Anda di halaman 1dari 2

hak atas kekayaan intelektual - 6 desember 2006

from : hukum_78@yahoo.com
t : apakah bagi produsen minuman & obat2an / jamu yang tidak mencantumkan secara
keseluruhan komposisi produknya dalam kemasan bisa terkena sanksi mengingat
komposisi produk tergolong rahasia perusahaan / rahasia dagang yg sudah
didaftarkan penggunaannya di dirjen hki ?

rgs : komposisi produk jamu harus dicantumkan, hal ini sekaligus juga untuk
meyakinkan masyarakat [konsumen] bahwa komposisi jamu itu tidak mengandung bahan
kimia yang sama sekali dilarang bagi produk jamu. memang komposisi ini merupakan
rahasia dagang perusahaan tetapi haki tidak melindungi komposisi produk ini, dan
yang dilindungi adalah meracik, membuat, mengolah hingga menjadi jamu dengan merek
tertentu yang dilindungi oleh haki dan tentu tidak dipublikasi dalam kemasan
pembungkus jamu dimaksud.

==================================================================================
===========================

kuasa substitusi
from : notaris-brahma aditya
brahma_adityams@yahoo.com
24 nopember 200

mohon bantuan untuk pandangannya, mengenai adanya kuasa jual substitusi dimana
adanya sertipikat atas nama a yang sudah meninggal kemudian b,c dan d selaku ahli
waris membuat akta kuasa jual (substitusi) bentuk notariil di notaris x kepada e
kemudian e membuat kuasa jual substitusi bentuk notariil di hadapan notaris x juga
kepada f, dan kemudian f membuat kuasa untuk menjual (tanpa substitusi) bentuk
notariil kepada g, dan g akan menjual langsung balik nama (jual beli) kepada h.
pertanyaan:
1. apakah dibenarkan kuasa substitusi tersebut sampai dengan 3 x walau dibuatnya
bentuk akta notaris, dimana kemudian pihak g (penerima kuasa) akan menjual
langsung (akta jual beli)atas obyek tanah tsb kepada h?
2. apakah ada peraturan mengenai kuasa jual substitusi?
atas jawabannya kami ucapkan banyak terimakasih

rgs : kuasa jual substitusi dalam praktek yang kami sarankan hanya 1 [kali].
batasan ini kami sarankan, semata-mata untuk memudahkan monitoring dan keamanan.
contoh : a. beri kuasa kepada b yang disubstitusi kepada c. monitoring a ke b ke c
dalam hal ini tidak sulit, karena pihaknya tidak banyak. walaupun hukum tidak
membatasi berapa kali substitusi itu boleh di-substitusi lagi kepada pihak lain,
namun untuk menjaga faktor kemanan dalam melalui pemberian kuasa substitusi, kami
berpandangan sebaiknya kuasa substitusi ini diberikan hanya 1 kali saja, dengan
maksud pencegahan agar dalam pemberian kuasa itu tidak merugikan pihak akhir yang
mengadakan transaksi melalui pemberian kuasa substitusi. dalam praktek, jika kami
menerima kuasa+ substitusi, maka ketika kami akan melaksanakan substitusi
dimaksud, si-penerima dari kami akan kami batasi dengan kalimat tanpa substitusi.
mis. klien a kepada rgs [+ substitusi], maka rgs yg akan mensubstitusi kepada b
dalam surat kuasa akan kami cantumkan bahwa b [tanpa substitusi].

tapi dalam contoh diatas.


a = meninggal
b,c,d = ahli waris => kuasa jual substitusi kepada e
e = penerima kuasa [b,c,d] => memberi kuasa jual substitusi kepada f
f = penerima kuasa [e ~ bcd,] => memberi kuasa jual kepada g dan
g akan mengadakan jual beli dengan h sekaligus balik nama.
pemberian kuasa dalam prakteknya harus didasari oleh adanya suatu kepercayaan,
dari runutan skema diatas, timbul pertanyaan :
1, apakah ada hubungan hukum b,c,d, dengan g?
2. apakah b,c,d mengenal g?
3. apakah bcd mempercayai g?
mungkin anda yang lebih tau untuk menjawabnya yang mesti disesuaikan dengan fakta
konkrit yang sebenarnya.
demikian, sekedar saran sederhana, semoga bermanfaat.
==================================================================================
============================

Anda mungkin juga menyukai