Anda di halaman 1dari 7

DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN TUBERKULOSIS MILIER PADA PASIEN DEWASA

ABSTRAK Tuberculosis (TB) miliaris/ milier atau disseminated TB adalah jenis tuberculosis yang bervariasi dari infeksi kronis, progresif lambat hingga penyakit fulminan akut; ini disebabkan oleh penyebaran hematogen atau limfogen dari bahan kaseosa terinfeksi ke dalam aliran darah dan mengenai banyak organ dengan tuberkel-tuberkel mirip benih padi (Dorland, 2002). Kata kunci:Tuberkulosis, TB, Milier, Diagnosis, Penatalaksanaan, Dewasa

KASUS Pasien wanita 50 tahun datang ke IGD RSUD Panembahan Senopati Bantul dengan keluhan sering sesak nafas bila kecapekan dan beraktivitas berat. Sesak pada posisi berbaring (-), sesak pada malam hari (-). Pasien juga mengatakan sering batuk ngikil pada pagi hari, terasa gatal pada tenggorokan dalam, tidak bisa mengeluarkan dahak, hidung dan mata nyrocos, tidak sesak jika batuk atau setelahnya, serta tidak mengi. Keluhan dirasakan beberapa bulan setelah menjalani pengobatan rutin (6 bulan di puskesmas) untuk flek, setelah itu tidak pernah periksa lagi. Pasien merasa semakin kurus, sering berkeringat malam, demam/ low grade fever disangkal, riwayat kontak dengan penderita batuk lama disangkal. DIAGNOSIS Tuberkulosis Milier PENATALAKSANAAN
y y

Rifampicin 1x450 mg INH 1x400 mg

y y y y

Ethambutol 1x1000mg Pyrazinamid 1x1500mg B6 1x1 Edukasi kepada pasien dan keluarga pasien tentang ketepatan dan kepatuhan dalam meminum obat. Memahamkan kepada pasien dan keluarga pasien bahwa pengobatan TB berlangsung lama. Memberitahukan bahwa obat Rifampisin yang terkandung dalam pengobatan dapat menyebabkan cairan tubuh (keringat, air seni dan ludah) berwarna merah.

DISKUSI Tuberkulosis milier merupakan jenis tuberkulosis yang bervariasi mulai dari infeksi kronis, progresif lambat, hingga penyakit fulminan akut, yang disebabkan penyebaran hematogen atau limfogen dari bahan kaseosa terinfeksi ke dalam aliran darah dan mengenai banyak organ dengan tuberkel-tuberkel mirip benih padi. Tuberkulosis jenis ini bisa terjadi pada semua golongan umur, namun sebagian besar penderita berumur kurang dari 5 tahun. Berbeda dengan TB dewasa, gejala TB pada anak seringkali tidak khas dan sulit didapatkan spesimen diagnostik yang terpercaya. Sehingga diagnosis TB pada anak menggunakan scoring system yang didasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang. Pada kasus ini diagnosis TB Milier ditegakkan berdasarkan temuan anamnesis, pemeriksaan fisik dan radiologis. Mengacu kepada ketentuan WHO, pengobatan TBC Milier pada prinsipnya sama dengan pengobatan TBC pada umumnya, yaitu perpaduan dari beberapa jenis antituberkulosa baik yang bakteriostatik maupun bakterisid, yaitu : 1. Isoniasid (H). Bersifat bakterisid, dapat membunuh 90% populasi kuman dalam beberapa hari pengobatan. Dosis harian : 5 mg/kg BB, dosis intermiten 3 x / minggu : 10 mg/kg BB.

2. Rifampisin (R). Bersifat bakterisid, dapat membunuh kuman yang tidak bisa dibunuh oleh Isoniasid. Dosis harian dan dosis intermiten sama, yaitu : 10 mg/kg BB. 3. Pirazinamid (Z). Bersifat bakterisid, membunuh kuman yang berada di dalam sel dengan suasana asam. Dosis harian : 25 mg/kg BB, dosis intermiten 35 mg/kg BB. 4. Streptomisin (S). Bersifat bakterisid, dosis harian dan intermiten sama, yaitu : 15 mg/kg BB. 5. Etambutol (E). Bersifat bakteriostatik, dosis harian : 15 mg/kg BB, dosis intermiten : 30 mg/kg BB. Pengobatan dibagi dalam 2 tahap yaitu : 1. Tahap Intensif : Pada tahap ini kombinasi obat diberikan setiap hari selama 60 - 90 hari minum obat. 2. Tahap Lanjutan : Jenis obat yang diberikan pada tahap ini lebih sedikit, tetapi dengan jangka waktu yang lebih lama, yaitu selama 4 - 5 bulan dengan 54 - 66 hari minum obat (3x/minggu). Panduan Obat yang ada di Indonesia adalah : 1. Katagori I - Tahap Intensif , 60 hari minum obat setiap hari dengan perpaduan obat sbb : Isoniazid (H), Rifampisin (R), Pirasinamid (Z) dan Etambutol (E). - Tahap lanjutan, 54 hari minum obat selama 4 bulan (3x/minggu), dengan paduan sbb: Isoniasid (H) dan Rifampisin (R). Obat ini diberikan untuk :

a. Penderita baru TBC Paru BTA positif b. Penderita TBC Paru BTA negatif, Rontgen positif sakit berat. c. Penderita TBC ekstra paru berat. 2. Katagori II - Tahap Intensif, selama 90 hari, terdiri dari 60 hari dengan paduan obat : Isoniazid (H), Rifampisin (R), Pirasinamid (Z) dan Etambutol (E) serta suntikan Streptomisin (S). Dan 30 hari dengan paduan seperti di atas minus suntikan Streptomisin (S). - Tahap Lanjutan, selama 66 hari minum obat dalam 5 bulan (3x/minggu), dengan paduan : Isoniasid (H), Rifampisin (R) dan Etambutol (E). Obat ini diberikan untuk : a. Penderita kambuh (relaps). b. Penderita gagal dengan pengobatan sebelumnya (failure). c. Penderita dengan pengobatan setelah lalai (after default) 3. Katagori III - Tahap Intensif, 60 hari minum obat setiap hari dengan perpaduan obat : Isoniazid (H), Rifampisin (R), dan Pirasinamid (Z). - Tahap Lanjutan, 54 hari minum obat dalam 4 bulan (3x/minggu) dengan perpaduan obat : Isoniazid (H) dan Rifampisin (R). Obat ini diberikan untuk : a. Penderita baru TBC Paru BTA negatif, rontgen positif sakit ringan. b. Penderita TBC ekstra paru ringan. 4. Obat Sisipan

Obat ini diberikan kepada penderita yang mendapat pengobatan Katagori I atau Katagori II, dimana pada akhir pengobatan fase intensif hasil pemeriksaan BTA masih positif. Obat fase sisipan diberikan setiap hari selama 30 hari dengan perpaduan obat : Isoniasid (H), Rifampisin (R), Pirasinamid (Z) dan Etambutol (E).TBC Milier bersama dengan TBC dengan Meningitis, TBC Pleuritis Eksudatif, TBC Parikarditis Konstriktif, direkomendasikan untuk mendapat pengobatan dengan : 1. Katagori I, dan 2. Kortikosteroid, dengan dosis 30-40 mg/kg BB per hari, kemudian diturunkan secara bertahap sampai 5-10 mg/kg BB, dan lama pemberian disesuaikan dengan jenis penyakit dan kemajuan pengobatan. Selain pengobatan OAT, perlu juga diperhatikan terapi suportif, pengaturan dietika dan edukasi pada pasien dan keluarga. Pada kasus ini diberikan terapi suportif berupa antipiretik dan ekstrak curcuma serta bahan lainnya yang dapat berperan sebagai hepatoprotektor dan penambah nafsu makan. Dietika diberikan diet TKTP 3 porsi sehari untuk memperbaiki status gizi anak. Edukasi meliputi lama pengobatan, cara pemberian obat, efek samping, serta perbaikan gizi dan lingkungan pasien. KESIMPULAN Penegakan diagnosis Tuberkulosis Milier bisa ditegakkan melalui anamnesa, pemeriksaan fisik (tanda klinis pada pasien), pemeriksaan penunjang (Laboratorium & Foto Rontgen dada) dan pemeriksaan lain (funduskopi, EKG, dll). Dengan penanganan dini dan tepat, angka kematian dapat ditekan hingga kurang dari 10 %.Diagnosis dini memiliki kecenderungan yang lebih baik untuk positive outcome. Penanganan dini suspek TB menunjukkan perbaikan outcome.

DAFTAR PUSTAKA 1. Departemen Kesehatan RI. (2002). Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Jakarta : Depkes RI 2. Hassan, Rusepno. (1985). Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak FK UI. Jakarta : Infomedika 3. Seputar Kedokteran dan Linux. (2008). Tuberkulosis Milier. Diakses dari http://medlinux.blogspot.com 4. Suprayitno, Bambang. (2002). Gambaran Klinis TB Milier pada Bayi dalam Cermin Dunia Kedokterannomor 137 halaman 26-28 5. Bahar, A. 1998. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 6. Dorland. 2002. Kamus Kedokteran Dorland; Edisi 29. Jakarta: EGC. PENULIS I Wayan Surya Wibowo, Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUD Panembahan Senopati Bantul, Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai