Anda di halaman 1dari 64

www.ilhammenulis.wordpress.

com

PROLOG

September 2004 Awan cumulonimbus menggantung rendah di atas kota Bandung. Langit gelap, dan angin berhembus kencang. Cuaca yang tidak bersahabat serta udara yang dingin membuat semua orang enggan beranjak dari buaian hangat rumah mereka. Di sebuah halte di sudut kota Bandung, tampak beberapa orang sedang berkumpul, saling merapatkan diri. Mereka bukan sedang merencanakan konspirasi ataupun menyulut revolusi. Bukan, mereka hanyalah sekumpulan orang yang sedang menunggu bus damri, yang entah kenapa tak juga kunjung tiba. Diantara orang-orang itu juga terdapat para pelajar SMP dan SMA yang sudah sejak tadi gelisah, beberapa dari mereka terlihat menggerutu dan memaki-maki. Hari ini hari senin, dan waktu menunjukan pukul 07.24. Mereka sangat terlambat. Seorang anak laki-laki berjalan dengan santai menuju halte tersebut, sambil

menyenandungkan sebuah lagu pop yang baru saja dia dengar dari radio. Beberapa anak seusianya tergesa-gesa berlari melewatinya dari arah belakang, dan segera mengambil tempat di halte itu. Wajah mereka dipenuhi oleh keringat, mereka terlihat sangat cemas. Anak itu hanya tersenyum melihatnya, mau lari secepat apa juga tetep saja telat. Jadi buat apa cape-cape lari? Anak itu lalu menaiki undakan halte dan celingukan mencari tempat yang masih kosong. Ah, masih ada yang kosong.. Dia pun duduk disana, dan menunggu bus dengan sabar sambil melakukan kegiatan favoritnya, melamun. Tak selang beberapa lama, lamunannya terusik oleh sebuah bisikan halus yang melintas di telinganya. Awalnya dia tidak begitu perduli, tetapi bisikan itu terdengar berulang-ulang, dan hal itu cukup membuatnya terganggu. Dia lalu mengangkat wajahnya dan mencari sumber bisikan itu. Ketemu.. Rupanya suara tersebut berasal dari seorang gadis yang berdiri tak jauh di sampingnya. Gadis itu tampak sedang komat-kamit. Entah membaca mantra atau sekedar menghapalkan pelajaran. Dia hanya memandanginya sebentar, lalu kembali melamun. 1

www.ilhammenulis.wordpress.com 07.40, belum ada tanda-tanda bus akan tiba. Beberapa orang yang tingkat kekesalannya telah mencapai angka 100 sudah terlebih dulu meninggalkan halte itu. Sebagian naik angkot, dan sebagian lagi terpaksa naik taksi. Anak laki-laki itu sekarang sedang memegangi perutnya yang terasa agak kosong. Melamun memang menguras tenaga.. pikirnya asal. Dia melihat sekeliling, halte itu sudah agak sepi, hanya tersisa empat-lima anak seusianya yang dengan pasrah harus menunggu bus tiba. Uang mereka tak cukup jika harus naik-turun angkot, apalagi taksi. Gadis itu masih disana, dan masih berkomat-kamit. Anak laki-laki itu merasa sedikit penasaran. Diapun berdiri, lalu dengan perlahan mendekati gadis itu. Dengan malu-malu si anak melirik gadis itu. Hmm..lumayan cantik. Gadis itu berkulit putih dan berwajah sedikit indo, matanya yang bulat dan berwarna cokelat menerawang kosong, sementara mulutnya yang tipis tak henti-hentinya berkomat-kamit. Gadis itu mengenakan seragam sekolah yang tidak sama dengannya, kemungkinan besar dari SMP swasta. Rambutnya yang panjang diikat ekor kuda, membuat telinganya terlihat jelas. Mata anak itu tertuju pada anting-anting di telinga si gadis. Teddy bear?? Anak laki-laki tak bisa menahan senyumnya. Gadis itu menghentikan perhitungan di dalam kepalanya. Dia merasa ada seseorang yang sedang memperhatikannya. Dia melirik ke samping, di sebelah kirinya ada seorang anak laki-laki sebayanya yang tiba-tiba gelagapan dan cepat-cepat berpura-pura melihat langit-langit halte. Dari seragamnya yang dekil gadis itu tau bahwa anak laki-laki itu berasal dari SMP negeri yang satu jurusan bus dengan sekolahnya. Anak laki-laki berambut agak gondrong itu lagi-lagi meliriknya, kali ini sambil tersenyum. si gadis langsung mendelik, memberikan tatapan galak, membuat si anak rambut gondrong kaget dan sedikit menjauhinya. Nah, sekarang dia bisa kembali berhitung.

www.ilhammenulis.wordpress.com Menyeramkan! anak gondrong itu lalu mundur bebrapa langkah. Ia kembali mendengarkan gadis teddy bear berkomat kamit. Karena jarak mereka yang lumayan dekat, anak gondrong itu dapat menangkap beberapa kata, walaupun agak samar. Arah angin ketinggian 700m.. rho kuadrat.. anak gondrong itu menggaruk-garuk kepalanya, bukan karena gatal, tapi karena kebiasaan. Sinting.. pikirnya. Tak lama kemudian, bus damri yang mereka tunggu tiba. Semua orang di halte itu bersorak gembira. Semua orang tanpa banyak bicara mulai berebut naik ke bus, tapi si anak masih dengan santai membersihkan seragamnya dari debu saat dia duduk tadi. Males banget desek-desekan.. setelah agak sedikit sepi, diapun mulai berjalan. Saat akan melewati gadis teddy bear, si anak gondrong mendengar bisikan gadis itu, kelembaban 88%.. persentase hari ini hujan, 97%. Si anak gondrong tersentak, hujan? Dia lalu tersenyum dan dengan tiba-tiba berkata pada si gadis. hei anting teddy bear! hari ini gak akan hujan.. sahutnya yakin Anak gondrong itupun lalu naik ke atas bus. 17.30, gadis teddy bear baru saja keluar dari sekolahnya. Sebelah tangannya melipat payung yang tadi pagi dia beli sebelum sampai di sekolah, ia lalu memasukan payung itu ke tas punggungnya, kemudian ia menengadah ke langit. Matahari mulai terbenam, dan walaupun agak gelap, tapi tidak ada tanda-tanda akan turun hujan. Gadis itu cemberut, anak gondrong itu benar.. pikirnya. Dia merasa sangat kesal, baru kali ini perhitungannya salah. Anak gondrong itu memandang keluar dari jendela kamarnya. Hujan turun dengan sangat deras, membawa aroma tanah yang basah ke kamarnya. Dengan kesal dia menyimpan kembali sepatu bola yang tadi hendak dikenakannya, ia lalu membenamkan dirinya di sofa ruang tamu. Sialan, si teddy bear benar.. pikirnya. Dia tersenyum, baru kali ini intuisinya salah.

www.ilhammenulis.wordpress.com

1 Pemuda Anti Hujan


Oktober 2006 Gyaaaaaaa!!!! Angga berteriak dengan suara aneh, dia lalu mlompat keluar dari kamar mandi. Kenapa Ga?? ibunya yang sedang menggoreng telur tergesa-gesa menghampirinya, ia bahkan tak sempat menyimpan spatulanya. Toloooong mam! Itu, itu! Angga yang ketakutan mengapit lengan ibunya sambil menunjuk ke arah kloset kamar mandi. Ibunya lalu melihat ke arah kloset. Ah, rupanya ada seekor kecoa yang sedang dengan riang berjalan-jalan di kloset. ibunya lalu menghela nafas. duuh, kamu bikin ribut aja! Mami kira ada apa, Cuma kecoa ini, diinjek juga mati! ibunya lalu melepaskan lengannya dari apitan lengan anaknya, sambil berbalik menuju ke dapur. yaahh mam, sini dulu dong.. bunuhin mam! Sumpah mam! Jijik! Angga kembali mengapit lengan ibunya. Ibunya kembali menghela nafas. Anak bungsunya ini memang terlalu dimanja. Iya.. iya.. ibunya lalu mengampiri kecoa itu, dan memukulnya dengan spatula, 3 kali. Kemudian dengan santainya dia kembali ke dapur untuk kembali meneruskan memasak. Meninggalkan Angga yang terlalu shock untuk berkata-kata. Angga telah selesai berpakaian. Dia lalu memasukan buku pelajaran kedalam tasnya. Jam di kamarnya menunjukan pukul 06.30 pagi. Masih cukup buat sarapan pikirnya. Tak beberapa lama Angga keluar dari kamarnya di lantai dua. Dia pun bergegas turun dan langsung menuju meja makan. Disana ibunya tengah menyiapkan sarapan. Makan dulu Ga.. ibunya berkata sambil menaruh sepotong telur dadar ke piring Angga. Tanpa banyak berkata Angga mengambil nasi dengan porsi kuli bangunan sambil mencomot dua

www.ilhammenulis.wordpress.com tempe goreng. Angga makan dengan lahap, namun dia tersedak ketika melihat spatula yang digunakan ibunya untuk menggoreng. uhukk..uhukk, Mam! Itu kan yang tadi dipake ngegebuk kecoa? Masa dipake masak tlor sih? Angga tiba-tiba berhenti mengunyah makanannya. Ya engga dong sayang, masa mami pake spatula bekas kecoa buat ngegoreng telur? Adaada aja. kata ibunya tenang. Angga pun lega, setelah minum segelas air untuk melancarkan tenggorokannya, dia kembali makan denan lahap. Sambil mencuci peralatan masak ibunya berkata. Spatulanya gak dipake buat ngegoreng telur, tapi tadi dipake ngegoreng tempe. Angga menyemburkan air yang sedang dia minum. Pergi dulu mam! Angga yang telah selesai memakai sepatu berpamitan kepada ibunya. Belum sempat dia membuka pintu keluar, ibunya berteriak dari dapur. Angga! Hari ini mama nyuci jangan? Angga terdiam sesaat, pandangannya kosong sekitar 2-3 detik. Jangan ma, hari ini hujan! diapun membuka pintu lalu melangkah keluar. Itulah Angga, dengan kesehariannya. Dia tinggal di sebuah kawasan perumahan di daerah Bandung tengah, bersama ibu dan seorang kakak perempaun yang sekarang sedang menamatkan kuliah di jurusan sastra sebuah universitas negeri. Kakaknya hanya pulang ke rumah setiap hari sabtu dan minggu, hal tersebut menyebabkan Angga lebih banyak menghabiskan waktu berdua dengan ibunya. Ayahnya telah meninggal. Setidaknya itulah kabar terakhir yang diterimanya. Ayahnya memutuskan untuk bercerai saat usianya masih tujuh tahun. Semenjak itu hanya selentingan kabar yang pernah dia dengar tentang ayahnya. Sampai beberapa tahun yang lalu, dia mendengar bahwa 5

www.ilhammenulis.wordpress.com ayahnya menjadi korban kecelakaan pesawat terbang yang terjatuh di laut, sampai saat ini mayatnya tidak pernah ditemukan. Angga tak pernah terlalu memikirkannya, lagipula baginya itu tidaklah penting, yang terpenting adalah dia, ibu dan kakaknya bisa hidup bahagia, walaupun tanpa sosok seorang ayah. WOOYY..!!! bengong aja! seseorang menepuk pundak Angga dar belakang. Angga menoleh sebentar, Eh, lo Ta. Setelah itu dia kembali meneruskan ritual melamunnya dengan khidmat. Rekta, sahabat karib Angga hanya menggelengkan kepala, kecanduan Angga terhadap melamun memang parah, stadium empat. Tiga menit saja tak mengerjakan sesuatu, Angga pasti langsung melaksanakan ritual tak bermutunya itu. Dengan sigap Rekta duduk di bangku kosong sebelah Angga. Mereka berdua duduk di sebuah bangku kayu yang terletak depan kelas 11 IPA-1, kelas baru mereka selama empat bulan belakangan ini. Kelas yang setengah mati Angga hindari karena berisi orang-orang super dari sekolah mereka. Akhir semester yang lalu Angga mendapatkan undangan untuk mengikuti seleksi ke kelas unggulan ini. Angga menolak, dia malas sekelas dengan orang-orang bermuka kamus dan penggaris yang kerjanya hanya belajar dan belajar. Hampir semua teman sekelasnya dulu masuk ke kelas IPA-3 atau IPS-1, dan Angga pun berencana untuk masuk kesana. Ibunya sudah membujuknya dengan berbagai macam cara, dari mulai janji akan diberi PONSEL terbaru, sampai uang saku dinaikan. Angga tetap tak mau. Tapi pada akhirnya Angga tak bisa menolak saat ibunya melakukan adegan dramatis berpura-pura akan menggantung dirinya di tiang jemuran jika Angga tak mau mencoba seleksi masuk ke kelas unggulan itu. Asal pilih aja deh, yang penting udah nyoba.. pikirnya. Jadi saat test dia sama sekali tidak menyentuh kertas soal, dan hanya mengisi pilihan pada LJK dengan acak. Hasilnya? Peringkat 7 dari atas.

www.ilhammenulis.wordpress.com Angga terkejut, tentu saja. Dia sama sekali tak menyangka bahwa tingkat keberuntungannya setinggi itu, tapi Angga tak bisa berbuat apa-apa, mengaku pada kepala sekolah bahwa dia mengisi soal test secara acak hanya akan berakhir pada skorsing dan pemanggilan orangtua, dan Angga sama sekali tak ingin ibunya datang ke sekolah, akan terjadi total chaos. Untunglah ada Rekta, teman bermain bola Angga sewaktu dia masih kelas satu. Walaupun berbeda kelas, tapi mereka selalu menjadi tandem saat ada pertandingan bola antar sekolah. Rekta yang menjadi korban kekasaran tim lawan, dan Angga menjadi petugas medis yang mengobati kakinya. Suatu hari Angga menceritakan tentang keberuntungannya saat menjalani test masuk, Rekta hanya bisa terkagum-kagum dan bertepuk tangan, menurutnya tingkat keberuntungan Angga sudah memecahkan Guiness Book of Record, dan berhak mendapatkan penghargaan dari MURI. Sejak saat itu dia terkadang dipanggil Clover Boy oleh Rekta. Eh, ntar siang ada murid baru loh di kelas kita. Rekta berkata sambil memeperhatikan seklompok anak kelas satu yang sedang berolahraga di lapangan. Hah? Cewek apa cowok? Angga bertanya seperlunya. Dia tak terlalu perduli. Cewek, katanya sih pindahan dari luar negeri. SMA swasta maksudnya? Sableng, luar Indonesia.. Rekta tertawa sambil menonjok lengan Angga. hahahaha.. Angga membalas tonjokan Rekta. Tiba-tiba seorang gadis berlari-lari kecil menghampiri mereka, sambil melambaikan tangan. Karin tuh Ga.. Rekta berkata sambil menunjuk perempuan mungil berambut panjang itu. Iya tau, dari jarak dua kilo aja gue udah bisa liat! Radar cinta! timpal Angga sambil terkekeh, diapun berdiri. Gue duluan ya Ta, si Karin minta dianter ke Perpus. Saat Angga hendak pergi, dia tiba-tiba teringat sesuatu. Oh iya Ta, lu jadi mau latihan di lapangan jam 2 nanti? 7

www.ilhammenulis.wordpress.com Rekta mengangguk. Pake lapangan indoor aja, nanti bakal hujan. Angga berkata sambil menujuk langit. Diapun berlari menghampiri Karin, pacarnya sejak tiga bulan yang lalu. Rekta menatap langit yang cerah, dengan sedikit awan. Sama sekali tak ada tanda-tanda akan hujan. Dia kembali menggeleng, kadang dia tak mengerti, darimana datangnya ramalanramalan cuaca Angga tentang hujan. Tapi sejauh yang dia tahu, Pemuda anti hujan itu selalu benar.

www.ilhammenulis.wordpress.com

2 Namanya Vetra
September 2006 Honey, time to go. Seorang pria berbisik kepada seorang gadis yang sedang sibuk mengepak barang. Gadis itu lalu memandangi pria itu dengan tatapan memelas. Daddy, do I really need to go to that place? Why cant I stay in Boston with Nanny? Or at least let me finish my school in Milan with Mark. Anywhere but that place. Gadis itu berkata skeptis. Pria itu tampak sedih, tapi dia telah mengambil keputusan. Ini adalah jalan terbaik baginya dan keluarganya. Mommy dan Tetra membutuhkanmu. Lagipula apa salahnya menghabiskan waktu bersama mereka di Indonesia? Daddy yakin kamu pasti bisa menemukan pengalaman baru disana. Dan yang terpenting. Bakatmu aman disana. Gadis itu menundukan kepalanya. bakat? Ini kutukan!.. dia tak pernah menginginkannya. Dan gadis itu menutup resleting terluar kopernya. Oktober 2006 Sebuah mercedes-benz berhenti tepat diluar gerbang sekolah. Sang sopir segera turun dan membuka pintu penumpang. Seorang gadis turun dari mobil itu, wajahnya muram. Dia lalu berjalan dengan lambat. Sebelum masuk ke gerbang sekolah, dia melihat bangunan itu secara keseluruhan. Sekolah tua, dengan arsitektur zaman belanda, dua lantai. Dengan cepat dia mengkalkulasi tinggi dan lebar bangunan didepannya, mengukur volumnya, serta jumlah bata yang digunakan untuk menutupi seluruh luas permukaannya, tapi sebelum dia selesai menghitung tekanan yang dapat ditahan oleh bangunan itu, dia tiba-tiba tercekat. Idiot.. stop it!, kamu harus bisa menahan diri.

www.ilhammenulis.wordpress.com Diapun menarik nafas lalu menghembuskannya pelan-pelan, dan berjalan sambil menundukan kepala. Kepala sekolah SMA Negeri itu sangat senang menyambutnya, beliau mengundang gadis itu masuk ke kantornya, dan mulai membicarakan tentang semua hal yang berkaitan dengan sekolah tersebut. Diapun dengan bangga menunjukan peta sekolah itu secara keseluruhan dan menjelaskan fungsi ruangannya satu-per-satu. Gadis itu hanya diam, dia tidak memperhatikan apa yang dibicarakan oleh bapak itu, dari tadi perhatiannya tertuju pada lukisan garuda yang terpasang di dinding ruangan. Tahan, tahan.. jangan tergoda.. Setelah lebih dari sepuluh menit, bapak kepala sekolah mempersilahkannya untuk segera mengikuti pelajaran. Dia bahkan menawarkan diri untuk mengantar gadis itu sampai ke depan kelasnya. Tapi gadis itu menolak, dengan dalih dia ingin melihat-lihat dulu. Dia lalu merobek secarik kertas dan menuliskan kelas serta guru yang sedang mengajar di kelas itu. Dia memberikannya pada gadis itu bersama sebuah amplop. Sesaat sebelum keluar, gadis itu berkata pada kepala sekolah. Ahh.. aku menyerah Ehm pak, lukisan garuda itu.. katanya gugup eh? Kenapa dengan lukisan saya? Bagus ya? kepala sekolah langsung merasa bangga, lukisan itu adalah lukisan yang dia beli dengan mahal beberapa tahun lalu dari seorang pelukis terkenal asal kalimantan. Bukan, lukisannya terlalu miring ke kanan 8 derajat. Memang tak terlalu terlihat, tapi sedikit mengganggu perspektif orang yang melihatnya. Gadis itu tersenyum gugup, dan diapun segera pergi dari sana. Dasar si mulut besar sok tahu! Diapun menyesali ketidak mampuannya untuk menahan diri.

10

www.ilhammenulis.wordpress.com Gadis itu berhenti di depan kelas 11 IPA-1. Sebelum masuk kelas dia menenangkan dirinya sendiri. Tak apa, everythings gonna be alright. Just pretend to be an ordinary girl.. saya orang biasa, saya orang biasa, saya normal. Dan dengan ragu-ragu dia mengetuk pintu. Angga duduk dibangku belakang bersama Rekta. Selama pelajaran fisika ini, saat hampir semua murid sibuk memperhatikan dan mencatat pelajaran, dia sibuk menyempurnakan teknik memutar-mutar pensilnya. Kelingkang-jari manis-jari tengah-telunjuk, terus berulang-ulang. Berkalikali pensil itu berputar tidak karuan sebelum akhirnya jatuh. Merasa frustasi karena selalu gagal, dia lalu mulai mengganggu Rekta yang sedang asyik berkencan dengan kalkulatornya. Rekta yang kesal kemudian mengambil pensil Angga dan melemparkannya ke samping sambil terkekeh. Dengan sebal Angga keluar diam-diam dari bangkunya dan mencari pensil kesayangannya. Pada saat itulah terdengar ketukan dipintu. Ibu Hertin, sang guru Fisika tergalak di SMA itu kemudian membuka pintu dengan bergegas. Dia sangat tidak suka diganggu saat jam pelajaran. Ibu itu sudah siap marah ketika membuka pintu. Tapi dia kemudian diam. Rupanya ada seorang gadis yang menyerahkan surat kepadanya. Ibu itu lalu mengerutkan alisnya, mengangguk satu kali. dan mempersilahkannya masuk. Saat itu Angga masih sibuk mencari pensilnya dibawah meja teman-temannya. Anak-anak, minta perhatiannya sebentar.. semua murid yang sedang asyik mecatat berhenti menulis, dan memperhatikan ibu Hertin. Ini ada murid pindahan, mulai hari ini dia akan sekelas dengan kalian. Coba kamu perkenalkan diri. Jangan lama-lama, saya masih harus mengajar! katanya ketus. err.. nama saya Vetra Vlosita, panggil aja Vetra. Saya dulu sekolah di Washington, Amerika. Gadis yang bernama Vetra tersebut kemudian diam, dia tidak tahu harus berbicara apa lagi. Nama belakang kamu Vlosita? Dari kata vlocity dalam fisika? ibu itu keheranan iya bu. Ayah saya ilmuan. 11

www.ilhammenulis.wordpress.com waaw.. kamu pasti pintar, ayo silahkan duduk. Mood ibu Hertin agak sedikit bagus setelah mendengarnya. Ibu itu sangat menyukai orang-orang pintar. Angga menemukan pensilnya, diapun segera berdiri, tapi karena terlalu terburu-buru, bagian balakang kepalanya membentur sudut meja.. Aaaaaaawwwwww!! Angga menjerit spontan. Dia mengusap bagian belakang kepalanya. Dia lalu melihat tatapan panik dari Rekta di barisan belakang. Wah ternyata pensilnya kelempar jauh juga.. saat akan kembali duduk, Ibu Hertin berteriak. ANGGA!! SEDANG APA KAMU DIBAWAH MEJA!! moodnya yang baru saja naik langsung turun drastis oleh kelakuan Angga. A..anu bu, pensil saya jatuh! katanya sambil menunjukan pensilnya. ALASAN! Kesini kamu, berdiri di pojok! ibu Hertin berteriak sambil menunjuk ke pojok hukuman, yaitu sebuah sudut di depan kelas mereka yang digunakan untuk murid-murid yang melanggar peraturan. Sudut yang paling sering dihuni oleh Angga. Angga tidak bisa berbicara apa-apa, lebih tepatnya dia tidak mau menambah masalahnya. Dengan pasrah dia berdiri di sudut ruangan. Yah, setidaknya dia bisa menertawakan semua temannya yang kesulitan bergumul dengan rumus Einstein dari pojok itu. Vetra duduk di bangku paling depan, sendirian. Dia duduk tepat berhadapan dengan Angga yang sedang berdiri di pojok. Laki-laki konyol pikirnya. Tapi mau tak mau selama kelas itu Vetra harus melihat Angga, dan seperti biasa, secara refleks dia menganalisis tingginya, panjang lengannya, ukuran kakinya, warna kulit dan bola matanya, serta hal-hal matematis lainnya. Biasa saja, cukup tampan, tapi biasa saja. Angga dengan canggung berdiri di pojok, dia berhadapan dengan gadis itu. Siapa tadi namanya? Peta? Atau Fera? Gadis itu tidak terlalu tinggi, walaupun kulitnya putih seperti orang luar negeri, dan mukanya sedikit indo, perawakannya adalah perawakan orang Indonesia pada 12

www.ilhammenulis.wordpress.com umumnya. Menurut Angga dia cukup cantik, dengan rambutnya yang lurus dan diikat poni kuda, dan menampakan telinganya yang beranting. Hmm 85 poin, Karin masih lebih cantik. Kakinya mulai pegal, Angga menyumpahi kelakuan kurang ajar Rekta, yang sekarang sedang setengah mati menahan tawa. I shall revenge. Angga mengutip adegan film aksi yang kemarin dia tonton. Tapi kemudian dia menyadari bahwa ini adalah hukuman yang paling indah yang pernah dia terima selama ini. Selama sisa pelajaran itu dia bisa sepuasnya memandangi wajah murid baru tersebut.

3
13

www.ilhammenulis.wordpress.com

3 Kita ini berbeda..


November 2006 Sudah satu bulan mereka satu kelas, tapi belum pernah sekalipun mereka berbicara satu sama lain. Jangankan bercakap-cakap, saling bertegur sapa pun mereka tidak pernah. Angga tidak pernah mempunyai kesempatan untuk mengobrol dengan Vetra. Vetra selalu datang paling pertama di kelas, sementara Angga selalu datang ke kelas pada saat injury time, yaitu sekitar lima menit sebelum bel masuk. Dikelas Vetra sangat betah dengan posisi duduknya yang nyaman, diktator barisan paling depan. Sementara Angga selalu dengan setia menjaga singgasananya di barisan paling belakang. Saat jam kosong biasanya Vetra langsung menghilang dari kelas, entah kemana. Begitupula saat jam pulang, Vetra selalu pulang paling awal, dia tidak pernah mengikuti kegiatan ekstrakulikuler apapun. Sama sekali belum ada kesempatan untuk mereka berinteraksi. Sampai pada suatu hari. Hari ini kamis pagi, dan jam pelajaran pertama adalah Kimia. Guru kimia kelas XI IPA 1 adalah Mr. Jo. Seorang lelaki bulat pendek asli Madiun. Nama sebenarnya adalah Bejo Prasetyo, tapi karena dia adalah seorang lulusan S2 dari sebuah universitas di Australia, dia bersikeras untuk dipanggil Mr.Jo, agar terdengar lebih luar negeri. Mr. Jo masuk ke kelas, diiringi suara tak-tik-tuk sepatu pantopelnya, dia berjalan dengan langkah kecil namun cepat. membuatnya terihat seperti anak pinguin yang sedang belajar berjalan. Setelah menyimpan tasnya, dia mulai memandang seluruh kelas sambil menggaruk-garuk kumisnya yang tebal. Semua murid sedang sibuk mempersiapkan buku catatan dan buku teks kimia dari tas mereka. Kecuali Angga, dia sedang asyik melakukan kegiatan rutinnya, melamun. Angga.. Mr. Jo memanggilanya, tapi dia masih asyik bertualang di alamnya sendiri. ANGGA! Mr.Jo memanggilnya lagi dengan nada ketus.

14

www.ilhammenulis.wordpress.com Eh.. iya Pak? Angga tersadar setelah kakinya diinjak Rekta. Pindah kedepan. Mr.Jo menunjuk bangku kosong disamping Vetra. Membuat Vetra melirik sekejap ke bangku belakang. Err, kenapa pak? Udah disini aja deh.. kan sama aja. timpal Angga. Biar kamu ndak melamun terus! Ayo cepet! Mr.Jo sudah mulai tidak sabar. Angga pun tau diri, dia sedang tidak ingin mencari masalah, terutama dengan Mr.Jo yang mempunyai penyakit darah tinggi. Jadi dengan berat hati dan wajah dongkol dia mengambil buku tulisnya dan duduk di samping Vetra. Vetra meliriknya sebentar, setelah memberikan tatapan jangan-ganggu-saya-plis Kepada Angga, dia kembali berkutat dengan buku teksnya. Angga merasa sedikit canggung, bukan karena berada di bangku depan, tapi karena dia duduk disamping orang sudah ada di kelasnya selama satu bulan tapi belum sempat dikenalnya dengan baik. Padahal pada awal semester hanya butuh waktu dua minggu baginya untuk mengenal semua teman-temannya di kelas. Begitupula teman-temannya, tak butuh waktu lama untuk mengetahui bahwa Angga adalah makhluk paling abnormal di kelas mereka. Mr.Jo memulai pelajaran. Seperti biasa, pelajaran Mr.Jo lebih mirip pelajaran wisata daripada pelajaran kimia. Satu jam pelajaran pasti akan dihabiskannya untuk bercerita tentang pengalamannya waktu bertualang keliling Eropa dan Amerika. Angga tidak memperhatikan, dia sedang memikirkan cara agar tidak merasa canggung lagi, otaknya sedang mensimulasikan cara pendekatan untuk makhluk asing semacam Vetra, tapi tak ada satupun cara yang tampaknya akan berhasil. Angga melirik Vetra, dia sedang membaca buku kimia, dari wajahnya jelas terlihat dia kesal karena pelajaran tak juga dimulai. Lima belas menit kemudian, Mr.Jo masih asik bercerita. Dia sedang menceritakan pengalamannya saat berkunjung ke Amerika, dan entah bagaimana ceritanya tiba-tiba berubah menjadi sejarah penemuan benua Amerika.

15

www.ilhammenulis.wordpress.com Angga melirik Vetra lagi, gadis itu sedang menggigit bibirnya, dia tampak tidak menikmati cerita-cerita Mr.Jo, dan dia terlihat sangat gelisah. Beberapa kali Angga mendengarnya menggumamkan sesuatu yang tidak jelas, entah keluhan, entah makian. ..jadi luar biasa bukan? Walaupun Colombus yang pertama kali menjelajahi Amerika, tapi nama benua itu diambil dari nama explorer Italia, yaitu Amerigo Vespucci. Pada tahun 1500.. Vetra terlihat menggeleng-gelengkan kepalanya, dia jelas sudah tidak tahan lagi. Dengan ragu-ragu, dia mengangkat tangannya. Ya, kenapa? Mau ke WC? Mr.Jo terlihat tidak senang karena dipotong pada saat sedang berbicara. Uhm, mau mengkoreksi sedikit pak. Koreksi? Soal apa? Mr. Jo keheranan Sebenarnya nama benua Amerika bukan diambil dari nama Amerigo Vespucci. Mr.Jo terlihat sedikit kaget. Begitu juga semua murid di kelas itu. Dan tidak ketinggalan Angga, yang tidak menyangka Vetra akan mengkoreksi Mr. Jo. Maksud kamu? Coba jelaskan? Mr. Jo kembali memutar kumisnya. Vetra mengambil nafas sebentar, dan mulai berbicara. Amerigo Vespucci sampai di Amerika pada tahun 1500, beberapa tahun setelah Colombus, tapi dia tidak menamainya. Nama Amerika berasal dari nama pedagang asal Inggris, Richard Amerike. Nonsense! Tidak ada bukti yang menunjukannya. Apa yang membuat kamu begitu yakin? Mr. Jo berkata sinis. 20 tahun sebelum nya, sekitar tahun 1480, orang-orang Inggris telah berlayar ke Amerika untuk memancing ikan. Dan Richard Amerike adalah salah satunya, dia adalah sponsor kapal Matthew yang menjelajahi Amerika pada tahun 1497. Pada saat itulah nama Amerika mulai terkenal. Buktinya semua peta yang dikeluarkan di Eropa sebelum tahun 1507 tidak pernah menggunakan nama Amerika, melainkan menggunakan nama Terra Incognita, satu-satunya peta yang 16

www.ilhammenulis.wordpress.com menggunakan kata Amerika pada tahun-tahun itu terdapat di Bristol, Inggris! Vetra kehabisan nafas masih banyak informasi yang ingin dia sampaikan, tapi nafasnya tidak mengizinkannya untuk berbicara lebih banyak. Angga mlongo, dia sama sekali tidak menyangka Vetra serius dengan kata-katanya, dia mengira bahwa tadi Vetra hanya menunjukan kekesalan karena pelajaran tak kunjung dimulai. Mr.Jo terdiam sebentar, dia terlihat sangat kesal karena diajari oleh muridnya sendiri. Harga dirinya terluka. Di dalam otaknya sekarang dia sedang menyusun sanggahan-sanggahan agar dia tidak merasa malu di depan semua anak didiknya. Konspiratif.. Tapi tetap saja, bukti-buktinya tidak cukup kuat. Itu mungkin saja hanya akalakalan orang Inggris yang iri pada orang Itali! Buktinya sampai sekarang hal itulah yang umum berlaku di semua buku pelajaran! Ah.. rupanya Mr.Jo belum puas di K.O pikir Angga. Vetra menghela nafas lagi. Sebuah penemuan tidak pernah dinamai dengan nama depan seseorang, tapi dengan nama keluarga. Seperti kepulauan Cook, dan kepulauan Faroe, mesin Carnott, hukum Newton, dan masih banyak lagi. Jika nama benua itu berasal dari nama Amerigo Vespucci, nama benuanya sekarang pasti Vespuccia, bukan Amerika! Alasan kenapa teori penamaan Amerika tidak dibetulkan adalah sama dengan kenapa teori evolusi masih berlaku seperti sekarang. Karena adanya orang-orang sok tau dan keras kepala seperti bapak! Vetra malanjutkan dengan mantap. Seluruh kelas menjadi ramai, mereka baru pertama kali mendengarnya. Beberapa anak mencoba mencatat apa yang baru saja dikatakan oleh Vetra, beberapa lagi langsung membuka laptopnya untuk mencari informasi di internet. Angga hanya berdecak kagum, perempuan pendiam yang duduk di sebelahnya ternyata adalah sebuah bom waktu organik yang gampang meledak. BRAAAAKKK!!... Mr.Jo menggebrak meja, mukanya merah padam. Seluruh ruangan tibatiba menjadi hening. Semua murid menunduk, kecuali Angga, dia penasaran apa yang akan terjadi selanjutnya. 17

www.ilhammenulis.wordpress.com DIAM! Mr.Jo berteriak, dia lalu menunjuk Vetra. Berani-beraninya kamu berkata seperti itu kepada seorang guru! Dasar ndak bermoral! Kamu yang sok tahu! Keluar kamu sekarang! Vetra lalu mengambil buku kimianya, dia keluar dari kelas dengan setengah berlari. Wajahnya terlihat kesal, dan matanya sedikit berkaca-kaca. Well done Vetra, youve ruin it.. Again. Vetra duduk di sebuah kursi kosong. Meja di depannya dipenuhi oleh tumpukan buku-buku dan ensiklopedi. Sudah setengah jam dia menghabiskan waktunya dengan menyendiri di perpustakaan sambil membaca buku sebanyak yang dia bisa. Karena ini jam pelajaran, perpustakaan itu kosong, hanya ada dia dan seorang wanita muda yang mungkin adalah penjaga perpustakaan. Wanita itu berjalan bolak balik dari satu rak ke rak yang lain. Seperti sedang mencari-cari sesuatu. Vetra tidak terlalu memperhatikannya, satu-satunya hal yang menarik dari wanita itu hanyalah sweaternya yang berwarna oranye, dengan model yang terlihat sangat ketinggalan zaman. Vetra membolak-balik buku Mathemathical Mystery Tour yang sudah agak lapuk. Fibbonachi, phi, misteri angka 9, semua hal yang ada di buku itu telah dia pelajari bertahun-tahun yang lalu. Diapun menutup buku itu dan beralih pada buku yang lainnya. Angga masuk ke ruang perpustakaan, setelah mencari-cari sebentar, dia menemukan Vetra di salah satu sudut perpustakaan itu. Angga lalu berjalan menghampirinya. rupanya ini tempat nongkrong Vetra saat jam kosong pikirnya. Ruang perpustakaan itu cukup besar, lorong-lorongnya yang sempit dibuat dari rak buku, begitupula seluruh dindingnya. Koleksi buku di perpustakaan ini sudah lebih dari 1000 judul. mulai dari buku-buku klasik seperti buku ekonomi Adam Smith, sampai buku fisika kuantum Stephen Hawking, semuanya berjajar dengan rapi. Angga menghampiri Vetra dari belakang, dia lalu mengambil buku secara acak dari tumpukan buku Vetra dan membaca judulnya. 18

www.ilhammenulis.wordpress.com Order Out Of Chaos.. waw.. kitab suci agama apa nih? Angga bertanya sambil tersenyum. Vetra meliriknya, sedikit kaget karena tiba-tiba ada yang menyapanya. Dia lalu membuka mulutnya sebentar, seperti ingin mengatakan sesuatu, tapi dia urungkan. Diapun kembali membaca. Angga menyimpan kembali buku itu di tempatnya. Setelah itu dia duduk di sebelah Vetra. Tadi kamu hebat banget loh. Angga memulai percakapan, dengan sedikit canggung. Vetra meliriknya lagi, dia tampak tidak terlalu nyaman membicarakannya. Hmm.. saya cuma bicara apa adanya ko. Mengungkapkan fakta. Tuturnya datar. Iya sih, tapi saya salut. Kamu berani ngeluarin pendapat kamu ke guru otoriter semacam Mr.Jo. kayaknya kita punya persamaan Vet, sama-sama menjunjung tinggi kebebasan! Angga berkata dengan sedikit antusias. Vetra menutup bukunya, lalu menatap Angga dengan pandangan dingin. Jangan bercanda, Kita ini berbeda. Menurut saya kamu adalah seseorang yang sering berbuat sesuatu hanya karena impuls sesaat aja. kamu berprilaku spontan bukan karena mengetahui fakta dan realita, tapi karena emosi dan harga diri. Sama sekali berbeda dengan tindakan saya yang tadi! Tolong jangan disamakan. Hmm.. maksud kamu apa? Angga kebingungan. Vetra hanya mengangkat bahu, dia kemudian mengambil tumpukan buku di meja itu untuk dikembalikan ke tempatnya semula. Angga berdiri, dia lalu berjalan menuju pintu keluar. Saat melewati Vetra, dia berkata. Pulang sekolah kamu disuruh menghadap kepala sekolah. Saya datang kesini buat ngasih tau kamu soal itu. Vetra terdiam sesaat, lalu mengangguk. Angga berjalan keluar lalu menutup pintu perpustakaan. Yah, setidaknya kita sudah pernah mengobrol.

19

www.ilhammenulis.wordpress.com Apa maksud kamu? kepala sekolah bertanya. Saya tidak bermaksud apa-apa pak, saya hanya berbicara tentang kebenaran. Vetra menjawab sambil menundukan kepalanya. Iya, apa tidak bisa kamu mengungkapkannaya diluar kelas? kamu telah mempermalukan salah seorang guru terbaik kami! nada bicara kepala sekolah meninggi. Tapi saya hanya Kepala sekolah mengangkat tangannya, memberikan isyarat agar Vetra berhenti berbicara. Vetra pun membenamkan punggungnya lebih dalam di sofa empuk itu. Huff.. kacau.. Saya tau kamu ini berasal dari luar negeri. Tapi ini Indonesia, bukan Amerika, kamu harus lebih menjaga sikap dan tata krama kamu. Saya sudah cukup pusing menghadapi teman sekelas kamu. Siapa itu namanya? Si Angga? Kamu tuh sama saja dengan dia. Vetra kembali sedikit emosi mendengarnya. Mohon maaf pak, tapi tolong jangan samakan.. Kepala sekolah mendelik marah, membuat Vetra kembali terdiam. Kalian tuh sama-sama susah diatur! Perusak sistem! Tapi ya sudahlah, karena kamu masih baru disini, saya akan memberikan toleransi. Saya tidak akan menskors kamu. Tapi saya tetap akan menghukum kamu. Suruh Angga masuk! Angga? Vetra tidak mengerti, apa hubungan Angga dengan masalah yang dia hadapi sekarang. Vetra berjalan keluar ruang kepala sekolah, dan dia mendapati Angga sedang duduk di di bangku kayu di depan ruang kepala sekolah. Kamu disuruh masuk. Vetra berbicara dengan nada datar. Angga mengangguk, mereka pun masuk kembali. Angga duduk disamping Vetra. Menunggu kepala sekolah yang sepertinya sedang mencaricari sesuatu di lemari berkasnya. tak beberapa lama, dia kembali dengan sebuah pamflet ditangannya.

20

www.ilhammenulis.wordpress.com Walaupun nakal, saya tau kalian berdua itu pintar, saya ingin kalian berdua bekerja sama mengikuti lomba ini. Kata kepala sekolah sambil tersenyum. APA??? Angga dan Vetra menjawab bersamaan. Mereka tiidak mempercayai apa yang baru saja dikatakan oleh kepala sekolah.

21

www.ilhammenulis.wordpress.com

4 Project Impossible
Angga menghempaskan tubuhnya ke sofa ruang tengah rumah Karin. Dengan santai dia melepaskan sepatunya, lalu menaikan kakinya keatas sofa, bersila. Tak lama Karin muncul dari dapur, membawa serta dua gelas jeruk hangat. Senyum tersungging dari bibir mungilnya. Diapun duduk di samping Angga. Jadi kamu sama anak baru itu terpaksa harus ikut lomba ekonomi tingkat provinsi? Ko bisa sih? Karin berbicara tak hentinya tersenyum, Angga selalu penuh kejutan. Yap. Angga hanya menjawab singkat. Dia lalu mengangkat gelasnya sambil mengadukngaduk isinya dengan sendok. Angga meminum jeruk hangat itu sambil memandang keluar jendela. Awan gelap bergulunggulung, sesekali diiringi oleh gelegar suara halilintar. Hmm, kayaknya gak akan hujan sampai nanti malam. Diapun kembali mengalihkan perhatiannya pada lomba ekonomi yang harus diikutinya bersama Vetra. Dia sebenarnya merasa sangat tidak enak membicarakan masalah ini dengan Karin, yang notabene adalah anak IPS. Dan lomba ekonomi tentu saja adalah bagian anak IPS, bukan IPA. Menurut kamu gimana Rin? Apa ga akan jadi masalah kalo anak-anak IPS tau? Karin tersenyum, dia mengerti apa yang dirasakan oleh Angga. Hmm.. mereka pasti sebel sih, terutama IPS 1. Ekonomi kan jatahnya IPS. tapi aku rasa gak masalah, asal kamu bisa ngebuktiin sama mereka kalo kamu emang kompeten buat lomba itu. kompeten? Hahaha, gimana bisa! Kamu tau sendiri kan saya masuk ke kelas itu cuma karena beruntung. Dan saya gak ngerti apa-apa soal ekonomi. Pelan-pelan Karin mengulurkan tangannya untuk menggenggam tangan Angga. Yang.. aku tau kamu pasti bisa. Kamu itu pinter, cuma males. Hehe.. tenang aja, nanti aku bantu, lagian anak baru itu kayaknya pinter banget kan? Kamu belajar aja bareng dia.

22

www.ilhammenulis.wordpress.com Makasih.. Angga berkata sambil tersenyum Tapi apa bener gak apa-apa? Kamu gak bakal cemburu? Asal kamunya aja jangan keganjenan! Karin cemberut, dia lalu berdiri untuk melihat pantulan dirinya di kaca besar yang terdapat di ruangan itu. Ga mungkin lah. Taapi Apa lagi siih? Karin berkata sambil merapikan poninya Gimana kalo ternyata dia yang naksir sama saya? Karin pun melempar Angga dengan bantal sofa yang ada di dekatnya. Esoknya Angga datang lebih pagi ke sekolah. Tadi malam Rekta mengatakan bahwa dia seringkali melihat Vetra sudah ada di sekolah saat latihan pagi klub bola. Jadi Angga sengaja datang lebih pagi, dia ingin mendiskusikan masalah lomba ini dengannya. Saat itu pukul 06.15 pagi, Angga menarik resleting jaketnya sampai menutupi lehernya. Udara pagi di Bandung, terutama pada akhir tahun sama sekali tidak bersahabat. Apalagi setelah semalaman di guyur hujan. Walaupun jaketnya tebal, rasa dingin tetap menusuk ke tulangtulangnya. Saat menuju kelasnya, Angga melihat beberapa orang sedang berlari-lari di lapangan bola. Salah satunya adalah Rekta, yang kemudian melambaikan tangannya. Setelah membalas lambaian tangan sahabatnya itu, Angga masuk ke kelas, yang ternyata masih kosong. Dia lalu menyimpan tasnya di sebelah tas Rekta dan melihat ke bangku depan, tempat Vetra biasa duduk. Mungkin belum datang pikirnya. Anggapun menunggu di bangkunya, sambil menunggu, dia membuka buku catatan fisikanya, bukan untuk dibaca, melainkan untuk dirobek lembar tengahnya dan dibuat pesawat terbang kertas. Tapi tak beberapa lama, dia merasa jenuh. Setelah mengenakan kembali jaketnya, dia lalu memutuskan untuk berjalan-jalan sebentar. 23

www.ilhammenulis.wordpress.com

Sekolah Angga terdiri dari sebuah bangunan utama, serta beberapa bangunan yang terpisah dari bangunan utama. Bangunan utamanya terdiri dari dua lantai, dan memiliki sebuah sayap di sebelah selatan, yang terhubung oleh sebuah lorong di lantai satu dan lantai dua. Bangunan utama tersebut masih memiliki desain kolonial, walaupun sudah beberapa kali direnovasi, tetapi ciri khas Belandanya tetap dibiarkan seperti aslinya. Bangunan utama ini adalah satu-satunya akses untuk keluar-masuk sekolah Angga. Kegiatan akademik sekolah berpusat disini. Semua ruangan Laboratorium serta ruangan Administrasi sekolah terdapat di bangunan utama, begitu juga dengan seluruh ruang kelas X dan Kelas XII. Sementara seluruh ruang kelas XI terdapat di bagian yang terpisah di sebelah utara bangunan utama. Mengelilingi dua buah lapangan olahraga. Karena merasa kedinginan, Angga berjalan-jalan di bangunan utama, yang oleh seluruh murid lebih dikenal sebagai kelas dalam. Dia berjalan tanpa arah, melewati gudang, laboratorium bahasa, laboratorium komputer, lalu setelah itu dia berblok ke kiri untuk melihat-lihat koleksi trofi di aquarium piala SMAnya. Ketika sedang asyik melihat-lihat, pandangannya tertuju pada pintu perpustakaan yang sedikit terbuka. Merasa sedikit penasaran, dia lalu mengintip kedalam. Vetra ada disana, sedang duduk ditempat yang sama seperti kemarin. Dihadapannya bertumpuk buku-buku tebal. Angga lalu bergegas menghampirinya. Met pagi. Angga menyapanya sambil tersenyum. Vetra tidak menjawab, dia hanya melirik sebentar, seperti biasanya, lalu kembali membaca. Err.. Vet, saya mau ngomong sebentar. Angga berkata sambil mengambil posisi duduk di sebelahnya. Vetra menutup bukunya, di covernya tercetak judul An Inquiry into the Nature and Causes of the Wealth of Nations dengan huruf tebal. Vetra menatap Angga dengan pandangan tidak sabar. Ada apa? sahutnya agak ketus Saya mau diskusi soal lomba nanti. Menurut kamu gimana baiknya? 24

www.ilhammenulis.wordpress.com Vetra terdiam sesaat, setelah beberapa detik dia mulai berbicara. Kamu ga usah khawatir, saya bisa sendiri kok. Kalau kamu mau mundur ya silahkan mundur aja, saya gak keberatan. Lagipula saya sendiri udah cukup. Loh, siapa yang mau mundur? Saya mau diskusiin gimana sebaiknya strategi kita buat lomba itu! Lombanya kan bulan depan. Angga sedikit terkejut, dan juga sedikit kesal karena Vetra dengan seenaknya menyimpulkan tanpa mendengar dulu apa yang dia katakan. Hah? Are you sure? Ini lomba ekonomi loh.. Vetra kembali membaca buku yang dipegangnya. Yakin. Lagipula kepala sekolah ga akan ngijinin saya mundur, bisa-bisa saya diskors.. dan saya gak terlalu buta ekonomi kok. Waktu kelas sepuluh kan pernah belajar. Angga tersenyum bangga. Ohh.. Vetra mengangguk Berarti kamu tau dong ini buku karangan siapa? Vetra lalu memperlihatkan buku yang sedang dibacanya. Angga mengernyit, dia berpikir sebentar, lalu menggeleng. Vetra menghela nafas, hopeless.. Dia lalu mengambil tasnya dan berjalan keluar. Eh, tunggu! Mau kemana? Angga ikut berdiri dan menyusulnya. Ke kelas! Gimana bisa saya satu tim sama kamu? Kamu bahkan ga tau bapaknya Ekonomi klasik! This is hopeless! suaranya meninggi. Tunggu VetVet! jangan ngambek gitu dong. Saya kan bisa belajar. Daripada kamu ngambek, mending kamu mulai ngajarin saya pelajaran ekonomi! Vetra berhenti sebentar, dia lalu menatap Angga dengan pandangan sedingin es. Seenggaknya saya udah punya nama buat tim kita. Project Impossible. Gimana? Bagus kan? Vetra lalu masuk ke toilet wanita, sambil membanting pintunya.

25

www.ilhammenulis.wordpress.com Kenapa dia mesti marah-marah sih??? Angga bertanya kepada Rekta, sambil menunjuk Vetra yang sedang duduk di barisan depan. Saat itu bel masuk sudah berbunyi, tapi belum ada guru yang masuk ke kelas mereka. Rekta tidak langsung menjawab, dia sedang asyik mengetik SMS. Setelah pesannya terkirim, dia lalu bertanya kepada Angga. Emang tadi lo bilang apa sama dia? Angga diam sebentar, dia sebenarnya tidak terlalu nyaman menggunakan bahasa gue-lo, tetapi karena Rekta berasal dari Jakarta, Angga membiasakan diri. Ga tau deh, tapi tadi dia bilang gue hopeless karena ga tau siapa bapak ekonomi klasik! Hah? Rekta lalu tertawa sambil memegang perutnya, beberapa murid yang lain memandangnya dengan tatapan heran. Eh kampret, malah ketawa.. emangnya lo tau? Hahahaha duuuh, jelas aja dia marah-marah. Lo mau ikut lomba ekonomi tingkat Provinsi tapi ga tau siapa itu Adam Smith! Hahaha, kacaauuuu.. Hah? Lo tau? Angga keheranan Gue dan jutaan anak SMA lain juga pasti tau Ga! Ya ampuun.. masa lo ga tau Adam Smith? . Angga berpikir beberapa saat. Oh iya iya, gue inget sekarang! Yang nyanyi Grow Old With You itu kan?? Rekta kembali tertawa terbahak-bahak..

26

www.ilhammenulis.wordpress.com

5 Quatrain Adam Smith


VETRA..!! tunggu bentar! Angga berteriak ketika melihat Vetra sedang berjalan menuju kelas dalam. Saat itu jam sekolah telah usai, dan Angga sedang duduk di luar ruang kesehatan. Dia sedang menemani Karin. Vetra berbalik sebentar, tapi ketika dia melihat bahwa Angga yang memanggilnya, dia memalingkan muka dan kembali berjalan. Angga mengintip sedikit ke dalam ruang kesehatan, Karin masih sibuk menyusun laporan inventaris. Jadi tanpa pikir panjang diapun segera berlari menyusul Vetra. Vet, tunggu dong.. Angga berhasil menyusul Karin di dekat pintu keluar SMA. nafasnya terengah-engah, dia tadi berlari sepanjang koridor kelas dalam. Ada apa? sahut Vetra ketus, air mukanya terlihat kesal. Saya minta maaf. Untuk apa? Yah, pokoknya buat semua hal yang udah bikin kamu kesel. Gak perlu, saya seratus persen mengerti kok. Oh ya? Angga sedikit tenang, dia tersenyum. Iya, saya seratus persen mengerti kalau kamu tuh sama sekali gak bisa diharapkan. Senyum Angga langsung menghilang, berganti dengan plototan tajam. Angga mengepalkan tangannya, dia sekarang sedang berusaha untuk menahan emosinya. Tepat sasaran... udah ya, saya sibuk. Vetra hendak pergi. Cukup! saya udah muak ngedenger semua hinaan kamu, dan semua omong kosong dari mulut sok tahu kamu! Gak semua orang bisa kamu perlakuin kayak sampah.. Oke, saya tau kamu pintar, jebolan sekolah luar negeri, jenius.. tapi itu cuma di dalam kelas, Cuma dalam hal akademis!

27

www.ilhammenulis.wordpress.com Sementara diluar? NOL BESAR!! Kamu sama sekali gak punya kemampuan untuk sekedar bersosialisasi. Dan saya yakin seratus persen kalau kamu gak punya teman sama sekali! Angga berkata sambil menatap Vetra dengan bengis. Vetra balas memlototinya. Asal kamu tau, kamu gak punya hak buat men-judge saya seperti itu! Tau apa kamu soal diri saya? Hah! Angga tersenyum, voila, ini dia. Ooo.. lalu apa yang membuat kamu berhak men-judge saya seperti barusan, apa yang kamu tau soal saya, hah? Dan skor 1-0 untuk kemenangan Angga. Vetra terdiam, wajahnya memerah.. dan saat Angga menatap matanya, terlihat ada setitik air mata disana. Angga tercengang, ia lalu menggelengkan kepalanya, dia segera menyesal. Seharusnya dia bisa lebih bersabar, dan menyelesaikan masalah ini dengan kepala dingin. Dia mengutuk dirinya yang terlalu cepat marah. Mereka berdua terdiam untuk beberapa saat. Saat Angga akan kembali meminta maaf, Vetra lebih dahulu berbicara. Kalau begitu, buktikan.. katanya lirih. Apa? Angga tidak bisa mendengarnya. Vetra lalu menatap mata Angga dengan tajam. Kalau begitu, buktikan kalau kamu mampu! Vetra mengulangi, kali ini sedikit berteriak. Caranya? Anyway is fine. Vetra lalu pergi meninggalkan Angga begitu saja. Kamu dari mana sih? Karin bertanya dengan sedikit sebal saat Angga kembali ke ruang kesehatan. Tadi ada urusan bentar. Balas Angga sambil tersenyum.

28

www.ilhammenulis.wordpress.com Setelah itu mereka pergi ke plasa untuk makan. Suasana sekolah sudah mulai sepi, hanya ada beberapa orang yang masih sibuk berlatih basket di lapangan, dan juga beberapa anak organisasi yang sedang beristirahat di samping taman. Mereka berdua duduk di bangku pojok sebelah kiri, tempat favorit Angga, dari sana dia bisa melihat dan memperhatikan semua orang yang berada di di plasa itu, melakukan kegiatan mereka masing-masing. Disana mereka berbincang, dan terkadang tertawa. Tapi pikiran Angga sedang tidak bersama Karin saat itu, dia sedang memikirkan bagaimana caranya bisa membuktikan bahwa dia bukan orang tidak berguna di mata Vetra. Vetra duduk di jok belakang mobilnya, Melamun. Siluet langit sore Bandung yang indah sama sekali tak membuatnya terpana. Di pikirannya masih terngiang apa yang tadi diucapkan Angga setengah emosi. Nol besar Vetra merasa sangat kesal, bukan hanya karena dia kalah beradu argumen, tetapi juga karena dia tahu Angga benar. Selama ini Vetra selalu melihat orang lain dengan mata tertutup. Iapun menghela nafas, lalu membenamkan punggungnya di jok mobilnya yang empuk. Matahari sudah mulai terbenam, sayup-sayup terdengar bunyi bel terakhir, yang berarti sebentar lagi sekolah akan ditutup. Angga sedang berjalan di kelas dalam, menuju ke parkiran. Karin telah terlebih dulu pulang, dia diajak oleh ibunya untuk menjadi asisten di kliniknya. Dokter gigi. Itulah pekerjaan ibu Karin, yang juga sekaligus menjadi impian Karin dari kecil. Seminggu sekali Karin selalu diajak oleh ibunya untuk membantunya di Klinik, sebagai tenaga tambahan, dan juga agar dia terbiasa dengan bidang yang akan diambilnya setelah lulus SMA nanti. Saat hendak keluar menuju parkiran, matanya secara tidak sengaja melihat ke perpustakaan. Hmm, sudah dikunci.. 29

www.ilhammenulis.wordpress.com Tapi ketika memalingkan pandangannya, Angga mendengar suara pintu dibuka. Saat dia secara refleks berbalik, ternyata pintu perpustakaan sedikit terbuka. Angga menggaruk-garuk kepalanya, dia melihat ke kanan dan kiri, tidak ada siapa-siapa di lorong itu. Para guru pun sudah lama pulang, hanya tersisa beberapa petugas Tata Usaha yang sedang menyusun arsip. Dia lalu berjalan menuju ke perpustakaan. Aneh, kan jam 4 harusnya udah tutup.. Angga melihat pintu itu dari dekat, dan pintu itu ternyata memang terbuka. Dia lalu mlongok ke dalam, tak ada siapa-siapa, di dalam ruangan itu sepi. Hellooo paak, buuu, pintunya belum dikunci niihh.. Angga berkata kepada petugas perpustakaan yang seharusnya ada disana. Tapi tak ada jawaban. Angga pun masuk ke dalam. Dia lalu melihat ke sekeliling ruangan. Dan dia memang tidak menemukan siapa-siapa. Angga lalu berjalan keluar. Namun saat dia hendak menutup pintu kembali, dia melihat sebuah buku yang tergeletak di meja petugas. Wealth of Nations Buku sial.. pikirnya, diapun lalu mengambil buku itu dan melihat-lihat isinya. Buku itu sangat tebal, mungkin lebih dari 1000 halaman. Sampulnya berwarna biru dengan huruf-huruf berwarna perak yang dicetak timbul, bersama dengan wajah Adam Smith yang menghadap ke kanan. Klasik.. pikirnya. Angga lalu membuka halamannya secara acak. Bahasa Inggris! Ia menggelengkan kepalanya. Buku itu bahkan bukan buku terjemahan, melainkan buku asli yang menggunakan bahasa Inggris. Angga tak bisa membayangkan ada anak seusianya yang membaca buku itu. Ia lalu membolak balik halamannya, baginya isi dari buku itu tak lebih dari deretan hurufhuruf yang membosankan. Tanpa gambar sama sekali, sangat berbeda dengan buku ekonomi lain 30

www.ilhammenulis.wordpress.com yang dia ketahui. Selama beberapa menit dia hanya melihat-lihat secara acak, namun tiba-tiba Angga berhenti. Dia menemukan sesuatu yang menarik, dihalaman 556 yang berisi tulisan Book IV: Of Systems of political Economy, dia menemukan sebuah tulisan tangan yang dibuat dengan tinta hitam. Tulisan terletak di pojok kanan atas, terdiri dari 4 baris dan sudah agak pudar. Karena kakaknya kuliah di jurusan sastra, Angga segera mengenali jenis tulisan tersebut. Quatrain? Di buku Adam Smith?.. Angga lalu mencoba untuk membaca tulisan itu.. you seek a class which its side full of glass you might Hey, sedang apa kamu? Angga terkejut, dia segera menutup buku itu dan menyimpannya kembali di meja. Di hadapannya berdiri satpam penjaga sekolah. Eh, engga pak, saya cuma liat-liat. Sahut Angga gugup. Cepet pulang! Perpustakaan harusnya sudah ditutup! sahut satpam itu galak. Angga tak membuang-buang waktu, dia cepat-cepat pergi dari sana sebelum dia terlibat masalah lagi. Vetra sudah dua hari tidak masuk. Sopirnya kemarin mengantarkan surat yang berisi permintaan izin, Vetra sedang berada di kedutaan terkait dengan masalah imigrasi, entah apa. Angga tidak terlalu khawatir, malah bisa disebut dia beruntung. Sudah dua hari ini Angga memikirkan cara yang paling ampuh agar dia bisa membuktikan diri dihadapan Vetra, tapi sampai sekarang dia belum menemukannya. Siang itu hari kamis. Matahari bersinar dengan terik, membuat semua orang malas melakukan aktifitas diluar ruangan, terutama Angga. Saat ini dia sedang minum es campur bersama Karin di plasa. Angga mengaduk-ngaduk isi es campurnya dengan sendok, sambil melamun. Sesekali dia menanggapi obrolan Karin yang sedang asik bercloteh dengan kawan-kawannya. 31

www.ilhammenulis.wordpress.com Angga menghela nafas, semua ini terasa begitu merepotkan, dia sangat tidak senang berada dalam situasi tanpa pilihan. Oh iya Rin, udah siap-siap buat quiz ekonomi besok? tanya Lea, salah seorang teman Karin Hah! Ya ampun.. itu besok ya?? Gimana nih, aku lupa.. tadi malem diajak nonton ama anak ini niihhh.. Karin menjawab sambil mengacak-ngacak rambut Angga. Angga hanya nyengir kuda. Ah yang bener? Quiznya Ibu Yuli kan susah banget, lagian katanya nilai rapor setengahnya diambil dari nilai quiz kan. Bantuin aku dong Riiinn. Andin, teman Karin yang satu lagi tampak cemas. Ya udah, kita belajar bareng aja yu, ntar malem kalian ke rumahku aja. Solusi yang disambut baik oleh teman-temannya. Walaupun bukan yang terpintar di kelas, Karin jelas selalu mendapat peringkat 5 besar. Dan bagi teman-temannya, belajar di rumah Karin sama dengan belajar di hotel berbintang, full service and accomodation. Angga hanya tersenyum saja mendengarnya. Kekasihnya yang satu ini memang sangat supel dan ramah, plus senyumnya yang sangat manis selalu membuat Angga geregetan. Tabi tiba-tiba Angga tersentak, seperti disambar petir. Akhirnya dia menemukan sebuah cara sebagai ajang pembuktian kepada Vetra. Brilian, namun agak sinting. Quiz ekonomi bu Yuli, sempurna.. pikirnya Eh, saya boleh ikutan ga? Angga bertanya pada mereka ikutan apa? Ke salon? balas Karin terkekeh, rupanya bahan obrolan mereka telah berganti menjadi obrolan medi-pedi. Bukaaann, belajar di rumah kamu nanti malem. Sekalian kamu ajarin ya? Angga nyengir. Buat lomba bulan depan? Karin kebingungan, Angga menggeleng. Terus buat apa? Kali ini Lea yang bertanya. Saya mau ikutan quiz di kelas kalian besok. Haaaahhh..?? Karin dan kedua temannya shock. 32

www.ilhammenulis.wordpress.com

6 Intruder
Vetra membuka pintu kamarnya, kemudian dia segera melepaskan sepatu dan kaos kakinya, dan mulai merebahkan diri di kasur empuknya. Akhir akhir ini dia sangat kelelahan, segala tetek bengek birokrasi di kedutaan menyita waktunya selama dua hari ini, dia bahkan harus kembali lagi kesana besok. Vetra memejamkan matanya, berusaha untuk melepaskan segala rasa lelah dan penat dari tubuhnya. Dia mengatur nafasnya, dan melakukan teknik relaksasi yang dulu diajarkan oleh ayahnya.. 1 4 1 5 9 2 6 5 3 5 8 9 7 9 3 2 3 8 4 6 2 6 4 3 3 8 3 2 7 9 5 Vetra mulai menjabarkan nilai koma dibelakang phi di dalam kepalanya. kalkulasi sederhana ini membantu otaknya agar menjadi rileks and santai. Selama beberapa menit Vetra larut dalam kalkulasinya sendiri, dia sudah tak lagi bisa mengingat posisinya sekarang ada di digit ke berapa ratus. Tapi dia jelas sangat menikmatinya. Jadi nantinya kurva akan berbentuk begini setelah ada efek subsidi dan pendapatan. Karin berkata sambil menggambar sebuah garis di whiteboardnya. Kedua temannya mengangguk, sambil membuat catatan di buku mereka. Angga pun ada disana, memperhatikan apa yang coba diajarkan oleh Karin. Saat itu pukul delapan malam, rumah Karin masih kosong, kedua orangtuanya masih bekerja, disana hanya ada mereka dan ketiga pembantu rumah tangga Karin. Mereka belajar di study room lantai dua, ruangan yang memang dibuat khusus agar Karin bisa belajar dengan nyaman. Ruangan itu berbentuk oval, dengan satu meja bundar di tengah

33

www.ilhammenulis.wordpress.com ruangannya. Keseluruhan dinding ruangan ini dibuat rak buku, yang isinya adalah semua koleksi buku keluarga Karin. Isinya komprehensif, mirip sebuah perpustakaan mini, dari mulai buku cerita anak-anak, sampai buku kedokteran ada disana. Dari stereo set mengalun lagu-lagu instrumen dengan volume minimal. Karin meyakini bahwa otak akan bekerja lebih baik dibawah stimulus lagu-lagu instrumental, apalagi lagu-lagu klasik. Karin mulai menjelaskan lagi, entah tentang apa, Angga sudah tak lagi memperhatikan. Matanya beredar melihat judul-judul buku yang ada di ruangan itu. Baru kali ini dia masuk ke ruangan itu, dan ruangan itu mengingatkannya pada perpustakaan sekolah. Bau buku.. Angga lalu mengambil secara sembarang buku yang ada ditumpukan meja, buku Makroekonomi, dia lalu mulai melihat-lihat isinya. GDP, pengangguran, inflasi.. Angga membaca sedikit demi sedikit secara acak. Ga, kelas ekonomi kita belum sampai situ loh masih belajar mikro. Karin memegang pundaknya sambil tersenyum. Angga sedikit kaget, dia lalu menutup bukunya. Wah, masa sih? Hehe.. Iya, kita belajar makro sekitar dua minggu lagi. Karin tersenyum, dia lalu kembali membahas kurva bersama kedua temannya. Angga mengangguk-ngangguk, dia lalu ikut berkumpul bersama Karin dan kawan-kawannya. Angga tidak tenang, pikirannya tidak fokus, dan perasaannya sedikit tidak enak. Entah kenapa dia sama sekali tidak bisa mengingat apa yang dijelaskan oleh Karin, sebaliknya, kurva-kurva price-push dan cost-pull inflation selalu terbayang di kepalanya. Dia lalu pergi mengambil kembali buku makroekonomi. Kamu yakin ini gak bakal keluar? Angga bertanya pada Karin. 34

www.ilhammenulis.wordpress.com Enggak laah.. kan belum diajarin. Menjawab sambil terus mengerjakan soal yang dari tadi sedang diselesaikannya. Angga terdiam, di dalam dirinya ada perintah yang sangat kuat yang memintanya untuk membaca buku itu.. Angga mengerutkan keningnya, dia pernah merasakan ini sebelumnya, dan jika dulu benar-benar terjadi, besok sangat mungkin akan terjadi juga. Rin, sebaiknya kamu baca buku ini juga deh. Kayaknya ada satu-dua nomor yang keluar. Karin bangkit berdiri, diiringi desahan nafas teman-temannya, mereka merasa Angga hanya menjadi penganggu. Masa sih?? Karin tidak yakin Firasat saya sih iya.. coba deh pikir, mungkin aja Bu Yuli sengaja ngasih soal yang blom dia ajarin, buat ngetes kemampuan anak kelas kamu. Hmm, mungkin juga ya.. nanti deh, habis ini kalau ada waktu kita belajar itu. Angga mengangkat bahu, dia lalu mengambil posisi nyaman di sofa dan mulai membaca buku Makroekonomi. Ga ikutan belajar supply-demand yank? Karin berbicara tanpa mengalihkan pandangannya dari soal. Nanti saya pinjem aja bukunya. Dan anehnya Angga pun mulai membaca buku makroekonomi dengan antusias. Angga masuk ke dalam kelas IPS-2, beberapa orang yang belum mengenalnya kebingungan. Sementara beberapa lain yang mengenalnya segera bersorak. Woooyy, si anak ilang! Ngapain kesini hah? Hahaha.. Angga langsung ditarik oleh temantemannya ke meja mereka. Angga lalu mulai menjelaskan tujuannya datang ke kelas itu, yang disambut oleh riuh tawa seluruh temannya. Merekapun hanya bisa salut pada kenekatan teman mereka itu. Angga kemudian duduk di meja paling belakang, agar tidak terlalu terlihat dari meja guru. 35

www.ilhammenulis.wordpress.com Angga tersenyum, disinilah dia seharusnya berada, bukan di kelas stressfull seperti IPA 1. Atmosfir disini sungguh berbeda, sama sekali tidak ada aura persaingan di kelas ini, hanya ada aura kebersamaan yang begitu kental. Karin duduk di samping Angga untuk menemaninya selama beberapa saat, menanyakan persiapannya. Angga hanya mengangkat bahu sambil tersenyum. Tak lama datanglah Ibu Yuli, semua siswa kembali ke bangkunya masing-masing, kelas tibatiba menjadi sepi, dan jantung Angga mulai berdetak kencang. Ia sedikit menyembunyikan badannya dibalik siswa yang duduk di depannya. Ide buruk.. kalau ketahuan, habislah sudah Angga sedikit menyesali pikiran spontannya kemarin, dia lalu ingat kata-kata Vetra beberapa waktu yang lalu. ..Kita ini berbeda. Setau saya kamu tuh seseorang yang berbuat sesuatu hanya karena impuls sesaat aja. kamu berprilaku spontan bukan karena mengetahui fakta dan realita, tapi karena emosi dan harga diri Vetra benar. Tapi sudah sangat terlambat untuk mundur. Jadi Angga mengatur nafasnya dan menenagkan dirinya sendiri. Bu Yuli mulai membagikan kertas soal ke setiap baris, mulai dari baris terdepan. Jantung Angga mulai berdetak dengan keras, Bu Yuli memandangi setiap muridnya satu-persatu. Tinggal tiga bangku.. Angga mulai sedikit pucat, dan jantungnya berdetak dengan kencang, dia berdoa semoga tak ada yang mendengar bunyi degup jantungnya yang seperti bunyi beduk saat lebaran. Sampai pada bangkunya.. Bu Yuli menyerahkan lembar soal dalam keadaan tertutup, dia lalu memandangi Angga dengan saksama, lalu mengerutkan keningnya. Hey kamu! seru Bu Yuli Sial tamat sudah perjuangannya.. 36

www.ilhammenulis.wordpress.com I..iya bu? Angga dan anak-anak kelas IPS 2 menahan nafas, rupanya mereka juga ikut tegang. masukin baju kamu! Yang rapih dong! Bu Yuli menunjuk baju Angga yang dikeluarkan, diapun lalu kembali ke meja guru. Angga dan semua murid IPS 2 menghembuskan nafas lega. Quiz dimulai. Angga membalik kertas soal, disana ada sepuluh soal essai yang harus dia kerjakan. Dia meneliti soal itu satu per satu. Dia terkejut. Mustahil. Benar-benar luar biasa. Angga hanya bisa berdecak kagum, intuisinya tadi malam benar, sangat tepat sekali. Kesepuluh soal quiz yang ditanyakan adalah soal makroekonomi. Angga melihat kesekelilingnya, semua siswa yang lain hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya, beberapa malah mulai memukul-mukul meja dengan pasrah. Bahkan wajah Karin terlihat sangat pucat. Sangat jelas bahwa di kelas itu tidak ada satupun yang mempelajari makroekonomi. Kecuali dia. Miracles does exist..haha pikirnya sambil mulai mengerjakan soal itu satu persatu. Lima menit sebelum quiz selesai, Angga terbangun dari tidurnya. Dia menggosok-gosok matanya yang berair. Saat melihat sekeliling, beberapa siswa ada yang juga sedang tertidur, beberapa lagi masih sibuk menulis, tapi sebagian besar dari mereka hanya bisa melamun pasrah. Angga meneliti lagi jawaban quiznya. Sempurna.. pikirnya Karena tidak ada yang dapat dikerjakan lagi, Angga membaca lembar soal itu dari atas. Tibatiba dia menepuk jidatnya dengan keras sambil berteriak. Toloooooolllll!!! 37

www.ilhammenulis.wordpress.com Seketika pandangan seluruh kelas tertuju padanya, mereka mencoba untuk menahan tawa. Angga lalu menutup mulutnya, dia kembali melihat soal itu, berharap yang dia lihat hanya imajinasinya saja. Tapi tidak, tulisan itu ada disana. Angga menepuk jidatnya lagi. Tulisan itu memang ada disana. Sudah sangat terlambat baginya untuk menulis ulang, jadi dia mengambil langkah terakhir dengan menuliskan sebuah kalimat di baris paling atas kertasnya. Diapun tersenyum puas. Karin terduduk lesu, dia sedang duduk di depan kelasnya, memandang ke arah lapangan dengan tatapan kosong. Quiznya gagal total. Angga duduk disebelahnya, lalu mengelus rambutnya yang wangi shampo. Karin lalu segera melingkarkan lengannya ke pinggang Angga, dan menyandarkan kepalanya ke bahunya. Angga tak tahu harus berkata apa, dan dia pun tak yakin Karin butuh kata-katanya saat ini. Yang Karin butuhkan adalah dirinya, bukan kata-katanya. Untuk beberapa saat mereka hanya menikmati kebisuan, tanpa memperdulikan para siswa yang berlalu lalang disekitar mereka. Harusnya aku ngedengerin kamu tadi malam, maaf ya. Karin berbicara dengan lirih, pelukannya mengerat, dia kemudian menangis.

38

www.ilhammenulis.wordpress.com

7 Tujuh dari Sepuluh


Senin pagi, Vetra sudah kembali masuk sekolah. Angga tidak sengaja berpapasan dengannya saat akan mengambil topi di lokernya. Angga ingin menyapanya, tapi dia mengurungkan niatnya saat melihat mood Vetra yang sepertinya kurang bagus. Angga lalu berpura-pura melihat ke arah lain. Jadi, mana buktinya? Vetra tiba-tiba bertanya. Angga keheranan, ini pertama kalinya Vetra menyapanya terlebih dulu. Hehe, sabar dulu.. nilainya belum keluar. Angga menutup lokernya. Dia lalu mengenakan topinya. Nilai? Vetra tampak bingung. Yap, nanti deh saya kasih tau. Setelah itu bel sekolah berbunyi, tanda upacara akan segera dimulai. Duluan ya.. Angga memberikan senyum termanis yang bisa dia buat, lalu berari ke lapangan upacara. Bu Yuli masuk ke Kelas IPS 2 dengan terburu-buru, Dahinya mengkerut karena kesal. Semua anak kelas terdiam, mereka sudah mengetahui alasan Bu Yuli kesal. Nilai quiz mereka semua hancur. Bu Yuli mengeluarkan kertas hasil quiz, dan membantingnya di meja guru, sehingga membuat semua murid kaget. Payah.. kalian semua payah. Bukankah saya sudah bilang kalau kalian harus belajar untuk Quiz kemarin? suara bu Yuli meninggi. Sekarang akan ibu bagikan lembar jawabannya, untuk yang memiliki nilai dibawah 50, harus membuat makalah setebal lima puluh halaman sebagai perbaikan!

39

www.ilhammenulis.wordpress.com Semua anak kaget dan hendak memprotes, tapi mereka urung seelah diberi plototan garang oleh bu Yuli. Devi, 56.. Eka, 43.. Gita 62.. Bu Yuli mulai membagikan kertas, satu-persatu semua anak maju untuk mengambil lembar jawaban mereka. dan yang terakhir.. Angga. Mana yang namanya Angga, ibu mau bicara. Semua anak diam, mereka saling pandang. Tadinya salah satu dari mereka akan maju untuk mengambil kertas milik Angga, tetapi karena sekarang Bu Yuli ingin berbicara, tak ada seorangpun yang berani mengambil resiko. Mana yang namanya Angga! Cepet maju.. Bu Yuli mulai kehilangan kesabaran. Err.. anu bu, yang namanya Angga ga ada di kelas ini.. salah seorang anak memberanikan diri berbicara. hah? Maksud kamu? dia dia anak IPA 1 bu. Bu Yuli berjalan dengan cepat menuju ke ruangan kepala sekolah di lantai dua. Mukanya memerah, rasa kesal dan heran sedang berkecambuk di dalam dadanya. Angga.. sekarang dia ingat, anak kelas IPA yang sering membuat masalah dengan para guru. Angga ibarat sebuah anomali di kelas IPA 1 yang sempurna. Sambil berjalan Bu Yuli kembali memlototi hasil Quiz penyusup cilik itu, sangat sangat tidak bisa dipercaya, bahkan bisa dibilang penghinaan. Karena terlalu terburu-buru, Bu Yuli menabrak seorang siswi saat ia masuk ke ruangan kepala sekolah, membuat siswi itu mengaduh kesakitan. Maaf.. kata Bu Yuli singkat sambil terus melangkah ke dalam ruangan.

40

www.ilhammenulis.wordpress.com Anak itu benar-benar kurang ajar. Bu Yuli berkata kepada kepala sekolah. Dia membanting kertas jawaban Angga ke meja kepala sekolah. Siapa? kepala sekolah terlihat tidak mengerti. Angga.. dia anggap quiz saya main-main apa Bu Yuli lalu menyerahkan kertas jawaban Angga kepada kepala sekolah. Bu Yuli lalu menceritakan keseluruhan urutan kejadian yang dia ketahui dari muridnya kepada kepala sekolah, beliau hanya mengangguk-ngangguk, matanya tidak lepas memperhatikan jawaban-jawaban di kertas itu. saya dengan jelas menulis perintah disana, kerjakan 7 dari 10 soal. Tapi meskipun dia tidak membaca perintahnya dan mengerjakan semua soal, saya masih bisa memaklumi, yang tidak bisa saya tolerir adalah ini.. Bu Yuli lalu menunjuk tulisan di bagian paling bawah lembar jawaban itu. Pilih tujuh dari sepuluh jawaban saya yang ibu anggap paling benar.. ^^v. Kepala sekolah setengah mati menahan senyumnya, dia lalu mengembalikan kertas itu kepada Bu Yuli. Lalu, bagaimana dengan jawaban-jawabannya? .. Benar semua.. Bu Yuli dengan enggan menjawab. Kepala sekolah tersenyum puas. Jadi, tidak ada masalah kan? Vetra ada disana, pagi itu dia dipanggil oleh kepala sekolah untuk membicarakan teknis lomba. Setelah diskusi singkat, Vetra diperbolehkan kembali ke kelasnya. Tapi saat hendak keluar dari ruangan kepala sekolah, dia ditabrak oleh seorang guru.

41

www.ilhammenulis.wordpress.com Vetra tidak terlalu ambil pusing, jadi dia segera keluar dari sana. Tapi ketika mendengar nama Angga disebut, dia kembali ke dekat ruangan itu untuk mengetahui apa yang terjadi, dan dia mendengar semuanya. Mampus! Angga menepuk jidatnya. Siang itu Karin menemuinya di kelas, dia menceritakan semuanya. Rekta yang ikut mendengarkan cerita itu hanya tertawa sambil menggeleng-gelengkan kepalanya, sableng.. kenekatan temannya kali ini benar-benar harus diacungi jempol. Saat jam istirahat berakhir, Angga telah pasrah menunggu panggilan dari kepala sekolah, atau minimal dari Bu Yuli, dia pasti akan dihukum. Dan dia telah siap menerimanya, sekaligus dengan alasan-alasan jitu agar dia terhindar dari hukuman berat. Tapi ternyata hingga bel akhir berbunyi, tak ada panggilan apapun. Angga heran, bukannya lega, dia malah merasa ngeri. Dia merasa semakin berdosa. Ada apa ini? Mereka lupa atau sengaja? Jangan-jangan malah ada udang di balik batu.. semakin lama dia menjadi semakin paranoid. Entah jin apa yang merasukinya, sore itu Angga datang sendiri ke ruang kepala sekolah untuk menyerahkan dirinya. Angga berjalan pelan-pelan, pikirannya menerawang, memikirkan apa yang sebenarnya terjadi. Apa yang membuat Bu Yuli menjadi murka? Apa karena dia menyusup? Atau karena tulisan itu? Ah tak mungkin tulisan itu.. ini semua pasti karena dia menyusup. Angga sampai ke depan pintu ruang kepala sekolah. Dia mengatur nafasnya sebentar, setelah itu dia mengangkat tangannya untuk mengetuk pintu. Belum sampai jarinnya menyentuh pintu, pintu telah membuka tiba-tiba. Angga kaget, tapi dia lebih kaget saat melihat orang yang membuka pintu itu adalah Vetra. Ngapain kamu? Angga bertanya polos. Vetra hanya mengangkat bahu, dia lalu menutup pintu di belakangnya. Ketika Angga hendak mengetuk pintu lagi, Vetra menahan tangannya. 42

www.ilhammenulis.wordpress.com Semuanya udah beres. Vetra berkata tiba-tiba Angga kebingungan, dia tidak mengerti apa yang baru saja dikatakan oleh Vetra. Kamu gak usah khawatir, masalah kamu udah beres. Sekarang sebaiknya kita fokus ke lomba itu. Vetra berkata sambil berbalik dan melangkah pergi. Ayo, kita gak punya waktu banyak! Ikut saya ke perpustakaan. Vetra berkata ketus. Air mukannya menunjukan ketidaksabaran. Angga masih mencerna ini semua, dia masih bingung. Kenapa Vetra bisa tau? Tapi entah kenapa secara refleks dia mengikuti gadis itu kembali turun ke lantai satu. Vetra mengeluarkan setumpuk buku dari rak perpustakaan, tanpa banyak bicara dia menyodorkan tumpukan itu kehadapan Angga. Lomba nanti formatnya cerdas-cermat, jadi kita harus memperluas wawasan kita di bidang ekonomi, dan akuntansi. Vetra berkata sambil membersihkan debu dari tangannya. Dia lalu duduk di hadapan Angga. Jangan khawair soal hitungan, itu biar saya yang urus, kamu fokus aja ke hapalan dan konsep. Angga tak mampu berkata-kata, dia sangat heran, kenapa Vetra tiba-tiba jadi sangat bersemangat? Bukankah kemarin-kemarin dia sangat malas berpasangan dengannya? Err.. Anu Vet, maksud kamu tadi apa? Apanya yang udah beres? Angga bertanya raguragu, takut merusak mood Vetra yang sedang bersemangat. Vetra menatapnya untuk sepersekian detik, setelah itu ia membuka-buka buku teks yang bertumpuk di hadapannya. Masalah kamu yang menyusup ke kelas Bu Yuli udah beres. Kepala sekolah telah menjelaskan semuanya kepada Bu Yuli. Kok kamu bisa tau? Angga malah semakin heran. Tadi Pak Kepsek sendiri yang bilang. Katanya kamu gak usah khawatir. 43

www.ilhammenulis.wordpress.com Angga membenamkan dirinya di sofa, merasa lega. Ternyata kepala sekolah tidak terlalu mempermasalahkannya. Sekarang dia tidak perlu khawatir lagi. Terus, nilai quiz saya gimana? Kamu tau juga? Angga kembali bertanya. Tapi Vetra hanya mengangkat bahu, walaupun sebenarnya dia tahu nilai quiz Angga. Dia tidak menjawabnya, entah karena malas atau karena dia merasa tersaingi oleh Angga. Hmm.. karena sekarang kamu sudah mau berpasangan dengan saya, jadi bisa saya asumsikan kalau nilai quiz saya bagus dong? Gimana? Angga nyengir lebar. Vetra hanya menatapnya galak, membuat Angga sedikit sebal. Diapun segera mengambil buku dari tumpukan itu secara acak dan membukanya. Sebenarnya Vetra masih tak habis pikir, bagaimana mungkin Angga bisa mendapat nilai sempurna. Padahal dari data-data akademis Angga yang dia minta dari Kepala Sekolah, probabilitas Angga untuk mendapatkan nilai sempurna kurang dari 5%. Tapi toh itu yang terjadi. Angga benar-benar sebuah anomali, membuat Vetra sedikit penasaran. Angga benar, dia terlalu cepat menilai. Makhluk yang sedang menggaruk-garuk kepala dihadapannya ini ternyata lebih rumit dari yang terlihat. Vetra agak tertarik untuk mengetahui lebih jauh tentang spesimen manusia yang satu ini. Pukul 4 mereka keluar dari perpustakaan, dengan membawa setumpuk buku. Vetra menugasi Angga untuk membaca keseluruhan buku itu dalam waktu dua hari, yang dijawab dengan protes keras oleh Angga. Tapi toh Vetra tak perduli, dan Angga kelihatannya bisa menerima, walau dengan berat hati. Saat tiba di parkiran, Angga melihat mobil mercedes-benz yang sering digunakan untuk menjemput Vetra pulang-pergi sekolah. Jemputan kamu tuh. Angga berbicara sambil merogoh sakunya untuk mencari kunci motor.

44

www.ilhammenulis.wordpress.com Vetra mengangguk, diapun mempercepat langkahnya. Tapi baru beberapa langkah, dia berbalik, seperti hendak mengatakan sesuatu. Angga memandangnya, memasang ekspresi tanda tanya. Ada satu hal yang saya masih gak ngerti. Vetra berkata datar. Apa? Kalau kamu memang mau membuktikan kemampuan kamu lewat quiz seperti kemarin, kenapa kamu gak bilang aja sama kepala sekolah langsung, beliau pasti membantu. Kenapa malah susah-susah menyelinap ke kelas orang? Ah.. Angga menepuk tangannya. Tak pernah terpikirkan olehnya cara itu.

45

www.ilhammenulis.wordpress.com

8 Sekeping Mimpi
Desember 2006 Yaaannngg pulang yuuk.. Karin berkata manja saat dia menemui Angga dikelas sepulang sekolah. Angga yang sedang membereskan tasnya tersenyum getir saat melihat Karin. Dia lalu mengenakan tasnya dan bergegas menghampiri Karin. Maaf, hari ini saya ada belajar bareng di perpus. Nanti sore aja ya saya mampir ke rumah? Angga berkata sambil membelai rambut Karin. Karin cemberut, akhir-akhir ini Angga sangat susah ditemui, saat istirahat dia langsung menghilang dari kelas, begitu juga saat pulang. Duuh, jangan marah dong. Dih, mukanya jelek amat kalo cemberut.. Angga malah menggoda. Tau ah! Bete, pasti kamu mau mesra-mesraan ama anak baru itu kan? Dasar tukang selingkuh! Karin kembali merajuk, wajahnya terlihat sangat lucu jika sedang cemberut. Idih.. ngaco ah. Kamu kan tau sendiri dua minggu lagi kita lomba. Sabar sedikit lagi yaa. Angga tersenyum sambil mencubit pipi Karin yang menggemaskan. Bener yaa cuma sampai abis lomba? Awas aja kalo kamu sampai jatuh cinta sama murid baru itu.. aku pites-pites kaya kutu! Karin tersenyum. Siap Komandan! Angga melakukan gerakan menghormat. Dan mereka pun tertawa. Tibatiba ponsel Angga berbunyi. Wah, udah ditunggu. Saya pergi dulu ya, salam buat mama. Angga lalu bergegas pergi, meninggalkan Karin yang melihatnya dengan sedikit sedih.

46

www.ilhammenulis.wordpress.com Beberapa minggu ini dia memang sedang sibuk. Vetra memberikan bahan pelajaran serta latihan-latihan soal dengan kuantitas yang luar biasa. Membuat Angga harus menguras isi otaknnya yang selama ini tak terbiasa dia gunakan. Mereka bertemu di perpustakaan selama jam istirahat dan jam pulang sekolah. Membahas berbagai macam materi yang kemungkinan besar akan keluar saat lomba nanti. Angga berharap dia akan mendapatkan firasat seperti yang dia dapatkan saat quiz kemarin. Tapi sampai saat ini dia belum merasakan apapun, jadi dia terpaksa mengikuti cara belajar Vetra yang sangat mirip dengan metode kerja rodi kompeni. Semakin hari Angga semakin kagum dengan kecerdasan Vetra, serta pengetahuannya yang luar biasa luas. Diapun kini telah mulai terbiasa dengan sifat Vetra yang dingin dan sarkastik. Begitupula Vetra, dia mulai terbiasa dengan celetukan-celetukan konyol Angga, dan sudah belajar untuk tidak terlalu memperdulikan sikapnya yang seenaknya. Tak ada waktu pikirnya. Dan setelah beberapa minggu ini, sikapnya pada Angga telah sedikit melunak. Angga masuk ke perpustakaan, saat berjalan dia mendengar Vetra sedang bercakap-cakap, tapi ketika Angga mengintip, tak ada siapa-siapa disana. Ngobrol dengan siapa Vet? Angga mengerutkan keningnya. Vetra kaget, dia lalu menoleh. Penjaga perpustakaan. Sahutnya singkat. Angga melihat ke sekeliling, mana? Angga tak melihat siapa-siapa disana. Lalu dia melihat ada seorang bapak berjalan keluar dari balik rak. Ooh.. ini. Diapun lalu meletakan tasnya dimeja. Lalu duduk dihadapan Vetra. Hari ini kita belajar apa? Angga bertanya sambil mengeluarkan buku dari tasnya. Elastisitas.. Tentu saja gurun sahara. Angga berkata dengan suara agak meninggi. Matahari sudah mulai turun, jam tutup perpustakaan telah lama lewat. Tapi dengan seizin pak kepala sekolah, 47

www.ilhammenulis.wordpress.com mereka berdua diberi kunci perpustakaan, agar bisa pulang tanpa diganggu oleh penjaga perpustakaan. Dengan syarat, mereka harus membereskan buku-buku yang mereka gunakan. Pembicaraan itu terjadi ketika Angga sedang mengunci pintu perpustakaan. Tidak, itu sangat keliru. Vetra menggeleng. Lantas? Angga mengerutkan keningnya. Apa kriteria sebuah tempat dinamakan terkering? Vetra balik bertanya. Belakangan ini itulah kegiatan rutin mereka setelah selesai belajar di perpustakaan, berdebat mengenai hal-hal yang sebenarnya kurang penting, dan Angga selalu kalah. Biarpun begitu, Angga cukup senang, karena beberapa waktu ini pengetahuan umumnya sangat bertambah Suhu.. kelembaban.. bukan! Seberapa seringnya hujan? Angga menjawab ragu-ragu. Tepat. sahut Vetra. Suatu tempat dinamakan terkering bukan karena suhunya, tapi karena tingkat curah hujannya. Gurun sahara memang memiliki curah hujan rendah, sekitar 25 mm/tahun. Tapi ada sebuah tempat di Antartika yang dinamakan lembah-lembah kering. Di tempat itu tidak pernah terjadi hujan sama sekali. Selama puluhan ribu tahun, jadi tempat itulah tempat terkering di dunia. Vetra menjelaskan. Tidak pernah hujan? Mana mungkin ah. Angga masih tidak pecaya. Mungkin saja. Vetra mengangguk dengan antusias. Kondisi itu disebabkan oleh angin kencang yang disebut angin katabatic. Angin itu berhembus secara vertikal dengan kecepatan mencapai 320 km/jam, menyebabkan semua air, es dan salju menguap selagi bergerak. Jadi tak pernah ada air maupun es yang sampai ke tempat itu. Angga mengangguk-ngangguk. Inilah satu lagi alasan Vetra mulai merasa nyaman dengan Angga, dia adalah pendengar yang baik. Bukan berarti dia tidak pernah membantah perkataan-perkataan Vetra, tetapi dia selalu menunggu sampai Vetra selesai berbicara, baru dia akan membantah, bertanya, atau sekedar memberikan komentar konyol.

48

www.ilhammenulis.wordpress.com Kadang saya penasaran, tiap hari apa sih yang kamu makan? Buku? Angga tertawa, dan Vetra cemberut sebal. Satu minggu lagi berlalu, persiapan mereka sudah semakin mantap. Tiga hari lagi mereka akan pergi ke Jakarta untuk mengikuti lomba tersebut. Dan karena kebetulan besok adalah tanggal merah, maka hari ini adalah hari terakhir persiapan mereka. Vetra mengatakan bahwa sisa dua hari lagi sebaiknya digunakan untuk beristirahat, agar otak mereka kembali segar saat lomba nanti. Pukul 15.00 Seperti biasa mereka berdua sedang berada di perpustakaan. Ini gambar interaksi produsen-konsumen dalam hal pasar input-output. Vetra menggambar sebuah pola pada kertas kosong. Oh iya, saya tau. ini aliran tenaga kerja, ini aliran uang. Betul kan? Angga menunjuk garisgaris yang digambar oleh Vetra. Vetra hanya mengangguk. Tanpa menambahkan apapun, membuat Angga heran, biasanya Vetra menambahkan satu-dua kalimat sebagai pelangkap jawaban-jawaban Angga. Angga kemudian memperhatikan wajah Vetra. Wajahnya hari ini terlihat lebih merah dari biasanya, diapun menjadi lebih pendiam hari ini. Vet, kamu baik-baik aja kan? Kamu sakit? Angga iseng bertanya. Vetra terdiam sesaat, dia lalu menggeleng. Yang bener? Kalo kamu sakit mending kita udahan deh, kamu istirahat aja. Angga masih tidak yakin. Tetapi setelah diberi plototan mata khas Vetra, dia tidak bisa berbuat apa-apa lagi. Saat Vetra kembali sibuk membaca, Angga kemudian memperhatikan wajahnya lagi. Wajah gadis dihadapannya itu memang lumayan cantik, tetapi karena mekanisme pertahanan dirinya yang luar biasa kuat, dia menjadi sangat susah didekati. Padahal selama dua bulan bersekolah disini, tak jarang Angga melihat para lelaki dari kelas lain menghampirinya sekedar untuk berkenalan. Tapi apa

49

www.ilhammenulis.wordpress.com mau diakata, mereka semua pergi dengan wajah sebal ketika diberi komentar sarkastik oleh Vetra. Oh iya, Angga baru menyadari sesuatu, dia tak pernah sekalipun melihat Vetra tersenyum. Angga lalu sibuk melamun, membayangkan bagaimana bentuk senyum Vetra? Maniskah? Apakan dia mempunyai lesung pipit? Wah, pasti Vetra akan terliat jauh lebih cantik saat tersenyum. Tetapi lamunannya tiba-tiba terhenti saat Vetra membanting buku yang lumayan tebal ke tangannya, membuat Angga mengaduh kesakitan. Aww apa sih? Angga mlotot galak. Fokus dong, daripada melamun mending kamu baca sesuatu. Vetra berkata datar Angga mendengus, dia hendak membuka buku catatannya, tetapi sudut matanya melihat judul buku yang dibanting Vetra tadi. Wealth of Nations? Angga jadi teringat sesuatu, diapun segera membuka buku itu dengan semangat. Halaman 556.. Vet, kamu tau quatrain? Angga tersenyum. Mungkin hanya orang iseng.. Vetra berkata tanpa antusiasme. Tapi mungkin juga bukan. Bisa aja ini sebuah kode loh. Angga menjawab dengan mantap Kode apa? Kode harta karun? Vetra hampir tertawa mendengarnya, tetapi untungnya dia bisa menahan diri. Jadi kamu pikir, ada seseorang disekolah ini yang menyimpan harta karun, terus dia menulis kodenya di buku Adam Smith? vetra memberikan penekanan pada kata buku adam smith, membuat Angga mengerutkan keningnya. Mungkin, bukan harta karun, tapi sesuatu. Angga mengangkat bahu. Vetra menggeleng-gelengkan kepala, mereka berdua sekarang tidak mempunyai waktu untuk mengurusi hal semacam ini. Dia lalu melihat lagi quatrain yang tertulis di buku itu.

you seek a class which its side full of glass 50

www.ilhammenulis.wordpress.com you might want to hold your breath under the sign of death

..center of..

Quatrain ini memang jelas-jelas menunjuk suatu tempat, tapi.. tiba-tiba Vetra tidak bisa berpikir lagi, kepalanya sekarang diserang rasa pusing yang luar biasa. Tempratur tubuh meningkat.. diiringi rasa pusing yang hebat.. badan lemas.. demam.. dan dunia Vetra tiba-tiba berputar sebelum menjadi gelap total. Anak kecil itu jenius.. Vetra mendengar sayup-sayup orang yang sedang berbicara. Kemampuan analisisnya sangat unik, dia sanggup menggambarkan sebuah bangun tiga dimensi secara sempurna menggunakan otaknya, dan melakukan perhitungan rumit hanya dengan mensimulasikannya di dalam benaknya. ada lagi orang yang berbicara. Dia aset berharga, sebuah contoh nyata evolusi yang lebih maju dari umat manusia.. ada suara lain yang berbicara, kali ini suara itu terdengar lebih berwibawa. Tiga orang.. Vetra terbangun. Dia berada di sebuah ranjang di ruangan serba putih. Matanya mengerjapngerjap karena cahaya silau yang berasal dari lampu diatasnya. Dia bangun dan melihat ke sekelilingnya, ruangan itu dipenuhi oleh peralatan-peralatan yang terlihat canggih dan menyeramkan, yang tidak pernah dia lihat sebelumnya. Dia lalu mencoba turun dari ranjangnya. Setelah melihat sekelilingnya, dia menghampiri kaca plexi yang ada di salah sau sisi ruangan itu. Dia mencoba mengintip, tetapi tinggi tubuhnya tidak sampai. Tak ada sesuatu yang bisa dia jdikan pijakan. Suara-suara orang yang sedang berbicara diluar masih terdengar samar olehnya. Lalu

51

www.ilhammenulis.wordpress.com Vetra menyadari sesuatu, mereka tidak menggunakan bahasa inggris, juga bahasa Indonesia, mereka menggunakan bahasa Prancis! Siapa-orang-orang itu? Sayang sekali.. memilki kemampuan seperti itu di usia sangat muda, entah bisa dibilang anugerah Tuhan.. atau.. Kutukan setan. Orang yang satu lagi menimpali. Dan mereka bertiga tertawa. Vetra mengernyit, apa yang sedang mereka bicarakan. Apakah mereka mebicarakan dirinya? Vetra lalu berusaha untuk membuka pintu besi yang ada di ruangan itu. Setelah mencoba mendorongnya dengan kekuatan penuh, pintu itu tidak bergeming sama sekali. Tiba-tiba kepalanya terasa sakit, di benaknya muncul angka-angka yang entah datang darimana, memberitahunnya bahwa tenaga yang dimiliki anak seusianya tidak dapat membuka pintu tersebut, setidaknya diperlukan tenaga sebanding dngan sebuah truk untuk membuka pintu itu secara paksa. Vetra terduduk, kepalanya sangat sakit, dia menjambak rambutnya dan mulai menjerit kesakitan. Kutukan setan..kutukan setan kata-kata itu terngiang-ngiang di kepalanya, dunianya kini berputar dengan hebat. Vetra terbaring di lantai, masih memegangi kepalanya yang berdenyut luar biasa. yang jelas. Kata suara yang lebih berwibawa, Anak itu tidak akan pernah keluar dari sini. Dan mata Vetra langsung terbuka. Kamu gak apa-apa? Tadi kamu ngigau loh. Saat membuka matanya, yang pertama dilihatnya adalah wajah Angga, membuatnya lega sekaligus sebal. Dia lalu bangun dan melihat ke sekelilingnya, dia rupanya berada di ruang kesehatan. Mimpi yang menyebalkan.. Vetra menggerutu. Kamu yang bawa saya kesini? Vetra bertanya. Iya, kamu harusnya berterima kasih, tadi Angga datang lari-lari sambil ngegendong kamu, untung saya belum pulang. 52

www.ilhammenulis.wordpress.com Yang menjawab bukanlah Angga, Vetra menengok ke sebelah kiri, di hadapannya berdiri sesosok gadis cantik berponi yang membawa segelas air dan sebuah kaplet obat. Gadis itu tampak kesal, tapi dia memaksakan diri tersenyum, gadis itu lalu menyerahkan gelas air dan obatnya ke tangan Vetra. Kamu kelelahan, sebaiknya satu-dua hari ini kamu istirahat. Gadis itu berkata sambil duduk di samping Vetra. Vetra hanya mengangguk, tubuhnya memang terasa sangat lemas. Kenalin, aku Karin, pacarnya Angga. Karin menyodorkan tangannya untuk menyalami Vetra. Vetra. Dia menjawab sambil menyalami Karin. Entah kenapa Vetra merasa lebih lemas dari sebelumnya.

53

www.ilhammenulis.wordpress.com

9 State of Emergency
Inilah hari besar bagi Angga. Hari ini dia bangun lebih pagi dari biasanya. Hari ini untuk pertama kalinya dia memasuki sebuah babak baru dalam kehidupannya, sebuah kompetisi. Sebuah dunia yang selalu dihindari oleh Angga sebelumnya. Sebuah dunia mengerikan, makan atau dimakan, membunuh atau dibunuh. Sebuah dunia dimana satu orang adalah pemenang, dan sisanya adalah pecundang. Apakah dia tegang? Tentu saja. Sejak semalam dia tidak bisa tidur karena tegang memikirkan lomba hari ini. Pukul tiga pagi dia baru bisa memejamkan matanya, untuk kemudian bangun lagi pukul empat. Pukul 06.00 Angga telah mengganti bajunya dengan seragam sekolah, sesuai saran Vetra, dua hari ini dia mengistirahatkan otaknya, bahkan untuk membantunya rileks, dia meminjam beberapa CD musik klasik milik Karin. Angga turun untuk sarapan. Dibawah, ibunya telah menyiapkan sarapan yang lebih lengkap dari biasanya. Sebuah set lengkap empat sehat lima sempurna. Waahh, siapa yang ulang taun mam? Banyak amat makanannya. Angga terkejut saat membuka tudung saji. Loh, kan anak mami hari ini mau lomba, jadi butuh energi banyak. Habisin ya Ga, mama udah sengaja masak banyak buat kamu! Ga mungkin mam, bisa mati kenyang Angga kalo ngabisin ini semua sendirian. Teteh kemana? Ga ikut sarapan? Kata Angga sambil mengambil piring dan mulai menyendok nasi. Teteh masih tidur, tadi malem dia pulang jam sebelas. Katanya ada acara dulu di kampus. Angga mengangguk, mulutnya penuh makanan. Akhir-akhir ini dia jarang sekali bertemu dengan kakak perempuannya.

54

www.ilhammenulis.wordpress.com Ga, nanti mami harus dateng jam berapa kesana? Teteh kamu ajak jangan? ibunya bertanya sambil membuka celemek yang dia kenakan. Angga tiba-tiba tersedak. Uhuk ngapain mam? Udah ah, gak usah dateng, malu-maluin aja. Angga buru-buru mengambil minum. Uh, mami kan pengen ngedukukng kamu Ga, boleh ya? Mami udah susah-susah bikin spanduk tuh.. tulisannya juga bagus. Dukung Angga, anaknya mami Desi, bagus kan? Angga kembali tersedak. NGGAK.. gak usah! Aduh, udah mami disini aja deh, temenin teteh. Udah ya mam, Angga pergi dulu! Angga lalu tergesa-gesa memakai sepatu, bisa kacau kalau ibunya ikut kesana. Angga ngeri sendiri membayangkannya. Tunggu Ga! Dimana tempat lombanya? ibunya berteriak saat Angga hendak keluar. Angga cepat-cepat menutup pintu, berlari ke garasi, lalu memacu motornya meninggalkan rumah. Vetra bangun dalam keadaan lemas. Semenjak pingsan dua hari yang lalu, kondisi tubuhnya menjadi sangat tidak fit. Dokter keluarganya mengatakan bahwa dia kelelahan dan harus beristirahat setidaknya satu minggu, agar insiden serupa tidak terjadi lagi. Ibunya pun telah melarang dia untuk pergi hari ini. Tetapi bukan Vetra namanya jika harus mengalah begitu saja, dia terus memaksa ibunya, mengancam akan kembali keluar negeri jika hari ini tidak diperbolehkan untuk pergi. Dan seperti biasa, dia menang. Vetra boleh pergi, dengan syarat Don, sang bodyguard keluarga mereka, juga ikut. Ini semua sama sekali tidak perlu, mommy. Vetra mengeluh kepada ibunya. Perempuan yang dipanggil mommy oleh Vetra itu hanya tersenyum, dia lalu mengelus rambut Vetra dengan lembut. Ini semua demi kebaikan kamu sendiri sayang, bagaimana jika kamu pingsan lagi disana? 55

www.ilhammenulis.wordpress.com Hmmh. Kata Vetra sambil memasukan roti ke dalam mulutnya. Kekhawatiran yang berlebihan bukankah jika dia kembali pingsan, ada para guru disana, dan juga ada Angga. Angga? Entah kenapa wajah konyolnya langsung terbayang oleh Vetra, membuatnya menggeleng-gelengkan kepala sebal. Tak lama seorang gadis yang tak kalah cantik dari Vetra keluar dari kamar, wajanya berseriseri, dia memakai kaos putih polos ketat dan celana jeans. Kepalanya diikat oleh sebuah bandana hitam. Morning, sist! perempuan itu menepuk bahu Vetra, dia lalu duduk di sebelahnya. Mengambil roti dan melumurinya dengan selai. Vetra hanya mengangguk, dialah Tetra, adik perempuannya yang berbeda usia dua tahun. Walaupun kakak beradik, kepribadian mereka sangat bertolak belakang. Tetra sangat periang dan ramah, diapun sangat aktif di sekolahnya. Mau kemana kamu de? Pagi-pagi udah mandi. Ibu mereka berkata. Mau outbound ma! Hari ini anak-anak PA mau ke Gunung Puntang. Outbound pake jeans? Vetra bertanya penasaran. sambil memandangi adiknya dari atas ke bawah. Ih, ade kan bawa baju ganti. Tetra menjawab sambil tersenyum manis. Tiiidiiiiiiiitttt. Bunyi klakson itu tiba-tiba terdengar. Hey, ayo cepet naik. Kita pergi sekarang. Kepala sekolah berkata dari dalam mobil sedannya. Angga yang sedang menatap ke jalan raya langsung mengalihkan pandangannya. Tapi Vetra belum datang pak. Katanya heran. Dia nanti menyusul, naik mobil pribadi. Ayo cepet, nanti kita terlambat.

56

www.ilhammenulis.wordpress.com Mobil pribadi? Apa-apaan.. Angga mempunyai firasat buruk, sepertinya ada sesuatu yang terjadi pada Vetra. Diapun mencoba untuk menghubunginya, tetapi ternyata ponselnya tidak aktif. Jadi Angga harus menelan rasa penasarannya untuk sementara. Jarak kurang lebih 200 kilometer itu ditempuh dalam waktu dua jam. Entah arwah pembalap siapa yang merasuki kepala sekolah, begitu kendaraan mereka memasuki tol Pasteur, beliau memacu kendaraan tersebut dengan kecepatan 150-180 km/jam. Membuat Angga yang duduk disebelahnya komat kamit membaca doa sambil berkeringat dingin. Saat mobil akhirnya melambat dan berhenti di parkiran sebuah sekolah negeri di pusat Ibukota, Angga bersumpah tidak mau lagi naik mobil bersama kepala sekolah, berdesak-desakan naik bus ekonomi jauh lebih nyaman daripada naik mobil yang disupiri kepala sekolahnya. Angga masuk ke ruangan aula, dengan perasaan mual yang belum hilang sepenuhnya. Disana telah ada beberapa peserta lain, bersama dengan pendukung dari sekolah mereka masingmasing. Tampak pula beberapa siswa dari sekolah mereka yang datang mendukung. Mereka rupanya telah terlebih dahulu pergi dengan bis sewaan. Disana Angga melihat Rekta dan Karin yang sedang duduk. Angga lalu segera menghampiri mereka. Dateng juga kamu yang. Angga mencubit pipi Karin, dia kemudian memaksa Rekta untuk menggeser duduknya agar dia bisa duduk di samping Karin. Protes Rekta sama sekali tak digubris oleh Angga. Iyaa dong. Istri yang baik kan harus selalu ngedukung suaminya, hehe. Karin lalu menggenggam tangan Angga. Semangat ya, jangan mau kalah sama yang lain. Tunjukin hasil selingkuh kamu selama ini. Karin tersenyum jail. Angga tertawa mendengarnya. Iya Ga jangan sampe hasil lo jadi siluman perpus sebulan ini sia-sia, oke? Rekta menepuk bahunya. 57

www.ilhammenulis.wordpress.com Angga hanya mengangguk, dia merasa sedikit terharu. Setelah mengobrol beberapa saat, Angga berpamitan kepada mereka, karena acara akan segera dimulai. Ah, rupanya Vetra telah sampai, dia melihatnya di balik pintu. Jadi Angga segera menghampirinya. Dari mana aja kamu Vet? Kok baru dateng? Dari tadi kok.. Vetra menjawab datar. Terus kenapa gak nyamperin anak-anak sekolah kita disana? Angga heran. Vetra mengangkat bahu. Buat apa? Toh saya gak akrab sama mereka. Sebenarnya Angga ingin menjawab kalimat tadi dengan kata-kata kalau kamu gak mulai ngakrabin diri ya kamu gak akan pernah bisa akrab sama mereka.. tapi dia memutuskan untuk tidak mengtakannya. Merusak mood Vetra lima menit sebelum lomba dimulai bukanlah ide yang bagus. Tak lama terdengar panggilan dari pihak penyelenggara. Mereka berdua pun bergabung dengan para peserta lainnya di backstage. Ada enam sekolah yang mengikuti lomba cerdas cermat kali ini, masing-masing adalah undangan dari daerah-daerah yang berbeda dari seluruh jawa. Ada Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Semarang, Surabaya dan Solo. Sekolah yang diundang adalah sekolah yang dinilai terbaik oleh para panitia. Setelah briefing singkat, mereka dipersilahkan menuju ke meja masing-masing, yang diiringi oleh tepuk tangan para pendukung sekolahnya. Bangku penonton ramai oleh suara yel-yel dan dukungan. Lomba dimulai, pembawa acara segera mengambil-alih mikrofon. Babak pertama adalah babak rebutan. Setiap pertanyaan yang akan diberikan bernilai sepuluh poin. Bagi peserta yang mengetahui jawabannya dipersilahkan untuk menekan tombol yang disediakan di meja. Dimohon untuk tidak menjawab sampai dipersilahkan. Pelanggaran aturan dan

58

www.ilhammenulis.wordpress.com Jawaban yang salah akan mengakibatkan pengurangan poin sebesar lima. Pembawa acara pria yang berpakaian rapi dan berambut klimis berbicara dengan mantap Angga dan Vetra ada di klompok tiga, di samping kanan mereka adalah klompok dua, wakil dari Jakarta, dan di samping kiri mereka adalah klompok empat, wakil dari Yogyakara. Tangan Angga gemetaran, dia tidak pernah merasa segugup ini sejak pertama kali disuntik vaksin saat kelas tiga SD. Dia melihat ke arah Vetra, apakah gadis itu gugup? Rupanya tidak, Vetra terlihat sangat santai, dan malah cenderung terlihat bosan. Tangan Angga bersiap-siap di atas tombol, begitupula Vetra. Menyebabkan kedua tangan mereka nyaris bersentuhan. Angga berusaha untuk menenangkan dirinya. Pertanyaan pertama.. Pembawa acara wanita memulai. Tidak terbatasnya.. pertanyaan mulai dibacakan. Entah apa yang ada dipikiran Angga saat itu, ada suatu impuls di otaknya yang membuat syaraf motoriknya tiba-tiba secara refleks menekan tombol, padahal pembawa acara belum selesai mengajukan pertanyaan. Mereka bahkan belum bertanya sama sekali. Teeeeeettttttt bel dari klompok tiga berbunyi, membuat kaget seisi ruangan, termasuk Angga. Ya klompok tiga? Pembawa acara tidak dapat menahan senyumnya. Angga kebingungan, dia lalu melirik kepada Vetra, yang balas memlototinya dengan tatapan ingin mencekik. Angga panik, keringat dingin mengalir deras dari tubuhnya. Dia melihat Karin yang cemas di bangku penonton, dan juga Rekta yang menggeleng-gelengkan kepala, dia sepertinya tidak habis pikir setan apa yang merasuki bocah sok tau itu?. Eeehh, anu Angga tergagap. Para peserta disebelah mereka menoleh, menunggu jawaban Angga yang tidak mungkin benar. Mereka semua senang karena ada orang tolol yang memulai cerdas-cermat degan poin minus lima. 59

www.ilhammenulis.wordpress.com Ya? Apa jawabannya? Pembawa acara mendesak lagi. Angga makin panik, Vetra memalingkan muka, marah dan kesal. Tak ada cara lain, Angga lalu mengatakan hal pertama yang terlintas di kepalanya tadi. Ehm.. Scarcity? Kelangkaan? Angga menjawab ragu-ragu. Pembawa acara melihat kertas jawaban, wajahnya tiba-tiba menjadi pucat sekaligus kaget. Merasa tidak percaya, dia melihat kertas itu sekali lagi. Ya! Jawaban klompok tiga benar! Tidak terbatasnya keinginan manusia dan terbatasnya sumber daya menyebabkan sesuatu yang disebut?.. benar sekali, scarcity atau kelangkaan! Sepuluh poin untuk klompok tiga! pembawa acara bertepuk tangan, yang disusul oleh riuh rendah tepuk tangan dari para penonton, terutama para siswa SMA nya. Rekta dan Karin mloncat-loncat girang. Keberuntungan yang sangat super. Klompok lain mengangkat bahu, heran. Kebetulan pikir mereka. Angga nyengir kuda, dia lalu melirik Vetra, gadis itu menatapnya heran. Bagaimana kamu melakukan itu? Setelah pertanyaan pertama dijawab oleh Angga, klompok tiga bagai mendapatkan momentum, Vetra menjadi sangat bersemangat, dia menyapu bersih pertanyaan kedua sampai terakhir. Membuat semua klompok lain menggerutu karena tidak kebagian, bahkan Angga yang ingin menjawab juga selalu kalah cepat oleh Vetra. Gadis itu bagai sebuah komputer yang bisa memproses semua pertanyaan dalam waktu singkat, dan memberikan jawaban secara sempurna. Tapi sayangnya kejadian itu membuat para dewan juri sedikit curiga, apalagi Angga bisa menjawab dengan benar pertanyaan yang bahkan belum diberikan. Mereka mencurigai adanya kebocoran soal. Angga yang mendengar berita-berita miring pada saat istirahat segera menghampiri Vetra. Vet, sebaiknya kita agak sedikit hati-hati. Angga berbisik Maksud kamu? 60

www.ilhammenulis.wordpress.com Kamu terlalu pintar Vet, itu bagus, tapi juga jelek. Saya dengar desas-desus miring dari ruang juri, mereka kira kita curang. Terus? Itu hak mereka kan? Terserah mereka mau beranggapan apa, toh mereka tak punya bukti. Hmm, saya hanya takut kita didiskualifikasi. Vetra terdiam sejenak, dia nampak sedang berpikir. Kata-kata Angga ada benarnya juga. Waktu istirahat telah selesai, para peserta diharuskan kembali ke tempat mereka masingmasing, karena babak kedua akan segera dimulai. Vetra lalu berjalan masuk didepan Angga. Namun sayangnya setelah beberapa langkah, tiba-tiba dia menjadi sangat pusing, dan jalannya menjadi limbung. Untung saja ada Angga yag sigap memeganginya disana sana saat dia hendak jatuh. Vet! Kamu gak apa-apa? Angga sangat terkejut Vetra menepis tangan Angga yang membantunya. Saya gak apa-apa. Diapun kembali berjalan. Angga terlihat khawatir, wajah Vetra terlihat memerah, seperti saat dia hendak pingsan dua hari yang lalu. Angga lalu memegang kening Vetra degan tiba-tiba. Membuat gadis itu terdiam karena kaget. Badan kamu panas Vet, kamu sakit. Sebaiknya kamu ke dokter. Angga melepaskan tangannya. Wajah Vetra menjadi lebih merah. Dia hanya menggeleng. Saya masih bisa. Sahutnya lemas. Angga hendak berbicara lagi, tapi pembawa acara sudah memulai babak kedua. Ya, sekarang kita akan mulai babak kedua, pada babak ini setiap klompok akan diberi pertanyaa secara bergiliran oleh para dewan juri. Setiap pertanyaan bernilai dua puluh, dan jika klompok yang bersangkutan tidak dapat menjawab, klompok yang lain boleh merebut, dengan nilai bertambah menjadi dua puluh lima.

61

www.ilhammenulis.wordpress.com Pertanyaan untuk klompok satu, sebutkan masalah masalah yang dibahas dalam ilmu ekonomi mikro. . . Babak kedua berlangsung lebih seru, tidak seperti babak pertama yang disapu bersih oleh klompok tiga, pada babak ini setiap klompok memilki kesempatan untuk menambah poinnya. Dominasi memang masih dipegang klompok tiga, yang dengan sigap selalu menyambar setiap pertanyaan yang tidak terjawab. Tetapi menjelang bagian akhir babak kedua, kecepatan menjawab klompok tiga sudah jauh berkurang, jeda semakin sering terlihat. dan beberapa kali ada klompok lain yang berhasil lebih dulu menjawab. Angga melirik Vetra, gadis itu menunduk, keringat mengalir deras dari wajahnya, dia harus berkali-kali mengusap wajahnya dengan sapu tangan. Nafasnya terdengar berat. Vetra memang masih bisa menjawab semua pertanyaan, tapi sekarang dia menjawabnya lewat Angga, karena dia sudah sulit untuk berbicara. Dia menuliskan jawabannya pada secarik kertas dan memeberikan jawabannya pada Angga. Angga sangat khawatir, sebenarnya dia ingin menyudahi ini dan membawa Vetra ke dokter. Tapi Vetra bersikukuh tidak mau. Jadi jalan satu-satunya adalah cepat-cepat membereskan cerdascermat sialan ini. Pertanyaan terakhir untuk klompok tiga. Sebutkan contoh terjadinya demand-pull inflation di Indonesia. Seorang juri bertanya. Vetra tahu jawabannya, tetapi dia sekarang telah terlalu lemas untuk menulis, untuk sekedar menjaga kesadarannya saja dia sudah bersusah payah. Jadi dia hanya bisa mengharapkan Angga. Diapun menatap Angga dengan tatapan percaya. Ayo.. kamu pasti tau jawabannya.. Angga melihat tatapan Vera itu, dia tahu bahwa Vetra bisa pingsan kapan saja. Angga harus cepat-cepat menjawab, tetapi dia sama sekali tidak tahu jawabannya.

62

www.ilhammenulis.wordpress.com Demand-pull inflation..inflasi tarikan permintaan.. Angga sedang memikirkan contoh nyata yang terjadi di negaranya tersebut. Tapi apa? Apa?...Vetra masih menatapnya, berusaha untuk memberi tahu. Angga merasa tolol, dia berpikir dengan keras.. tarikan permintaan, permintaan yang banyak akan menyebabkan harga-harga naik.. Ya klompok tiga? Apa jawabannya? dewan juri kembali bertanya. Angga melihat ke sekeliling, Klompok yang lain telah bersiap-siap memencet tombol. Dengan semangat menggebu-gebu dan tatapn binatang buas. Mereka tahu jawabannya, dan Angga juga seharusnya tahu. Jawabannya adalah hal yang setiap tahun terjadi di pasar-pasar negara Indonesia. Beberapa detik berlalu, Angga memaksa otaknya untuk bekerja ekstra keras kali ini. Tiba-tiba dia tersentak, dia tahu jawabannya. Dia pikir dia tahu jawabannya. Angga mendekatkan mulutnya ke mikrofon. Mencoba menjawab. Ngiiiiinngg terdengar suara feedback untuk sesaat, membuat Angga semakin gugup. Contohnya adalah Vetra berharap cemas. Iya.. sudah kuduga kamu bisa.. Kenaikan harga barang-barang pokok seperti cabai dan daging pada saat bulan ramadhan. Angga menjawab mantap. Tepat sekali Vetra tersenyum. Angga melirik Vetra, Oh Tuhan, dia sempat melihatnya, walau Cuma sesaat. Dia melihat Vetra tersenyum, dan seperti yang sudah dia bayangkan sebelumnya, senyumnya memang sungguh manis, dan tebakannya dulu tepat, Vetra mempunyai lesung pipit. Sesaat setelah itu, Vetra kehilangan kesadarannya.

Klompok tiga memimpin dengan poin sangat jauh di babak kedua, tetapi karena Vetra tidak bisa melanjutkan lomba, klompok mereka terpaksa mengundurkan diri. Sesaat setelah pingsan, Don

63

www.ilhammenulis.wordpress.com sang bodyguard yang telah sedari tadi bersiaga, segera berlari merangsek ke dalam ruangan dan menggendong gadis itu keluar ruangan, diikuti oleh Angga dan Kepala Sekolah. Keadaan Vetra cukup menghawatirkan, sehingga petugas kesehatan disana tidak mampu berbuat apa-apa. Maka mereka semua memutuskan untuk segera membawa Vetra ke rumah sakit terdekat. Angga melihat mobil mewah Vetra pergi dengan tatapan sangat khawatir. Dia merasa bahwa ini semua adalah kesalahannya. Beberapa menit kemudian Angga memasuki kembali ruangan lomba. Keaadaan disana sudah mulai kacau, para juri dan penonton sibuk berbisik-bisik, berspekulasi mengenai apa yang terjadi. Pihak panitia yang sudah mulai kehilangan kendali, memberikan kesempatan kepada Angga untuk berbicara. Saat Angga selesai menyelesaikan masalah tersebut dengan mengatakan bahwa mereka mengundurkan diri, semua penonton berdiri untuk memberikan standing applause sebagai tanda penghormatan bagi klompoknya. Termasuk para dewan juri, mereka ikut berdiri dan bertepuk tangan. Saat itu Angga merasa sangat terharu, rupanya inilah rasanya diakui dan dihargai. Memang dia merasa sedikit kecewa, tapi juga merasa puas. Walaupun tidak bisa melanjutkan, setidaknya dia bisa merasakan pengalaman baru ini, dan setidaknya hari ini dia untuk pertama kalinya dapat melihat Vetra tersenyum.

End of part 1

64

Anda mungkin juga menyukai