Anda di halaman 1dari 1

Hukum Responsif Untuk Negeri Bencana

Indonesia menangis, tanggal 26 Desember 2004 Aceh, Sumatera Utara dan Nias
hancur total diterjang bencana tsunami, ribuan korban jiwa berjatuhan, ribuan rumah
penduduk hancur dan banyak lagi kehancuran yang diakibatkan bencana ini yang
semuanya berujung pada lumpuhnya roda kehidupan rakyat di ketiga daerah tersebut.
Terkait dengan kejadian hebat ini apabila kita mengacu pada satu pertanyaan, yaitu; Apa
dan bagaimana terhadap daerah-daerah yang tertimpa bencana tersebut?

Maka kita semua akan sepakat dengan jawaban bahwa kita harus melakukan
rekonstruksi dan rehabilitasi kembali daerah-daerah tersebut sehingga roda kehidupan
dapat kembali berputar secara normal. Tetapi ibarat pepatah “keluar dari mulut singa,
masuk kemulut buaya” maka dengan terjadinya bencana tersebut bukan berarti bencana
itu saja yang merupakan suatu masalah, proses rekonstruksi dan rehabilitasi daerah-
daerah itu pun merupakan suatu masalah yang merupakan turunan dari kejadian bencana
tersebut, karena sampai saat ini Indonesia belum mempunyai payung hukum yang
mengatur khusus mengenai penanggulangan keadaan darurat (natural disasters law).

Payung hukum dalam penanggulangan keadaan darurat ini sangat penting sebagai
rule of the game yang memberikan jaminan bahwa penanggulangan keadaan darurat yang
efektif dan adequate. Pada sisi lainnya adanya norma-norma yang tegas dan keras untuk
menghindari pelanggaran hukum oleh oknum-oknum tertentu dalam melakukan
penanggulangan keadaan darurat tersebut. Berkaca pada permasalahan ini melihat bahwa
hukum di Indonesia belum responsif karena adanya semacam adagium klasik bahwa
hukum selalu tertinggal dibelakang oleh kemajuan jaman dan realitas sosial. Indonesia
masih belum memiliki hukum yang mengatur dan dapat diterapkan dalam suatu keadaan
darurat bencana alam. Untuk itulah perlu membangun sifat responsif dari hukum melalui
stimulasi tumbuhnya pemikiran-pemikiran kritis-konstruktif dari para akademisi dan
pemerhati hukum di Indonesia dan dimanapun.

Sejalan dengan cita-cita untuk membangun hukum yang responsif, terhitung sejak
tahun 2005 Majalah Hukum dan Pembangunan berubah nama menjadi Jurnal Hukum dan
Pembangunan. Perubahan juga dilakukan dalam format artikel dan perwajahan untuk
menghadirkan kesan dinamis dengan tetap mempertahankan jati diri jurnal ilmiah yang
tetap konservatif pada jalurnya. Jurnal Hukum dan Pembangunan diharapkan tetap
menjadi barometer perkembangan pemikiran di bidang hukum yang terdokumentasi dan
melanjutkan tradisi sirkulasi di dalam negeri dan ke seluruh dunia melalui pembangunan
dan pengembangan situs internet untuk mendukung eksistensi sebagai referensi
perkembangan pemikiran hukum di Indonesia.

Teddy Anggoro

Anda mungkin juga menyukai