Anda di halaman 1dari 29

1

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada dasarnya manusia adalah animal educandum atau binatang yang bisa
dididik, seperti dikatakan Jalaluddin Rumi, bahwa manusia disebut sebagai
'hewan yang berakal. Maka ketika manusia mempunyai pengetahuan
membutuhkan proses belajar yang berkelanjutan, dari mulai dalam kandungan
hingga akhir hayatnya.
Belajar adalah suatu proses mental yang mengarah pada penguasaan
pengetahuan, kecakapan, kebiasaan atau sikap yang diperoleh, disimpan dan
dilaksanakan sehingga menimbulkan tingkah laku. Dengan kata lain belajar
adalah proses perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman.
(Winkel,1984:151) dalam Aryawan Bambang, http://www.riyadi.purworejo.asia
/2009/07/pembelajaran-kooperatiI-cooperative.html
Kegiatan belajar merupakan bagian dari kehidupan manusia dan
berlangsung sepanjang hayat (long life education). Kegiatan belajar yang
dilakukan siswa hendaknya mencakup empat hal, yaitu:
1) Learning to know yaitu belajar untuk mengetahui sesuatu. Dalam prosesnya
tidak sekedar mengetahui apa yang bermakna tetapi juga sekaligus mengetahui
apa yang tidak bermanIaat bagi kehidupan.
2) Learning to do yaitu belajar untuk melakukan sesuatu. Proses belajar diarahkan
untuk bisa melakukan sesuatu melalui proses pembelajaran yang dilakukan
dengan tujuan membekali siswa tidak sekedar untuk mengetahui, tetapi agar lebih
trampil berbuat atau mengerjakan sesuatu sehingga menghasilkan hal-hal yang
bermakna bagi kehidupan.
3) Learning to be yaitu belajar untuk menjadi diri sendiri. Penguasaan
pengetahuan dan ketrampilan merupakan bagian dari prosess menjadi diri sendiri,
dan
4) Learning to live together yaitu belajar untuk hidup bersama. Pemahaman
tentang peran diri dan orang lain dalam kelompok belajar merupakan bekal dalam
2

bersosialisasi di masyarakat. (Dellors et al., 1996). dalam Aryawan Bambang,


http://www.riyadi.purworejo.asia/2009/07/pembelajaran-kooperatiI-cooperative.
Suatu proses belajar yang dilakukan juga mengajarkan siswa bagaimana
cara belajar (learning how to learn). Paradigma lama tentang proses pembelajaran
yang bersumber pada teori tabula rasa John Lock dimana pikiran seorang anak
seperti kertas kosong dan siap menunggu coretan-coretan dari gurunya sepertinya
kurang tepat lagi digunakan oleh para pendidik saat ini, siswa saat ini lebih
diarahkan untuk memecahkan dan mencari sendiri inIormasi pembelajaran.
Meminjam pendapar Bruner (dalam Trianto 2010:7) bahwa jika siswa
berusaha mencari sendiri pemecahan masalah serta pengetahuan yang
menyertainya akan menghasilkan pengetahuan yang benar-benar bermakna. Hal
ini sesuai dengan tuntutan kurikulum sekarang (KTSP) yang telah membawa
paradigma baru dalam dunia pendidikan Iormal di Indonesia.
Perubahan paradigma pembelajaran tersebut adalah orientasi pembelajaran
yang semula berpusat pada guru (teacher centered)beralih berpusat pada murid
(studeent centered), metodologi yang dahulu lebih didominasi oleh ekspositori
berganti ke partisiptori, pendekatan yang semula lebih banyak bersiIat tekstual
berubah menjadi kontekstual. Semua perubahan tersebut dimaksudkan untuk
memperbaiki mutu pendidikan dari segi proses maupun hasil pendidikan.
Hal lain yang harus diperhatikan adalah dalam Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP) menghendaki bahwa suatu pembelajaran pada dasarnya tidak
hanya mempelajari tentang konsep, teori dan Iakta tetapi juga aplikasi dalam
kehidupan sehari-hari. Dengan demikian materi pembelajaran tidak tersusun atas
hal-hal sederhana yang bersiIat haIalan dan pemahaman, tetapi juga tersusun atas
materi yang kompleks memerlukan analisis, aplikasi, dan sintesis. Untuk itu guru
harus bijaksana dalam menentukan suatu model yang sesuai dan dapat menciptkan
situasi dan kondisi kelas yang kondusiI agar proses pembelajaran berjalan sesuai
tujuan yang diharapkam.
Suatu inovasi yang menarik mengiringi perubahan paradigma tersebut
adalah ditemukannya dan diterapkannya model-model pembelajaran inovatiI-
3

progresiI yang dengan tepat mampu mengembangkan dan menggali pengetahuan


peserta didik secara kongkrit.
Berdasarkan kerangka konseptual tersebut ada kecendrungan bahwa anak
akan belajar lebih baik jika lingkungan diciptakan alamiah. Belajar akan lebih
bermakna jika anak mengalami apa yang dipelajarinya, bukan mengetahuinya.
Pembelajaran dengan orientasi penguasaan materi terbukti berhasil dalam
kompetisi mengingat jangka pendek tetapi gagal membekali anak memecahkan
masalah dalam kehidupan jangka panjang.
Model-model pembelajaran inovatif-progresif merupakan konsep belajar
yang dapat membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan
situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan anatara
pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya. Proses pembelajaran yang
berlangsung alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami, bukan
mentrasIer pengetahuan guru ke siswa, dengan mengedepankan proses untuk
mengetahui sesuatu ketimbang hasil akhir. Hal tersebut yang menarik minat
penulis untuk menggambarkan secara umum Model Pengajaran Langsung (Direct
Intruction), Pembelajaran KooperatiI (Coperative Learning), dan Pengajaran
Beradasarkan Masalah (Problem Based Intruction).
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah konsep dasar Model Pembelajaran Langsung (Direct
Intruction)
2. Bagaimanakah konsep dasar Model Pembelajaran KooperatiI (Coperative
Learning)
3. Bagaimanakah konsep dasar Model Pengajaran Beradasarkan Masalah
(Problem Based Intruction)
. Tujuan
1. Menjelaskan model pembelajaran langsung (Direct Intruction)
2. Menjelaskan model pembelajaran kooperatiI (Coperative Learning)
3. Menjelaskan model pembelajaran berdasarkan masalah (Problem Based
Intruction)

4

BAB II
PEMBAHASAN
A.Model Pembelajaran Langsung (Direct Intruction)
1. Istilah dan Pengertian
Meski tidak ada sinonim dan resitasi yang berhubungan erat dengan model
pembelajaran langsung (MPL) tetapi istilah model pembelajaran langsung
sering juga disebut dengan model pengajaran aktiI (active teaching model),
training model, mastery teaching, dan explicit instruction (Arend, 2001:264
dalam Trianto, 2010:41)
Pengajaran langsung adalah suatu model pengajaran yang bersiIat teacher
center. Menurut Arend (1997) dalam Trianto (2010) model pembelajaran
langsung adalah salah satu pendekatan mengajar yang dirancang khusus untuk
menunjang proses belajar siswa yang berkaitan dengan pengetahuan deklaratiI
dan pengetahuan prosedural yang terstruktur dengan baik yang dapat diajarkan
dengan pola kegiatan yang bertahap, selangkah demi selangkah. Selain itu
pembelajaran langsung ditujukan pula untuk membantu siswa untuk
mempelajari keterampilan dasar dan memperoleh inIormasi yang dapat
diajarkan selangkah demi selangkah
Pengajaran langsung menurut Kardi (1997:3) dapat berbentuk ceramah,
demonstrasi, pelatihan atau praktik dan kerja kelompok.
. Tujuan Pembelajaran
Para pakar teori belajar pada umumnya membedakan dua macam
pengetahuan, yaitu pengetahuan deklaratiI dan pengetahuan prosedural.
Pengetahuan deklaratiI adalah pengetahuan yang dapat diungkapkan dengan
kata-kata tentang sesuatu, sedangkan pengetahuan prosedural adalah
pengetahuan tentang bagaimana melakukan sesuatu (Kardi dan Nur, 2000:4)
MenghaIal rumus, hukum tertentu dalam bidang studi kimia, Iisika atau
matematika adalah contoh pengetahuan deklaratiI sederhana. Berbeda dengan
inIormasi Iaktual, pengetahuan yang lebih tinggi tingkatannya memerlukan
penggunaan pengetahuan dengan cara tertentu misalnya membandingkan dua
rancangan penelitian, menilai hasil karya seni yang diperlukan adalah
5

pengetahuan prosedural namun memerlukan pengetahuan prasyarat berupa


pengetahuan deklaratiI. Kedua macam pengetahuan tersebutlah yang ingin
dikembangkan dalam pembelajaran langsung (Direct Intruction).
Adapun gambaran umum atau ciri-ciri dari model pembelajaran
Pengajaran Langsung (dalam Kardi & Nur, 2000: 3) adalah sebagai berikut:
1. Adanya tujuan pembelajaran dan pengaruh model pada siswa termasuk
prosedur penilaian belajar.
2. Sintaks atau pola keseluruhan dan alur kegiatan pembelajaran; dan
3. Sistem pengelolaan dan lingkungan belajar model yang diperlukan agar
kegiatan pembelajaran tertentu dapat berlangsung dengan berhasil.
. Sintaks atau Pola Keseluruhan dan Alur
Pada model pembelajaran langsung terdapat lima Iase yang sangat penting,
dan masing-masing Iase harus disusun seeIesien mungkin sehingga guru dapat
mencapai tujuan pembelajaran dengan tepat waktu. Sintaks Model pengajaran
langsung disajikan dalam 5 (lima) tahap, seperti ditunjukkan pada tabel berikut
ase Peran Guru
ase 1
Menyampaikan tujuan dan
mempersiapkan siswa
Guru menjelaskan tujuan pembelajaran,
inIormasi latar belakang pelajaran,
pentingnya pelajaran, mepersiapkan
siswa untuk belajar.
ase
Mendemonstrasikan pengetahuan
dan keterampilan
Guru mendemonstrasikan keterampilan
dengan benar, atau menyajikan
inIormasi tahap demi tahap
ase
Membimbing pelatihan
Guru merencanakan dan memberi
bimbingan pelatihan awal
ase 4
Mengecek pemahaman dan
memberikan umpan balik
Mencek apakah siswa telah berhasil
melakukan tugas dengan baik, memberi
umpan balik
ase 5
Memberikan kesempatan untuk
pelatihan lanjutan dan penerapan
Guru mempersiapkan kesempatan
melakukan pelatihan lanjutan, dengan
perhatian khusus pada penerapan
kepada situasi lebih kompleks dan
kehidupan sehari-hari.
Sumber Kardi dan Nur (2000:8)


6

4. Lingkungan Belajar dan Sistem Pengelolaan


Pengajaran langsung memerlukan perencanaan dan pelaksanaan yang
sangat hati-hati di pihak guru agar eIektiI, pengajaran langsung mensyaratkan
tiap detail keterampilan atau isi dideIinisikan secara seksama dan demonstrasi
serta jadwal pelatihan direncanakan dan dilaksanakan secara seksama
Menurut Kardi dan Nur (2000: 8-9), meskipun tujuan pembelajaran dapat
direncanakan bersama oleh guru dan siswa, model ini terutama berpusat pada
guru. Sistem pengelolaan pembelajaran yang dilakukan oleh guru harus
menjamin terjadinya keterlibatan siswa terutama melalui memperhatikan,
mendengarkan, dan resitasi (tanya jawab) yang terencana. Ini tidak berarti
bahwa pembelajaran bersiIat otoriter, dingin dan tanpa humor. Ini berarti
bahwa lingkungan berorientasi pada tugas dan memberi harapan tinggi agar
siswa mencapai hasil belajar dengan baik.
5. Langkah-Langkah Pembelajaran Model
Langkah-langkah pembelajaran model pengajaran langsung pada dasarnya
mengikuti pola-pola pembelajaran secara umum. Meliputi tahapan-tahapan
sebagai berikut:
1. enyiapkan dan memotivasi siswa, Tujuan langkah awal ini untuk menarik
dan memusatkan perhatian siswa, serta memotivasi mereka untuk berperan
serta dalam pelajaran itu.
2. enyampaikan tufuan, Siswa perlu mengetahui dengan jelas, mengapa
mereka berpartisipasi dalam suatu pelajaran tertentu, dan mereka perlu
mengetahui apa yang harus dapat mereka lakukan setelah selesai berperan
serta dalam pelajaran.
3. Presentasi dan Demonstrasi, Fase ini merupakan Iase kedua pengajaran
langsung. Guru melaksanakan presentasi atau demonstrasi pengetahuan dan
keterampilan. Kunci keberhasilan kegiatan demonstrasi ialah tingkat
kejelasan demostrasi inIormasi yang dilakukan dan mengikuti pola-pola
demonstrasi yang eIektiI.
4. encapai kefelasan, Hasil-hasil penelitian secara konsisten menunjukkan
bahwa kemampuan guru untuk memberikan inIormasi yang jelas dan
7

spesiIik kepada siswa, mempunyai dampak yang positiI terhadap proses


belajar mengajar.
5. elakukan demonstrasi, Pengajaran langsung berpegang teguh pada asumsi
bahwa sebagian besar yang dipelajari (hasil belajar) berasal dari mengamati
orang lain. Belajar dengan meniru tingkah laku orang lain dapat menghemat
waktu, menghindari siswa dari belajar melalui trial and error.`
6. encapai pemahaman dan penguasaan, Untuk menjamin agar siswa akan
mengamati tingkah laku yang benar dan bukan sebaliknya, guru perlu benar-
benar memperhatikan apa yang terjadi pada setiap tahap demonstrasi ini
berarti, bahwa jika guru perlu berupaya agar segala sesuatu yang
didemonstrasikan juga benar.
7. Berlatih, Agar dapat mendemonstrasikan sesuatu dengan benar diperlukan
latihan yang intensiI, dan memperhatikan aspek-aspek penting dari
keterampilan atau konsep yang didemonstrasikan.
8. emberikan latihan Terbimbing, Salah satu tahap penting dalam pengajaran
langsung ialah cara guru mempersiapkan dan melaksanakan 'pelatihan
terbimbing. Keterlibatan siswa secara aktiI dalam pelatihan dapat
meningkatkan retensi, membuat belajar berlangsung dengan lancar, dan
memungkinkan siswa menerapkan konsep/keterampilan pada situasi yang
baru.
Menurut Kardi dan Nur (2000: 35-36) ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan oleh guru dalam menerapkan dan melakukan pelatihan.
O Menugasi siswa melakukan latihan singkat dan bermakna
O Memberikan pelatihan pada siswa sampai benar-benar menguasai
konsep/keterampilan yang dipelajari
O Hati-hati terhadap latihan yang berkelanjutan, pelatihan yang
dilakukan terus-menerus dalam jangka waktu yang lama dapat
menimbulkan kejenuhan pada siswa, dan
O Mempersiapkan tahap-tahap awal pelatihan, yang mungkin saja siswa
melakukan keterampilan yang kurang benar atau bahkan salah tanpa
disadari.
8

9. engecek pemahaman dan emberiakan Umpan Balik.


Tahap ini kadang-kadang juga disebut tahap resitasi, yaitu guru memberikan
beberapa pertanyaan lisan atau tertulis kepada siswa dan guru memberi
respon terhadap jawaban siswa. Kegiatan ini meruapakan aspek penting
dalam pengajaran langsung karena tanpa mengetahui hasilnya, latihan tidak
banyak memberikan manIaat bagi pembelajaran.
Berbagai cara yang dapat dilakukan oleh guru dalam melakukan resitasi
misalnya umpan balik secara lisan, umpan balik tertulis dan umpan balik
komentar tertulis.
10. emberikan kesempatan latihan mandiri
Pada tahap ini guru memberikan tugas kepada siswa untuk menerapkan
keterampilan yang baru saja diperoleh secara mandiri. Kegiatan ini
dilakukan secara pribadi di rumah atau di luar jam pelajaran. Beberapa hal
yang perlu diperhatikan oleh guru dalam memberikan tugas mandiri, yaitu:
O Tugas yang diberikan bukan merupakan kelanjutan dari proses
pembelajaran, tetapi merupakan kelanjutan pelatihan untuk
pembelajaran berikutnya;
O Guru seyogyanya menginIormasikan kepada orang tua siswa tentang
tingkat keterlibatan mereka dalam membimbing siswa di rumah
O Guru perlu memberikan umpan balik tentang hasil tugas yang diberikan
kepada siswa di rumah.
. Kelebihan dan Kekurangan Pembelajaran Langsung
a. Kelebihan (menurut penelitian Stalling dan Kaskowits dalam Arends
dalam Trianto, 2010:45)
O Alokasi waktu lebih eIesien dalam mengorganisir materi
O Pemberian tugas (kegiatan) lebih berhasil dibandingakan dengan
metode yang berpusat pada siswa
O Tingkat keterlibatan siswa lebih tinggi dalam pembelajaran



9

b. Kekurangan
O Penyampaian inIormasi tergantung pada kemampuan guru dalam
berkomunikasi
O Kurangnya keterlibatan siswa dalam menginterpretasi pembelajaran
O Sulitnya membedakan kemampuan siswa
B.Model Pembelajaran Kooperatif (Coperative Learning)
1. Istilah dan Pengertian
Pembelajaran KooperatiI (cooperative learning) merupakan sistem
pengajaran yang memberi kesempatan kepada anak didik untuk bekerja sama
dengan sesama siswa dalam tugas-tugas yang terstruktur. Pembelajaran
kooperatiI dikenal dengan pembelajaran secara berkelompok. Tetapi belajar
kooperatiI lebih dari sekedar belajar kelompok atau kerja kelompok karena
dalam belajar kooperatiI ada struktur dorongan atau tugas yang bersiIat
kooperatiI sehingga memungkinkan terjadinya interaksi secara terbuka dan
hubungan yang bersiIat interdepedensi eIektiI diantara anggota kelompok
(Sugandi,2002:14) dalam Aryawan Bambang, 2009 http:// riyadi.purworejo.
asia/2009/07/pembelajaran-kooperatiI-cooperative.html
Pembelajaran kooperatiI telah dikembangkan secara intensiI melalui
berbagai penelitian, tujuannya untuk meningkatkan kerjasama akademik antar
siswa, membentuk hubungan positiI, mengembangkan rasa percaya diri, serta
meningkatkan kemampuan akademik melalui aktivitas kelompok. Dalam
pembelajaran kooperatiI terdapat saling ketergantungan positiI di antara siswa
untuk mencapai tujuan pembelajaran. Setiap siswa mempunyai kesempatan
yang sama untuk sukses. Aktivitas belajar berpusat pada siswa dalam bentuk
diskusi, mengerjakan tugas bersama, saling membantu dan saling mendukung
dalam memecahkan masalah. Melalui interaksi belajar yang eIektiI, siswa lebih
termotivasi, percaya diri, mampu menggunakan strategi berpikir, serta mampu
membangun hubungan interpersonal.
Model pembelajaran kooperatiI memungkinkan semua siswa dapat
menguasai materi pada tingkat penguasaan yang relatiI sama atau sejajar.
Hubungan kerja seperti itu memungkinkan timbulnya persepsi yang positiI
10

tentang apa yang dapat dilakukan siswa untuk mencapai keberhasilan belajar
berdasarkan kemampuan dirinya secara individu dan andil dari anggota
kelompok lain selama belajar bersama dalam kelompok. Untuk mencapai hasil
yang maksimal, maka harus diterapkan lima unsur model pembelajaran gotong
royong, yaitu: saling ketergantungan positiI, tanggung jawab perseorangan,
tatap muka, komunikasi antar anggota, evaluasi proses kelompok.
. Tujuan Pembelajaran
amroni 2000 (dalam Trianto:57) mengemukakan bahwa manIaat
penerapan belajar kooperatiI adalah dapat mengurangi kesenjangan pendidikan
khususnya dalam wujud input pada level individual. Selain itu belajar
kooperatiI dapat mengembangkan solidaritas sosial dikalangan siswa. Dengan
belajar kooperatiI diharapkan kelak akan muncul generasi baru yang memiliki
prestasi akademik yang cemerlang dan memiliki solidaritas yang sosial.
Para ahli telah menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatiI dapat
meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas akademik, unggul dalam
membantu siswa memahami konsep-konsep yang sulit dan membantu siswa
menumbuhkan kemampuan berIikir kritis
Pembelajaran KooperatiI memeberikan peluang kepada siswa yang
berbeda latar belakang dan kondisi untuk bekerja saling bergantung satu sama
lain atas tugas-tugas bersama, belajar untuk menghargai satu sama lain tanpa
membedakan suku, ras, agama.
. Langkah-Langkah Pembelajaran Kooperatif
Terdapat enam langkah utama atau tahap dalam pembelajaran kooperatiI
Fase Tingkah Laku Guru
Fase-1
Menyampaikan Tujuan dan
memotivasi siswa
Guru menyampaikan semua tujuan
pembelajaran yang ingin dicapai pada
pembelajaran tersebut dan memotivasi
siswa belajar
Fase-2
Menyampaikan inIormasi

Guru menyajikan inIormasi kepada
siswa dengan jalan demonstrasi atau
lewat bahan bacaan


11

Fase-3
Mengorganisasikan siswa kedalam
kelompok KooperatiI
Guru menjelaskan kepada siswa
bagaimana caranya membentuk
kelompok belajar dan membantu
setiap kelompok agar melakukan
transisi secara eIesien
Fase-4
Membimbing kelopok bekerja dan
belajar
Guru membimbing kelompok-
kelompok belajar pada saat mereka
mengerjakan tugas
Fase-5
Evaluasi
Guru mengevaluasi hasil belajar
tentang materi yang telah dipelajari
atau masing-masing kelompok
mempresentasikan hasil kerjanya
Fase-6
Memberikan Penghargaan
Guru mencari cara untuk menghargai
baik upaya maupun hasil belajar
individu dan kelompok
Sumber: Ibrahim, dkk (2000:10) (dalam Trianto 2010:66)
4. Variasi dalam Model Kooperatif Learning
1. Student Teams Achievement Division (STAD)
Pembelajaran kooperatiI tipe STAD adalah pembelajaran koopertaiI
dengan menggunakan kelompok-kelompok kecil dengan jumlah anggota
tiap kelompok 4-5 orang secara heterogen yang merupakan campuran
menurut tingkat prestasi, jenis kelamin, dan suku.
Seperti halnya pembelajaran lain pembelajaran tipe STAD juga
memerlukan persiapan matang diantaranya
O Perangkat pembelajaran; RPP, Buku siswa, LKS beserta lembar
jawaban
O Membentuk kelompok kooperatiI yang didasarkan pada prestasi
akademik yaitu:
4 Siswa dalam kelas terlebih dahulu dirangking sesuai prestasinya
dalam kelas yang selanjutnya diurut berdasar prestasi tersebut
4 Menentukan tiga kelompok dalam kelas yaitu kelompok atas,
kelompok tengah, kelompok bawah. Kelompok atas sebanyak 25
dari jumlah siswa, kelompok tengah 50 dari jumlah siswa dan
kelompok bawah 25.
O Menentukan skor awal; skor awal digunakan dalam kelompok
koopereatiI ini adalah nilai ulangan sebelumnya, dan skor ini dapat
12

berubah sesuai perolehan siswa pada ulangan atau kuis selanjutnya dan
menjadi skor awal untuk pembelajaran selanjutnya.
O Pengaturan tempat duduk; dilakukan agar tidak terjadi kekacauan saat
pembelajaran berlangsung
. Tim Ahli (1igsaw)
Jigsaw pertama kali dikembangkan dan diujicobakan oleh Elliot
Aronson dan teman-teman di Universitas Texas, dan kemudian diadaptasi
oleh Slavin dan teman-teman di Universitas John Hopkins (Arends, 2001)
dalam (http://www.idonbiu.com/2009/05/model-pembelajaran-cooperative
learning. html).
Teknik mengajar Jigsaw dikembangkan oleh Aronson et. al.
sebagai metode Cooperative Learning. Teknik ini dapat digunakan dalam
pengajaran membaca, menulis, mendengarkan, ataupun berbicara.
Dalam teknik ini, guru memperhatikan skemata atau latar belakang
pengalaman siswa dan membantu siswa mengaktiIkan skemata ini agar
bahan pelajaran menjadi lebih bermakna. Selain itu, siswa bekerja sama
dengan sesama siswa dalam suasana gotong royong dan mempunyai
banyak kesempatan untuk mengolah inIormasi dan meningkatkan
keterampilan berkomunikasi.
Pembelajaran kooperatiI tipe Jigsaw adalah suatu tipe
pembelajaran kooperatiI yang terdiri dari beberapa anggota dalam satu
kelompok yang bertanggung jawab atas penguasaan bagian materi belajar
dan mampu mengajarkan materi tersebut kepada anggota lain dalam
kelompoknya.
Model pembelajaran kooperatiI tipe Jigsaw merupakan model
pembelajaran kooperatiI dimana siswa belajar dalam kelompok kecil yang
terdiri dari 4 6 orang secara heterogen dan bekerja sama saling
ketergantungan yang positiI dan bertanggung jawab atas ketuntasan bagian
materi pelajaran yang harus dipelajari dan menyampaikan materi tersebut
kepada anggota kelompok yang lain.
13

Jigsaw didesain untuk meningkatkan rasa tanggung jawab siswa


terhadap pembelajarannya sendiri dan juga pembelajaran orang lain. Siswa
tidak hanya mempelajari materi yang diberikan, tetapi mereka juga harus
siap memberikan dan mengajarkan materi tersebut pada anggota
kelompoknya yang lain. Dengan demikian, 'siswa saling tergantung satu
dengan yang lain dan harus bekerja sama secara kooperatiI untuk
mempelajari materi yang ditugaskan.
Para anggota dari tim-tim yang berbeda dengan topik yang sama
bertemu untuk diskusi (tim ahli) saling membantu satu sama lain tentang
topic pembelajaran yang ditugaskan kepada mereka. Kemudian siswa-
siswa itu kembali pada tim / kelompok asal untuk menjelaskan kepada
anggota kelompok yang lain tentang apa yang telah mereka pelajari
sebelumnya pada pertemuan tim ahli.
Pada model pembelajaran kooperatiI tipe Jigsaw, terdapat
kelompok asal dan kelompok ahli. Kelompok asal yaitu kelompok induk
siswa yang beranggotakan siswa dengan kemampuan, asal, dan latar
belakang keluarga yang beragam. Kelompok asal merupakan gabungan
dari beberapa ahli. Kelompok ahli yaitu kelompok siswa yang terdiri dari
anggota kelompok asal yang berbeda yang ditugaskan untuk mempelajari
dan mendalami topik tertentu dan menyelesaikan tugas-tugas yang
berhubungan dengan topiknya untuk kemudian dijelaskan kepada anggota
kelompok asal.
Berikut langkah-langkah pembelajaran Jigsaw
O Siswa dibagi dalam beberpa kelompok (tiap kelompok terdiri dari 5-6
orang)
O Materi pelajaran diberikan kepada siswa dalam bentuk teks yang telah
dibagi-bagi menjadi beberpa sub bab
O Setiap anggota kelompok membaca sub bab yang ditugaskan kepadanya
dan bertanggung jawab atas materi tersebut
O Anggota kelompok lain yang telah mempelajari sub bab yang sama
bertemu dalam kelompok-kelompok ahli untuk mendiskusikannya
14

O Tiap anggota kelompok ahli bertanggungjawab mengajarkan teman-


temannya hasil diskusi dari kelompok ahlinya masing-masing
O Pada pertemuan dan diskusi kelompok asal, siswa dikenai tagihan
berupa kuis individu
. Investigasi Kelompok (roup Investigation)
Investigasi kelompok merupakan model pembelajaran kooperatiI
yang paling kompleks dan paling sulit untuk diterapkan. Model ini
pertama kali dikembangkan oleh Thelan dan model ini diperluas oleh
Sharan dari Universitas Tel Aviv. Berbeda dengan STAD dan Jigsaw
karena tipe pembelajaran Investigasi kelompok ini melibatkan siswa
memilih topik yang akan diselidiki maupun jalannya penyelidikan mereka.
Dalam implementasi tipe investigasi kelompok, guru membagi
kelas menjadi kelompok-kelompok dengan anggota 5-6 orang siswa yang
heterogen yang dipilih dengan mempertimbangkan persahabatan atau
persamaan minat dalam pemilihan topik. Setelah pemilihan topik
selanjutnya siswa melakukan penyelidikan mendalam atas topik yang
dipilihnya kemudian dipresentasikan didepan kelas.
Sharan, dkk (1984) dalam Trianto (2010:80) membagi langkah-
langkah pelaksanaan model investigasi kelompok menjadi enam Iase yaitu:
O Memilih topik; sub topik khusus ditetapkan oleh siswa berdasarkan
topik umum yang disampaikan oleh guru
O Perencanaan kooperatiI; guru dan siswa merencanakan prosedur
pembelajaran, tugas dan tujuan khusus yang sesuai dengan sub topik
yang dipilih pada tahap pertama
O Implementasi; kegiatan pembelajaran hendaknya melibatkan ragam
aktivitas dan keterampilan yang luas dan hendaknyamengarahkan siswa
kepada jenis-jenis sumber belajar yang berbeda baik didalam maupun
diluar sekolah
O Analisis dan sintesis; siswa menganalisis dan menyintesis inIormasi
yang diperolah pada tahap ketiga dan merencanakan bagaimana
15

inIormasi tersebut diringkas dan disajikan dengan cara yang menarik


sebagai bahan untuk dipresentasikan di depan kelas
O Presentasi hasil Iinal; semua kelompok menyajikan hasil
penyelidikannya di depan kelas secara menarik dengan tujuan agar
siswa lain dapat memperoleh persIektiI luas pada topik tersebut
O Evaluasi; siswa dan guru mengevaluasi setiap konstribusi kelompok
terhadap kerja kelas sebagai suatu keseluruhan.
4. Think Pair Share (TPS)
Model pembelajaran Think-Pair- Share dikembangkan oleh Frank
Lyman dkk dari Universitas Maryland pada tahun 1985. Model
pembelajaran Think-Pair-Share merupakan salah satu model pembelajaran
kooperatiI sederhana. Teknik ini memberi kesempatan pada siswa untuk
bekerja sendiri serta bekerja sama dengan orang lain. Keunggulan teknik
ini adalah optimalisasi partisipasi siswa (Lie, 2004:57).
Model pembelajaran Think-Pair-Share adalah salah satu model
pembelajaran yang memberi kesempatan kepada setiap siswa untuk
menunjukkan partisipasi kepada orang lain.
Adapun langkah-langkah dalam pembelajaran Think-Pair- Share
adalah: (1) guru membagi siswa dalam kelompok berempat dan
memberikan tugas kepada semua kelompok, (2) setiap siswa memikirkan
dan mengerjakan tugas tersebut sendiri, (3) siswa berpasangan dengan
salah satu rekan dalam kelompok dan berdiskusi dengan pasangannya, (4)
kedua pasangan bertemu kembali dalam kelompok berempat. Siswa
mempunyai kesempatan untuk membagikan hasil kerjanya kepada
kelompok berempat (Lie, 2004: 58).
Think-Pair-Share memiliki prosedur ynag ditetapkan secara
eksplisit untuk memberi siswa waktu lebih banyak untuk berpikir,
menjawab, dan saling membantu satu sama lain. Sebagai contoh, guru
baru saja menyajikan suatu topik atau siswa baru saja selesai membaca
suatu tugas, selanjutnya guru meminta siswa untuk memikirkan
permasalahan yang ada dalam topik/bacaan tersebut.
16

Tahap utama dalam pembelajaran Think-Pair-Share menurut


Ibrahim (2000: 26-27) adalah sebagai berikut:
Tahap 1 : Thingking (berpikir)
Guru mengajukan pertanyaan atau isu yang berhubungan dengan
pelajaran. Kemudian siswa diminta untuk memikirkan pertanyaan atau isu
tersebut secara mandiri untuk beberapa saat.
Tahap 2 : Pairing
Guru meminta siswa berpasangan dengan siswa lain untuk
mendiskusikan apa yang telah dipikirkannya pada tahap pertama. Dalam
tahap ini, setiap anggota pada kelompok membandingkan jawaban atau
hasil pemikiran mereka dengan mendeIinisikan jawaban yang dianggap
paling benar, paling meyakinkan, atau paling unik. Biasanya guru memberi
waktu 4-5 menit untuk berpasangan.
Tahap 3 : Sharing (berbagi)
Pada tahap akhir, guru meminta kepada pasangan untuk berbagi
dengan seluruh kelas tentang apa yang telah mereka bicarakan.
Keterampilan berbagi dalam seluruh kelas dapat dilakukan dengan
menunjuk pasangan yang secara sukarela bersedia melaporkan hasil kerja
kelompoknya atau bergiliran pasangan demi pasangan hingga sekitar
seperempat pasangan telah mendapat kesempatan untuk melaporkan.
Langkah-langkah atau alur pembelajaran dalam model Think-Pair-
Share adalah:
Langkah ke 1 : Guru menyampaikan pertanyaan
AktiIitas : Guru melakukan apersepsi, menjelaskan tujuan
pembelajaran, dan menyampaikan pertanyaan yang
berhubungan dengan materi yang akan disampaikan.
Langkah ke 2 : Siswa berpikir secara individual
AktiIitas :Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk
memikirkan jawaban dari permasalahan yang
disampaikan guru. Langkah ini dapat dikembangkan
17

dengan meminta siswa untuk menuliskan hasil


pemikiranyya masing-masing.
Langkah ke 3 : Setiap siswa mendiskusikan hasil pemikiran masing
masing dengan pasangan
AktiIitas : Guru mengorganisasikan siswa untuk berpasangan dan
memberi kesempatan kepada siswa untuk mendiskusikan
jawaban yang menurut mereka paling benar atau paling
meyakinkan. Guru memotivasi siswa untuk aktiI dalam
kerja kelompoknya. Pelaksanaan model ini dapat
dilengkapi dengan LKS sehingga kumpulan soal latihan
atau pertanyaan yang dikerjakan secara kelompok.
Langkah ke 4 : Siswa berbagi jawaban dengan seluruh kelas
AktiIitas :Siswa mempresentasikan jawaban atau pemecahan
masalah secara individual atau kelompok didepan kelas.
Langkah ke 5 : Menganalisis dan mengevaluasi hasil pemecahan masalah
AktiIitas : Guru membantu siswa untuk melakukan reIleksi atau
evaluasi terhadap hasil pemecahan masalah yang telah
mereka diskusikan.
5. Numbered Head Together (NHT)
Pembelajaran kooperatiI tipe NHT merupakan salah satu tipe
pembelajaran kooperatiI yang menekankan pada struktur khusus yang
dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa dan memiliki tujuan
untuk meningkatkan penguasaan akademik. Tipe ini dikembangkan oleh
Kagen dalam Ibrahim (2000: 28) dengan melibatkan para siswa dalam
menelaah bahan yang tercakup dalam suatu pelajaran dan mengecek
pemahaman mereka terhadap isi pelajaran tersebut.
Ibrahim mengemukakan tiga tujuan yang hendak dicapai dalam
pembelajaran kooperatiI dengan tipe NHT yaitu :
O Hasil belajar akademik stuktural; bertujuan untuk meningkatkan kinerja
siswa dalam tugas-tugas akademik.
18

O Pengakuan adanya keragaman; bertujuan agar siswa dapat menerima


teman-temannya yang mempunyai berbagai latar belakang.
O Pengembangan keterampilan social; bertujuan untuk mengembangkan
keterampilan sosial siswa.
Keterampilan yang dimaksud antara lain berbagi tugas, aktiI bertanya,
menghargai pendapat orang lain, mau menjelaskan ide atau pendapat,
bekerja dalam kelompok dan sebagainya.Penerapan pembelajaran
kooperatiI tipe NHT merujuk pada konsep Kagen dalam Ibrahim (2000:
29), dengan tiga langkah yaitu :
a) Pembentukan kelompok;
b) Diskusi masalah;
c) Tukar jawaban antar kelompok
Langkah-langkah tersebut kemudian dikembangkan oleh Ibrahim (2000:
29) menjadi enam langkah sebagai berikut :
Langkah 1. Persiapan
Dalam tahap ini guru mempersiapkan rancangan pelajaran dengan
membuat Skenario Pembelajaran (SP), Lembar Kerja Siswa (LKS) yang
sesuai dengan model pembelajaran kooperatiI tipe NHT.
Langkah 2. Pembentukan kelompok
Dalam pembentukan kelompok disesuaikan dengan model pembelajaran
kooperatiI tipe NHT. Guru membagi para siswa menjadi beberapa
kelompok yang beranggotakan 3-5 orang siswa. Guru memberi nomor
kepada setiap siswa dalam kelompok dan nama kelompok yang berbeda.
Kelompok yang dibentuk merupakan percampuran yang ditinjau dari latar
belakang sosial, ras, suku, jenis kelamin dan kemampuan belajar. Selain
itu, dalam pembentukan kelompok digunakan nilai tes awal (pre-test)
sebagai dasar dalam menentukan masing-masing kelompok.
Langkah 3. Tiap kelompok harus memiliki buku paket atau buku panduan
Dalam pembentukan kelompok, tiap kelompok harus memiliki buku paket
atau buku panduan agar memudahkan siswa dalam menyelesaikan LKS
atau masalah yang diberikan oleh guru.
19

Langkah 4. Diskusi masalah


Dalam kerja kelompok, guru membagikan LKS kepada setiap siswa
sebagai bahan yang akan dipelajari. Dalam kerja kelompok setiap siswa
berpikir bersama untuk menggambarkan dan meyakinkan bahwa tiap
orang mengetahui jawaban dari pertanyaan yang telah ada dalam LKS atau
pertanyaan yang telah diberikan oleh guru. Pertanyaan dapat bervariasi,
dari yang bersiIat spesiIik sampai yang bersiIat umum.
Langkah 5. emanggil nomor anggota atau pemberian fawaban
Dalam tahap ini, guru menyebut satu nomor dan para siswa dari tiap
kelompok dengan nomor yang sama mengangkat tangan dan menyiapkan
jawaban kepada siswa di kelas.
Langkah . emberi kesimpulan
Guru bersama siswa menyimpulkan jawaban akhir dari semua pertanyaan
yang berhubungan dengan materi yang disajikan.
Ada beberapa manIaat pada model pembelajaran kooperatiI tipe NHT
terhadap siswa yang hasil belajar rendah yang dikemukakan oleh
Lundgren dalam Ibrahim (2000: 18), antara lain adalah : (1)Rasa harga diri
menjadi lebih tinggi, (2) Memperbaiki kehadiran, (3) Penerimaan terhadap
individu menjadi lebih besar, (4) Perilaku mengganggu menjadi lebih
kecil, (5) KonIlik antara pribadi berkurang, (6) Pemahaman yang lebih
mendalam, (7) Meningkatkan kebaikan budi, kepekaan dan toleransi, (8)
Hasil belajar lebih tinggi. (Herdian, 2009 http://herdy07.wordpress.com
/2009/04/22/model-pembelajaran-nht-numbered-head-together/)
. Teams Games Tournament (TGT)
TGT adalah salah satu tipe pembelajaran kooperatiI yang
menempatkan siswa dalam kelompok kelompok belajar yang
beranggotakan 5 sampai 6 orang siswa yang memiliki kemampuan, jenis
kelamin dan suku kata atau ras yang berbeda. Guru menyajikan materi,
dan siswa bekerja dalam kelompok mereka masing masing. Dalam kerja
kelompok guru memberikan LKS kepada setiap kelompok. Tugas yang
diberikan dikerjakan bersama sama dengan anggota kelompoknya.
20

Apabila ada dari anggota kelompok yang tidak mengerti dengan tugas
yang diberikan, maka anggota kelompok yang lain bertanggungjawab
untuk memberikan jawaban atau menjelaskannya, sebelum mengajukan
pertanyaan tersebut kepada guru.
Akhirnya untuk memastikan bahwa seluruh anggota kelompok
telah menguasai pelajaran, maka seluruh siswa akan diberikan permainan
akademik. Dalam permainan akademik siswa akan dibagi dalam meja
meja turnamen, dimana setiap meja turnamen terdiri dari 5 sampai 6 orang
yang merupakan wakil dari kelompoknya masing masing. Dalam setiap
meja permainan diusahakan agar tidak ada peserta yang berasal dari
kelompok yang sama. Siswa dikelompokkan dalam satu meja turnamen
secara homogen dari segi kemampuan akademik, artinya dalam satu meja
turnamen kemampuan setiap peserta diusahakan agar setara. Hal ini dapat
ditentukan dengan melihat nilai yang mereka peroleh pada saat pre-test.
Skor yang diperoleh setiap peserta dalam permainan akademik dicatat
pada lembar pencatat skor. Skor kelompok diperoleh dengan
menjumlahkan skor skor yang diperoleh anggota suatu kelompok,
kemudian dibagi banyaknya anggota kelompok tersebut. Skor kelompok
ini digunakan untuk memberikan penghargaan tim berupa sertiIikat
dengan mencantumkan predikat tertentu.
Menurut Slavin pembelajaran kooperatiI tipe TGT terdiri dari 5
langkah tahapan yaitu : tahap penyajian kelas (class precentation), belajar
dalam kelompok (teams), permainan (geams),
pertandingan (tournament), dan perhargaan kelompok ( team
recognition). Berdasarkan apa yang diungkapkan oleh Slavin, maka model
pembelajaran kooperatiI tipe TGT memiliki ciri ciri sebagai berikut.
Dalam penerapan model pembelajaran kooperatiI tipe TGT ada
beberapa tahapan yang perlu ditempuh, yaitu :
(1) Mengajar (teach)
Mempersentasekan atau menyajikan materi, menyampaikan tujuan, tugas,
atau kegiatan yang harus dilakukan siswa, dan memberikan motivasi.
21

() Belajar Kelompok (team study)


Siswa bekerja dalam kelompok yang terdiri atas 5 sampai 6 orang dengan
kemampuan akademik, jenis kelamin, dan ras / suku yang berbeda. Setelah
guru menginIormasikan materi, dan tujuan pembelajaran, kelompok
berdiskusi dengen menggunakan LKS. Dalam kelompok terjadi diskusi
untuk memecahkan masalah bersama, saling memberikan jawaban dan
mengoreksi jika ada anggota kelompok yang salah dalam menjawab.
() Permainan (game tournament)
Permainan diikuti oleh anggota kelompok dari masing masing kelompok
yang berbeda. Tujuan dari permainan ini adalah untuk mengetahui apakah
semua anggota kelompok telah menguasai materi, dimana pertanyaan
pertanyaan yang diberikan berhubungan dengan materi yang telah
didiskusikan dalam kegiatan kelompok.
(4) Penghargaan kelompok (team recognition)
Pemberian penghargaan (rewards) berdasarkan pada rerata poin yang
diperoleh oleh kelompok dari permainan. Lembar penghargaan dicetak
dalam kertas HVS, dimana penghargaan ini akan diberikan kepada tim
yang memenuhi kategori rerata poin sebagai berikut.
Tabel Kriteria Pengahrgaan Kelompok
Kriteria ( Rerata Kelompok ) Predikat
30 sampai 39 Tim Kurang baik
40 sampai44 Tim Baik
45 sampai 49 Tik Baik Sekali
50 ke atas Tim Istimewa
$:mber $lavin, 1995 )



22

Kekurangan dan Kelebihan Model Pembelajran Kooperatif


a. Kekurangan
O Manajemen waktu terkadang tidak dapat diorganisir
O Tergantung pada kemampuan awal siswa
O Jika kelompok tidak terorganisir dengan baik maka maka keterlibatan siswa
akan kurang
O Pemberian tugas (kegiatan) kurang berhasil pada tingkatan kelompok karena
terkadang kelompok bergantung pada individu saja
O Seringnya terjadi miss konsep dalam diskusi kelompok
b. Kelebihan
O Mengurangi kesenjangan pendidikan khususnya dalam wujud input pada
level individual
O Mengembangkan sikap solidaritas antar anggota kelompok
O Dapat meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas akademik
.Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah (Problem Based Intruction)
1. Istilah dan Pengertian
Istilah pengajaran berdasarkan masalah (PBM) diadopsi dari istilah bahasa
Inggris Problem Based Instruction (PBI) Model pengajaran berdasarkan masalah
telah dikenal sejak zaman John Dewey.
Menurut Dewey (dalam Sudjana 2001:19) dalam Nurhayati Abbas,
2000:12) belajar berdasarkan masalah adalah interkasi antara stimulus dan respon
merupakan hubungan antara dua arah belajar dan lingkungan. Lingkungan
memberikan bantuan dan masalah sedangkan sistem saraI otak berIungsi
menaIsirkan bantuan itu secara eIektiI sehingga masalah yang dihadapi dapat
diselidiki, dinilai, dianalisis serta dicari pemecahannya dengan baik.
Arends (Nurhayati Abbas, 2000: 12) menyatakan bahwa model
pembelajaran berdasarkan masalah adalah model pembelajaran dengan
pendekatan pembelajaran siswa pada masalah autentik, sehingga siswa dapat
menyusun pengetahuannya sendiri, menumbuhkembangkan keterampilan yang
lebih tinggi dan inquiri, memandirikan siswa, dan meningkatkan kepercayaan diri
sendiri. Model ini bercirikan penggunaan masalah kehidupan nyata sebagai
23

sesuatu yang harus dipelajari siswa untuk melatih dan meningkatkan keterampilan
berpikir kritis dan menyelesaikan masalah, serta mendapatkan pengetahuan
konsep-konsep penting.
Pendekatan pembelajaran ini mengutamakan proses belajar dimana tugas
guru harus memIokuskan diri untuk membantu siswa mencapai keterampilan
mengarahkan diri. Pembelajaran berdasarkan masalah penggunaannya di dalam
tingkat berpikir lebih tinggi, dalam situasi berorientasi pada masalah, termasuk
bagaimana belajar (Nurhayati Abbas, 2000:12).
Guru dalam model pembelajaran berdasarkan masalah berperan sebagai
penyaji masalah, penanya, mengadakan dialog, membantu menemukan masalah,
dan pemberi Iasilitas penelitian. Selain itu guru menyiapkan dukungan dan
dorongan yang dapat meningkatkan pertumbuhan inquiri dan intelektual siswa.
Pembelajaran berdasarkan masalah hanya dapat terjadi jika guru dapat
menciptakan lingkungan kelas yang terbuka dan membimbing pertukaran
gagasan. Pembelajaran berdasarkan masalah juga dapat meningkatkan
pertumbuhan dan perkembangan aktivitas belajar siswa, baik secara individual
maupun secara kelompok. Di sini guru berperan sebagai pemberi rangsangan,
pembimbing kegiatan siswa, dan penentu arah belajar siswa (Wahyuddin,
2008:68)
Hal yang perlu mendapatkan perhatian dalam pembelajaran berdasarkan
masalah adalah memberikan siswa masalah yang berIungsi sebagai batu loncatan
untuk proses inquiri dan penelitian. Di sini, guru mengajukan masalah,
membimbing dan memberikan petunjuk minimal kepada siswa dalam
memecahkan masalah.
. iri-ciri Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah:
a. Pengajuan Masalah atau Pertanyaan.
Pengaturan pembelajaran berdasarkan masalah berkisar pada masalah atau
pertanyaan yang penting bagi siswa maupun masyarakat. Menurut Arends
(Nurhayati Abbas, 2000:13) pertanyaan dan masalah yang diajukan itu
haruslah memenuhi kriteria sebagai berikut:
24

O utentik. Yaitu masalah harus lebih berakar pada kehidupan dunia nyata
siswa daripada berakar pada prinsip-prinsip disiplin ilmu tertentu.
O elas. Yaitu masalah dirumuskan dengan jelas, dalam arti tidak
menimbulkan masalah baru bagi siswa yang pada akhirnya menyulitkan
penyelesaian siswa.
O udah dipahami. Yaitu masalah yang diberikan hendaknya mudah
dipahami siswa. Selain itu, masalah disusun dan dibuat sesuai dengan
tingkat perkembangan siswa.
O Luas dan sesuai dengan Tufuan Pembelafaran. Yaitu masalah yang disusun
dan dirumuskan hendaknya bersiIat luas, artinya masalah tersebut mencakup
seluruh materi pelajaran yang akan diajarkan sesuai dengan waktu, ruang
dan sumber yang tersedia. Selain itu, masalah yang telah disusun tersebut
harus didasarkan pada tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan
O Bermanfaat. Yaitu masalah yang disusun dan dirumuskan haruslah
bermanIaat, baik bagi siswa sebagai pemecah masalah maupun guru sebagai
pembuat masalah. Masalah yang bermanIaat adalah masalah yang dapat
meningkatkan kemampuan berpikir dan memecahkan masalah siswa. Serta
membangkitkan motivasi belajar siswa.
b. Keterkaitanya dengan Berbagai Disiplin Ilmu.
Masalah yang diajukan dalam pembelajaran berdasarkan masalah hendaknya
mengaitkan atau melibatkan berbagai disiplin ilmu.
c. Penyelidikan yang Autentik.
Penyelidikan yang diperlukan dalam pembelajaran berdasarkan masalah
bersiIat autentik. Selain itu penyelidikan diperlukan untuk mencari
penyelisaian masalah yang bersiIat nyata. Siswa menganalisis dan merumuskan
masalah, mengembangkan dan meramalkan hipotesis, mengumpulkan dan
menganalisis inIormasi, melaksanakan eksperimen, membuat kesimpulan dan
menggambarkan hasil akhir.
d. Menghasilkan dan Memamerkan Hasil/Karya
Pada pembelajaran berdasarkan masalah, siswa bertugas menyusun hasil
penelitianya dalam bentuk karya (karya tulis atau penyelesaian) dan
25

memamerkan hasil karyanya. Artinya hasil penyelesaian masalah siswa


ditampilkan atau dibuatkan laporannya.
e. Kolaborasi
Pada model pembelajaran berdasarkan masalah, tugas-tugas belajar berupa
masalah harus diselesaikan bersama-sama antar siswa dengan siswa, baik
dalam kelompok kecil maupun kelompok besar, dan bersama-sama antar siswa
dengan guru.
. Sintaks Pengajaran Berdasarkan Masalah
Menurut Ibrahin (2003:15) dalam Trianto (2010:97) di dalam kelas PBI
peran guru berbeda dengan kelas tradisional, peran guru dalam kelas PBI
diantaranya:
O Mengajukan masalah atau mengorintasikan siswa kepada masalah
autentik, yaitu masalah kehidupan nyata sehari-hari
O MemIasilitasi/membimbing penyelidikan misalya melakukan pengamatan
atau melakukan eksperimen
O MemIasilitasi dialog siswa
O Mendukung belajar siswa
%abel: Sintaks Pengajaran berdasarkan Masalah
Tahap Tingkah laku Guru
Tahap-1
Orientasi siswa pada
masalah
Guru menjelaskan tujuan pembelajaran,
menjelaskan logistik yang dibutuhkan, mengajukan
Ienomena atau demonstrasi, atau cerita untuk
memunculkan masalah, memotivasi siswa untuk
terlibat dalam pemecahan masalah yang dipilih
Tahap-2
Mengorganisasi siswa
untuk belajar
Guru membantu siswa mendeIenisikan dan
mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan
dengan masalah tersebut
Tahap-3
Membimbing
peneyelidikan
Individual maupun
kelompok
Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan
inIormasi yang sesuai melaksanakan eksperimen
untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan
masalah
Tahap-4
Mengembangkan dan
menyajikan hasil karya
Guru membantu siswa dalam merencanakan dan
menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan,
video dan model serta membantu mereka untuk
berbagi tugas dengan temannya

26

Tahap-5
Menganalisis dan
mengevaluasi proses
pemecahan masalah
Guru membantu siswa untuk melakukan reIleksi
atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan
proses-proses yang mereka gunakan

Suatu hal yang sangat penting untuk diperhatikan dalam PBL adalah
pertanyaan berbasis why bukan sekedar how. Oleh karena itu, setiap tahap dalam
pemecahan masalah, keterampilan mahasiswa dalam tahap tersebut hendaknya
tidak semata-mata keterampilan how, tetapi kemampuan menjelaskan
permasalahan dan bagaimana permasalahan dapat terjadi. Tahapan dalam proses
pemecahan masalah digunakan sebagai kerangka atau panduan dalam proses
belajar melalui PBL. Namun yang harus dicapai pada akhir pembelajaran adalah
kemampuannya untuk memahami permasalahan dan alasan timbulnya
permasalahan tersebut serta kedudukan permasalahan tersebut dalam tatanan
sistem yang sangat luas
4. Evaluasi
Seperti halnya dalam model pembelajaran kooperatiI, dalam model pengajatran
berdasarkan masalah Iokus perhatian pembelajaran tidak tidak pada perolehan
pengetahuan deklaratiI oleh karenanya penilaian tidak cukup dengan tes tes
tertulis tetapi juga penilaian terhadap pekerjaan yang dihasilkan oleh siswa
berdasarkan masalah yang dibahas. Penilain te3rsebut berupa asessmen kinerja,
presentasi kinerja, pengamatan, merumuskan pertanyaan, hipotesis dan
sebagainya.
5. Kelebihan dan Kekuranga
a. Kelebihan
O Gampang dalam memotivasi siswa karena masalah yang diangkat
berkenaan dengan kehidupan sehari-hari
O Konsep seuai dengan kebutuhan siswa
O Memupuk siIat inqury siswa
O Memupuk kemampuan problem solving siswa
O Pengembangan keterampilan kerja sama

27

b. Kekurangan
O Persiapan (alat, problem, konsep) pembelajaran yang kompleks
O Sulitnya mencari problem yang relevan dengan materi
O Sering terjadi miss konsep
O Waktu yang dipergunakan cukup lama dalam penyelidikan


























28

BAB III
PENUTUP

B.Kesimpulan
Model pembelajaran langsung adalah salah satu pendekatan mengajar yang
dirancang khusus untuk menunjang proses belajar siswa yang berkaitan
dengan pengetahuan deklaratiI dan pengetahuan prosedural yang terstruktur
dengan baik yang dapat diajarkan dengan pola kegiatan yang bertahap,
selangkah demi selangkah.
Pembelajaran KooperatiI (cooperative learning) merupakan sistem
pengajaran yang memberi kesempatan kepada anak didik untuk bekerja
sama dengan sesama siswa dalam tugas-tugas yang terstruktur.Belajar
kooperatiI lebih dari sekedar belajar kelompok atau kerja kelompok karena
dalam belajar kooperatiI ada struktur dorongan atau tugas yang bersiIat
kooperatiI sehingga memungkinkan terjadinya interaksi secara terbuka dan
hubungan yang bersiIat interdepedensi eIektiI diantara anggota kelompok
Belajar berdasarkan masalah adalah interkasi antara stimulus dan respon
merupakan hubungan antara dua arah belajar dan lingkungan. Lingkungan
memberikan bantuan dan masalah sedangkan sistem saraI otak berIungsi
menaIsirkan bantuan itu secara eIektiI sehingga masalah yang dihadapi
dapat diselidiki, dinilai, dianalisis serta dicari pemecahannya dengan baik.
Masalah teresebu berupa masalah autentik, sehingga siswa dapat menyusun
pengetahuannya sendiri, menumbuhkembangkan keterampilan yang lebih
tinggi dan inquiri, memandirikan siswa, dan meningkatkan kepercayaan diri
sendiri






29

DATAR PUSTAKA

Aryawan Bambang, 2009 dalam http://www.riyadi.purworejo.asia/2009/07/
pembelajaran- kooperatiI-cooperative.html

Anita, Lie. 2004. Cooperative Learning empraktekkan di Ruang-Ruang Kelas.
Jakarta : PT. Grasindo.
Herdian, 2009, odel Pembelafaran NHT (Numbered Head Together)dalam
http.//herdy07.wordpress.com/2009/04/22/model-pembelajaran-nht-
numbered-head-together/
Nurhayati, Abbas. 2000. Pengembangan Perangkat Pembelafaran atematika
Berorientasi odel Pembelafaran Berdasarkan asalah (Problem-
BasedInstruction). Program Studi Pendidikan Matematika Program
pascasarjana.UNESA

Trianto, 2010, endesain odel Pembelafaran Inovatif-Progresif, Kencana
Prenada Media Group: Jakarta

Wahyuddin, 2008, Pembelafaran dan odel-odel Pembelafaran, IPA
Abong:Jakarta

Anda mungkin juga menyukai