Anda di halaman 1dari 2

Naskah Editorial TII Edisi Topik Oleh : Jumat, 16 Juli 2010 : Rangkaian Ledakan Tabung Gas Elpji : Endang

Srihadi, Peneliti Bidang Sosial The Indonesian Institute

Pelaksanaan program konversi minyak tanah ke penggunaan gas petroleum cair (LPG atau elpiji) sejak tahun 2007, secara akumulatif telah menghemat subsidi Rp 16,45 triliun. Namun, pelaksanaan program itu masih diwarnai serangkaian kasus kecelakaan atau ledakan karena penggunaan elpiji. Diduga penyebab kecelakaan antara lain karena kebocoran tabung gas, pemakaian elpiji tidak sesuai prosedur, kerusakan selang dan sistem regulator cacat. Maraknya kasus ledakan tabung gas menjadi momok menakutkan bagi masyarakat. Masih minimnya perhatian pemerintah dikhawatirkan akan membuat lebih banyak korban jiwa. Berdasarkan data Pusat Studi Kebijakan Publik (Puskepi) sejak 2008-Juli 2010 terhitung sudah terjadi 189 kasus ledakan gas. 61 kasus pada 2008, 50 kasus pada 2009 dan 79 kasus pada 2010. Belasan jiwa melayang akibat rangkaian ledakan ini. Selain itu, ada puluhan orang mengalami luka bakar berat dan ringan. Belum terhitung kerugian harta benda akibat serangkaian ledakan tersebut. Kondisi ini sangat mengkhawatirkan, gas elpji menjelma seperti bom waktu ditengah-tengah masyarakat. Informasi cara penggunaan gas dengan aman, prosedur pencegahan dan penanggulangan bahaya karena kebocoran gas tidak banyak diketahui oleh mayoritas konsumen elpiji. Kondisi ini tidak bisa dengan serta-merta ditimpakan kepada konsumen. Hal ini terjadi karena rendahnya sosialisasi dan pemberdayaan konsumen elpiji yang dilakukan oleh pemerintah sejak program konversi diluncurkan. Selama puluhan tahun, masyarakat sudah terbiasa menggunakan minyak tanah. Tibatiba, dalam waktu cepat, kebiasaan tersebut dipaksa berubah. Akibatnya konsumen memperlakukan elpiji sama dengan minyak tanah. Padahal kedua jenis bahan bakar ini mempunyai karakteristik yang amat berbeda. Disparitas harga gas bersubsidi dengan gas tanpa subsidi telah memancing tindak kriminalitas dan turut memicu kasus ledakan tabung gas. Tabung-tabung gas itu dibeli dari agen resmi, kemudian isinya dipindahkan dari tabung gas bersubsidi (tiga kilogram) ke non subsidi (12 kilogram). Keuntungan diperoleh dari selisih harga antara harga gas bersubsidi dan nonsubsidi yang dijual kepada konsumen. Keuntungan juga diperoleh dengan mengurangi isi gas di tabung gas nonsubsidi, yakni satu tabung isi 12 kilogram ternyata hanya disuntik tiga isi tabung tiga kilogram.

Polda Metro Jaya sejak tahun 2008 telah menangani 28 kasus pengoplosan elpiji yang membahayakan masyarakat karena berlangsung di tengah permukiman. Proses pemindahan dengan cara dan alat yang tidak tepat menimbulkan ledakan yang memakan korban jiwa dan benda. Tambah lagi, maraknya peredaran tabung gas ilegal ukuran tiga kilogram juga menjadi pemicu timbulnya kecelakaan pada konsumen pengguna elpiji. Tidak ada pilihan lain, pemerintah harus memperketat pengawasan perdagangan elpiji, terutama kelengkapan dan kualitas tabung gas. Setelah program konversi berjalan empat tahun, penjualan kompor, selang, sistem regulator dan tabung gas sangat mudah ditemui. Ironisnya, kontrol pemerintah masih sangat minim. Ledakan gas di sejumlah tempat jadi bukti lemahnya pengawasan itu. Tata niaga gas juga harus dibenahi, terutama elpiji bersubsidi, sehingga tidak mudah diselewengkan oleh pihak-pihak yang bertujuan mencari keuntungan semata. Pertamina juga harus memperketat persyaratan produksi tabung gas dan perlengkapannya serta masa pakainya, dan meningkatkan pengawasan distribusi dan penjualan elpiji dari agen. Endang Srihadi, Peneliti Bidang Sosial The Indonesian Institute

Anda mungkin juga menyukai