Anda di halaman 1dari 2

Adapun ketiga hadits yg sering dijadikan rujukan mengadzankan bayi adalah sebagai berikut: Diantara haditsnya yaitu : Pertama,

Dari Ubaidullah bin Abi Rafi dari bapaknya (yakni Abu Rafi), ia berkata, Aku pernah melihat Rasulullah adzan di telinga Hasan bin Ali ketika dilahirkan Fatimah? (HR. Abu Dawud no. 5105, Tirmidzi no. 1514 dan Baihaqi 9/305, semuanya dari jalan Sufyan Ats Tsauri dari Ashim bin Ubaidillah dari bapaknya) Sanad hadits ini dhaif karena Ashim bin Ubaidillah bin Ashim adalah seorang rawi yang lemah dari sisi hafalan. Dia telah dilemahkan oleh jamaah ahli hadits seperti : Ahmad bin Hambal, Sufyan bin Uyainah, Abu Hatim, An Nasai, Ibnu Main dan lainnya sebagaimana diterangkan oleh Al Hafizh pada Kitab Tahdzib 5/46-49. Namun Sayyid Alawi al-Maliki dalam Majmu Fatawa wa Rasail menyatakan bahwa mengumandangkan adzan di telinga kanan dan iqamah di telinga kiri hukumnya sunnah. Para ulama telah mengamalkan hal tersebut tanpa seorangpun mengingkarinya. Sayyid Alawi menyatakan, perbuatan itu ada relevansinya untuk mengusir syaitan dari anak yang baru lahir tersebut. Karena syaitan akan lari terbirit-birit ketika mereka mendengar adzan sebagai mana yang keterangan yang ada dalam hadits. Kedua, Hadits Ibnu Abbas dikeluarkan oleh Al-Baihaqi dalam Syuabul Iman (6/8620) dan Muhammad bin Yunus dari Al-Hasan bin Amr bin Saif As-Sadusi ia berkata : Telah menceritakan pada kami Al-Qasim bin Muthib dari Manshur bin Shafih dari Abu Mabad dari Ibnu Abbas. Artinya : Sesungguhnya Nabi Shallallahu alaihi wa sallam adzan pada telinga Al-Hasan bin Ali pada hari dilahirkannya. Beliau adzan pada telinga kanannya dan iqamah pada telinga kiri. Al-Baihaqi mengatakan pada isnadnya ada kelemahan. Kami katakan : Bahkan haditsnya maudhu (palsu) dan cacat (ilat)nya adalah Al-Hasan bin Amr ini. berkata tentangnya Al-Hafidh dalam At-Taqrib : Matruk. Abu Hatim dalam Al-Jarh wa Tadil 91/2/26) tarjumah no. 109 :Aku mendengar ayahku berkata :Kami melihat ia di Bashrah dan kami tidak menulis hadits darinya, ia ditinggalkan haditsnya (matrukul hadits). Berkata Ad-Dzahabi dalam Al-Mizan : Ibnul Madini mendustakannya dan berkata Bukhari ia pendusta (kadzdzab) dan berkata Ar-Razi ia matruk. Terakhir, Hadits Al-Husain bin Ali adalah dari riwayat Yahya bin Al-Ala dari Marwan bin Salim dari Thalhah bin Ubaidillah dari Al-Husain bin Ali ia berkata : bersabda Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam. Siapa yang kelahiran anak lalu ia mengadzankannya pada telinga kanan dan iqamah pada telinga kiri maka Ummu Shibyan (jin yang suka mengganggu anak kecil) tidak akan membahayakannya. Dikeluarkan oleh Al-Baihaqi dalam Syuabul Iman (6/390) dan Ibnu Sunni dalam Amalul Yaum wal Lailah (hadits 623) dan Al-Haitsami membawakannya dalam Majma Zawaid (4/59) dan ia berkata : Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Yala dan dalam sanadnya ada Marwan bin Salim AlGhifari, ia matruk. Pada hadits Husain bin Ali ra. diatas terdapat rawi yang bernama Jubarah dan Yahya bin Alaa Al

Bajaliy. Al Bukhari berkata tentang Jubarah, Haditsnya mudhtharib (Mizaanul Itidal Juz 2 hal. 387 oleh Imam Adz Dzahabi), sementara itu Imam Ahmad berkomentar terhadap Yahya bin Alaa Al Bajaliy, Seorang pendusta, pemalsu hadits? (Mizaanul Itidal Juz 4 hal. 397) Kesimpulan Mualif kitab Al-Bahr menceritakan kesunahan adzan tersebut dari Hasan al-Bashri, dan berhujjah tentang kesunahan iqamat pada telinga yang kiri terhadap perbuatan Umar bin Abdul Aziz(Nail al-Author:8/164-165). Jika mengatakan:Bagaimana hadits itu diamalkan, sedangkan hadits itu adalah dloif, karena terdapat Ashim bin Ubaidillah? Maka pertanyaan itu dijawab oleh Al-Hafidz Muhammad Abdurrahman bin Abdurrahim dalam kitabnya Tuhfat al-Ahwadzi:Ya, memang hadits itu dloif, akan tetapi dikuatkan dengan hadits al-Husain bin Ali ra. yang diriwayatkan oleh Abu Yala al-Mawshili dan Ibnu al-Sunni". Sebenarnya kalau kita mau membuka kitab-kitab para ulama, disitu kita akan banyak menjumpai teks-teks yang menerangkan tentang kesunahan adzan untuk bayi. Di kalangan Syafiiyah diantaranya ada: 1. Al-Imam al-Syaerozi dalam Al Muhadzdzab. 2. Al Imam al-Nawawi yang menyebutkan tentang kesunahan adzan untuk bayi dalam kitabnya Adzkar, Raudl al-Thalibin, pada bab Aqiqah juz; 2/497, al-Majmu Syarh al-Muhadzdzab: 8/442443 dan Minhaj al-Thalibin. 3. Syeikhul Islam Zakaria al-Anshari dalam kitabnya Asna al-mathalib;2/229. 4. Ibnu Hajar al-Haitami dalam kitabnya Tuhfah al-Muhtaj fi Syarh al-Minhaj. 5. Al-Bujairami dalam Hasyiahnya ala al-Iqna:13/270-271. Dan masih banyak lagi k Di kalangan Hanafiyah, Al Imam Ibnu Abidin menjelaskan tentang kesunahan adzan untuk bayi dalam kitabnya Hasyiyah Rad al-Mukhtar. Dalam kitab Malikiyah dapat kita temukan dalam kitab Mawahib al-Jalil:3/319-321. Kemudian dalam kitab Hanabilah dapat kita temukan pada kitab: AlIqna:1/128,2/246, Al-Inshaf: 4/83, Dalil al-Thalib: 1/115 dan Manar al-Sabil:1/191,279 serta lihat juga dalam Al Fiqhu al-Islami dan Al-Fiqhu ala Madzahib al-Arbaah. Kesunahan itu berdasar: 1. Hadits Abi Rafi yang diriwayatkan oleh: Imam Ahmad, al-Hakim, al-Thabrani, al-baihaqi, atTirmidzi dan Abu Dawud, beliau al-Tirmidzi dan Abu Dawud menshohihkan hadits ini. 2. Hadits Husain bin Ali yang diriwayatkan oleh Abu Yala al-Mauwsili dan Ibnu al-Sunni 3. Hadits Hasan bin Ali Marfu dan Ibnu Abbas yang keduanya diriwayatkanoleh al-Baihaqi, dan beliau berkata: keduanya sanadnya lemah. Dan ternyata adzan tidak disunahkan untuk sholat fardlu saja Mengenai Imam Syaukani, sebenarnya beliau juga telah mengatakan tentang kesunahan adzan untuk bayi, beliau berkata dalam Nail al-Authornya:fihi istihbabut tadzini fi udzunisshobiyyi inda wiladatihi.

Anda mungkin juga menyukai