Anda di halaman 1dari 5

Contoh reaksi hipersensitifitas tipe I : 1.

Asma Asma didefinisikan sebagai gangguan inflamasi kronik jalan udara yang melibatkan peran banyak sel dan komponennya (Sukandar, 2008). Terapi farmakologis : a. Agonis Agonis
2 2

merupakan bronkodilator yang paling efektif. Stimulasi reseptor

2-Adrenergik

mengaktivasi adenil siklase, yang menghasilkan peningkatan AMP siklik intraseluler. Hal ini menyebabkan relaksasi otot polos, stabilisasi membrane sel mast, dan stabilisasi otot skelet (Sukandar, 2008).

Tabel Selektivitas Relatif, Potensi, dan Durasi Aksi Agonis -Adrenergik Selektivita Agen
1 2

Durasi Aksi Potensi 2 1 15 6 2 5 5 4 0.24 0.5 Bronkodilatasi Proteksi (jam) 0,5-2 3-4 0,5-2 4-8 4-8 4-8 4-8 >12 >12 (Jam) 0,5-1 1-2 0,5-1 2-4 2-4 2-4 2-4 6-12 6->12 Tidak Ya Tidak Ya Tidak Ya Ya Ya Tidak Aktivitas Oral

Isoproterenol

++++

++++ +++ +++ ++++ ++++ ++++ ++++ ++++ ++++

Metaproterenol +++ Isoetarin Albuterol Bitolterol Pirbuterol Terbutalin Formoterol Salmeterol ++ + + + + + +

b. Kortikosteroid Kortikosteroid meningkatkan jumlah reseptor reseptor terhadap stimulasi


2-adrenergik, 2-adrenergik

dan meningkat respon

yang mengakibatkan penurunan produksi

mucus dan hipersekresi, mengurangi hiperresponsifitas, bronkus serta mencegah dan mengembalikan perbaikan jalur nafas (Sukandar, 2008). c. Metilxantine

Teofilin menghasilkan bronkodilatasi dengan menginhibisi fosfodiesterase, yang juga dapat menghasilkan antiinflamasi dan aktivitas nonbronkodilatasi lain melalui penurunan pelepasan mediator sel mast, penurunan pelepasan protein dasar eosinofil, penurunan proliferasi limfosit T, penurunan pelepasan sitokin sel T, dan penurunan eksudasi plasma. Teofilin juga menginhibisi permeabilitas vascular, meningkatkan klirens muskosiliar, dan memperkuat kontraksi diafragma yang kelelahan (Sukandar, 2008). d. Antikolinergik Antikolinergik merupakan bronkodilator efektif tetapi tidak sekuat agonis
2.

Mereka

menekan tetapi tidak memblok, asma yang dipicu allergen atau latihan pada fashion bergantung pada dosis (Sukandar, 2008). e. Kromolin natrium dan Nedokromil natrium Kromolin natrium dan Nedokromil natrium mempunyai efek-efek menguntungkan yang diyakini merupakan hasil dari stabilisasi membrane sel mast. Mereka menginhibisi respon terhadap paparan allergen dan broncospasma diinduksi latihan tetapi tidak menyebabkan bronkodilatasi (Sukandar, 2008). f. Modifikator Leukotrien Zafirlukast dan montelukast merupakan antagonis reseptor leukotrin local yang mengurangi proinflamasi (peningkatan permeabilitas mikrovaskular dan edema jalur udara) dan efek bronkokonstriksai leukotrien D4. Pada dewasa dan anak-anak dengan asma persisten, terlihat peningkatan pada uji fungsi paru-paru, penurunan bangun di tengah malam dan penggunaan agonis
2,

dan peningkatan gejala asma. Namun, mereka

lebih kurang efektif pada asma dibandingkan kortikosteroid hirup dosis rendah (Sukandar, 2008). g. Omalizumab Omalizumab merupakan antibody anti-IgE yang digunakan untuk pengobatan asma yang tidak dapat ditangani dengan baik oleh kortikosteroid hirup dosis tinggi. Obat ini hanya diindikasikan untuk pasien atopic bergantung kortikosteroid yang memerlukan kortikosteroid oral atau mengkonsumsi kortikosteroid dosis tinggi dengan berlanjutnya gejala dan kada IgE tinggi (Sukandar, 2008). h. Methottreksat

Methotreksat dalam dosis rendah (15 mg/minggu) telah digunakan untuk mengurangi dosis kortikosteroid sistemik pada pasien dengan asma parah akut bergantung steroid. Terjadi pengurangan dosis steroid sistemik (sekitar 23%) pada beberapa pasien, tetapi beberapa studi menunjukan tidak ada efek yang menguntungkan. Methotreksat harus dipertimbangkan secara eksperimental dan ditunda untuk asma parah akut bergantung steroid di bawah pengawasan ahli, dengan pemantauan yang cermat terhadap fungsi hati dan paru-paru (Sukandar, 2008). i. Kombinasi Terapi Pengontrol 2. Anafilaksis, Obat yang paling sering menimbulkan reaksi alergi adalah penisilin dan turunannya. Seseorang yang mempunyai IgE yang merespon penisilin, jika orang tersebut diinjeksi dengan penisilin akan mengalami shock anafilaksis bahkan dapat menimbulkan kematian. Harus dihindari dengan sangat pemakaian penisilin terhadap pasien yang mempunyai riwayat alergi terhadap obatobatan terutama yang mempunyai setruktur mirip. Penisilin bertindak sebagai hapten, yang merupakan molekul kecil berupa cincin -lactam yang sangat reaktif yang sangat penting perannya sebagai zat antibakteri. Cincin tersebut bereaksi dengan gugus asam amino pada protein host dan membentuk ikatan kovalen.Ketika penisilin diinjeksikan maupun diperlakukan secara oral, penisilin akan segera melakukan konjugasi dengan protein host. Protein atau peptida yang telah mengalami modifikasi oleh penisilin pada orang-orang tertentu akan memicu respon TH2. Sel TH2 selanjutnya akan mengaktivasi sel B yang mengikat penisilin. Sel B yang teraktivasi akan memproduksi antibodi IgE yang akan mengikat hapten penisilin. Jadi penisilin bertindak sebagai antigen terhadap sel B, dan sebagai antigen sel T sehubungan dengan sifatnya yang mampu memodifikasi protein maupun peptida host. Ketika seseorang yang alergi penisilin mendapat injeksi obat tersebut secara intravena, protein yang telah termodifikasi oleh penisilin akan menyebabkan molekul IgE melakukan ikatan silang pada permukaan sel mast yang terletak pada jaringan. Ikatan silang IgE tidak saja terbatas pada permukaan sel mast namun juga terjadi pada permukaan sel basofil yang sedang bersirkulasi, sehingga menimbulkan reaksi anafilaksis (RifaI,2011). Tindakan pertama adalah menghentikan pemakaian obat yang dicurigai. Bila pada saat itu penderita memakai bermacam-macam obat, kalau mungkin semuanya dihentikan. Tetapi bila

tidak mungkin berikan obat essensial saja dan diketahui paling kecil kemungkinannya menimbulkan reaksi alergi. Dapat juga diberikan obat lain yang rumus kimianya berlainan (Harniwita, 2007). Gejala itu dapat berjalan dengan cepat dan fatal namun umumnya segera diatasi dengan injeksi epinefrin dengan segera. Epinefrin dapat menyebabkan relaksasi otot polos dan mencegah efek anafilaksis pada kardiovaskuler (RifaI, 2011).

3. Urtikaria Pada urtikaria dan angiodema pemberian antihistamin saja biasanya sudah memadai tetapi untuk kelainan yang lebih berat seperti vaskulitis, penyakit serum, kelainan darah, hati, nefritis interstisial dan lain diperlukan. Kortikosteroid dosis tinggi (60-100 mg pretnison atau ekuivalennya) sampai gejala terkendali dan selanjutnya prednisone tersebut diturunkan dosisnya secara bertahap selama 1 sampai 2 minggu (Harniwita, 2007)

4. Dermatitis atropi

DAFTAR PUSTAKA

Harniwita. 2007. Alergi Obat. Available at : http:// isjd.pdii.lipi.go.id. Opened on : 19 Maret 2011

RifaI,

Muhaimin.

2011.

Alergi

dan

Hipersensitif.

Available

at:

http://muhaiminrifai.lecture.ub.ac.id. Opened on : 19 Maret 2011

Sukandar, Elin Yulinah., dkk. 2008. ISO Farmakoterapi. PT. ISFI Penerbitan-Jakarta

Anda mungkin juga menyukai