Anda di halaman 1dari 12

ABSES PARU

PENDAHULUAN Abses paru adalah infeksi destruktif berupa lesi nekrotik pada jaringan paru yang terlokalisir sehingga membentuk kavitas yang berisi nanah (pus) dalam parenkim paru pada satu lobus atau lebih. Abses paru harus dibedakan dengan kavitas pada pasien tuberkuloasis paru. Abses paru lebih sering terjadi paeda laki-laki disbanding perempuan dan umumnya terjadi pada umur tua karena terdapat peningkatan insidens penyakit periodontal dan peningkatan prevelens iaspirasi. Kemajuan ilmu kedokteran asaat ini menyebabkan kejadian abses paru menurun (jaran ditemukan) karena adanya perbaikan risiko terjadinya abbess paru sepeti teknik operasi dan anastesi yang lebih baik dan penggunaan antibiotic lebih dini, kecuali pada kondisi-kondisi yang memudahkan untuk terjadinya aspirasi dan pada populasi dengan

immunocompromised. Karena angka harapan hidup yang lebih baik pada pasien IIIV maka pada tahun-tahun belakangan ini abses paru tampak mengalami peningkatan lagi. PATOFISIOLOGI Bermacam-macam factor yang berinteraksi dalam terjadinya abses paru seperti daya tahan tubuh dan tipe dari mikroorganisme pathogen yang menjadi penyebab. Terjadinya abses paru bias any melalui dua cara yaitu aspirasi dan hematogen. Yang paling sering diujumpai adalah kelompok abses paru bronkogenik yang termasuk akibat aspirasi, stasis sekresi, benda asing, tumor dan striktur bronkil. Keadaan ini menyebabkan obstruksi bronkus dan terbawanya organism virulen yang akan menyebakan terjadinya infeksi pada daerah distal obstruksi tersebut. Abses jenis ini banyak terjadi pada pasien bronchitis kronik karena banyaknya mucus pada saluran napas bawahnya yang merupakan kultr media yang sangat baik bagi organism yang teraspirasi. Pada perokok usia lanjut keganasan bronkogenik bisa merupakan dasar untuk terjadinya abses paru. Secara hematogen, ang paling sering terjadi adalah akibat septikemi atau sebagai fenomena septic emboli sekunder dari focus infeksi dari bagian lain tubunya

seperti tricuspid valve endocarditis. Penyebaran hematogen ini umumnya akan berbentuk abses multiple dan biasanya disebabkan oleh stfilokokkus. Penagnanan abses multiple dan kecil-kecil adalah lebih sulit dari abses single walaupun ukurannya besar. Secara umum diameter abses paru bervariasi dari beberapa mm sampai dengan 5 cm atau lebih. Disebut abses primer bila infeksi diakibatkan aspirasi atau pneumonia yang menyebabkan terjadi pada orang normal, sedangkan abses sekunder bila infeksi terjadi pada orang yang sebelumnya sudah mempunyai kondisi seperti obstruksi,

bronkiektasis, dan gangguan imunitas. Selain itu abses paru dapat terjadi akibat necrotizing pneumonia yang menyebabakan terjadinya nekrosis dan pencariran pada daerah yang mengalami konsolidasi, dengan organism penye babnya paling sering ialah Staphylococcus aureus, Klebsiella pneumonia dan grup pseudomonas. Abses yang terjadi biasanya multiple dan berukuran kecil0kecil (<2cm). Bulla atau kista yang sudah ada bisa berkembang menjadi abses paru. Kista bronkogenik yang berisi cairan dan elemen sekresi epitel merupakan media kultur untuk tumbuhnya mikroorganisme. Bila kista tersebut mengalami infeksi oleh mikroorganisme yang virulens maka akan terjadi abses paru. Abses hepar bacterial atau amubik bisa mengalami rupture dan menemb us diafragma yang akan menyebabkan abses paru pada lobus bawah paru kanan dan rongga pleura. Abses paru biasanya unilateral pada satu paru, yang terjadi pada pasien dengan keadaan umum yang jelek atau pasien yang mengalami penyakit menahun seperti malnutrisi, sirosis hati, ganggua immunologis yang menyebabkan daya tahan tubuh menurun, atau penggunaan sitostatika. Abses akibat aspirasi laling sering terjadi pada segmen posterior lobus atas dan segmen apical lobus bawah, dan sering terjadi pada paru kanan, karena bronkus utama kanan lebih lurus disbanding kiri. Abses mengalami rupture ke dalam bronkus, dengan isinya diekspektroasikan keluar dengan meninggalkan cavitas yang berisi air dan udara. Kadang-kadang abses rupture ke rongga pleura sehingga terjadi empiema yang bisa diikuti dengan terjadinya fistula bronkopleura.

Faktor Predisposisi terjadinya bases paru : Kondisi-kondisi yang memudahkan terjadinya aspirasi : Gangguan kesadaran : alkoholisme, epilepsy/kejang sebab lain,

gangguan serebrovaskular, anestesi umum, penyalahgunaan obat intravena, koma, trauma, sepsis motilitas Fistula trakeoesopageal Gangguan esophagus dan sealuran cerna lainnya : gangguan

Sebab-sebab latrogenik Penyakit-penyakit periodeontal Kebersihan mulut yang buruk Pencabutan gigi Pneumonia kaut Immunosupresi Bronkiektasis Kanker paru Infeksi saluran napas atas atau bawah yang belum teratasi. Pasien HIV yang terkena abses paru pada umumnya mempunyai status immunovompromised yang sangat jelek (kadar CD4<50/mm3), dan kebanyakan didahului oleh infeksi terutama infeksi paru. ETIOLOGI Abses paru dapat disebabkan oleh berbagai mikroorganisme yaitu : Kelompok bakteri anaerob, biasanya diakibatkan oleh pneumonia aspirasi Bacteriodes melaninogenus Bacteriodes fragilis Peptostreptococcus species Bacillus intermedius Fusobacterium nucleatum Microaerophilc streptococcus

Bakteri anaerobic meliputi 89 % penyebab abses paru dan 85%-100% dari specimen yang didapat melalui aspirasi tracheal. Kelompok bakteri aerob : Gram positif : sekunder oleh sebab selain aspirasi o o o o Staphylococcus aureus Streptococcus microaerophilic Streptococcus pyogenes Streptococcus pneumonia

Gram negative : biasanya merupakan sebab nosokomial o o o o o o o Klebsiella pneumonia Pseudomonas aeroginosa Escherichia coli Haemophilus influenza Actinomyces Species Nocardia Species Gram negative bacilli

Kelompok : o o o Jamur : mucoraceae, aspergilus species Parasit, amuba Mikobakterium

Studi yang dilakukan Bartlett et al. (1974) mendapatkan 46% abses paru disebabkan hanya oleh bakteri anaerob, sedangkan 43% campuran bakteri anaerob dan aerob. Spektrum kuman patoen penyebab abses paru pada pasien

immunocompromised sedikit berbeda. Pada pasien AIDS kebanyakan kumannya adalah bakteri aerob, P. carinii dan jamur termasuk Cryptococcus neoforman dan mycobacterium tuberculosis.

GAMBARAN KLINIS Onset penyakit bisa berjalan lambat atau mendadak akut. Disebut abses akut bila terjadinya kurang dari 4-6 minggu. Umumnya pasien mempunyai riwayat perjaanan

penyakit 1-3 minggu dengan gejala awal adalah badan terasa lemah, tidak nafsu makan, penurunan berat badan, batuk kering keringat malam, demam intermitten bisa disertai menggigil dengan suhu tubuh mencapai 39,40C atau lebih. Tidak ada demam tidak menyingkirkan adanya abses paru. Setelah beberapa hari dahak bisa menjadi purulen dan bisa mengandung darah. Kadang-kadang kita belum curiga adanya abses paru sampai dengan abses tersebut menembus bronkus dan mengeluarkan banyak sputum dalam beberapa jam sampai dengan beberapa hari yang bisa mengandung jaringan paru yang mengalami ganggren. Sputum yang berbau amis dan berwarna anchovy menunjukkan

penyebabnya bakteri anaerob dan disebut dengan putrid abscesses, tetapi tidak didapatkannya sputum dengan cirri di atas tidak menyingkirkan kemungkinan infeksi anaerob. Bila terdapat nyeri dada menunjukkan keterlibatan pleura. Batuk darah bisa dijumpai, biasanya ringan tetapi ada yang massive. Pada eberapa kasus penyakit berjalan sangat akut dengan mengeluarkan sputum yang berjumlah banyak dengan lokasi abses biasanya di segmen apical lobus atas. Seringkali ditemukan adanya factor predisposisi seperti disebutkan di ata. Sedangkan abses paru sekunder seperti yang disebabkan oleh septic emboli paru dengan infark, abses sudah bisa timbu hanya dalam waktu 2-3 hari. Pemeriksaan fisis yang ditemukan adalah suhu badan meningkat sampai 400C, pada paru ditemukan kelainan seperti nyeri tekan local, pada daerah terbatas perkusi terdengar redup dengan suara napas bronchial. Bila abses luas dan letaknya dekat dengan dinding dada kadang-kadang terdengar suara amforik. Suara napas bronchial atau amforik terjadi bila kavitasnya besar dan karena bronkus masih tetap dalam keadaan terbuka disertai oleh adanya konsolidasi sekitat abses dan drainase abses ang baik. Biasanya juga akan terdengar suara ronkhi. Bila abses paru letaknya dekat pleura dan pecah akan terjadi piotoraks (empiema torakis) sehingga pada pemeriskaan fisik ditemukan pergerakan dinding dada tertinggal pada tempat lesi, fremitus vocal menghilang, perkusi redup/pekak, bunyi napas menghilang dan terdapat tanda-tanda pendorongan mediastinum terutama pendorongan jantung kea rah kontra lateral tempat lesi.

Pada abses paru bisa dijumpai jari tabuh ang proses terjadinya berlangsung cepat.

DIAGNOSTIK Laboratorium Hitung leukosit umumnya tinggi beriksar 10.000 30.000/mm3 dengan hitung jenis bergeser ke kiri dan sel polimorfonuklear yang banyak terutama netropil yang immature. Bila abses berlangsung lama sering ditemukanadanya anemia. Pemeriksaan dahak dapat membantu dalam menemukan mikroorgaisme penyebab abses, mamun dahak tersebut hendaknya diperoleh dari aspirasi transtrakheal, transtorakal atau bilasan/sikatan bronkus, karena dahak yang dibatukkan akan terkontaminasi dengan organism anaerobic normal pada rongga mulut dan saluran napas atas. Prosedur invasive ini tidak biasa dilakukan, kecuali bila respons terhadap antibiotic tidak adekuat. Pemeriksaan yang dapat dilakukan dari dahak adalah pewarnaan langsung dengan teknik gram, biakan mikroorganisme aerob, anaerob, jamur, Nokardia, basic mikobakterium tuberculosis dan mikobakterium lain. Dahak bisa mengandung Spirochaeta, fusiform bacilli atau sejumlah besar bakteri baik yang pathogen maupun flora manusisa seperti Streptococcus viridian. Klostridium dapat ditemukan dari aspirasi transtrakeal. Kultur darah dapat membantu menemukan etiologi, sedangkan

pemeriksaan serologi juga dapat dilakukan untuk jamur dan parasit. BRONKOSKOPI Bronkoskopi dnegna biopsy sikatan yang terlindung dan bilasan bronkus merupakan cara diagnostic yang paling baik dengan akurasi diagnostic bakteriologi melebihi 80 %. Cara ini hendaknya dilakukan pada pasien AIDS sebelum dimulai pengobatan karena banyaknya kuman yang terlibat dan sulit diprediksi secara klinis. Selain itu 10%-25% dari penyebab abses paru pada orang dewasa adalah karsinoma bronkogenik, dan 60% di antaranya dapat didiagnosa dengan memakai bronkoskopi. Aspirasi Jarum Perkutan

Cara ini mempunyai akurasi tinggi untuk diagnosis bakterioogis, dengan spesifisitas melebihi aspriasi transttrakeal.

Radiologi Foto dada PA dan lateral sangat membantu untuk melihat lokasi lesi dan bentuk abse paru. Pada hari-hari pertama penyakit, foto dada hanya menunjukkan gambaran opak dari satu atau lebih segmen paru, atau hanya berupa gambaran densitas homogeny yang berbentuk bulat. Kemudian akan ditemukan gambaran radioluse dalam bayangan infiltrate yang padat. Selanutnya bila bses tersebut mengalami rupture sehingga terjadi drainase abses yang tidak sempurna ke dalam bronkus, maka baru akan tampak kavitas irregular dengan batas cairan dan permukaan udara (air fluid level) di dalmanya. Gambaran spesifik ini tampak dengan mudah bila kita melakukan foto dada PA dengan posisi berdiri. Khas pada abses paru anaerobic kavitasnya single (soliter) yang biasanya ditemukan pada infeksi paru primer, sedangakn abses paru sekunder (aerobic, nosokomial atau hematogen) lesinya bisa multiple. Sepertia kasus abses paru bisa disertai dengan empiema. Empiema yang terlokalisir dan disertai dengan fistula bronkopleura akan sulit dibedakan dengan gambaran abses tampak seperti massa bulat dalam paru. Untuk suatu gambaran abses paru simple, noduler dan disertai limfadenopati hilus maka harus dipikirkan sebabnya adalah suatu keganasan paru. CT scan bisa menunjukkan tempat lesi yang menyebabkan obstruksi endobronkial, dan gambaran abses tampak seperti massa bulat dalam paru dengan kavitasi sentral. CT Scan juga bisa menunjukkan lokasi abses berada dalam parenkim paru yang membedakannya dari empiema. Lesi-lesi yang bisa mengakibatkan terjadinya abses paru bakterila meliputi karsinoma bronkogenik dengan kavitas, bronkiektasis, empiema sekunder dari fistula bronkopleura, tuberkuloasis paru, cocciodomycosis dan infeksi jamur pada paru, bulla atau kista udara yang mengalami infeksi, perlunakan/skuesterisasi paru, nodul silikat dengan sianosis sentral, abses hepar atau subfrenik akibat amuba atau hidatid yang menembus ke bronkus dan Wageners granulomatosis. Pemeriksaan diagnosis secara

seksama seperti yang disebutkan di atas harus dilakukan untuk membedakannya dari abses paru biasa (simple). Klinisi harus tetap waspada bahwa kavitas paru yang ada bukan suatu abses paru. Diagnosa banding dari abses paru antara lain sebagai berikut : Penyebab infeksi : tuberculosis, bulla infeksi, emboli septic Penyebab bukan infeksi : kavitas oleh karena keganasan,

Wageners granulomatosis, nodul rheumatoid, vaskulitis, sarkoidosis, infark paru, congenital (bulla, kista, bleb) PENANGANAN Tujuan utama pengobatan pasien abses paru adalah eradikasi secepatnya dari pathogen penyebab dnegan pengobatan yang cukup, drainase yang adekuat dari empiema dan pencegahan komplikasi yang terjadi. Pasien abses paru memerlukan istirahat yang cukup. Bila abses paru pada foto dada menunjukkan diameter 4 cm atau lebih sebaiknyapasien dirawat inap. Posisi terbaring pasien hendaknya miring dengan paru yang terkena abses berada di atas supaya gravitasi drainase lebih baik. Bila segmen superior lobus bawah yang terkena, maka hendaknya bagian atas tubuh pasien/kepala berada di bagian terbwah (posisi trendelenberg). Diet biasanya bubur biasa dengan tinggi kalori tinggi protein. Bila abses telah mengalami resolusi dapat diberikan nasi biasa. Penyembuhan sempurna abses paru tergantung dari pengobatan antibiotic yang adekuat dan diberikan sedini mungkin segera setelah sampel dahak dan darah diambil untuk kultur dan tes sensitivitas. Kebanyakan kasus abses paru yang disebabkan bakteri anaerob kumannya tidak dapat ditentukan dengan pasti, sehingga pengobatan diberikan secara empiric. Kebanyakan pasien mengalami perbaikan hanya dengan antibiotic dan postural drainage, sedangkan kira-kira 10% harus dilakukan tindakan operatif. Antibiotik yang paling baik adalah klindamisin oleh karena mempunyai spekrum yang lebih baik pada bakteri anaerot. Klindamisin diberikan mula-mula dengan dosis 3x600 mg intravenous, kemudian 4 x 300 mg oral/hari. Regimen alternaif adalah

penisilin G 2-10 juta unit/hari. Antibiotic parenteral diganti ke oral bila pasien tidak panas lagi dan merasa sudah baikan. Kombinasi penisilin 12-18 juta unit/hari dan metronidazol 2 gram/hari dengan dosis terbagi (untuk penyebab bakteri anaerob) yang diberilkan selama 10 hari dikatakan sama efektifnya dengan klindamisin, walaupun begitu harus diingat bahwa beberapa bakteri anaerob seperti Prevotella, Bakteriodes Spp. Dan Fusobacterium karena memproduksi beta-laktamase, resisten terhadap penisilin. Kombinasi -laktam dan -laktamase inhibitor seperti tikarkilin

klavulanat,+amoksisilin, asam klavulanat atau piperasilin + tazobaktam juga aktif terhadap kebanyakan bakteri anaerob dan pada kebanyakan strain basil gram negative. Kombinasi ini biasanya diguakan pada pasien dengan sakit yang serius dan pasien abses paru nosokomial. Dosis pengobatan tunggal metronidazol (Flagyl) diberikan dengan dosis 15 mg/kgBB intravenous dalam waktu lebih dari 1 jam, kemudian diikuti 6 jam kemudian dengan infuse 7,5 mg/kgBB 3-4/hari, tetapi pengobatan tunggal dengan metronidazole ini tidak dianjurkan karena beberapa anaerobic coccid an ekbanyakan microaerophilic streptocooci sudah resisten. Pengobatan terhadap penyebab pathogen aerobic kebanyakan dipakai klindamisin + penisilin atau klindamisin +_ sefalosporin Cefoksitin 3-4 x 2 gram/hari intravena yang merupakan generasi kedua sefalosporin aktif terhadap bakteri gram positif, gram negative resisten penilinase dan bakteri anaerob, diberikan bila abses paru tersebut diduga disebabkan oleh infeksi polimikrobial. Kemudian antibiotic diberikan sesuai dengan hasil tes sensitivitas. Abses paru ang disebabkan stafilokokkus harus diobati dengan penicillinase-resistant-penicilin atau sefalosporin generasi pertama, sedangkan untuk Staphulococus aureus yang methieillin resistant seperti yang disebabkan oleh emboli paru septic nosokomial, pilihannya adalah sulfonamide 3x1gram oral. Abses paru amubik diberikan meetronidazol 3x750 mg, sedangkan bila penyakitnya serius seperti terjadi rupture dari abses harus ditambahkan emetin parenteral pada 5 hari pertama. Antibiotic diberikan sampai dengan pneumonitis telah mengalami reesolusi dan kavitasnya hilang, tinggal berupa lesi sisa yang kecil dan stabil dalam waktu lebih dari 2-3 minggu. Resolusi sempurna biasanya membutuhkan waktu pengobatan 6-10 minggu dnegna pemberian antibiotic oral sebagai pasien rawat jalan. Pemberian

antibiotic yang kurang dari waktu ini sering menyebabkan kekambuhan dengan melibatkan organism yang resisten terhadap antibiotic yang diberikan sebelumnya. Perbaikan klinis berupa berkurang atau hilangnya demam tercapai dalam 3-4 sampai dengan 7-10 hari. Demam yang resisten menunjukkan kegagalan pengobatan. Pada kasus begini bila diperiksa lebih lanjut akan ditemukan adanya obstruksi bronkus oleh benda asing, neoplasma atu disebabkan infeksi bakteri yang resisten mikobakteria, parasit atau jamur. Respons yang lambat atau tidak respons sama sekali juga bisa dijumpai pada beberapa keadaan yaitu kavitas yang besar (lebih dari 6 cm), keadaan umum pasien yang jelek, seleksi antimicrobial yang salah diagnose sala, ada empiema, abses yang memerlukan drainase, komplikasi pada organ yang jauh seperti abses otak dan demam obat. Bronskosopi juga mempunyai peranan penting dalam penanganan abses paru seperti pada kasus yang dicurigai karsinoma bronkus atau lesi obstruksi, pengeluaran benda asing dan untuk melebarkan striktur. Di samping itu dengan bronkoskopi dapat dilakukan aspirasi dfan pengosongan abses yang tidak mengalami drainase yang adekuat, serta dapat diberikannya larutan antibiotic melewati bronkus langsung ke lokasi abses. Drainase dengan tindakan operasi jarang diperlukan karena lesi biasanya respons dengan antibiotic. Bila tidak respons, apalagi bila kavitasnya besar maka harus dilakukan drainase perkutan untuk mencegah kontaminasi pada rongga pleura. Tindakan operasi diperlukan pada kurang dari 10 20 % kasus. Indikasi operasi adalah sebagai berikut : Abses paru yang tidak mengalami perbaikan Komplikasi : empiema, hemoptisis masis, fistula bronkopleura Pengobatan penyakit yang mendasari : karsinoma obstruksi

primer/metastasis, pengeluaran benda asing, bronkiektasis, gangguan motilitas gatroesopageal, malformasi atau kelainan congenital. Abses paru yang berkembang cepat antara lain yang terjadi pada pasien immunocompromised dengan etiologi seperti mucoraceae membutuhkan reseksi paru dengan segera disamping pemberian antibiotic. Reseksi paru juga diindikasikan pada

abses paru yang responnya minimal dengan antibiotic abses paru dengan ukuran yang besar dan infark paru. Lobektomi merupakan prosedur paling sering sedangkan reseksi segmental biasanya cukup untuk lesi-lesi yang kecil. Pneumoektomi diperlukan terhadap abses multiple atau gangrene paru yang refrakter terhadap penanganan dengan obat-obatan. Angka mortalitas setelah pneumoektomi mencapai 5% - 10%. Pasien dengan risiko tinggi untuk operasi maka untuk sementara dapat dilakukan drainage perkutan via kateter secara hati-hati untuk mencegah kebocoran isi abses ke dalam rongga pleura. KOMPLIKASI Komplikasi local meliputi penyebaran infeksi melalui aspirasi lewat bronkus atau penyebaran langsung melalui jaringan sekitarnya. Abses paru yang drainasenya kurang baik, bisa mengalami rupture kesegmen lain dengan kecenderungan penyebaran infeksi staphylococcus, sedang yang rupture ke rongga pleura menjadi piotoraks (empiema). Komplikasi sering lainnya berupa abses otak, hemoptisis massif, rupture pleura viseralis sehingga terjadi piopneumotoraks dan fistula bronkopleura. Abses paru yang resisten (kronik), yaitu yang resisten dengan pengobatan selama 6 minggu akan menyebabkan kerusakan paru yang permanen dan mungkin akan menyisakan suatu bronkiektasis, kor pulmonal, dan amiloidosis. Abses paru kronik bisa menyebabkan anemia, malnutrisi, kkesia, gangguan cairan dan elektrolit serta gagal jantung terutama pada manula.

PENCEGAHAN Perhatian khusus ditujukan kepada kebersihan mulut. Kebersihan mulut yang jelek dan penakit-penyakit periodontal bisa menyebabkan kolonisasi bakteri pathogen orofaring yang akan menyebabkan infeksi saluran napas sampai dengan abses paru. Setiap infeksi paru akut harus segera diobati sebaik mungkin terutama bila sebelumnya diduga ada factor yang memudahkan terjadinya aspirasi seperti pasien manula yang dirawat di rumah, batuk yang disertai muntah, adanya benda asing, kesadaran yang menurun dan pasien yang memakai ventilasi mekanik. Menghindari pemakaian

anestesi umum mpada tonsilektomi, pencabutan abses gigi dan operasi sinus para nasal akan menurunkan insiden abses paru.

PROGNOSIS Prognosis abses paru simple terutama tergantung dari keadaan umum pasien, letak abses serta luasnya kerusakan paru yang terjadi, dan respons pengobatan yang kita berikan. Angkar mortalitas pasien abses paru wanaerob pada era antibiotic kurang dari 10%, dan kira-kira 10-15% memerlukan operasi. Di zaman era antibiotic sekarang angka penyembuhan mencapai 90-95% (Bartley,1992). Bila pengobatan diberikan dalam jangka waktu cukup lama angka kekambuhannya rendah. Faktor-faktor yang membuat prognosis menjadi jelek adalah kavitas yang besar (lebih dari 6 cm), penyakit dasar yang berat, status immunocompromised, umur yang sangat tua, empiema, nekrosis paru yang progresif, lesi obstruktif, abses yang disebabkan bakteri aerobic (termasuk Staphylococcus aereus dan basil gram negative), dan abses paru yang belum mendapat pengobatan dalam jangka waktu yang lama. Angka mortalitas pada pasien-pasien ini bisa menapai 75% dan bila smbuh maka angka kekambuhannya tinggi.

Anda mungkin juga menyukai