentuk fossil energy (non-

renewable energy/energi yang tidak terbarukan)

maupun non-fossil energy

(renewable energy/energi terbarukan) di tingkat dunia meningkat dengan pesatnya. Pasokan energi pada tahun 1976 sebesar sekitar 5.800 MTOE (Million Ton of Oil Equivalent) dan meningkat lebih dari dua kali menjadi sekitar 12.000 MTOE. Kebutuhan energi dan investasi sektor Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (KESDM) di tingkat nasional (di Indonesia) meningkat dengan pesat. Pemerintah telah mencanangkan crash program dengan membangun Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) dan proses instalasi selesai pada tahun 2009 dengan total kapasitas energi sebesar 10.000 MW (mega Watt) dengan investasi sebesar US$ 25,6 milyar (Yusgiantoro, http://www.kompas.com). Direncanakan pada tahun 2030 akan dibangun PLTU sebesar 35.000 MW, dan sebagian besar PLTU yang dibangun menggunakan bahan bakar batubara dan bahan bakar cair (fossil energy). Tabel 1.1. menjelaskan tentang pengembangan energi sebesar 155.11 GW haruslah memperhatikan investasi pengembangan infrastruktur energi sebesar USD 455 miliar dalam bentuk pembangkit listrik, baik dengan menggunakan tenaga uap (PLTU), tenaga panas bumi (PLTP), tenaga air (PLTA), tenaga nuklir (PLTN), tenaga mikro hidro (PLTMH), tenaga diesel (PLTD) atau yang lain hingga tahun 2030. Suatu rencana investasi yang sangat besar dan membutuhkan pengendalian serta perencanaan yang baik.

Tabel 1.1 Pengembangan Energi Listrik Tahun 2030 RENCANA INVESTASI No. URAIAN KAPASITAS [giga watt] 1 Kebutuhan investasi pengembangan infrastruktur energi Penambahan kapasitas listrik 155,11 INVESTASI [USD Miliar] 455

155,11

326,53

Sumber: www.esdm.go.id, dan www.jawapos.com. Tabel 1.2 Penambahan Kapasitas Kilang Minyak tahun 2030 RENCANA INVESTASI No. URAIAN KAPASITAS [ribu bpd] 1 2 Penambahan kapasitas kilang minyak Penambahan kapasitas kilang bahan bakar batu bara cair (BBBC) 3 Penambahan kapasitas kilang bio-diesel 4 Penambahan kapasitas kilang bio-ethanol Sumber: www.esdm.go.id, dan www.jawapos.com. Tabel 1.2. menjelaskan tentang 4,500 200 200 260 INVESTASI [USD Miliar] 101,75 13,2 2,46 6,51

pengembangan

energi

haruslah

memperhatikan peningkatan penambahan kapasitas kilang minyak pada tahun 2030 untuk kapasitas 4,5 juta bpd (barrel per day) membutuhkan investasi sebesar USD 101,75 miliar. Penambahan kapasitas kilang bahan bakar batu bara cair tahun 2030 untuk kapasitas 200 ribu bpd membutuhkan investasi sebesar USD 13,2 miliar. Penambahan kapasitas kilang bahan bakar bio-diesel sebesar 200 ribu bpd membutuhkan investasi sebesar USD 2,46 miliar. Demikian juga penambahan kapasitas kilang bahan bakar bio-ethanol sebesar 260 ribu bpd membutuhkan investasi sebesar USD 2,46 miliar. Produksi minyak mentah Nasional pada tahun 2009 sebesar 944.000 bpd, sedangkan target pada tahun 2011 sebesar 970.000 bpd dan permintaan akan

minyak mentah Nasional sebesar 1.050.000 bpd, sehingga perlu import minyak mentah sebesar 85.000 bpd (www.tempointeraktif.com). Tabel 1.3 Penambahan Kapasitas Kilang Receiving Terminal Minyak dan Gas tahun 2030 RENCANA INVESTASI No. URAIAN KAPASITAS [ribu ton] 1 INVESTASI [USD Miliar]

Penambahan kapasitas kilang receiving 286 3,3 terminal migas tahun 2030 Sumber: www.esdm.go.id, dan www.jawapos.com, diakses, 21 Nov. 2008. Tabel 1.3. menjelaskan tentang pengembangan energi perlu memperhatikan penambahan kapasitas kilang receiving terminal migas (minyak dan gas bumi) untuk kapasitas 286 ribu ton membutuhkan investasi sebesar USD 3,3 miliar pada tahun 2030. Gambar 1.1 Harga Bahan Bakar Mentah tahun 1947-2008

Sumber: http://www.wtrg.com/prices.htm

Gambar 1.1 menjelaskan bahwa pada 16 Oktober 1973 harga Arab Light (minyak mentah) naik dari US$ 2,99 menjadi US$ 5,12, pada bulan Desember 1973 menjadi US$ 12,70 per barel. Hal ini dikenal dengan krisis minyak mentah dunia untuk pertama kali terjadi pada 15 Oktober 1973 hingga 1975 dengan naiknya harga minyak mentah yang ditetapkan oleh OPEC (Organisation of Petroleum Exporting Countries/Organisasi Negera-negara Pengekspor Minyak). Krisis minyak dunia untuk kedua kali terjadi pada bulan September 1980 dan berakhir pada bulan Agustus 1988 pada saat perang antara Irak dan Iran. Pada tahun 1983 harga minyak mentah menjadi US$ 29 (Partowidagdo, 2009: 46-47) dan di akhir tahun 2008 melonjak naik hampir

menyentuh US$ 100, bahkan harga minyak mentah pernah mencapai sebesar US$ 142 per barel. Pada awal tahun 2009 turun menjadi sekitar US$ 39 per barel dan pada awal tahun 2010 harga minyak mentah naik menjadi sekitar US$ 83 per barel. Krisis minyak dunia untuk ketiga kali terjadi Perang Teluk Persia I atau Gulf War I disebabkan atas invasi Irak atas Kuwait pada tanggal 2 Agustus 1990. Selain peningkatan dan fluktuasi harga minyak mentah juga berdampak pada penerimaan Negara dari sektor migas, pajak dan penerimaan lain-lain. Tabel 1.4 Penerimaan Negara Sektor ESDM [Trilyun Rp.] No. URAIAN Target 1. 2 2009 Realisasi

PENERIMAAN MIGAS 183.607 182.634 PENERIMAAN PERTAMBANGAN UMUM a. Pajak Pertambangan Umum 30.250 36.098 b. PNBP Pertambangan Umum 15.250 15.480 3 PENERIMAAN LAIN-LAIN 1.101 1.101 TOTAL 230.208 235.314 Sumber: Dirjen Migas ESDM (www.esdm.go.id, diakses 15 April 2010).

Tabel 1.4 memperlihatkan bahwa besaran penerimaan negara dari sektor ESDM pada tahun 2009 (target) sebesar Rp. 230,208 trilyun sedangkan realisasi sebesar Rp. 235,314, dimana realisasi lebih besar sekitar 2% dari target. Tabel 1.5 Produksi Energi tahun 2000-2008 [BOEPD]

Sumber: Dirjen Migas ESDM (www.esdm.go.id, diakses 15 April 2010). Tabel 1.5 memperlihatkan bahwa kapasitas produksi energi batubara dari tahun 2000 s.d 2008 ada kecenderungan meningkat, berbeda dengan migas yang mempunyai kecenderungan menurun tetapi secara total, produksi energi ada kecenderungan meningkat kecuali pada tahun 2007 dan 2008 ada kecenderungan menurun. Kepala Pusat Data dan Informasi (Pusdatin) - Departemen ESDM, Farida Zed (www.kompas.com, diakses pada tanggal 20 November 2008) melaporkan pengembangan infrastruktur mutlak dibutuhkan untuk mengimbangi laju

peningkatan konsumsi energi dalam negeri. Kebutuhan terbesar pengembangan infrastruktur ada di sektor listrik. Selain itu, infrastruktur migas yang harus dikembangkan adalah pipa gas yang membutuhkan tambahan kapasitas sebesar 2,18 billion cubic feet per day (BCFD) dengan kebutuhan investasi sebesar USD 1,92 miliar, artinya kebutuhan akan energi dan ketergantungan akan energi masih sangat tinggi.

Di tingkat konsumsi bahan bakar solar (diesel oil) dan bensin di Indonesia pada tahun 2008 sebesar 14 juta kilo liter atau rata-rata 88.000.000 barrel per tahun atau sekitar 250.000 barrel per hari. Substitusi dari Bahan Bakar Minyak (BBM) ke Bahan Bakar Nabati (BBN) sekitar 5% dari kebutuhan bahan bakar solar dan premium, artinya dibutuhkan sekitar 700.000 kiloliter bio-diesel dan biopremium setiap tahunnya. Kebutuhan akan bio-diesel dan bio-ethanol secara aktual dapat didapatkan dengan mudah di Indonesia, karena tanaman Jarak Pagar yang menghasilkan minyak jarak (Straight Jatropha Curcas/SJC oil) dan pohon Kelapa Sawit yang menghasilkan minyak sawit (CPO/Crude Palm Oil), sedangkan singkong, tebu, kentang, bunga matahari, jagung, aren, nyamplung (kamani), sorghum dan merupakan bahan baku bio-etanol yang dapat tumbuh dengan subur di

beberapa wilayah di Indonesia (www.kompas.com). Hasil penelitian Manurung (2003) menyatakan bahwa 1 ha tanaman Jarak Pagar (1800 s.d. 2200 bibit Jarak Pagar per ha) dapat menghasilkan sekitar 4.3 ton bio-diesel setiap tahunnya atau sekitar 4.7 kiloliter bio-fuel per tahun. Produksi bio-etanol dapat dihasilkan dari tanaman singkong, tebu, kentang, bunga matahari, jagung, aren, nyamplung (kamani), sorghum dan tanaman sejenis. Kebutuhan penanaman pohon Jarak Pagar dan singkong atau yang lain hanya 10% atau untuk produksi sekitar 10.3 juta kiloliter bio diesel setiap tahunnya atau 28,3 juta liter per hari (Tabel 1.6) yang dapat dihasilkan atau diperlukan/disediakan lahan seluas sekitar 2,2 ha. Substitusi bahan bakar minyak ke juta

bio-diesel pada tahun 2010 semakin

meningkat dengan pesatnya dari 14,4% dan mencapai 143,6% dan pada tahun 2025 peningkatan substitusi bio-diesel dari 5% bisa mencapai 55% (menurut KESDM sebesar 25%), demikian juga pemanfaatan lahan kering dari 5% bisa mencapai 50%.

Tabel 1.6 Bio-diesel Production Estimation From castor plant dry area Bio-diesel Bio-diesel Wide of Dry area Bio-diesel Bio-diesel production exploitation* substitution substitution production Area (million (million (million in 2010*** in 2025*** ** kiloliter) tons) Ha) 1.1 4.7 5.2 5% 14.4% 5% 2.2 9.5 10.3 10% 28.6% 10.9% 6.6 28.4 31.1 30% 86.3% 33% 11 47.3 51.7 50% 143.6% 55% Sumber: www.esdm.go.id NB: * Indonesia has dry area as wide as 22 million Ha (BPS, 2003) ** 1 kiloliter equal to 0.88 tons (source: US Department of Energy) *** Assumption of solar demand is 36 million kiloliter in 2010 and 94 milion kiloliters in 2025; 1 barrel = 159,25 liter.

Berbagai keuntungan penanaman pohon Jarak Pagar maupun singkong adalah dapat ditanam di lahan kering ataupun di lahan non-produktif dan diharapkan akan mendatangkan penghasilan dan pendapatan bagi masyarakat yang bertempat tinggal di lahan kering/lahan non-produktif, selain itu tanaman di lahan kering ini tidak mengganggu atau mempengaruhi pasokan tanaman pangan, karena tidak akan mungkin terjadi persaingan di antara kedua tanaman tersebut. Sesuai data yang diperoleh dari BPS (Badan Pusat Statistik), pada tahun 2003 jumlah lahan kritis di Indonesia mencapai 22 juta Ha. Kemp (2009: 408, 418-420) menyatakan beberapa keuntungan yang lain penggunaan bio-fuel yaitu: Adding ethanol to gasoline increase octane, reducing knock and providing cleaner and more complete combustion, which is good for the environment. Ethanol produces lower greenhouse gas (GHG) emissions than gasoline: a 10% ethanol blend with gasoline (known as E10) may reduce GHG emissions by 4% for grain-produced ethanol and 8% for cellulose-based foodstocks. At concentrations of E 85, GHG emissionsare reduced by up to 80% when using cellulosic ethanol. Biodiesel is readily biodegradable and non-toxic, making it the ideal fuel choice when used in environmentally sensitive areas as

parklands or marine habitats. High cetane value, high lubricity, low emissions, renewability, and low sulfur (sulfur generates additional carbon dioxide emissions). Tabel 1.7 Cadangan dan produksi Indonesia tahun 2007 (Energi Fosil) No ENERGI FOSIL SUMBER DAYA CADANGAN (Proven + Possible) 8,4 miliar barel ** 165 TSCF 18,7 miliar ton PRODUKSI (per tahun) RASIO CADANGAN/ PRODUKSI (TAHUN)* 24 59 93

1. 2. 3. 4.

Minyak Bumi Gas Bumi Batubara

Coal Bed Methane (CBM) Sumber: www.esdm.go.id; Partowidagdo (2009: 405) Catatan: *) Dengan asumsi tidak ada penemuan cadangan baru (tanpa eksplorasi). **) Termasuk Blok Cepu. Tabel 1.7 menjelaskan tentang cadangan energi fosil akan semakin

56,6 miliar barel 334,5 TSCF 90,5 miliar ton 453 TSCF

348 juta barel 2,79 TSCF 201 juta ton

berkurang dengan semakin meningkatnya kebutuhan energi demikian juga rasio antara cadangan dan produksi akan semakin menurun sedangkan kebutuhan akan produksi akan semakin meningkat. Minyak bumi akan habis dalam kurun waktu 24 tahun dan sumber daya energi fosil yang tersedia masih belum

dimanfaatkan dengan baik dengan biaya operasi yang murah, sehingga diperlukan energi alternatif dari sumber daya energi yang lain. Keterlibatan sebagian besar penduduk, baik secara individu maupun kelompok melakukan penanaman pohon Jarak Pagar ataupun tanaman sejenis yang lain (misal: tanaman singkong, tebu, bunga matahari, jagung, aren, nyamplung, sorghum) dan proses produksi minyak nabati (BBN/bio-fuel) serta menggunakan bio-fuel sebagai bahan bakar alternatif akan menurunkan subsidi

BBM yang sangat besar yaitu sekitar Rp. 139,1 trilyun tahun 2008 dan sekitar Rp. 88,9 trilyun tahun 2010 (Tabel 1.9). Tabel 1.8 Cadangan dan Produksi Indonesia tahun 2007 (Energi Non Fosil) No. 1. ENERGI NON FOSIL Tenaga Air SUMBER DAYA KAPASITAS TERPASANG 4,2 GW 0,8 GW 0,084 GW 0,3 GW 0,008 GW 0,0005 GW 30 GW

75,67 GW (e.q. 845 juta SBM) 2. Panas Bumi 27 GW (e.q. 219 juta SBM) 3. Mini/micro hydro 0,45 GW 4. Bio-mass 49,81 GW 5. Tenaga Surya 4,8 kWh/m2/day 6. Tenaga angin 9,29 GW 7. Uranium *) 3 GW (e.q. 24,112 ton) untuk 11 tahun Sumber: www.esdm.go.id, Partowidagdo (2009: 400). Catatan: *) Hanya di Kalian West Kalimantan

Tabel 1.9 Perkembangan Subsidi Bahan Bakar Minyak tahun 2007-2010

Sumber: (http://www.fiskal.depkeu.go.id), diakses 25 Februari 2011.

Realisasi subsidi bahan bakar sebesar Rp 74,7 triliun terdiri dari: subsidi untuk premium sebesar Rp. 36,6 triliun, minyak tanah sebesar Rp. 13,7 triliun,

10

dan

solar sebesar Rp. 24,4

triliun dari Anggaran Pendapatan dan Belanja

Negara Perbaikan (APBN-P) tahun 2010. Ada kenaikan subsidi setiap tahun kecuali pada tahun 2009. Sedangkan subsidi untuk BBN masih sebesar Rp. 2,226 triliun relatif sangat kecil bila direncanakan kandungan BBN untuk bahan bakar minyak menjadi sekitar 25% pada tahun 2025. ''Realisasi rata-rata penyaluran BBM bersubsidi pada 2010 sudah melebihi kuota yang ditetapkan, yaitu sekitar 9 hingga 10 persen," ujar Menteri ESDM Darwin Zahedy Saleh saat rapat kerja dengan Komisi VII (Komisi Energi) DPR pada tanggal 7 Juni 2010. Dalam APBN, kuota volume BBM yang disubsidi pemerintah realisasinya pada lebih 2010 besar. ditetapkan Darwin hanya 36.504.775 kiloliter, ternyata dengan

menambahkan

Sehubungan

keterbatasan kemampuan keuangan negara untuk memberikan alokasi anggaran subsidi, maka perlu dilakukan pengendalian dan pengurangan secara bertahap. Tentu agar pemberian subsidi bisa tepat sasaran. Tahun 2009, kuota BBM bersubsidi ditetapkan 36.854.448 kiloliter, namun realisasinya membengkak hingga mencapai 37.837.611 kiloliter. Usaha pengurangan penggunaan BBM bersubsidi, pemerintah akan melakukan langkah-langkah yang dinilai perlu, seperti penyusunan peraturan terkait dengan pengurangan subsidi sesuai dengan kondisi saat ini, antara lain, melalui revisi Perpres No. 55 Tahun 2005 dan Perpres No. 1 Tahun 2006 tentang Harga Jual BBM Dalam Negeri (http://www.jawapos.com). KESDM mengusulkan subsidi untuk BBN tahun 2011 sebesar Rp 2.000 per liter. "Ini baru usulan saja, dengan pertimbangan fluktuasi harga minyak mentah dunia yang terus meningkat," ujar Dirjen Migas KESDM - Evita Herawati Legowo dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VII DPR di Jakarta, Rabu, 27 Mei 2009. Subsidi campuran bio-etanol ke premium sebesar 1% (E1) atau sejumlah 214.541 kiloliter (kL) dari premium sejumlah 21.454.100 kL sebesar Rp

11

429,08 miliar dan subsidi campuran biodiesel sebesar 5% (B5) atau sejumlah 562.534 kL dari solar sejumlah 11.246.800 kL sebesar Rp 1,12 triliun sehingga total subsidi Rp 1,55 triliun dengan volume BBN 777.075 kilo liter. Ketua Umum Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (METI) Hilmi

Panigoro menyatakan bahwa Prediksi BBN masih memiliki prospek bagus menarik, jika harga minyak mentah dunia berada pada kisaran US$ 60 per barel. BBN jenis ethanol biaya produksinya hingga siap pakai sebesar US$ 50 - US$ 60 per barel, jika harga minyak mentah berkisar US$ 64 - US$ 65 per barel, maka harga jual BBN bisa US$ 70 per barel. Ini membuktikan minyak nabati sudah bisa komersial. Masa depan, pengembangan dan investasi energi baru terbarukan (EBT) tergantung dari insentif yang diberikan oleh pemerintah bagi

pengembangan energi ini, maka target 25% pembauran energi pada 2025 dapat tercapai. Pada kesempatan yang sama, Menteri ESDM Purnomo Yusgiantoro menjelaskan, pemerintah mengembangkan BBN guna mencapai beberapa target, di antaranya, terciptanya lapangan kerja bagi 3,5 juta orang, dan memaksimalkan tanaman minyak nabati seluas 5,25 juta hektar

(www.vivanews.com). Tabel 1.10 menjelaskan bahwa apabila BBN dengan menggunakan bahan baku biji Jarak Pagar sebesar 3 s.d. 4 kg akan diperoleh 1 liter BBN. Bila harga biji Jarak Pagar adalah Rp. 1.250 per kg (alternatif I) dan Rp. 1.000 per kg (alternatif II) maka biaya untuk dibutuhkan bahan mentah untuk membuat 1 liter BBN sebesar Rp. 3.750 untuk alternatif I dan sebesar Rp. 4.000 untuk alternatif II. Apabila biaya pengolahan adalah Rp. 1.500 maka harga jual adalah Rp. 5.250 untuk alternatif I dan sebesar Rp. 6.000 untuk alternatif II. Apabila BBN dengan menggunakan bahan baku biji kelapa sawit dibutuhkan 5 kg per 1 liter BBN. Bila harga biji kelapa sawit adalah Rp. 800 per kg (alternatif I) dan Rp. 1.800 per kg (alternatif II) maka dibutuhkan biaya untuk bahan mentah untuk membuat 1 liter

12

BBN sebesar Rp. 4.000 untuk alternatif I dan sebesar Rp. 9.000 untuk alternatif II. Apabila biaya pengolahan adalah Rp. 1.500 maka harga jual adalah Rp. 6.000 untuk alternatif I dan sebesar Rp. 11.000 untuk alternatif II. Sedangkan harga solar saat ini adalah Rp. 4.500 per liter (subsidi dari Pemerintah sebesar Rp. 1.600 per liter), maka harga jual BBN masih kalah bersaing. Tabel 1.10 Harga Keekonomian Bahan Bakar Minyak [Rp. per liter] No. Jenis Bahan Bakar Harga Bahan Baku 3.750 4.000 4.000 9.000 Biaya Pengolahan 1.500 1.500 2.000 2.000 Harga Jual Keterangan

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.

Biodiesel dari biji jarak pagar (1) Biodiesel dari biji jarak pagar (2) Biodiesel dari biji kelapa sawit (1) Biodiesel dari biji kelapa sawit (1) Solar/Premium BioSolar/ BioPremium Pertamax Minyak tanah

5.250 1 liter BBN = 3 kg biji jarak pagar 6.500 1 liter BBN = 4 kg biji jarak pagar 6.000 1 liter BBN = 5 kg biji kelapa sawit 11.000 1 liter BBN = 5 kg biji kelapa sawit 4.500 Subsidi Rp. 1.600 per liter 4.500 Subsidi lebih dari Rp. 1.600 per liter 7.850 Tanpa subsidi 2.500 Permen ESDM No. 1/2009

Sumber: Partowidagdo (2009: 398, 399), www.tempointeraktif.com dan www.metrotvnews.com diolah. Harga BBM masih sangat murah dan harga BBM sempat naik cukup tinggi pada tahun 2008 dan harga kembali turun pada tahun 2010, kecuali harga Pertamax, karena sudah non subsidi (Tabel 1.11). Pemerintah juga telah melakukan pencampuran BBM dengan BBN sekitar 2%. Beberapa SPBU (Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum) telah menjual bio-premium, bio-solar, dan bio-pertamax. Jumlah SPBU yang telah menjual bio-solar, bio-premium dan bio-pertamax adalah 20 unit dari rencana Pemerintah sebanyak 200 unit (www.kompas.com).

13

Tabel 1.11 Perkembangan Harga Bahan Bakar [Rp. Per liter] No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. Tahun 1997 2000 2001 2002 2003 2003 2004 2004 2005 2005 2006 2006 2007 2007 2008 2008 2009 2010 Minyak tanah 280 350 1.790 1.530 1.800 2.160 1.800 2.200 2.000 6.480 5.556,10 5.540,70 8.442,50 5.189 2.500 Premium 700 1.150 1.450 2.400 1.810 2.080 1.810 2.100 4.500 5.150 4.841,50 4.838,05 7.834,50 4.744 4.500 **) Solar 380 600 1.780 1.550 1.650 2.050 1.650 2.100 4.300 5.340 5.568,30 5.326,20 5.200,50 4.983 8.544,50 8.173 5.194 4.500 **) Pertamax 850 *) 1.500 *) 1.900 *) 2.400 *) 2.300 2.300 4.000 4.000 5.400 5.400 Keterangan

5.448,70 8.545,65 5.068 7.950 **)

Oktober 2000 Desember 2001 Desember 2002 Harga Eceran Harga Industri Harga Eceran Harga Industri Harga Eceran Harga Jual Pasar Non subsidi Harga Industri Non subsidi Harga Industri Non subsidi Harga Industri Non subsidi

Sumber: www.esdm.go.id; www.bps.go.id, www.tempointeraktif.com www.pertamina.com. Catatan: *) Premix oktan 94. **) Termasuk biopremium, biosolar dan biopertamax.

dan

Fenomena memroduksi BBN (bio-etanol dan bio-diesel) oleh sebagian masyarakat dari berbagai macam bahan baku, seperti: Nyamplung (kamani) untuk memproduksi bio-diesel di daerah Yogyakarta (www.youtube.com) untuk kebutuhan transportasi dan bahan bakar kompor sebagai pengganti minyak tanah; Tetes tebu untuk memroduksi etanol dengan skala kecil menjadi bioetanol telah diproduksi di beberapa daerah, seperti Bogor, Sukabumi, Yogyakarta, Tegal, Semarang, Pekalongan, Solo, Jember, Bondowoso, Sidoarjo, Kediri, dan Malang untuk kebutuhan transportasi; Bahan bakar kompor dan farmasi (misal: bahan baku untuk membuat pasta gigi, obat kumur/listerine, shampoo, hair tonic, cream untuk merawat wajah, larutan pembersih lantai, parfum, desinfektan, minuman dan makanan); Biji jagung untuk memroduksi

14

etanol sebagai bahan bakar bio-etanol telah diproduksi di daerah Grobogan, Jawa Tengah; Aren dan biji Jarak untuk memroduksi etanol dan bio-diesel telah diproduksi di daerah Nusa Tenggara Timur (NTT). Tetes tebu untuk memroduksi etanol dengan skala industri telah diproduksi oleh 10 pabrik bio-etanol, seperti: PT Molindo Raya Industrial di Lawang-Malang, PT Anugrah Kurnia Abadi di Lampung, dengan kapasitas produksi 177,5 juta liter per tahun. Sekitar 45% produk etanol ini diekspor ke Jepang sekitar 45% dan sisanya untuk kebutuhan dalam negeri. Kebutuhan etanol di dalam negeri sekitar 195 juta liter per tahun (www.kompasiana.com); Kelapa Sawit (biji, cangkang, dan limbah) untuk memroduksi bio-diesel telah diproduksi oleh beberapa individu dan perusahaan di Jawa, Sumatra, dan Kalimantan. Tanaman Jarak Pagar untuk memroduksi bio-diesel akan diproduksi oleh PT Alegria Pasuruan (modal patungan antara Jepang dan Indonesia), perusahaan ini telah menanam kebun bibit seluas 25 ha, menanam Jarak Pagar sampai 30.000 ha dan akan membangun pabrik biodiesel dengan kapasitas 1.000.000 liter per bulan. PT Adaro di Sumatra dan PT Waterland Asia Bio Ventures (perusahaan patungan antara Amerika dan Belanda) di Grobogan Jawa Tengah yang memroduksi bio-diesel dari bahan baku tanaman Jarak Pagar. Sebagian lagi masyarakat di Yogyakarta (Bantul), Tegal, Bondowoso, Probolinggo, Sidoarjo, Mojokerto, Sukabumi, Bogor, Jakarta, Solo, dan Malang telah memproduksi kompor dengan bahan bakar bio-etanol dan bio-diesel sebagai pengganti kompor dengan bahan bakar minyak tanah. Berbagai penelitian, pelatihan, pameran dan seminar serta sosialisasi berkaitan dengan BBN yang dilakukan oleh Perguruan Tinggi dan membuat kompor dengan bahan bakar bio-etanol dan bio-diesel (misal: Institut Teknologi Bandung Bandung, Institut Teknologi Sepuluh November Surabaya,

Universitas Gajah Mada Yogyakarta, Universitas Brawijaya Malang, Universitas Parahiyangan Bandung, Institut Pertanian Bogor dan Politeknik,

15

dan beberapa PTN/PTS yang lain). Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral telah membentuk Komisi Ketahanan Energi Nasional (www.kompas.com) yang telah melakukan seminar dan pameran (Agrinex). Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (APBI) telah memrakarsai dan melakukan sosialisasi tentang kompor bio-etanol. Demikian juga Dewan Energi Nasional (DEN) diberi tugas oleh Pemerintah untuk mempersiapkan perangkat lunak dan sosialisasi tentang energi. Kementerian Pertanian telah melakukan penelitian serta pengadaan bibit unggul Jarak Pagar dan peran media cetak serta elektronik yang membantu tentang sosialisasi BBN. Pemerintah Pusat telah memberikan bantuan peralatan press dan peralatan pemrosesan biji Jarak Pagar sejumlah lebih 100 unit pada tahun 2007 untuk produksi bio-diesel. Sejak tahun 2008, peralatan ini (untuk daerah

Grobogan Jawa Tengah) sudah tidak difungsikan lagi. Pemerintah Pusat telah memberikan bantuan peralatan untuk produksi bio-ethanol dan hasil proses produksi dengan peralatan ini ternyata peralatan ini hanya dapat menghasilkan bio-etanol dengan kadar kurang dari 90%, artinya masih di bawah standar yang diijinkan, yaitu 99% (www.kompasiana.com) Hal lain yang masih perlu perhatian adalah kebutuhan bahan bakar yang ramah terhadap lingkungan dan usaha-usaha yang dilakukan untuk reduksi emisi gas buang (misal: kandungan COx, NOx, dan SOx) atau hasil proses pembakaran dari industri manufaktur dan jasa, pembangkit tenaga listrik, dan kendaraan bermotor, serta rumah tangga. Beberapa komitmen yang telah dilakukan oleh Pemerintah untuk mendukung pelaksanaan kebijakan energi nasional, yaitu: menyusun regulasi dan kebijakan yang berkaitan dengan BBN, termasuk regulasi tentang perpajakan.

16

Berbagai fenomena di atas menimbulkan celah penelitian. Beberapa penelitian terdahulu yang merupakan suatu kajian empiris tentang rencana strategik dilakukan oleh Singh (2004: A9) menyatakan bahwa strategy intent and strategic mission dipengaruhi oleh external environment (terdiri dari: opportunities (possibilities) and threats (constraints)) dan internal environment (terdiri dari:

strengths and weaknesses). Lingkungan eksternal tersebut disusun oleh kondisikondisi eksternal, seperti: technology, demographic trends, economic trends, political/legal environment, sociocultural environment, and global environment yang akan mempengaruhi kinerja perusahaan. Singh memberikan saran untuk melakukan kajian ini dengan menggunakan analisis rantai nilai (value chain analysis). Hasil penelitian Fries (2006: 6) menyatakan bahwa strategi dipengaruhi oleh variabel organization (yang terdiri dari goals and values, resources and capabilities, and structure and systems) dan variabel environment (yang terdiri dari: competitors, communities, customers, government, industry, institutions, interest groups, media, and public). Hasil penelitian Singh (2004) dan Fries (2006) memberikan celah untuk diteliti, yaitu dengan menggunakan variabel internal organisasi berdasarkan analisis rantai nilai (value chain analysis) dari Michael E Porter (Hitt, 2005: 89) dan variabel eksternal organisasi berdasarkan penelitian Jochen Fries (Fries, 2006: 6). Feurer (1995: 16) menyatakan terdapat 5 (lima) tahapan di dalam

penyusunan rencana strategik suatu institusi, yaitu: 1. Identify and classify the organizations resources. Appraise strengths and weaknesses, 2. Identify the organizations capabilities: what can it do more effectively or efficiently than its competitiors? 3. Appraise the potential of resources and capabilities in terms of their potential to lead to sustainable competitive advantage and immediate return,

17

4. Select strategy which best exploits organization resources and capabilities relative to external opportunities, and 5. Identify resource gaps which need to be filled. Invest in replenishing, augmenting and upgrading the resource base of the organization. Beberapa strategi yang sukses yang telah dilakukan oleh beberapa organisasi digerakkan oleh perasaan (rasa tekat), tujuan dan komitmen (kewajiban) yang tidak dapat dipaksakan atau dikomunikasikan, tetapi harus berasal dari dalam organisasi dan menjadi suatu visi yang tampak jelas baik di dalam dan di luar organisasi. Hasil penelitian Yang (2007: 761) menyatakan bahwa terdapat 6 (enam) tahapan di dalam penyusunan rencana strategik suatu institusi an extension model (Envision, Identify, Diagnose, Prioritize, Execute, and Review/EIDPER) of hoshin kanri to translate strategies into achievable policies and actions to fulfil the objectives of the enterprise. Yang memberikan saran bahwa untuk penelitian berikutnya dapat mengkaji model EIDPER untuk sektor jasa. Hasil penelitian Feurer (1995: 10) menyatakan bahwa strategy formulation process di perusahaan komputer Hewlett-Packard yaitu: 1. Statement of purpose. ada 10 (sepuluh) tahapan,

2. Five-year objectives.3. Customers and

channels.4. Competition.5. Products/services. 6. Development plan. 7. Financial analysis. 8. Potential problems. 9. Recommendations. 10. First-year Hoshin. Feurer juga memberikan saran bahwa tahapan pada strategi formulasi dan implementasi membentuk basis di dalam pengembangan strategi organisasi yang koheren (jelas dan masuk akal). Koontz (1988: 62, 82) menyatakan bahwa tahapan perancangan rencana strategik adalah penetapan misi, tujuan, strategi, kebijakan, prosedur, aturan, program, dan anggaran. Tahapan tersebut adalah berjenjang dan hirarkhis. Bititci (Lee, 1998: 527, 531) menyatakan bahwa hoshin kanri (policy

deployment) is not a solution to all planning problems but a process which

18

enables managers to plan effectively and translate those plans into actions. Performance management process terdiri dari 6 (enam) tahapan, yaitu: vision, business objectives, strategic goals, critical success factors, critical task action plan, and performance measures. Armstrong (2007: 37) menyatakan bahwa terdapat dua tahapan di dalam menyusun suatu rencana strategik, yaitu corporate level and business unit, product, and market level. Berdasarkan temuan penelitian sebelumnya, yaitu berdasarkan variabel dan metode penelitian yang digunakan, dapat diperoleh informasi bahwa: 1. Kajian mengenai strategy masih menggunakan pendekatan kualitatif saja atau pendekatan kuantitatif saja. 2. Beberapa kajian mengenai rencana strategik (strategic planning) menggunakan variabel internal dan eksternal organisasi, yang terdiri variabel kekuatan dan kelemahan (di dalam organisasi) dan peluang dan tantangan (di luar organisasi). Adapun yang menjadi motivasi penelitian ini adalah: Pertama, mengkaji fenomena yang terjadi di Indonesia dalam rangka mempersiapkan rencana strategik dan mengimplementasikan kebijakan Pemerintah sebagai rekomendasi di dalam penyediaan BBN. Kedua, penelitian ini bermaksud melengkapi dan mengembangkan hasil penelitian sebelumnya sebagai celah penelitian dengan cara mengintegrasikan variabel strategi penelitian dari Kulwant Singh dan Jochen Fries serta dikombinasikan dengan variabel internal pada value chain analysis dari Michael E Porter (Hitt, 2005: 89-92). Ketiga, merancang rencana strategik. Tabel 1.11 memberikan informasi tentang beberapa penelitian terdahulu.

19

Tabel 1.12. Beberapa Metode Penelitian Terdahulu


No. 1. Th 1982 Peneliti Henry Mintzberg Metode Kualitatif Uraian 5 Ps Mintzberg: Strategy as plan Strategy as ploy Strategy as pattern Strategy as position Strategy as perspective Strategic Planning (Hierarchy of plans): Vision, mission/purpose, objectives, strategies, policies, procedures, rule, programs, budgets. Strategy Formulation terdiri dari: Vision, Strategy formulation, Strategy Implementation, and Strategy execution. Hoshin kanri (Policy management). Two deployment of target op down and bottom up (Gambar 2.33). Hoshin Kanri:PDCA Cycle Keterangan

2.

1988

Harold Koontz and Heinz Weihrich

3.

1995

Rainer Feurer and Kazem Chaharbaghi

Kualitatif

Lokasi: Harbour in United Kingdom

4.

1998

Yoshio Kondo

Kualitatif

Lokasi: Bridgestone Tire Company, Japan

5.

2002

Barry J Witcher

Kualitatif

6.

2006

Jochen Fries

Kuantitatif

7.

2007

8.

2010

Barry J Witcher and Vinh Sum Chau Kulwant Singh

Kuantitatif

Faktor-faktor yang mempengaruhi strategy, yaitu: organization and environment (Gambar 2.32) Balanced scorecard and Hoshin Kanri: Vision, mission, and values. Technological trends, Demographic trends, Economic trends, Political/legal trends, sociocultural trends,and Global trends

Lokasi: Japanese companies and Hewlett Pachard USA Disertasi Lokasi: Cisco system, Microsoft Corporation, MTV Europe Lokasi: Canon, Toyota and Nissan

Kualitatif

Lokasi: Asia

Sumber: www.emeraldinsight.com.

20

Penelitian tentang rencana strategik ini menggunakan pendekatan gabungan yaitu pendekatan kuantitatif dan kualitatif atau a mixed methods dengan metode concurrent embedded design. Pertama, Pendekatan ini dipilih karena:

mixed methods adalah suatu paradigma pragmatis (pragmatic

worldview) yang melakukan pengumpulan data kuantitatif dan kualitatif secara simultan. Metode ini digunakan karena hasil analisis merupakan gabungan dari analisis pendekatan kualitatif yang didukung analisis pendekatan kuantitatif (Creswell, 2009: 18). Kedua, mixed methods memiliki 3 (tiga) keunggulan dibandingkan dengan menggunakan metode yang lain (Tashakkori, 2003: 14), yaitu: 1. Mixed methods research can answer research questions that the other methodologies cannot. 2. Mixed methods research provides better (stronger) inferences. 3. Mixed methods provide the opportunity for presenting a greater diversity of divergent views. Ketiga, mixed methods memberikan kesempatan untuk menyajikan 3 (tiga) kemungkinan hasil (Christian Erzberger and Udo Kelle dalam Tashakkori, 2003: 467-479), yaitu: convergence, complementary, and divergence of qualitative and quantitative research results. Meski terdapat tiga kemungkinan hasil, besar harapan akan terjadi convergence or complementary research result. Namun apabila diperoleh hasil divergence research result, peneliti perlu mencari pernyataan atau data dan konsep teori yang dapat mengubah hasil menjadi convergence or complementary research result. 1.2. Fokus Penelitian Fokus penelitian diharapkan akan menjadi sentral arah penelitian yang merupakan hasil pemikiran dari peneliti yang induktif sifatnya dan lebih mendasarkan realita lapangan dan fokus penelitian (Salladien, 2009: 3, 4, 14, 15, 34, 35, Creswell 2009: 53, Rivers, 2008: 635-638).

21

Adapun fokus penelitian adalah sebagai berikut: 1. Apakah semakin meningkat teknologi pemrosesan yang ramah lingkungan akan semakin meningkatkan kapasitas produksi BBN? 2. Apakah semakin meningkat perbaikan regulasi akan semakin

meningkatkan kapasitas produksi BBN? 3. Apakah semakin meningkat dukungan keuangan dari Pemerintah akan semakin meningkatkan kapasitas produksi BBN? 4. Apakah semakin meningkat saluran distribusi akan semakin

meningkatkan kapasitas produksi BBN? 5. Apakah semakin meningkat ketersediaan bahan baku akan semakin meningkatkan kapasitas produksi BBN? 6. Semakin meningkat kapasitas produksi BBN akan semakin

meningkatkan pendapatan masyarakat? 7. Bagaimana merancang rencana strategik untuk pengembangan energi terbarukan? 1.3. Masalah Penelitian Beberapa masalah yang dihadapi oleh para pemangku kepentingan (stakeholders), seperti: Regulator (Pemerintah), Provider (produsen BBN), dan end users (Pengusaha dan pengguna/masyarakat) bio-fuel dan berdasarkan

uraian pada bagian latar belakang, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1. Faktor apa saja pada internal organization dan external

organization yang mendasari pengembangan rencana strategik pada kegiatan pergeseran energi dari energi fosil bumi/BBM) ke energi terbarukan (BBN/Bio-fuel)? 2. Bagaimana menyusun proposisi dan proposisi utama yang (Minyak

22

didasarkan pada internal organization dan external organization pada kegiatan pergeseran energi dari energi fosil terbarukan? 3. Bagaimana merancang rencana strategik yang didasarkan pada internal organization dan external organization pada kegiatan pergeseran energi dari energi fosil ke energi terbarukan? 1.4. Tujuan Penelitian Beberapa tujuan penelitian yang akan dicapai, adalah: 1. Menganalisis faktor-faktor dominan pada internal organization dan external organization sebagai dasar perancangan rencana strategik pada kegiatan pergeseran energi dari energi fosil terbarukan. 2. Merancang menyusun proposisi dan proposisi utama yang didasarkan pada internal organization dan external organization pada kegiatan pergeseran energi dari energi fosil terbarukan. 3. Merancang rencana strategik pada kegiatan pergeseran energi dari energi fosil ke energi terbarukan yang didasarkan pada variabel ke energi ke energi ke energi

internal organization dan external organization. 1.5. Kegunaan Penelitian

Beberapa kegunaan penelitian ini adalah: 1. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi di dalam implementasi bidang ilmu Manajemen Strategik yang menekankan pada variabel internal dan eksternal dalam perencanaan strategik. 2. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi di dalam implementasi pemodelan sistem di dalam merancang suatu Rencana

23

Strategik bagi suatu perusahaan atau organisasi secara lebih sederhana. 3. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi

Pemerintah di dalam merancang suatu Rencana Strategik di bidang pengembangan energi terbarukan di Indonesia. 4. Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan penelitian dan sebagai sumber referensi bagi peneltian berikutnya yang berkaitan dengan Rencana Strategik.

Anda mungkin juga menyukai