Anda di halaman 1dari 2

MIRANDA NOVALINA 04091003029

Dampak Negatif Penggunaan Energi Fosil dari Sektor Transportasi dan Industri
Jumlah penduduk dunia terus meningkat setiap tahunnya, sehingga peningkatan kebutuhan energi pun tak dapat dielakkan. Dewasa ini, hampir semua kebutuhan energi manusia diperoleh dari konversi sumber energi fosil, misalnya pembangkitan listrik dan alat transportasi yang menggunakan energi fosil sebagai sumber energinya. Secara langsung atau tidak langsung hal ini mengakibatkan dampak negatif terhadap lingkungan dan kesehatan makhluk hidup karena sisa pembakaran energi fosil ini menghasilkan zatzat pencemar yang berbahaya.Pencemaran udara terutama di kota-kota besar telah menyebabkan turunnya kualitas udara sehingga mengganggu kenyamanan lingkungan bahkan telah menyebabkan terjadinya gangguan kesehatan. Menurunnya kualitas udara tersebut terutama disebabkan oleh penggunaan bahan bakar fosil yang tidak terkendali dan tidak efisien pada sarana transportasi dan industri yang umumnya terpusat di kotakota besar, disamping kegiatan rumah tangga dan kebakaran hutan. Hasil penelitian dibeberapa kota besar (Jakarta, Bandung, Semarang dan Surabaya) menunjukan bahwa kendaraan bermotor merupakan sumber utama pencemaran udara. Hasil penelitian di Jakarta menunjukan bahwa kendaraan bermotor memberikan kontribusi pencemaran CO sebesar 98,80%, NOx sebesar 73,40% dan HC sebesar 88,90% (Bapedal, 1992). Pelepasan emisi gas buang ke udara dapat menyebabkan lapisan ozon menipis ehingga tidak ada lagi penyaring sinar ultraviolet yang smapai ke bumi.Lama kelamaan ,situasi ini akan membuat hujan asam yang sangat berbahaya bagi kelangsungan hidup masyarakat banyak. Penggunaan energi alternatif dari sumber bahan bakar terbarukan hingga saat ini masih sangat rendah. Salah satu penyebabnya, masyarakat sudah terbiasa menggunakan energi dari bahan fosil.

Padahal, energi alternatif sumber energinya melimpah dan bisa diperoleh secara cuma-cuma sehingga memiliki daya saing ekonomis, kata Rektor Universitas Darma Persada Jakarta Kamaruddin Abdullah saat peluncuran mesin pengering surya untuk industri kulit, Senin (13/4) di Jakarta. Sebelumnya, sudah dihasilkan alat-alat pengering dengan tenaga surya lainnya untuk berbagai komoditas hortikultura, padi, ikan, rumput laut, kopi, coklat, dan sebagainya. Prototipe pengering tenaga surya untuk industri kulit sudah diuji coba di Kabupaten Garut, Jawa Barat, dan terbukti meningkatkan pendapatan perajin kulit sampai dua kali lipat, bahkan lebih dari yang sebelumnya, kata Kamaruddin. Perajin kulit sebelumnya mengeringkan kulit dengan cara penjemuran di bawah terik matahari. Ketika musim hujan, pengeringan memanfaatkan tenaga listrik atau bahan bakar minyak yang biayanya mahal. Uji coba dengan alat pengering tenaga surya ini untuk pengeringan 40 lembar kulit domba dengan suhu 47 derajat celsius dibutuhkan waktu rata-rata 78 menit. Untuk 20 lembar kulit sapi dengan tingkat suhu 40 derajat celsius dibutuhkan waktu pengeringan rata-rata 69 menit. Hasil perbandingan keekonomisan dengan alat pengering tenaga surya juga jauh melampaui pendapatan dari cara konvensional itu. Dengan perhitungan harga alat pengering untuk kulit ini mencapai Rp 120 juta per unit, pendapatan optimal yang bisa diraih mencapai Rp 3,6 miliar per tahun. Jumlah ini jauh melampaui pendapatan dengan pengeringan secara konvensional, yaitu dengan pendapatan optimal hanya berkisar Rp 960 juta per tahun. Kamaruddin memaparkan, produksi kulit secara nasional cenderung terus meningkat. Pada tahun 2005 dibutuhkan bahan mentah kulit 66 juta feet persegi. Pada tahun 2006 meningkat menjadi 69 juta feet persegi dengan kapasitas 30 persen dari hasil impor. Kamaruddin berkeyakinan penggunaan energi alternatif akan meluas seiring dengan terus berkembangnya inovasi teknologi penggunaan energi.

Anda mungkin juga menyukai