BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada dasarnya manusia adalah animal educandum atau binatang yang bisa
dididik, seperti dikatakan Jalaluddin Rumi, bahwa manusia disebut sebagai
'hewan yang berakal. Maka ketika manusia mempunyai pengetahuan
membutuhkan proses belajar yang berkelanjutan, dari mulai dalam kandungan
hingga akhir hayatnya.
Belajar adalah suatu proses mental yang mengarah pada penguasaan
pengetahuan, kecakapan, kebiasaan atau sikap yang diperoleh, disimpan dan
dilaksanakan sehingga menimbulkan tingkah laku. Dengan kata lain belajar
adalah proses perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman.
(Winkel,1984:151) dalam Aryawan Bambang, http://www.riyadi.purworejo.asia
/2009/07/pembelajaran-kooperatiI-cooperative.html
Kegiatan belajar merupakan bagian dari kehidupan manusia dan
berlangsung sepanjang hayat (long life education). Kegiatan belajar yang
dilakukan siswa hendaknya mencakup empat hal, yaitu:
1) Learning to know yaitu belajar untuk mengetahui sesuatu. Dalam prosesnya
tidak sekedar mengetahui apa yang bermakna tetapi juga sekaligus mengetahui
apa yang tidak bermanIaat bagi kehidupan.
2) Learning to do yaitu belajar untuk melakukan sesuatu. Proses belajar diarahkan
untuk bisa melakukan sesuatu melalui proses pembelajaran yang dilakukan
dengan tujuan membekali siswa tidak sekedar untuk mengetahui, tetapi agar lebih
trampil berbuat atau mengerjakan sesuatu sehingga menghasilkan hal-hal yang
bermakna bagi kehidupan.
3) Learning to be yaitu belajar untuk menjadi diri sendiri. Penguasaan
pengetahuan dan ketrampilan merupakan bagian dari prosess menjadi diri sendiri,
dan
4) Learning to live together yaitu belajar untuk hidup bersama. Pemahaman
tentang peran diri dan orang lain dalam kelompok belajar merupakan bekal dalam
2
BAB II
PEMBAHASAN
A.Model Pembelajaran Langsung (Direct Intruction)
1. Istilah dan Pengertian
Meski tidak ada sinonim dan resitasi yang berhubungan erat dengan model
pembelajaran langsung (MPL) tetapi istilah model pembelajaran langsung
sering juga disebut dengan model pengajaran aktiI (active teaching model),
training model, mastery teaching, dan explicit instruction (Arend, 2001:264
dalam Trianto, 2010:41)
Pengajaran langsung adalah suatu model pengajaran yang bersiIat teacher
center. Menurut Arend (1997) dalam Trianto (2010) model pembelajaran
langsung adalah salah satu pendekatan mengajar yang dirancang khusus untuk
menunjang proses belajar siswa yang berkaitan dengan pengetahuan deklaratiI
dan pengetahuan prosedural yang terstruktur dengan baik yang dapat diajarkan
dengan pola kegiatan yang bertahap, selangkah demi selangkah. Selain itu
pembelajaran langsung ditujukan pula untuk membantu siswa untuk
mempelajari keterampilan dasar dan memperoleh inIormasi yang dapat
diajarkan selangkah demi selangkah
Pengajaran langsung menurut Kardi (1997:3) dapat berbentuk ceramah,
demonstrasi, pelatihan atau praktik dan kerja kelompok.
. Tujuan Pembelajaran
Para pakar teori belajar pada umumnya membedakan dua macam
pengetahuan, yaitu pengetahuan deklaratiI dan pengetahuan prosedural.
Pengetahuan deklaratiI adalah pengetahuan yang dapat diungkapkan dengan
kata-kata tentang sesuatu, sedangkan pengetahuan prosedural adalah
pengetahuan tentang bagaimana melakukan sesuatu (Kardi dan Nur, 2000:4)
MenghaIal rumus, hukum tertentu dalam bidang studi kimia, Iisika atau
matematika adalah contoh pengetahuan deklaratiI sederhana. Berbeda dengan
inIormasi Iaktual, pengetahuan yang lebih tinggi tingkatannya memerlukan
penggunaan pengetahuan dengan cara tertentu misalnya membandingkan dua
rancangan penelitian, menilai hasil karya seni yang diperlukan adalah
5
b. Kekurangan
O Penyampaian inIormasi tergantung pada kemampuan guru dalam
berkomunikasi
O Kurangnya keterlibatan siswa dalam menginterpretasi pembelajaran
O Sulitnya membedakan kemampuan siswa
B.Model Pembelajaran Kooperatif (Coperative Learning)
1. Istilah dan Pengertian
Pembelajaran KooperatiI (cooperative learning) merupakan sistem
pengajaran yang memberi kesempatan kepada anak didik untuk bekerja sama
dengan sesama siswa dalam tugas-tugas yang terstruktur. Pembelajaran
kooperatiI dikenal dengan pembelajaran secara berkelompok. Tetapi belajar
kooperatiI lebih dari sekedar belajar kelompok atau kerja kelompok karena
dalam belajar kooperatiI ada struktur dorongan atau tugas yang bersiIat
kooperatiI sehingga memungkinkan terjadinya interaksi secara terbuka dan
hubungan yang bersiIat interdepedensi eIektiI diantara anggota kelompok
(Sugandi,2002:14) dalam Aryawan Bambang, 2009 http:// riyadi.purworejo.
asia/2009/07/pembelajaran-kooperatiI-cooperative.html
Pembelajaran kooperatiI telah dikembangkan secara intensiI melalui
berbagai penelitian, tujuannya untuk meningkatkan kerjasama akademik antar
siswa, membentuk hubungan positiI, mengembangkan rasa percaya diri, serta
meningkatkan kemampuan akademik melalui aktivitas kelompok. Dalam
pembelajaran kooperatiI terdapat saling ketergantungan positiI di antara siswa
untuk mencapai tujuan pembelajaran. Setiap siswa mempunyai kesempatan
yang sama untuk sukses. Aktivitas belajar berpusat pada siswa dalam bentuk
diskusi, mengerjakan tugas bersama, saling membantu dan saling mendukung
dalam memecahkan masalah. Melalui interaksi belajar yang eIektiI, siswa lebih
termotivasi, percaya diri, mampu menggunakan strategi berpikir, serta mampu
membangun hubungan interpersonal.
Model pembelajaran kooperatiI memungkinkan semua siswa dapat
menguasai materi pada tingkat penguasaan yang relatiI sama atau sejajar.
Hubungan kerja seperti itu memungkinkan timbulnya persepsi yang positiI
10
tentang apa yang dapat dilakukan siswa untuk mencapai keberhasilan belajar
berdasarkan kemampuan dirinya secara individu dan andil dari anggota
kelompok lain selama belajar bersama dalam kelompok. Untuk mencapai hasil
yang maksimal, maka harus diterapkan lima unsur model pembelajaran gotong
royong, yaitu: saling ketergantungan positiI, tanggung jawab perseorangan,
tatap muka, komunikasi antar anggota, evaluasi proses kelompok.
. Tujuan Pembelajaran
amroni 2000 (dalam Trianto:57) mengemukakan bahwa manIaat
penerapan belajar kooperatiI adalah dapat mengurangi kesenjangan pendidikan
khususnya dalam wujud input pada level individual. Selain itu belajar
kooperatiI dapat mengembangkan solidaritas sosial dikalangan siswa. Dengan
belajar kooperatiI diharapkan kelak akan muncul generasi baru yang memiliki
prestasi akademik yang cemerlang dan memiliki solidaritas yang sosial.
Para ahli telah menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatiI dapat
meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas akademik, unggul dalam
membantu siswa memahami konsep-konsep yang sulit dan membantu siswa
menumbuhkan kemampuan berIikir kritis
Pembelajaran KooperatiI memeberikan peluang kepada siswa yang
berbeda latar belakang dan kondisi untuk bekerja saling bergantung satu sama
lain atas tugas-tugas bersama, belajar untuk menghargai satu sama lain tanpa
membedakan suku, ras, agama.
. Langkah-Langkah Pembelajaran Kooperatif
Terdapat enam langkah utama atau tahap dalam pembelajaran kooperatiI
Fase Tingkah Laku Guru
Fase-1
Menyampaikan Tujuan dan
memotivasi siswa
Guru menyampaikan semua tujuan
pembelajaran yang ingin dicapai pada
pembelajaran tersebut dan memotivasi
siswa belajar
Fase-2
Menyampaikan inIormasi
Guru menyajikan inIormasi kepada
siswa dengan jalan demonstrasi atau
lewat bahan bacaan
11
Fase-3
Mengorganisasikan siswa kedalam
kelompok KooperatiI
Guru menjelaskan kepada siswa
bagaimana caranya membentuk
kelompok belajar dan membantu
setiap kelompok agar melakukan
transisi secara eIesien
Fase-4
Membimbing kelopok bekerja dan
belajar
Guru membimbing kelompok-
kelompok belajar pada saat mereka
mengerjakan tugas
Fase-5
Evaluasi
Guru mengevaluasi hasil belajar
tentang materi yang telah dipelajari
atau masing-masing kelompok
mempresentasikan hasil kerjanya
Fase-6
Memberikan Penghargaan
Guru mencari cara untuk menghargai
baik upaya maupun hasil belajar
individu dan kelompok
Sumber: Ibrahim, dkk (2000:10) (dalam Trianto 2010:66)
4. Variasi dalam Model Kooperatif Learning
1. Student Teams Achievement Division (STAD)
Pembelajaran kooperatiI tipe STAD adalah pembelajaran koopertaiI
dengan menggunakan kelompok-kelompok kecil dengan jumlah anggota
tiap kelompok 4-5 orang secara heterogen yang merupakan campuran
menurut tingkat prestasi, jenis kelamin, dan suku.
Seperti halnya pembelajaran lain pembelajaran tipe STAD juga
memerlukan persiapan matang diantaranya
O Perangkat pembelajaran; RPP, Buku siswa, LKS beserta lembar
jawaban
O Membentuk kelompok kooperatiI yang didasarkan pada prestasi
akademik yaitu:
4 Siswa dalam kelas terlebih dahulu dirangking sesuai prestasinya
dalam kelas yang selanjutnya diurut berdasar prestasi tersebut
4 Menentukan tiga kelompok dalam kelas yaitu kelompok atas,
kelompok tengah, kelompok bawah. Kelompok atas sebanyak 25
dari jumlah siswa, kelompok tengah 50 dari jumlah siswa dan
kelompok bawah 25.
O Menentukan skor awal; skor awal digunakan dalam kelompok
koopereatiI ini adalah nilai ulangan sebelumnya, dan skor ini dapat
12
berubah sesuai perolehan siswa pada ulangan atau kuis selanjutnya dan
menjadi skor awal untuk pembelajaran selanjutnya.
O Pengaturan tempat duduk; dilakukan agar tidak terjadi kekacauan saat
pembelajaran berlangsung
. Tim Ahli (1igsaw)
Jigsaw pertama kali dikembangkan dan diujicobakan oleh Elliot
Aronson dan teman-teman di Universitas Texas, dan kemudian diadaptasi
oleh Slavin dan teman-teman di Universitas John Hopkins (Arends, 2001)
dalam (http://www.idonbiu.com/2009/05/model-pembelajaran-cooperative
learning. html).
Teknik mengajar Jigsaw dikembangkan oleh Aronson et. al.
sebagai metode Cooperative Learning. Teknik ini dapat digunakan dalam
pengajaran membaca, menulis, mendengarkan, ataupun berbicara.
Dalam teknik ini, guru memperhatikan skemata atau latar belakang
pengalaman siswa dan membantu siswa mengaktiIkan skemata ini agar
bahan pelajaran menjadi lebih bermakna. Selain itu, siswa bekerja sama
dengan sesama siswa dalam suasana gotong royong dan mempunyai
banyak kesempatan untuk mengolah inIormasi dan meningkatkan
keterampilan berkomunikasi.
Pembelajaran kooperatiI tipe Jigsaw adalah suatu tipe
pembelajaran kooperatiI yang terdiri dari beberapa anggota dalam satu
kelompok yang bertanggung jawab atas penguasaan bagian materi belajar
dan mampu mengajarkan materi tersebut kepada anggota lain dalam
kelompoknya.
Model pembelajaran kooperatiI tipe Jigsaw merupakan model
pembelajaran kooperatiI dimana siswa belajar dalam kelompok kecil yang
terdiri dari 4 6 orang secara heterogen dan bekerja sama saling
ketergantungan yang positiI dan bertanggung jawab atas ketuntasan bagian
materi pelajaran yang harus dipelajari dan menyampaikan materi tersebut
kepada anggota kelompok yang lain.
13
Apabila ada dari anggota kelompok yang tidak mengerti dengan tugas
yang diberikan, maka anggota kelompok yang lain bertanggungjawab
untuk memberikan jawaban atau menjelaskannya, sebelum mengajukan
pertanyaan tersebut kepada guru.
Akhirnya untuk memastikan bahwa seluruh anggota kelompok
telah menguasai pelajaran, maka seluruh siswa akan diberikan permainan
akademik. Dalam permainan akademik siswa akan dibagi dalam meja
meja turnamen, dimana setiap meja turnamen terdiri dari 5 sampai 6 orang
yang merupakan wakil dari kelompoknya masing masing. Dalam setiap
meja permainan diusahakan agar tidak ada peserta yang berasal dari
kelompok yang sama. Siswa dikelompokkan dalam satu meja turnamen
secara homogen dari segi kemampuan akademik, artinya dalam satu meja
turnamen kemampuan setiap peserta diusahakan agar setara. Hal ini dapat
ditentukan dengan melihat nilai yang mereka peroleh pada saat pre-test.
Skor yang diperoleh setiap peserta dalam permainan akademik dicatat
pada lembar pencatat skor. Skor kelompok diperoleh dengan
menjumlahkan skor skor yang diperoleh anggota suatu kelompok,
kemudian dibagi banyaknya anggota kelompok tersebut. Skor kelompok
ini digunakan untuk memberikan penghargaan tim berupa sertiIikat
dengan mencantumkan predikat tertentu.
Menurut Slavin pembelajaran kooperatiI tipe TGT terdiri dari 5
langkah tahapan yaitu : tahap penyajian kelas (class precentation), belajar
dalam kelompok (teams), permainan (geams),
pertandingan (tournament), dan perhargaan kelompok ( team
recognition). Berdasarkan apa yang diungkapkan oleh Slavin, maka model
pembelajaran kooperatiI tipe TGT memiliki ciri ciri sebagai berikut.
Dalam penerapan model pembelajaran kooperatiI tipe TGT ada
beberapa tahapan yang perlu ditempuh, yaitu :
(1) Mengajar (teach)
Mempersentasekan atau menyajikan materi, menyampaikan tujuan, tugas,
atau kegiatan yang harus dilakukan siswa, dan memberikan motivasi.
21
sesuatu yang harus dipelajari siswa untuk melatih dan meningkatkan keterampilan
berpikir kritis dan menyelesaikan masalah, serta mendapatkan pengetahuan
konsep-konsep penting.
Pendekatan pembelajaran ini mengutamakan proses belajar dimana tugas
guru harus memIokuskan diri untuk membantu siswa mencapai keterampilan
mengarahkan diri. Pembelajaran berdasarkan masalah penggunaannya di dalam
tingkat berpikir lebih tinggi, dalam situasi berorientasi pada masalah, termasuk
bagaimana belajar (Nurhayati Abbas, 2000:12).
Guru dalam model pembelajaran berdasarkan masalah berperan sebagai
penyaji masalah, penanya, mengadakan dialog, membantu menemukan masalah,
dan pemberi Iasilitas penelitian. Selain itu guru menyiapkan dukungan dan
dorongan yang dapat meningkatkan pertumbuhan inquiri dan intelektual siswa.
Pembelajaran berdasarkan masalah hanya dapat terjadi jika guru dapat
menciptakan lingkungan kelas yang terbuka dan membimbing pertukaran
gagasan. Pembelajaran berdasarkan masalah juga dapat meningkatkan
pertumbuhan dan perkembangan aktivitas belajar siswa, baik secara individual
maupun secara kelompok. Di sini guru berperan sebagai pemberi rangsangan,
pembimbing kegiatan siswa, dan penentu arah belajar siswa (Wahyuddin,
2008:68)
Hal yang perlu mendapatkan perhatian dalam pembelajaran berdasarkan
masalah adalah memberikan siswa masalah yang berIungsi sebagai batu loncatan
untuk proses inquiri dan penelitian. Di sini, guru mengajukan masalah,
membimbing dan memberikan petunjuk minimal kepada siswa dalam
memecahkan masalah.
. iri-ciri Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah:
a. Pengajuan Masalah atau Pertanyaan.
Pengaturan pembelajaran berdasarkan masalah berkisar pada masalah atau
pertanyaan yang penting bagi siswa maupun masyarakat. Menurut Arends
(Nurhayati Abbas, 2000:13) pertanyaan dan masalah yang diajukan itu
haruslah memenuhi kriteria sebagai berikut:
24
O utentik. Yaitu masalah harus lebih berakar pada kehidupan dunia nyata
siswa daripada berakar pada prinsip-prinsip disiplin ilmu tertentu.
O elas. Yaitu masalah dirumuskan dengan jelas, dalam arti tidak
menimbulkan masalah baru bagi siswa yang pada akhirnya menyulitkan
penyelesaian siswa.
O udah dipahami. Yaitu masalah yang diberikan hendaknya mudah
dipahami siswa. Selain itu, masalah disusun dan dibuat sesuai dengan
tingkat perkembangan siswa.
O Luas dan sesuai dengan Tufuan Pembelafaran. Yaitu masalah yang disusun
dan dirumuskan hendaknya bersiIat luas, artinya masalah tersebut mencakup
seluruh materi pelajaran yang akan diajarkan sesuai dengan waktu, ruang
dan sumber yang tersedia. Selain itu, masalah yang telah disusun tersebut
harus didasarkan pada tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan
O Bermanfaat. Yaitu masalah yang disusun dan dirumuskan haruslah
bermanIaat, baik bagi siswa sebagai pemecah masalah maupun guru sebagai
pembuat masalah. Masalah yang bermanIaat adalah masalah yang dapat
meningkatkan kemampuan berpikir dan memecahkan masalah siswa. Serta
membangkitkan motivasi belajar siswa.
b. Keterkaitanya dengan Berbagai Disiplin Ilmu.
Masalah yang diajukan dalam pembelajaran berdasarkan masalah hendaknya
mengaitkan atau melibatkan berbagai disiplin ilmu.
c. Penyelidikan yang Autentik.
Penyelidikan yang diperlukan dalam pembelajaran berdasarkan masalah
bersiIat autentik. Selain itu penyelidikan diperlukan untuk mencari
penyelisaian masalah yang bersiIat nyata. Siswa menganalisis dan merumuskan
masalah, mengembangkan dan meramalkan hipotesis, mengumpulkan dan
menganalisis inIormasi, melaksanakan eksperimen, membuat kesimpulan dan
menggambarkan hasil akhir.
d. Menghasilkan dan Memamerkan Hasil/Karya
Pada pembelajaran berdasarkan masalah, siswa bertugas menyusun hasil
penelitianya dalam bentuk karya (karya tulis atau penyelesaian) dan
25
Tahap-5
Menganalisis dan
mengevaluasi proses
pemecahan masalah
Guru membantu siswa untuk melakukan reIleksi
atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan
proses-proses yang mereka gunakan
Suatu hal yang sangat penting untuk diperhatikan dalam PBL adalah
pertanyaan berbasis why bukan sekedar how. Oleh karena itu, setiap tahap dalam
pemecahan masalah, keterampilan mahasiswa dalam tahap tersebut hendaknya
tidak semata-mata keterampilan how, tetapi kemampuan menjelaskan
permasalahan dan bagaimana permasalahan dapat terjadi. Tahapan dalam proses
pemecahan masalah digunakan sebagai kerangka atau panduan dalam proses
belajar melalui PBL. Namun yang harus dicapai pada akhir pembelajaran adalah
kemampuannya untuk memahami permasalahan dan alasan timbulnya
permasalahan tersebut serta kedudukan permasalahan tersebut dalam tatanan
sistem yang sangat luas
4. Evaluasi
Seperti halnya dalam model pembelajaran kooperatiI, dalam model pengajatran
berdasarkan masalah Iokus perhatian pembelajaran tidak tidak pada perolehan
pengetahuan deklaratiI oleh karenanya penilaian tidak cukup dengan tes tes
tertulis tetapi juga penilaian terhadap pekerjaan yang dihasilkan oleh siswa
berdasarkan masalah yang dibahas. Penilain te3rsebut berupa asessmen kinerja,
presentasi kinerja, pengamatan, merumuskan pertanyaan, hipotesis dan
sebagainya.
5. Kelebihan dan Kekuranga
a. Kelebihan
O Gampang dalam memotivasi siswa karena masalah yang diangkat
berkenaan dengan kehidupan sehari-hari
O Konsep seuai dengan kebutuhan siswa
O Memupuk siIat inqury siswa
O Memupuk kemampuan problem solving siswa
O Pengembangan keterampilan kerja sama
27
b. Kekurangan
O Persiapan (alat, problem, konsep) pembelajaran yang kompleks
O Sulitnya mencari problem yang relevan dengan materi
O Sering terjadi miss konsep
O Waktu yang dipergunakan cukup lama dalam penyelidikan
28
BAB III
PENUTUP
B.Kesimpulan
Model pembelajaran langsung adalah salah satu pendekatan mengajar yang
dirancang khusus untuk menunjang proses belajar siswa yang berkaitan
dengan pengetahuan deklaratiI dan pengetahuan prosedural yang terstruktur
dengan baik yang dapat diajarkan dengan pola kegiatan yang bertahap,
selangkah demi selangkah.
Pembelajaran KooperatiI (cooperative learning) merupakan sistem
pengajaran yang memberi kesempatan kepada anak didik untuk bekerja
sama dengan sesama siswa dalam tugas-tugas yang terstruktur.Belajar
kooperatiI lebih dari sekedar belajar kelompok atau kerja kelompok karena
dalam belajar kooperatiI ada struktur dorongan atau tugas yang bersiIat
kooperatiI sehingga memungkinkan terjadinya interaksi secara terbuka dan
hubungan yang bersiIat interdepedensi eIektiI diantara anggota kelompok
Belajar berdasarkan masalah adalah interkasi antara stimulus dan respon
merupakan hubungan antara dua arah belajar dan lingkungan. Lingkungan
memberikan bantuan dan masalah sedangkan sistem saraI otak berIungsi
menaIsirkan bantuan itu secara eIektiI sehingga masalah yang dihadapi
dapat diselidiki, dinilai, dianalisis serta dicari pemecahannya dengan baik.
Masalah teresebu berupa masalah autentik, sehingga siswa dapat menyusun
pengetahuannya sendiri, menumbuhkembangkan keterampilan yang lebih
tinggi dan inquiri, memandirikan siswa, dan meningkatkan kepercayaan diri
sendiri
29
DATAR PUSTAKA
Aryawan Bambang, 2009 dalam http://www.riyadi.purworejo.asia/2009/07/
pembelajaran- kooperatiI-cooperative.html
Anita, Lie. 2004. Cooperative Learning empraktekkan di Ruang-Ruang Kelas.
Jakarta : PT. Grasindo.
Herdian, 2009, odel Pembelafaran NHT (Numbered Head Together)dalam
http.//herdy07.wordpress.com/2009/04/22/model-pembelajaran-nht-
numbered-head-together/
Nurhayati, Abbas. 2000. Pengembangan Perangkat Pembelafaran atematika
Berorientasi odel Pembelafaran Berdasarkan asalah (Problem-
BasedInstruction). Program Studi Pendidikan Matematika Program
pascasarjana.UNESA
Trianto, 2010, endesain odel Pembelafaran Inovatif-Progresif, Kencana
Prenada Media Group: Jakarta
Wahyuddin, 2008, Pembelafaran dan odel-odel Pembelafaran, IPA
Abong:Jakarta