Kita Sebenarnya Sendirian
Kita Sebenarnya Sendirian
anda tidak percaya bahwa kita semua adalah sendirian? mari kita
melihat ke fakta yang ada. hilangkan fungsi seluruh panca indera
anda.dan kalau ada juga indera ke enam. maka apa yang tersisa? pikiran
bukan? dan coba kita lihat pikiran tanpa panca indera itu. apakah yang
tersisa dari pikiran? tentu saja segala pengalaman yang telah lalu
beserta pemikiran-pemikirannya.
hal kehilangan panca indera hampir mirip ketika kita tidur dan
bermimpi. mungkin tidak seluruh panca indera kehilangan fungsi ketika
kita bermimpi, tapi paling tidak otak tidak merasakan input sensor
dari panca indera yang sesuai dengan apa yang sedang kita alami dalam
mimpi. input yang kita rasakan dari panca indera ketika kita tidur
adalah memberitahu bahwa kita sedang tergeletak di atas tempat tidur
dengan posisi tertentu. namun adegan yang kita alami dalam mimpi
adalah hal lain, bukan adegan ketika kita sedang tidur. mungkin saja
kita sedang bermimpi bertemu dengan binatang buas, atau bertemu
kembali dengan pacar, atau bahkan merasakan kembali adegan ketika kita
kecil dan dimarahi oleh orang tua kita. sedangkan ketika kita bermimpi
panca indera kita memberitahu bahwa kita sedang tidur di kasur. namun
ketika bermimpi tersebut, kita tidak merasakan sama sekali diri kita
sedang tidur! yang ada mungkin kita merasa sedang berlari-lari karena
dalam mimpi kita sedang dikejar-kejar macan misalnya. terkadang kita
tahu kita sedang bermimpi, terkadang juga kita tidak tahu atau terlena
dalam mimpi. ketika kita benar-benar terlena dalam mimpi, hubungan
kita dengan panca indera kita dan dengan dunia riil kita hampir
benar-benar terputus. apakah anda bisa membedakan mana mimpi dan mana
kenyataan ketika anda sedang benar-benar terlena dalam mimpi? hampir
tidak mungkin bukan? karena kita terserap dalam mimpi kita. cuma
memang mimpi itu berjalan singkat dan kita dengan cepat sadar kembali
kemudian balik lagi ke dunia riil.
nah, bagaimana dengan orang yang sedang mengalami koma di rumah sakit?
apakah dia tidak pernah terbangun dari mimpinya? apakah mimpinya cukup
lama sehingga dia juga cukup lama terlena dalam mimpinya tersebut?
bagaimana dengan orang yang sudah meninggal? apakah orang itu berarti
bermimpi untuk selama-lamanya?
jika ternyata kita tidak bisa membedakan mana dunia nyata dan mana
dunia mimpi ketika kita sedang tertidur sangat lelap dan terlena dalam
mimpi, apakah yang anda rasakan ketika dalam mimpi yang melenakan
anda, di dalam mimpi itu anda sedang dikejar oleh macan? apakah
kira-kira sama dengan perasaan anda dikejar macan di dunia nyata?
pikiran sudah terbukti merasa sama takutnya ketika mengira seutas tali
adalah seekor ular. dalam hal ini, mata telah melihat seutas tali,
namun pikiran demikian paniknya sehingga yang diterjemahkan oleh otak
adalah gambar seekor ular. dan reaksi yang dihasilkan sama persis
seperti reaksi ketika menghadapi seekor ular betulan. jadi terbukti
pula otak tidak menerjemahkan input dari penglihatan apa adanya.
faktanya adalah, yang diterima oleh otak adalah sinyal-sinyal listrik
dari saraf-saraf mata yang peka oleh cahaya, lalu pernahkah terpikir
bagaimana input tersebut bisa diterjemahkan menjadi gambar dan dapat
disadari oleh kita dengan melihat gambar-gambar tersebut?
pertanyaannya, siapakah yang melihat melalui mata ini? otakkah? otak
melihat melalui lensa mata memakai penglihatan apa? analoginya adalah,
mata kita seperti peralatan kamera foto. dimana gambar yang diambil
oleh lensa kamera pada sensor penerima tersebut terposisi terbalik,
sama seperti gambar terbalik yang terbentuk di belakang retina mata
kita akibat dari bentuk lensa mata kita tersebut. nah, kita kemudian
bisa melihat hasil gambar foto dari kamera foto tersebut baik secara
digital maupun di atas kertas foto. disini kitalah yang melihat gambar
tersebut. namun hasil gambar yang diterima oleh saraf belakang retina
kita, siapakah yang melihat? kitakah? faktanya, memang kita yang
melihat hasil gambar tersebut, terbukti dari kemampuan kita melihat
dan mengenali benda-benda di dunia nyata ini. namun sekali lagi
pertanyaan ini berkumandang.... siapakah kita yang melihat gambar
tersebut? mungkin pertanyaan tepatnya adalah dimanakah kita yang
sedang melihat gambar tersebut?. dalam hal kamera foto, posisi kita
jelas, yaitu manusia yang terletak di luar kamera foto dan sedang
melihat gambar foto tersebut (gambar bisa di dalam kamera jika
digital, atau di luar kamera jika analog). dalam hal mata sebagai
salah satu panca indera, dimanakah kita yang sedang melihat melalui
indera mata kita? di dalam otakkah? di belakang retinakah? cobalah
sekarang sungguh-sungguh mencoba melihat. nah coba sekarang meramkan
mata kita. apakah ketika mata kita sedang meram kita tetap dapat
melihat? coba lagi ketika mata kita ditutup dengan tangan atau apapun.
apakah kita tetap dapat melihat? nah bisa bayangkan apa yang terjadi
bila kita buta. samakah seperti bila kita sedang meram atau sedang
menutup mata kita? saya belum pernah mendengar kesaksian orang yang
tidak buta dari lahir, tapi kira-kira menurut saya, mata yang buta,
kegelapan yang kita rasakan akan jauh lebih parah, karena tidak ada
cahaya sama sekali yang dapat masuk, atau tidak ada berkas-berkas
cahaya yang terlekat dan dibiaskan lagi oleh memori otak (seperti
ketika kita menutup mata kita di tempat yang terang, maka sebelum
gelap total kita akan merasa seperti ada bias-bias cahaya atau terang
yang tersisa yang dihasilkan oleh ingatan atau memori kita akibat
kesan sedetik yang lalu).
fakta : kita yang melihat melalui mata. apakah `kita' itu adalah otak
kita? menurut ilmuwan sih otak kitalah yang memproduksi gambar
tersebut dan memampukan kita menjadi `melihat'. analoginya pada kamera
analog adalah reaksi kimia kertas foto negatif dan mekanik dari kamera
tersebutlah yang menimbulkan gambar negatif dalam kertas tersebut.
sedangkan lensa hanya bertugas untuk mengatur intensitas cahayanya
saja. atau prosesor yang menciptakan gambar dari lensa pada kamera
digital. berarti otak kita adalah prosesor dan saraf sensor di
belakang retina mata kita adalah kertas negatifnya.yang kemudian
merubah cahaya menjadi sinyal listrik untuk diolah di otak.
lalu...lalu...lalu..... balik lagi ke pertanyaan semula.... siapa dan
dimana kita yang akhirnya dapat melihat gambar tersebut? anda bisa
menemukannya? jika kita tidak bisa menemukannya, lalu kenapa kita
tetap bisa melihat gambar-gambar dunia nyata ini??? ini semua yang
saya ceritakan adalah fakta. dan jarang sekali kita bertanya-tanya
terhadap fakta yang sangat aneh ini. paradoks lagi! kita tidak dapat
menemukan siapa yang melihat gambar ini semua, namun walaupun begitu
toh kita tetap dapat melihat! paradoks bukan?
jika kita bukanlah otak kita, jika `kita yang melihat' berbeda dengan
`otak yang memroses', maka kita sedang berada dimana sebenarnya?
apakah gambar yang diterjemahkan oleh otak sudah merupakan gambar
seluruh dari dunia nyata, ataukah kita mengalami hasil penglihatan
yang tidak lengkap? analoginya seperti ini. bagi orang yang buta warna
(yang bisa kita kira-kira seperti menonton tv jaman jebot yang masih
hitam putih), hitam putih adalah suatu kenyataan. dia tidak bisa
melihat di luar hal itu. jika saja semua orang buta warna, maka tidak
akan ada orang yang mengatakan, "ini warnanya hijau", karena warna
hanya ada dua definisi, hitam dan putih. namun karena orang buta warna
ini hidup diantara orang normal, maka dia akan bisa melihat
orang-orang lain bisa membedakan benda yang bentuknya sama dari
warna-warnanya. dan dengan begitu dia menyadari kekurangannya. namun
sampai matipun dia tetap tidak sanggup melihat warna walaupun dibantu
dengan teknologi multimedia apapun kecuali mungkin dibetulin otak atau
sensor matanya supaya sesuai lagi dengan orang yang berpenglihatan
normal.