Anda di halaman 1dari 33

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1

Maksud dan Tujuan Pertumbuhan lalu lintas yang terus meningkat sejalan dengan

pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan ekonomi masyarakat perkotaan. Untuk memenuhi kebutuhan pergerakan sebagai bentuk nyata dari aktifitas penduduk memerlukan sarana dan prasarana transportasi yang memadai agar pertumbuhan ekonomi dan peningkatan kualitas hidup tidak mengalami kendala. Kelancaran tranportasi juga ikut memicu perluasan kota. Sehingga masyarakat tidak perlu lagi harus berdesak-desak pada pusat kota. Mereka dapat mencari lokasi yg tenang (sesuai) untuk tempat tinggal dan lain sebagainya yang terletak dipinggiran kota umpamanya. Dengan menggunakan kendaraan bermotor, mereka dengan mudah dapat mencapai fasilitas-fasilitas lain yang diperlukannya. Jaringan jalan sebagai bentuk sarana tranportasi, maka perencanaan konstruksi jalan merupakan bagian yang perlu mendapatkan perhatian. Jaringan jalan yang baik tanpa ada-nya dukungan perencanaan konstruksi yang baik maka tidak akan mendapatkan tujuan yang optimal. Pada perkembangan terakhir manusia telah mengenal sistem perkerasan jalan yang baik dan mudah dikerjakan serta pola perencanaan jalan raya yang semakin sempurna. Menurut Djamal Abdat (1981), jalan raya adalah suatu lintasan yang bertujuan sebagai penghubung lalu lintas dari suatu tempat ke tempat lainnya. Lintasan artinya menyangkut jalur tanah yang diperkuat atau diperkeras dan jalur tanah tanpa perkerasan. Lalu lintas artinya menyangkut semua benda dan makhluk yang melewati jalan tersebut. Jalan raya yang dimaksud adalah jalan raya biasa, dibangun dengan syarat-syarat tertentu hingga dapat dilalui oleh kendaraan (lalu lintas). Syaratsyarat yang diperlukan jalan raya terutama adalah untuk memperoleh :

a.

permukaan yang rata dengan maksud agar lalu lintas dapat berjalan dengan lancar.

b. c.

mampu memikul berat kendaraan beserta beban yang ada di atasnya; dapat dilalui dengan kecepatan tinggi, hingga permukaan jalan tidak tergusur, berserakan dan sebagainya.

Pada dasarnya, perencanaan konstruksi jalan raya terdiri dari beberapa bagian besar. Bagian-bagian itu adalah perencanaan geometrik jalan, perencanaan perkerasan material jalan dan perencanaan dalam pembangunan serta

administrasinya.

Perencanaan Geometrik Jalan Dasar-dasar perencanaan geometrik dibuat untuk mendapatkan jalan

yang dapat melayani harapan efisiensi dan keamanan. Kapasitas jalan merupakan faktor penting untuk jalan perkotaan, sedangkan keselamatan merupakan faktor dominan untuk jalan keluar kota dimana kecepatannya tinggi. Perencanaan terdiri dari ukuran-ukuran jalan serta bentuk-bentuk lintasan yang diperlukan. Ukuranukuran tersebut mencakup lebar bagian-bagian jalan dan fasilitasnya yang dikaitkan dengan kendaraan dan kelincahan geraknya, tinggi mata pengemudi, rintangan dan sebagainya. Bentuk permukaan dan lintasan dikaitkan dengan keamanan jalan dan lalu lintas

Perencanaan Perkerasan Material Jalan Perkerasan adalah lapisan jalan yang diperlukan untuk memenuhi syarat-

syarat utama jalan yaitu permukaan jalan harus mampu memikul berat kendaraan dan dapat melalui dengan kecepatan tinggi. Perkerasan ini dibuat dari materialmaterial alam.

Perencanaan Pembangunan dan Administrasi Jalan Raya Pelaksanaan pembangunan jalan raya sangat memerlukan keterampilan

tersendiri sesuai dengan jenis jalan dan kemudahan yang ada, baik dari segi material, tenaga ahli, peralatan dan waktu. Sehingga semua proses tersebut diperlukan suatu administrasi tersendiri. Sebagai sarana transportasi, jalan raya juga merupakan sarana pembangunan pengembangan wilayah yang penting, oleh karena itu lalu lintas di atas jalan raya harus bergerak dengan lancar dan aman sehingga proses pergerakan ataupun proses pengangkutan dapat berjalan dengan cepat, aman, nyaman, tepat, dan efisien.

1.2

Ruang Lingkup Tugas Yg Dikerjakan Dalam tugas perencanan ini, perhitungan yang dilakukan terdiri dari

beberapa tinjauan yang meliputi penentuan lintasan (trase), alinyemen horizontal, alinyemen vertikal, penampang memanjang jalan, serta penentuan volume galian dan timbunan atau kubikasi.

1.2.1

Penentuan Trase Rencana Penentuan lintasan dilakukan berdasarkan peta topografi yang telah

disediakan, titik asal (origin) dan titik tujuan (destination) telah ditentukan. Langkah awal penentuan trase adalah memperhatikan situasi medan, untuk memperkecil biaya pembangunan, maka suatu standar perlu disesuaikan dengan keadaan topografi. Jenis medan dibagi dalam tiga golongan umum seperti yang diperlihatkan pada tabel 1.1

Tabel 1.1 Klasifikasi Medan dan Besarnya Lereng Melintang GOLONGAN MEDAN Datar(D) Perbukitan(B) Pegunungan(G) LERENG MELINTANG 0-9% 10-24,9% 25 %

1.2.2

Perencanaan Alinyemen Horizontal Alinyemen horizontal adalah garis proyeksi sumbu jalan tegak lurus pada

bidang datar peta (trace). Trase jalan biasa disebut situasi jalan, secara umum menunjukkan arah dari jalan yang bersangkutan. Perencanaan alinyemen horizontal merupakan perencanaan tikungan lengkap dengan komponenkomponennya. Tikungan yang direncanakan dalam tugas perencanaan ini berjumlah dua tikungan yang meliputi Spiral-Circle-Spiral (S-C-S), dan Ful Circle (FC).

1.2.3

Perencanaan Alinyemen Vertikal Alinyemen vertikal adalah garis potong yang dibentuk oleh bidang

vertikal terhadap sumbu jalan atau bidang tegak melalui sumbu jalan atau di sebut juga gambar proyeksi tegak lurus bidang gambar. Dengan kata lain alinyemen vertikal merupakan potongan memanjang jalan yang akan memperlihatkan lengkungan vertikal dan besarnya tanjakan. Perencanaan alinyemen vertikal ini didasarkan pada beberapa syarat, yaitu syarat keamanan, kenyamanan dan drainase untuk masing-masing beda kelandaian yang ada. 1.2.4 Pekerjaan Subgrade Contour Adapun pekerjaan yang akan dilaksanakan adalah Cut dan Fill yaitu pemotongan dan penimbunan pada keadaan tanah/muka tanah yang telah ditentukan. Pada keadaan keadaan cut, tanah digunakan untuk mengisi ke daerah fill dan apabila tidak cukup/kurang maka dapat diambil dari borrow pit, seandainya kelebihan dapat di buang ke disposal place, seperti halnya tanah stripping.

Compaction (pemadatan) yaitu usaha untuk memadatkan tanah yang telah mengalami pengusikan agar dapat menahan beban yang ada di atasnya. Pemadatan ini dilakukan baik pada daerah cut maupun fill.

1.3

Gambaran Umum Perencanaan Jalan Permukaan bumi yang relatif tidak datar merupakan kendala utama

dalam perencanaan jalan, karena dalam perencanaan suatu jalan raya, pekerjaan yang diinginkan adalah pekerjaan yang relatif mudah dengan menghindari pekerjaan galian (cut) dan timbunan (fill) yang besar. Di lain pihak kendaraan yang beroperasi di jalan raya menginginkan jalan yang relatif lurus, tidak ada tanjakan atau turunan.Untuk itu dibutuhkan analisa dalam perencanaan jalan agar keamanan dan kenyamanan kendaraan yang beroperasi di jalan raya dapat diciptakan. Faktor-faktor yang mempengaruhi perencanaan geometrik jalan raya adalah kelas jalan, kecepatan rencana, standar perencanaan, penampang melintang jalan, volume lalu lintas, keadaan topografi, alinyemen horizontal, alinyemen vertikal, bentuk tikungan, jarak pandang, dan perhitungan kubikasi.

1.3.1

Kelas Jalan Jalan dibagi dalam klas-klas yang penetapannya kecuali didasarkan pada

fungsinya juga dipertimbangkan pada besarnya volume serta sifat lalu lintas yang diharapkan akan menggunakan jalan yang bersangkutan. Volume lalu lintas dinyatakan dalam satuan mobil penumpang (smp) yang besarnya menunjukkan jumlah lalu lintas harian rata-rata(LHR) kedua jurusan.

1.3.2

Kecepatan Rencana Kecepatan rencana adalah kecepatan yang ditetapkan untuk

perencanaan/disain dimana korelasi segi-segi fisiknya akan mempengaruhi operasi kendaraan. Kecepatan yang dimaksud adalah kecepatan maksimum yang dapat dipertahankan sehingga kendaraan yang bergerak seakan-akan diarahkan

dalam pergerakkannya. Dalam hal ini harus disesuaikan dengan tipe jalan yang direncanakan. Dalam perencanaan ini kecepatan rencana adalah 50 Km/jam untuk jalan kelas III. Adapun pengaruh medan terhadap perencanaan suatu jalan raya meliputi hal-hal sebagai berikut :

1.

Tikungan :

Jari-jari

tikungan

pada

pelebaran

perkerasan

diambil

sedemikian rupa sehingga terjamin keamanan dan kenyamanan jalannya kendaraan dan pandangan bebas harus cukup luas.

2.

Tanjakan :

Dalam perencanaan diusahakan agar tanjakan dibuat dengan kelandaian sekecil mungkin.

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1

Bagian Perencanaan Dalam tugas perencanaan ini, perhitungan terdiri dari beberapa tinjauan.

peninjauaun ini meliputi penentuan lintasan, alinyemen horizontal, alinyemen vertikal, penampang melintang, dan kubikasi. 2.2 Trase Jalan Bukhari R.A dan Maimunah (2005) menyatakan beberapa rumus yang digunakan antara lain. a. Jarak lintasan

dAZ = Dimana: d A-Z xA xZ yA yZ = = = = = jarak dari titik A ke titik Z

...............................

(2.1)

koordinat titik A terhadap sumbu x koordinat titik Z terhadap sumbu x koordinat titik A terhadap sumbu y koordinat titik Z terhadap sumbu y

b.

Sudut azimut M = arc tan arc tan ............................. (2.2)

Dimana: M xM yM xA = = = = sudut titik M (yang akan dicari) koordinat titik M terhadap sumbu x koordinat titik M terhadap sumbu y koordinat titik pada awal lintasan sebelum titik M, terhadap sumbu x yA = koordinat pada titik awal lintasan sebelum titik M, terhadap sumbu y xM = koordinat titik pada akhir lintasan sesudah titik M, terhadap sumbu x yM = koordinat titik pada akhir lintasan sesudah titik M, terhadap sumbu y

c.

Kemiringan jalan i A-Z = Dimana: i A-Z eA eZ d A-Z = = = = kemirinagan jalan dari titik awal ke titik akhir elevasi jalan pada titik awal elevasi jalan pada titik akhir jarak lintasan dari titik awal ke titik akhir x 100% ................................................ (2.3)

d.

Elevasi jalan pada titik kritis ek = eT + i x L ................................................ (2.4)

Dimana: ek eT i L = Elevasi muka jalan pada titik kritis = = = Elevasi muka jalan pada titik tinjauan Kemiringan lintasan pada titik kritis Jarak lintasan pada dari titik tinjauan ke titik kritis

e.

Luas penampang Untuk menghitung luas tampang digunakan rumus-rumus luas segitiga, segi

empat dan trapesium. 1.3 Alinyemen Horizontal Alinyemen horizontal adalah garis proyeksi sumbu jalan yang tegak lurus pada bidang peta alinyemen (garis tujuan). Horizontal merupakan trase jalan yang terdiri dari garis lurus (tangen) yang merupakan bagian lurus dan lengkung horizontal yang disebut tikungan. Bagian yang sangat ritis dari alinyemen horizontal adalah bagian tikungan, dimana terdapat gaya yang dapat melemparkan kendaraan keluar daerah tikungan yang disebut gaya sentrifugal. Atas dasar itu maka perencanaan tikungan diusahakan agar dapat memberikan keamanan dan kenyamanan, sehingga perku dipertimbangkan hal-hal berikut: 1. Jari-jari lengkung minimum untuk setiap kecepatan rencana ditentukan berdasarkan miring maksimum dengan koefisien gesekan melintang maksimum. Adapun rumus yang digunakan: Rmin = ...................................... .................. (2.5)

2.

Lengkung peralihan adalah lengkung pada tikungan yang dipergunakan untuk mengadakanperalihan dari bagian lurus kebagian lengkung atau sebaliknya.

10

3. Pelebaran perkerasan pada tikungan sangat bergantung pada: R = jari-jair tikungan = sudut tikungan

Vr = kecepatan rencana Tabel 2.1 berikut memberikan nilai R min yang dapat dipergunakan untuk koefesien gesekan melintang maksimum sehubungan dengan nilai kecepatan rencana yang dipilih. Kecepatan rencana (km/jam) 40

e maks (m/m) 0,10 0,08 0,10 0,08 0,10 0,08 0,10 0,08 0,10 0,08 0,10 0,08 0,10 0,08 0,10 0,08 0,10

f maks

R min (perhitungan) 47,363 51,23 75,858 82,192 112,041 121,659 156,522 170,343 209,974 229,062 280,350 307,371 366,233 403,796 470,497 522,058 596,768

R min (desain) 47 51 76 82 112 122 157 170 210 229 280 307 366 404 470 522 597 667

D maks (desain) 30,48 28,09 18,85 17,47 12,79 11,74 9,12 8,43 6,82 6,25 5,12 4,67 3,91 3,55 3,05 2,74 2,40 2,15

0,166

50

0,160

60

0,153

70

0,147

80

0,140

90

0,128

100

0,115

110

0,103

120

0,08

0,090

666,976

11

2.4

Bentuk Tikungan Bentuk tikungan pada suatu jalan raya ditentukan oleh tiga faktor: 1. 2. sudut tangent ( ) yang besarnya dapat diukur langsung pada peta Kecepatan rencana, tergantung dari kelas jalan yang akan

direncanakan 3. Jari-jari kelengkungan

Bentuk tikungan jalan raya ada tiga macam yaitu: a. Bentuk tikungan full circle Bentuk ini digunakan pada tikungan yang mempunyai jari-jari besar dan sudut tangent yang relatif kecil. Batas yang diambil untuk bentuk full circle adalah sebagi berikut: Rumusan yang digunakan untuk bentuk full circle dalam menentukan harga-harga Tc, Lc dan Ec adalah sebagai berikut: Tan = Tc = Rc tan Ec = Tc tan Lc = 2Rc ................................................ ................................................ ................................................ ................................................ ................................................ (2.6) (2.7) (2.8) (2.9) (2.10)

Lc = 0,01745. . Rc

12

Bentuk tikungan full circle dapat dilihat seperti yang diperlihatkan pada gambar 2.1 berikut ini:

Gambar 2.1 Lengkung Busur Lingkaran Sederhana Dimana: Rc = = = = = Jari-jari lengkung minimum (m). Sudut tangnt yang di ukur dari gambar trase ( 0 ). Jarak PI ke lengkung peralihan (m). Panjang bagian tikungan (m) Jarak antara TC dan PI (m)

Ec Lc TC b.

Bentuk tikungan spiral-circle-spiral (SCS) Kebagian circle yang panjangnya diperhitungkan dengan

mempertimbangkan bahwa perubahan gaya sentrifugal dari nol (pada bagian lurus) sampai mencapai harga berikut:

Fsentrifugal = Lsmin = 0,002 x - 2,727 x

13

\Dimana: Ls = V R C k = = = = panjang lengkung spiral (m) kecepatan rencana (km/jam) jari-jari circle (m) perubahan kecepatan = 0,4 m/det3 superelevasi

Adapun pada pelaksanaan perencanaan dipakai tabel yang praktis penggunaannya melalui Tabel panjang lengkung peralihan minimum dan superelevasi yang dibutuhkan (e maksimum = 10 % metode Bina Marga), yaitu pada lampiran B Tabel A-1. Selanjutnya dicari: Besar Sudut Spiral

s =
Besar pusat busur lingkaran

................................................ . (2.11)

c = - 2s
Panjang lengkung circle Lc = p= k = Ls x2R R ( 1- cos s ) R sin s

................................................

(2.12)

................................................ ................................................ ................................................

(2.13) (2.14) (2.15)

Untuk nilai p dan k dapat juga diperoleh dengan rumus: p = p* x Ls k = k* x Ls ................................................ ................................................ (2.16) (2.17)

14

Dengan nilai p* dan k* diperoleh sesuai nilai s dari Lampiran A Tabel A-2 Dari harga-harga diatas disubtitusikan ke dalam persamaan: Lc L Ts Es Dimana: Rc = = = = = = jari-jari lengkung yang direncanakan (m) sudut tangent sudut putar jarak PI ke lengkung peralihan (m) panjang lengkung spiral (m) panjang lengkung circle (m) tikungan spiral-circle-spiral dapat dilihat seperti yang = 2 Rc ................................................ ................................................ ................................................ ................................................ (2.18) (2.19) (2.20) (2.21)

= Lc + 2Ls = (Rc + p) tan + k = (Rc + P) sec - Rc

es Es Ls Lc

Bentuk

diperlihatkan pada Gambar 2.2

Gambar 2.2 Lengkung Spiral-Lingkaran-Spiral

15

c.

Bentuk tikungan spiral-spiral Lengkung horizontal spiral-spiral adalah lengkung tanpa busur linglaran,

sehingga titik SC berimpit dengan titik CS. Panjang busur lingkaran Lc = 0, dan

s = . Lc yang dipilih harus sedemikian rupa sehingga Ls yang dibutuhkan


lebih besar dari Ls yang menghasilkan landai relatif minimum yang disyaratkan. Rumus-rumus untuk lengkung berbentuk spiral-lingkaran-spiral dapat digunakan juga untuk lengkung spiral-spiral asalkan memperhatikan hal-hal yang telah ditetapkan. Untuk lengkung spiral-spiral dapat di gambarkan seperti Gambar 2.3 dibawah ini.

Gambar 2.3 Lengkung Spiral-Spiral 2.5 Jarak Pandangan Kemungkinan untuk melihat kedepan adalah faktor dalam suatu operasi di jalan agar tercapai keadaan yang aman dan efisien , untuk itu harus diadakan jarak pandang yang cukup panjang sehingga pengemudi dapat memilih kecepatan dari kendaraan dan tidak menghambat barang tak terduga diatas jalan. Demikian pula untuk jalan dua jalur yang memungkinkan pengendara berkjalan diatas jalur berlawanan untuk menyiap kendaraan dengan aman. Jarak pandang ini untuk keperluan perencanaan dibedakan atas:

16

1.

Jarak pandang henti Jarak ini minimum harus dipenuhi oleh setiap pengemudi untuk

menghentikan kendaraan yang sedang berjalan setelah melihat adanya rintangan di depannya. Jarak ini merupakan jumlah dua jarak dari jarak yang ditempuh dari saat melihat benda sampai menginjak rem. pada saat pengemudi mengambil keputusan untuk menginjak rem, maka pengemudi membutuhkan waktu sampai dia menginjak pada rem. Rata-rata pengemudi membutuhkan waktu 0,5 detik, kadang kala ada pula yang membutuhkan waktu 1 detik. Untuk perencanaan diambil waktu 1 detik, sehingga total waktu yang dibutuhkan dari saat melihat rintangan sampai menginjak pedal rem, disebut sebagai waktu reaksi adalah 2,5 detik, oleh karena itu dalam perencanaan diambil waktu reaksi (t=2,5) detik. Jarak tempuh selama waktu tersebut adalah sebesar d1, rumus perhitungan jarak pandang dapat dilihat sebagai berikut: d1 = kecepatan x waktu d1 = v x t jika : d1 = jarak dari saat melihat rintangan sampai menginjak pedal v t = kecepatan km/jam = waktu reaksi = 2,5 detik

maka : d1 = 0,278 x v x t ................................................ (2.22)

Jarak mengerem (d2) adalah jarak yang ditempuh oleh kendaraan dari mengnjak rem sampai kendaraan itu berhenti. Jarak pengereman dipengaruhi oleh faktor ban, sistim pengereman itu sendiri, kondisi muka jalan, dan kondisi permukaan jalan . Pada sistim pengereman kendaraan , terdapat beberapa kendaraan yaitu menurunnya putaran roda dan gesekan antar ban dan permukaan jalan akibat terkuncinya roda. Untuk perencanaan hanya diperhitungkan akibat adanya gesekan antara ban dan muka jalan, jarak mengerem dapat dirumuskan sebagai berikut:

17

d2 = keterangan : fm =

................................................

(2.23)

koefisien gesekan antara ban dan muka jalan dalam arah memanjang jalan

d2 V g G

= = = =

jarak mengerem, m kecepatan kendaraan, km/jam 9,81 m/det2 berat kendaraan, ton

Dengan nilai fm yang diambil bergantung pada kecepatan rencana dan kecepatan jalan, sesuai Tabel 2.2 berikut : d perhitungan untuk (m) 25,94 38,63 54,05 72,32 93,71 118,07 174,44 239,06 25 30 40 45 55 65 75 85 95 110 120 140 175 210 240 285 d desain

Kecepatan Kecepatan Rencana (km/jam) 30 40 50 60 70 80 100 120 Jalan (km/jam) 27 36 45 54 63 72 90 108 0,400 0,375 0,350 0,330 0,313 0,300 0,285 0,280 fm

d perhitungan untuk Vr (m) 29,71 44,60 62,87 84,65 110,28 139,59 207,64 285,87

Vj (m)

Dari kedua rumus diatas maka jarak pandang minimum dapat dirumuskan sebagai berikut: d = d1 + d2 ................................................ (2.24)

18

Pengaruh kelandaian terhadap jarak pandang henti minimum Jalan-jalan yang mempunyai kelandaian harga berat kendaraan sejajar permukaan jalan, yang memberikan pengaruh cukup berarti pada penentuan jarak mengerem. Pada jalan-jalan menurun jarak mengerem akan bertambah panjang, sedangkan untuk jalan-jalan mendaki jarak mengerem akan bertambah pendek. Sukiman (1999) merumuskan sebagai berikut: G x fm x d2 G x L x d2 = Dengan demikian rumus diatas akan menjadi : d = 0,278 x V x t + dimana: L = besarnya landai jalan dalam desimal + = untuk pendakian - = untuk penurunan ................................................ (2.25)

2. Jarak pandang menyiap Jarak pandang menyiap adalah jarak yang dibutuhkan untuk menyusul kendaraan lain yang dipergunakan hanya pada jalan 2 jalur. Jarak pandang diukur dari ketinggian mata pengemudi kepuncak penghalang. Untuk jarak pandang henti ketinggian mata pengemudi adalah 125 cm dan ketingggian penghalang adalah 10 cm, sedang untuk jarak pandang menyiap ketinggian mata pengemudi adalah 125 cm dan ketinggian penghalang 125 cm. Jarak pandang menyiap untuk jalan 2 lajur 2 arah Pada umumnya untuk jalan 2 lajur 2 arah kendaraan dengan kecepatan tinggi saling mendahului kendaraan lain dengan kecepatan yang lebih rendah sehingga pengemudi tetap mempertahankan kecepatan sesuai dengan yang

19

diinginkan. Gerakan menyiap dilakukan dengan mengambil lajur jalan yang diperuntukan untuk kendaraan dari arah yang berlawanan. Jarak yang dibutuhkan pengemdi sehingga dapat melakukan gerakan menyiap dengan aman dan dapat melihat kendaraan dari arah depan dengan bebas dinamakan jarak pandang menyiap. Sukiman (1999) merumuskan, untuk jarak pandang menyiap standar adalah sebagai berikut: d = d1 + d2 + d3 + d4 dimana: d1 = 0,278 x t1 x ( Keterangan: d1 = Jarak yang ditempuh kendaraan yang hendak menyiap selama waktu reaksi dan waktu membawa kendaraannya yang hendak membelok ke lajur kanan. t1 = Waktu reaksi, yang besar tergantung dari kecepatan yang dapat ditentukan dengan kolerasi t1 = 2,12 + 0,026 V. m = Perbedaan kecepatan antara kendaraan yang menyiap dan yang disiap = 15 km/jam. a = Percepatan rata-rata yang besarnya tergantung dari kecepatan rata-rata kendaraan yang menyiap yang dapat ditentukan dengan menggunakan kolerasi a = 2,052 + 0,0036 V d2 = 0,278 x v x t2 Dimana: d2 = jarak yang ditempuh selama kendaran menyiap berada pada jalur kanan. t2 = waktu dimana kendaraan yang menyiap berada pada lajur kanan yang dapat ditentukan dengan mempergunakan korelasi t2 = 6,56 + 0,048 V ................................................ (2.28) ) .......................................... (2.27) ................................................ (2.26)

20

d3 = diambil 30 100 meter d4 = 2/3 d2 Didalam perencanaan seringkali kondisi jarak pandangan menyiap standar ini terbatasi oleh kekurangan biaya, sehingga jarak pandangan menyiap yang dipergunakan dapat mempergunakan jarak pandang menyiap minimum (dmin).

dminimum = x d2 + d3 + d4

................................................

(2.29)

3.

Jarak pandangan pada lengkung horizontal Jarak pandangan pengemudi kendaraan yang bergerak pada lajur tepi

sebelah dalam seringkali dihalangi oleh gedung-gedung, hutan-hutan kayu, tebing galian dan lain sebagainya. Demi menjaga keamanan pemakai jalan, panjang sepanjang jarak pandangan henti minimum harus terpenuhi sepanjang lengkung horizontal, dengan demikian terdapat batas minimum jarak antara sumbu jalur sebelah dalam dengan penghalang (m). Penentuan batas minimum jarak antara sumbu jalur sebelah dalam ke penghalang ditentukan berdasarkan kondisi dimana jarak pandangan berada didalam lengkung. Atau jarak pandang lebih kecil dari lengkung horizontal. Sukirman (1999) merumuskan untuk perhitungan jarak pandangan pada lengkung horizontal berdasarkan gambar dibawah ini adalah sebagai berikut:

Gambar 2.4 jarak pandangan pada Lengkung Horizontal untuk S L

21

Garis Lengkung

AB = AB = m =

garis pandangan jarak pandangan jarak dari penghalang ke lajur sebelah dalam (m) sudut pusat lengkung sepanjang L jarak pandangan (m) radius sumbu lajur sebelah dalam (m)

= =

R = m = R - R cos m = R (1 cos ) S = S = 2 R

................................................

(2.30)

................................................

(2.31)

= =

................................................

(2.32)

m = R (1 cos ) m= m = R( ( ) ) ................................................ (2.33)

2.6

Pelebaran Perkerasan pada Lengkung Horizontal Rumus yang digunakan adalah rumus yang dikutip dari buku Silvia

Sukirman (1999), yaitu sebagai berikut:

22

Radius lengkung untuk lintasan luar roda depan (Rc) Rc = R x lebar (bagian tepi dalam) + x 2,5 .................. (2.34)

Lebar perkerasan yang ditempati satu kendaraan di tikungan pada lajur sebalah dalam (B)

B =

........(2.35)

U = P = A = B =

B b, sedangkan ukuran rencana truk adalah : jarak antar gander = 6,5 meter tonjolan depan kendaraan = 1,5 meter lebar kendaraan = 2,5 meter

Rumus-rumus diatas dapat disederhanakan sebagi berikut : B = { }

..........

(2.36)

Lebar hambatan akibat kesukaran mengemudi di tikungan Z =

................................................

(2.73)

Lebar total perkerasan di tikungan Bt = n (B + C) + Z ................................................ (2.38)

Tambahan lebar perkerasan pada tikungan b = Bt Bn ................................................ (2.39)

23

Dimana: Rc V P A N C b Bn 2.7 = Panjang jari-jari tikungan = Kecepatan rencana (km/jam) = Jarak antar gandar truk = Jarak tonjolan kendaraan (m) = Jumlah lajur = Koefisien kebebasan samping (1 meter) = Lebar kendaraan (m) = lebar perkerasan (m) Alinyemen Vertikal (provil memanjang) Landai vertikal adalah bidang tegak yang melalui sumbu jalan atau proyeksi tegak lurus bidang gambar. Profil ini menggambarkan tinggi rendahnya jalan terhadap muka tanah asli, sehingga memberikan gambaran terhadap kemampuan kendaraan dalam keadaan naik dan bermuatan penuh (dimana truk digunakan sebagai kendaran standar), alinyemen vertikal sangat erat hubungannya dengan besar biaya pembangunan, biaya penggunaan, maka pada alinyemen vertikal yang merupakan bagian kritis justru pada bagian yang lurus. landai maksimum yang dipakai pada perencanaan ini adalah sebesar 10%. 1. Landai maksimum Kelandaian maksimum hanya digunakan bila pertimbangan biaya sangat memaksa dan hanya untuk jarak yang pendek. Panjang kritis landai dimaksudkan adalah panjang yang masih dapat diterima tanpa mengakibat gangguan jalannya arus lalu lintas (panjang ini mengakibatkan pengurangan kecepatan maksimum 25 km/jam). Bila pertimbangan biaya memaksa, mak panjang kritis dapat dilampaui dengan syarat ada jalur khusus untuk kendaraan berat.

24

2.

Landai minimum Pada saat penggantian landai dibuat lengkung vertikal yang memenuhi

keamanan, kenyamanan, dan drainase yang baik. Disini digunakan lengkung parabola biasa. 3. Jarak pandangan pada lengkung vertikal cembung Bentuk lengkung vertikal yang diuraikan terdahulu, berlaku untuk vertikal cekung. Hanya saja untuk masing-masing lengkung terdapat batasanbatasan yang berhubungan dengan jarak pandangan. Pada lengkung vertikal cembung, pembatasan berdasarkan jarak pandangan yang dapat dibedakan atas dua keadaan yaitu: a. b. Jarak pandangan berada seluruhnya dalam daerah lengkung (S<L). Jarak pandanagn berada diluar dan didalam daerah lengkung (S>L).

Lengkung vertikal cembung dengan (S<L) Untuk lengkung vertikal cembung (S<L) dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 2.5 Jarak Pandangan pada Lengkung Vertikal Cembung (S<L) Dari gambar 2.5 untuk menentukan jarak pandangan dirumuskan berdasarkan gambar adalah sebagai berikut: L = ................................................ (2.40)

25

Dalam perencanaan ini digumankan jarak pandang henti menurut Bina Marga, dimana: h1 = 10 cm = 0,10 meter h2 = 120 cm =1,20 meter Maka : L =

L =

= C x A x S2

................................................

(2.41)

Jika dalam perencanaan digunakan jarak pandangan menyiap menurut Bina Marga, dimana: h1 = 120 cm h2 = 120 cm Maka: L = ................................................ (2.42) = 1,20 meter = 1,20 meter

L =

= C x A x S2

................................................

(2.43)

C = konstanta garis pandangan untuk lengkung vertikal cembung dimana S<L Tabel 2.3 Nilai C untuk beberapa h1 dan h2 berdasarkan AASTHO dan Bina Marga.

26

AASTHO 90 JPH Tinggi mata pengemudi (h1) (m) Tinggi objek (h2) (m) Konstanta C 1,07 0,15 404 JPM 1,07 1,30 946

Bina Marga 90 JPH 1,20 0,10 399 JPM 1,20 1,20 960

JPH JPM

= Jarak pandangan henti = Jarak pandangan menyiap Lengkung vertikal cembung dengan (S>L) Untuk lengkung vertikal cembung (S>L) dapat digambarkan sebagai

berikut:

Gambar 2.6. Jarak Pandangan pada Lengkung Vertikal Cembung (S<L) Dari Gambar 2.6 untuk menentukan jarak pandangan dirumuskan berdasarkan gambar adalah sebagai berikut:

27

L =2S

................................................

(2.44)

Dalam perencanaan ini digunakan jarak pandangan henti menurut Bina Marga, dimana: h1 =10 cm = 0,10 meter

h2 = 120 cm = 1,20 meter Maka:


( )

L =2S L =2S

................................................ ................................................

(2.45) (2.46)

=2xS

Jika dalam perencanaan digunakan jarak pandangan menyiap menurut Bina Marga, dimana: h1 = 120 cm h2 = 120 cm Maka:
( )

= 1,20 meter = 1,20 meter

L =2S L =2S

=2xS

...........................................................

(2.47)

C = konstanta garis pandangan untuk lengkung vertikal cembung dimana S>L

28

Tabel 2.4 Nilai C untuk beberapa h1 dan h2 berdasarkan AASHTO dan Bina Marga. AASTHO 90 JPH JPM Bina Marga 90 JPH JPM Tinggi mata pengemudi (h1) (m) Tinggi objek (h2) (m) Konstanta C

1,07 0,15 404

1,07 1,30 946

1,20 0,10 399

1,20 1,20 960

JPH = JPM = 4.

Jarak pandangan henti Jarak pandangan menyiap Jarak pandangan pada lengkung vertikal cekung Panjang lengkung vertikal cekung minimum diperhitungkan berdasrkan

jarak pandangan henti minimum dengan mengambl tinggi mata pengemudi truk yaitu 1,80 m dan tinggi objek 0,50 m (tinggi lampu belakang kendaraan). Ruang bebas vertikal minimum 5 meter, disarankan mengambil lebih besar untuk perencanaan yaitu 5,5 m, untuk memberi kemungkinan adanya lapisan tambahan dikemudian hari. a. Lengkung vertikal cekung dengan (S<L) Untuk lengkung vertikal cembung (S<L) dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 2.7. Jarak Pandangan pada Lengkung Vertikal Cekung (S<L)

29

Diasumsikan titik PPV berada dibawah bangunan. ( ) E=

( )
L = dan m=

Jika jarak bebas dari bagian bawah bangunan atas kejalan adalah C, maka: m =C =C

L =

.........................................................

(2.48)

Jika h1 = 1,80 m, h1 = 0,50 m, dan C = 5,50 m, maka persamaan diatas menjadi: L = b. .............................................................. Lengkung vertikal cekung dengan (S>L) Untuk lengkung vertikal cembung (S>L) dapat digambarkan sebagai berikut: (2.49)

Gambar 2.8. Jarak Pandangan pada Lengkung Vertikal Cekung (S>L)

30

Diasumsikan titik PPV berada dibawah bangunan. +

E = L =2xS

m=C

...............................................

(2.50)

Jika h1 = 1,80 m, h1 = 0,50 m, dan C = 5,50 m, maka persamaan diatas menjadi: L =2xS ......................................... (2.51)

2.8

Penampang Melintang Penampang melintang jalan adalah pemotongan suatu jalan tegak lurus

sumbu jalan, yang menunjukkan bentuk serta susunan bagian-bagian jalan dalam arah melintang Penampang melintang jalan yang digunakan harus sesuai dengan kelas jalan dan kebutuhan lalu lintas yang dilayaninya. a. Lebar perkerasan Pada umumnya lebar perkersan ditentukan berdasarkan lebar jalur lalu lintas normal yang besarnya adalah 3,5 meter, kecuali: Jalan penghubung dan jalan kelas II c Jalan utama b. Lebar bahu Untuk jalan kelas III lebar bahu jalan minimum adalah 1,50 2,50 m untuk semua jenis medan. = = 3,00 meter 3,75 meter

31

c.

Drainase Drainase merupakan bagian yang sangat penting pada suatu jalan, seperti

saluran tepi, saluran melintang, dan sebagainya, harus direncanakan berdasarkan data hidrologis setempat seperti intensitas hujan, lamanya frekuensi hujan, serta sifat daerah aliran.

d.

Kebebasan pada jalan raya Kebebasan yang dimaksud adalah keleluasan pengemudi dijalan raya dengan

tidak menghadapi rintangan. Lebar kebebasan ini merupakan bagian kiri kanan jalan yang merupakan bagian dari jalan. Berikut ini adalah gambar potongan melintang jalan dengan kemiringan badan jalan 2 %, dengan kemiringan bahu 4 %.

Gambar 2.9. Potongan Melintang Jalan. 2.9 Galian (cut) dan Timbunan (fill) Rumus-rumus yang digunakan adalah rumus-rumus luas segitiga, segiempat, trapesium dan untuk keadaan tertentu dipakai rumus interpolasi serta untuk perhitungan volume digunakan rumus kubus dan kerucut. a. Luas segiempat A dengan: A P = luas segiempat (m2) = panjang (m) = PxL

32

= lebar (m)

b. Luas segitiga A dengan: A a t = luas segitiga (m2) = panjang sisi alas (m) = panjang sisi tegak (m) = axt

c. Luas trapesium A dengan: A a b t = luas segitiga (m2) = panjang sisi atas (m) = panjang sisi bawah (m) = panjang sisi tegak (m) = (a + b) x t

2.10

Stationing (STA) ` Menurut Sukirman (1999), Stationing adalah pemberian nomor pada

interval-interval tertentu dimulai dari titik awal pekerjaan. Seperti yang diperlihatkan pada Gambar 2.10 berikut:

Gambar 2.10. Perhitungan Stationing.

33

Sta TC = Sta titik A + d1 T Sta CT = Sta TC + Lc Sta TS = Sta CT + (d2 T Ts) Sta SC = Sta TS + Ls Sta CS = Sta CS + Lc Sta ST = Sta CS + Ls

Anda mungkin juga menyukai